Anda di halaman 1dari 38

REFARAT ILMU PENYAKIT DALAM

HIPERTENSI

Disusun Oleh:
ZIA FARADILA, S.Ked
19174043
Pembimbing: dr. Silva Nazly Sp.Pd

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU PENYAKIDALAM


RSUD MEURAXA BANDA ACEH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
TAHUN 2020

1
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa,
karena atas anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
referat ini dengan judu “Hipertesi” Referat ini penulis susun sebagai
bagian dari proses belajar penulis selama masa kepaniteraan klinik di
SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Meuraxa.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
sebesar-besarnya kepada dr. Silva Nazly Sp.Pd selaku pembimbing
karena telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga
dapat meyelesaikan referat ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih ada keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan dalam penulisan tugas referat ini. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun supaya karya penulis
dapat bermanfaat bagi kita semua kedepannya. Terima Kasih

Aceh Besar, 10 Desember 2020

Zia Faradila

I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................I
Daftar Isi...........................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi .................................2
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko...............................................5
2.3 Patofisiologi .......................................................................9
2.4 Manifestasi Klinis ............................................................11
2.5 Diagnosis Hipertensi........................................................11
2.6 Penentuan Risiko Kardiovaskular .................................13
2.7 Pengukuran Tekanan Darah...........................................16
2.10 Penatalaksanaan Hipertensi .........................................20
2.11 Komplikasi Hipertensi ..................................................29
2.12 Indikasi Rujukan ...........................................................30
BAB III KESIMPULAN................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................33

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu
penyebab utama kematian prematur di dunia. Organisasi kesehatan dunia (World
Health Organization/WHO) mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara
global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Sampai saat ini, hipertensi masih
merupakan tantangan terbesar di indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang
sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.1
Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.2 Hipertensi menjadi
ancaman kesehatan masyarakat karena merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, secara global merupakan penyebab utama
peningkatan mortalitas kardiovaskular, kematian mendadak, stroke, penyakit
jatung koroner, gagal jantung, fibrilsi atrium, penyakit arteri perifer dan
insufisiensi ginjal.3
Menurut WHO (World health organization) Penderita hipertensi
diperkirakan mencaoai 1 milyar di dunia, dan dua pertiga diantaranya berada di
negara berkembang. Sebanyak 972 juta orang dewasa di dunia menderita
hipertensi, angka ini terus meningkat tajam, dan diprediksi pada tahun 2025
sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi. Hipertensi telah
mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, 1,5 juta kematian
terjadi di asia tenggara, yang sepertiga populasinya menderita hipertensi.4
Hipertensi merupakan penyakit silent killer atau juga disebut dengan
pembunuh diam-diam, sehingga pengobatannya seringkali terlambat. Berdasarkan
laporan WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui 25% diantaranya
mendapat pengobatan, tetapi hanya 12,5% diantaranya diobati dengan baik.5
Dari hasil riset dasar kesehatan naisonal (RISKESDAS) 2018 didapatkan
prevalensi hipertensi pada penduduk umur ≥18 tahun adalah sebesar 34,1%.

1
Sedangkan Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan
Selatan 44,1% dan prevalensi terendah di papua 22,2%.6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi dan Klasifikasi Hipertensi
The joint National Community on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure 7 (JNC-7), WHO dan European society of
hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari
90 mmHg setelah dua kali pengukuran secara terpisah.4
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
dibagi menjadi 4 Kategori yaitu didasarkan pada rerata pengukuran dua tekanan
darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis.
Tabel 1 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 untuk usia ≥18 tahun7
KlasifikasiTekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (TDS) Diastolik (TDD)
mmHg mmHg
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 atau >100

Tabel 2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan American Hearth Association


(AHA).8
KlasifikasiTekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (TDS) Diastolik (TDD)
mmHg mmHg
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-129 atau <80
Hipertensi derajat 1 130-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 2 >140 atau ≥90
Hipertensi Krisis >180 dan >120

3
Tabel 3 Klasifikasi hipertensi berdasarkan American Society of hypertension
and international Society of Hypertension 2013
KlasifikasiTekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (TDS) Diastolik (TDD)
mmHg mmHg
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 Dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥180 Dan/atau ≥110
Hipertensi Sistolik ≥140 dan <90
Terisolasi

Hipertensi terisolasi (HST) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik


≥140 mmHg dengan tekanan darah diastolik <90 mmHg. Berbagai studi
membuktikan bahwa prevalensi HST pada usia lanjut sangat tinggi akibat proses
penuaan, akumulasi kolagen, kalsium, serta degradasi elastin pada arteri.
Kekakuan aorta akan meningkatkan tekanan darah sistolik dan pengurangan
volume aorta yang pada akhirnya mengakibtkan penurunan tekanan darah sistolik.
HST juga dapat terjadi pada keadaan anemia, hipertiroidisme, insufisiensi aorta,
fistulas arteriovena, dan penyakit paget.4
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi 2
yaitu: hipertensi primer (essensial) yang tidak diketahui penyebabnya dan
hipertensi sekunder yang dapat disebkan oleh penyakit ginjal,endokrin dan
penyakit jantung. Hipertensi juga dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi yaitu peningkatan tekanan
darah sistolik (TDS) atau tekanan darah diastolik (TDD) masing-masing >180
mmHg atau >120 mmHg dan berhubungan dengan kerusakan organ/Target Organ
Damage (TOD), (hipertensi ensefalopati, infark serbral, pendarahan intrakranial,
kegagalan ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta, gagal ginjal, atau

4
eklampsia), sedangkan hipertensi urgensi yaitu peningkatan TDS atau TDD
masing-masing >180 mmHg atau >120 mmHg, namun tanpa kerusakan organ/
Target Organ Damage.9,10

2.2 Etiologi dan faktor risiko hipertensi


2.2.1 Etiologi hipertensi
Hipertensi merupakan suatau penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologinya tidak diketahui (hipertensi
essensial/primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan presentasi rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder.
a. Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).11 Hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh
kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk
terjadinya hipertensinini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori
yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi
sering turun temurun dalam suatu keluarga. Hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis primer.
b. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.
pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.
Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasikan, maka
dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama
dalam penanganan hipertensi sekunder.

5
c. Krisis Hipertensi (Hipertensi emergensi dan Urgensi)
Hipertensi emergensi ialah hipertensi derajat 3 dengan HMOD
(Hypertension Mediated Organ Damage) akut. Hal ini sering kali
mengancam jiwa dan memerlukan penanganan segera dan seksama. Untuk
menurunkan tekanan darah biasanya memerlukan obat jalur intravena.
Gejala hipertensi emergensi tergantung kepada organ yang terdampak,
seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada, sesak nafas, pusing
atau gejala deficit neurologis. Gejala klinis ensefalopati hipertensi berupa
somnolen, letargi, kejang tonik-klonik dan kebutaan kortikal hingga
gangguan kesadaran.
Hipertensi urgensi merupakan hipertensi berat tanpa bukti klinis
keterlibatan organ target. Umumnya tidak memerlukan rawat inap dan
dapat diberikan obat oral sesuai dengan algoritma penatalaksanaan
hipertensi emergensi.12
Table 4 Klasifikasi Hipertensi Krisis.8
Krisis Hiipertensi TD sistolik TD diastolik

Hipertensi urgensi >180 mmHg Dan /atau >120 mmHg

Hipertensi >180 mmHg + target Dan/atau >120 mmHg +


emergensi organ damage target organ
damage

Tabel 5. Penyebab Hipertensi Sekunder.7


Penyakit Obat
 Penyakit Ginjal  Obat NSAID, contoh: ibuprofen,
 Tumor Kelenjar naxoprofen
adrenal  Pil KB
 Penyakit tiroid  Decongestants,contoh:pseudoephedrin,
phenyleprine
 Cocain
 Amphetamin, contoh: amphetamin,
metilfenidate

6
Penyakit Obat

 Penyakit Genetik  korticosteroid, contoh: prednisolon,


Pembuluh Darah metylprednison,dexamethasone,
 Penyalahgunaan hydrocortison
Alkohol atau  makanan, (makanan yang tinggi sodium
Penggunaan Alkohol atau garam)
Kronik  alkohol

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok


yaitu hipertensi essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya (90%) Hipertensi merupakan
faktor resiko utama penyebab kematian di seluruh dunia. Namun apabila penyakit
ini diketahui lebih awal, maka penyakit ini dapat diobati dan dikontrol agar tidak
berakibat fatal. Hipetensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis: hipertensi
esensial atau hipertensi primer (90% kasus) yang tidak diketahui penyebabnya dan
hipertensi sekunder (10% kasus) yang penyebabnya dapat ditentukan antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dll.10

2.2.2 Faktor risiko hipertensi


Faktor risiko hipertensi dibagikan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah


a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai
risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga

7
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah.
Namun setelah memasuki usia menoupase, prevalensi hipertensi pada
perempuan meningkat akibat faktor hormonal.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunn)
juga meningkatkan risiko hipertensi, teruma hipertensi primer
(esensial), tentunya faktor lingkungan juga ikut berperan.

2. Faktor risiko yang dapat diubah


a. Obesitas
Obesitas adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam
indeks masa tubuh (Body mass Index). Obesitas merupakan faktor
determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok umur
disemua etnik. Menurut hall, perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivitas saraf
simpatis dan sistem renin-angiotensin dan perubahan fisik pada ginjal.
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak
lapisan endothel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan
proses arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok juga
meningkatkan denyut-denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen
otot-otot jantung bertambah.
c. Kurang aktifitas fisik
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah
dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan
olahraga aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun
berat badan belum turun.

8
d. Konsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam.
e. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid(lemak) ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan
kadar kolesterol HDL dalam darah. kolesterol merupakan faktor
penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang kemudian
mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga
tekanan darah meningkat.
f. Konsumsi Alkohol Berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan,
namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
g. Psikososial dan Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam,
rasa takur, dan rasa bersalah) dapat merangang ginjal untuk
melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebh kuat, sehingga tekanan darah meningkat. 4

2.3 Patofisiologi hipertensi


Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul
akibat berbagai interaksi antara faktor-faktor tertentu. Mekanisme mengontrol
kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula
di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

9
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron paraganglion melepaskan asetikolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan
dilepaskanya nonephinefrin mengakibatkan kontraksi pembuluh darah kapiler.13
Beberapa faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap nonephinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan hormon steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriktor yang mengkibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensi I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
konsenkuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung (voulum sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.13
Ada dua faktor yang penting dalam mempertahankan tekanan darah yaitu
cardiac output dan tahan perifer. Pada hipertensi terjadi peningkatan cardiac
output dan/ atau peningkatan tahanan perifer. Dapat digambarkan dengan rumus
di bawah ini:

10
Tekanan Darah : Cardiac Output x Tahanan Perifer
Hipertensi : ↑ Cardiac Output dan/atau ↑ Tahaanan Perifer

11
Gambar Patofisiologi Hipertensi

2.4 Manifestasi Klinis Hipertensi


Hipertensi disebut sebagai penyakit silent killer, dikarenakan tidak
menunjukkan gejala apapun, bahkan penderita tidak mengetahui bahwa sedang
mengalami hpertensi. Kebanyakan penderita yang mengalami hipertensi tidak
menunjukkan gejala apapun, namun ada beberapa penderita ketika mengalami
hipertensi dapat meraskan pusing, sesak nafas atau mimisan, tetapi tanda dan
gejala ini tidak spesifik dan biasanya tanda dan gejala ini tidak muncul bahkan
pada penderita yang memiliki peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi. Ada
beberapa gejala lain yang umum terjadi pada penderita hupertensi yaitu muka
merah, sakit kepala, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.13

2.5 Diagnosis Hipertensi


Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat
asimptomatik. Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan
keluhan maupun gejala. Beberapa pasien mengalami keluhan dapat berupa sakit
kepala, gelisah, penglihatan kabur, rasa sakit di dada, jantung berdebar, pusing
mudah lelah. Pada anamnesis dapat pula digali mengenai faktor risiko

12
kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktifitas fisik yang kurang, dislipidemia,
diabetes melitus, dan riwayat keluarga. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke
arah hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi
hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala paroksimal,
berkeringat atau takikardi serta ada riwayat ginjal sebelumnya. Apabila pada
kasus ada kecurigaan tehadap penyakit hipertensi sekunder maka dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan diagnosa banding yang dibuat.13,14
Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui pemeriksaan fisik yaitu mulai dari
keadaan umum pasien yang biasanya tampak sehat, dapat juga terlihat sakit
ringan-berat bila terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain, kemudian dilakukan
pemeriksaan tekanan darah, dimana pemeriksaan tekanan darah yang akurat
dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa. Diagnosis hipertensi dapat
ditegakkan bila tekanan darah ≥140/90 mmHg dalam 2 kali pengukuran dengan
jarak satu minggu. Bila salah satu tekanan darah sistolik atau diastolik yang
meningkat maka sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi. Pada
pasien hipertensi, wajib diperiksa status neurologis dan pemeriksaan fisik jantung
(tekanan vena jugular, batas jantung, dan ronki pada lapang paru)4,12
Pemeriksaan penunjang pada hipertens untuk memeriksan komplikasi
yang telah terjadi dan risiko yang berhubungan dengan kardiovaskuler.
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium,
seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium,
asam urat dan urinalisa. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung
berupa EKG dan ekokardiografi, fundoskopi, USG ginjal, dan foto thorax.
Ada beberapa Tujuan evaluasi klinis pada pasien dengan hipertensi:
 Menegakkan diagnosis dan derajat hipertensi
 Menapis kemungkinan penyebab sekunder hipertensi
 Identifikasi factor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
hipertensi (gaya hiup, obat lain atau riwayat keluarga)
 Identifikasi faktor risiko kardiovaskular yang lain (termasuk gaya hidup dan
riwayat keluarga)
 Identifikasi penyakit penyerta

13
 Menentukan ada tidaknya HMOD atau penyakit kardiovaskular,
serebrovaskular atau ginjal yang sudah ada sebelumnya, untuk starifikasi
risiko.12

Konfirmasi Diagnostik Hipertensi

Analisis risiko kardiovaskular, kerusakan organ target,


dan penyakit penyerta lainnya

Deteksi ada/tidaknya hipertensi sekunder, bila ada indikasi lain

Bagan 1. Evaluasi Diagnostik Awal pada Hipertensi

Gambar 2 Algoritme diagnosis berdasarkan The Canadian Recommendation


For Management Of hypertension 2014.1

2.6 Penentuan Risiko Kardiovaskular

14
Gambar 3, Klasifikasi Risiko Hipertensi Berdasarkan Derajat TD, Faktor
Risiko Kardiovaskular, HMOD atau Komorbiditas.

Prognosis penderita hipertensi bukan hanya ditentukan oleh derajat


hipertensi, tetapi juga ada tidaknya faktor risiko kardiovaskular lainya, kerusakan
organ target, atau adanya penyakit penyerta. Selain itu obat-obatan yang
diberikan, kondisi pribadi pasien dan situasi social ekonomi pasien juga ikut
berpengaruh.
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
 Tingginya tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah
diastolic (TDD)
 Laki-laki > 55 tahun
 Perempuan >65 tahun
 Perokok
 Obesitas
 Dislipidemia : kolesterol LDL > 36,6 mmol/L (> 130 mg/dl)
dan/atau kolesterol HDL <1,0 mmol/L (<40 mg/dl)
 Diabetes Melitus
 Riwayat Keluarga penyakit Kardiovaskular premature
 C- reactive protein > 1 mg/dl

15
2. Kerusakan Target Organ
 Hipertrofi ventrikel kiri (EKG, ekokardiografi, atau foto thorax
dada)
 Proteinuria atau peningkatan kadar kreatinin plasma : laki-laki
>115-133 mmol/l (>1,34 – 1.6 mg/dl), perempuan > 107-124
mmol/l (>1,25 – 1.45 mg/dl)
 Pemeriksaan ultrasonografi atau radiologi terbukti adanya plak
arteriosklerossi (di aorta, arteri karotis, arteri iliaka, atau arteri
femoral)
 Penyempitan arteri retina local atau meluas
3. Penyakit penyerta
 Penyakit serebrovaskular : stroke iskemik, perdarahan serebral,
atau TIA
 Penyakit jantung : infark miokard, angina, revaskularisasi koroner,
atau gagal jantung kongestif
 Penyakit ginjak : nefropatik diabetic atau gagal ginjal- kreatinin :
laki-laki >133mmol/l (1,6 mg/dl), perempuan >124 mmol/l (1,45
mg/dl)
 Penyakit pembuluh darah perifer : diseksi aneurisma atau penyakit
arteri yang simptomatis
 Retinopati akibat hipertensi lanjut : perdarahn, eksudat atau
papiledema

Untuk kepentingan pelayanan kesehatan primer di Negara-negara


berpenghasilan rendah-sedang, WHO membuat carta prediksi risiko mengalami
kejadian kardiovaskular (penyakit jantung, stroke dan penyakit pmbuluh darah
perifer) dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.

16
Gambar 4. Carta Prediksi Risiko Kardiovaskular.

17
Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan pada satu
kali pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan TD yang sangat tinggi, misalnya
hipertensi derajat 3 atau terdapat bukti kerusakan target organ akibat hipertensi
(HMOD, hypertension-mediated organ damage) misalnya retinopati hipertensif
dengan eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau kerusakan ginjal.
Jumlah kunjungan dan jarak pengukuran TD antar kunjungan sangat
bervariasi tergantung beratnya hipertensi. Pada hipertensi derajat 1 tanpa tanda
kerusakan organ target, pengukuran tekanan darah dapat diulang dalam beberapa
bulan. Selama periode ini, dapat dilakukan penilaian TD berulang berdasarkan
beratnya risiko kardiovaskular.
Strategi pengukuran TD di luar klinik (HBPM atau ABPM) untuk
konfirmasi diagnosis hipertensi sangat dianjurkan bila tersedia. Pengukuran TD di
rumah dapat juga mendeteksi adanya hipertensi jas putih, hipertensi terselubung,
dan juga kasus lain.12

2.7 Pengukuran Tekanan Darah


Meskipun hasil pengukuran tekanan darah di klinik merupakan standar baku
utama dalam menegakkan diagnosis hipertensi, pengukuran tekanan darah pasien
secara mandiri mulai digalakkan. Pemeriksaan ini berupa HBPM dan ABPM.
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di klinik (atau fasilitas kesehatan)
atau di luar klinik (HBPM atau ABPM).12
Persiapan Pasien
a. Pasien harus tenang, tidak dalam keadaan cemas atau gelisah, maupun
kesakitan. Dianjurkan istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
b. Pasien tidak mengkonsumsi kafein maupun merokok, ataupun
melakukan aktivitas olah raga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.
c. Pasien tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan
adrenergik seperti fenilefrin atau pseudoefedrin (misalnya obat flu, obat
tetes mata).
d. Pasien tidak sedang menahan buang air kecil maupun buang air besar.
e. Pasien tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan.

18
f. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman.
g. Pasien dalam keadaan diam, tidak berbicara saat pemeriksan
Posisi
 Posisi pasien: duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi klinik). -
Pada posisi duduk:
 Gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar untuk
meminimalisasi kontraksi otot isometrik.
 Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi jantung.
 Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.
Prosedur
 Letakkan spigmomanometer sedemikian rupa sehingga skala sejajar
dengan mata pemeriksa, dan tidak dapat dilihat oleh pasien.
Gunakan ukuran manset yang sesuai.
 Pasang manset sekitar 2,5 cm di atas fossa antecubital.
 Hindari pemasangan manset di atas pakaian.
 Letakan bagian bell stetoskop di atas arteri brakialis yang terletak tepat
di batas bawah manset. Bagian diafragma stetoskop juga dapat
digunakan untuk mengukur tekanan darah sebagai alternatif bell
stetoskop.
 Pompa manset sampai 180 mmHg atau 30 mmmHg setelah suara nadi
menghilang. Lepaskan udara dari manset dengan kecepatan sedang
(3mmHg/detik).
 Ukur tekanan darah 3 kali dengan selang waktu 1-2 menit. Lakukan
pengukuran tambahan bila hasil pengukuran pertama dan kedua berbeda
>10 mmHg.
 Catat rerata tekanan darah, minimal dua dari hasil pengukuran
terakhir.12

19
2.8 Penatalaksanaan hipertensi
1. Terapi Non-farmakologi
Pola hidup yang sehat dapat mencegah atau memperlambat awitan
hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup sehat
telah terbukti menurunkan tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi
garam dan alkohol, peningkatan konsumsi sayur dan buah-buahan,
penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktifitas fisik
teratur, serta menghindari merokok.12,15

Table 8 Modifikasi Gaya Hidup Pada Pasien Hipertensi

20
Modifikasi Rekomendasi Rerata
Penurunan TDS
Penurunan berat badan Jaga berat badan idel (BMI: 5-20 mmHg/ 10
18,5 – 24,9 kg/m2) kg
Dietary Approaches to Diet kaya buah, sayuran, produk 8-14 mmHg
Stop Hypertension rendah lemak dengan jumlah
(DASH) lemak total dan lemak jenuh
yang rendah
Pembatasan asupan Kurangi hingga <100 mmol per 2-8 mmHg
natrium hari (2,0 g natrium atau 6,5 g
natrium klorida atau 1 sendok
the garam perhari)
Aktifitas fisik aerobik Aktifitas fisik aerobic yang 4-9 mmHg
teratur (mis : jalan cepat ) 30
menit sehari, hampir setiap hari
dalam seminggu
Stop alkohol 2-4 mmHg

a. Pembatasan konsumsi garam


Terdapat bukti bahwa antara konsumsi garam dan hipertensi.
Rekomendasi penggunaan garam natrium (Na) sebaiknya tidak
lebih dari 2 gram/hari (setara dengan 5-6 gram Nacl perhari atau
satu sendok teh garam dapur).
b. Perubahan pola makan
Pasien hipertensi disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang
seimbang yang mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan segar, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak
zaitun), serta membatasi asupan daging merah dan asupan lemak
jenuh.
c. Penurunan berat badan dan mejaga berat badan ideal

21
Terdapat peningkatan prevalensi obesitas dewasa di indonesia dari
14,8% berdasarkan data RISKESDAS 2013 menjadi 21,8% dari
data RISKESDAS 2018.
Tujuan pengendalian berat badan adalah untuk mencegah
terjadinya obesitas (IMT > 25 kg/m2), dan menargetkan berat
badan ideal (IMT 18,5 – 22,9 kg/ m2) dengan lingkar pinggang <90
cm pada laki-laki dan <80 cm pada perempuan.
d. Olahraga teratur
Olahraga aerobuk teratur bermanfaat untuk pencegahan dan
pengobatan hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas
kardiovaskular. Pasien hipertensi disarankan untuk berolahraga
setidaknya 30 menit latihan aerobik dinamik berintesitas sedang
(seperti: berjalan, joging , bersepeda atau berenang ) 5-7 hari
perminggu.
e. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko vaskular dan kanker, sehingga
satatus merokok harus ditanyakan pada setiap kunjungan,
penderita hipertensi yang merokok, maka diedukasikan untuk
segera berhent merokok.12,15
2. Terapi Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada pasien hipertensi dumulai
bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan
tekanan darah setelah >6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada
pasien dengan hipertensi derajat ≥2.12
Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi
merupakan upaya menurunan tekanan darah secara efektif dan efisien.
Meskipun demikian pemberian obat antihipertensi bukan selalu
merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan hipertensi.12
Berdasarkan konsensus penatalaksanaan hipertensi tahun 2019,
menetapkan ada target dalam batasan tekanan darah pada penderita
hipertensi

22
Gambar 6. Target tekanan darah di klinik berdasarkan ESC/ESH hypertension
guidelines. 12

Gambar 7. Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi


Hipertensi

23
Tabel 8. Obat Antihipertensi Oral 12

Kelas Obat Dosis (mg/hari) Frekuensi per


hari
Obat lini Pertama
Tiazid atau thiazide- Hidroklorothiazid 25-50 1
type diuretics indapamide 1,25-2,5 1
ACE- Inhibitor capropril 1,23-150 2 atau 3
Enalapril 2-40 1 atau 2
Lisinopril 10-40 1
Perindopril 5-10 1
Ramipril 2,5-10 1 atau 2
Candestran 8-32 1
ARB Eprosartan 600 1
Irbesartan 150-300 1
losartan 50-100 1 atau 2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
CCB- dihidropiridin Amlodipin 2,5-10 1
Felodipin 5-10 1
Nifedipin OROS 30-90 1
Lercanidipin 10-20 1
CCB- Diltiazem SR 180-360 2
nonhidropiridin Diltiazem CD 100-200 1
Verapamil SR 120-480 1 atau 2
Obat Lini Kedua
Dieuretik Loop Furosemid 20-80 2
Torsemid 5-10 1
Dieuretik hemat amilorid 5-10 1 atau 2
kalium Triamteren 50-100 1 atau 2
Dieuretik Antagonis Eplerenon 5-100 1 atau 2
Aldosteron Spironolakton 25-100 1
Beta Blocker- Atenolol 25-100 1 atau 2
Kardioselektif Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol tartrate 100-400 2

24
Kelas Obat Dosis (mg/hari) Frekuensi per
hari
Beta Blocker- Nebivolol 5-401 1
Kardioselektif dan
Vasodilator
Beta Blocker- non Propanolol IR 160-480 2
kardioselektif Propanolol LA 80-320 1
Beta Blocker- Carverdilol 12,5-50 2
kombinasi alfa dan
beta
Alfa- 1 blocker Doxazosin 1-8 1
Prazosin 2-20 2 atau 3
terazosin 1-20 1 atau 2
Sentral alfa-1 agonis Metildopa 1-20 2
dan obat sentral Klonidin 250-10000,1-0,8 2
lainnya Hidralazin 25-200 2 atau 3
Direct vasodilator Minoxidil 5-100 1-3

Tabel 9. Kontraindikasi Pemberian Obat Antihipertensi 12


Obat Kontraindikasi
Tidak dianjurkan Relatif
Diuretik (thiazid/ thiazide- Gout Sindrom metabolic intoleransi
like, misalnya chlorthalidone glukosa
dan indapamide) Kehamilan
Hiperkalsemia
Hipokalsemia
Beta Blocker Asma Sindrom metabolic
Setiap blok sinoatrial atau Intoleransi glukosa
atrioventikular derajat tinggi Atlit dan indiviu yang aktif
Bradikardi (denyut jantung < secara fisik
60 kali permenit )
Calcium Channel Blocker Takiaritmia
(Dihidropiridin) Gagal jantung (HFrEF kelas
III atau IV)
Terdapat edema tungkai berat

25
Obat Kontraindikasi
Tidak dianjurkan Relatif
Calcium Channel Blocker Setiap bloksinoatrial atau Konstipasi
(Non- Dihidropiridin) atrioventikular derajat tinggi
Gangguan ventrikel kiri berat
(fraksi ejeksi ventrikel kiri
<40 %)
Bradikardi (denyut jantung
<60 kali permenit)
ACE Inhibitor Kehamilan Perempuan usia subur tanpa
Riwayat angioedema kontrasepsi
Hiperkalemia (kalium >5,5
meq/L)
Stenosis arteri renalis
bilateral
Angiotensi Receptor Blocker Kehamilan Perempuan usia subur tanpa
Hiperkalemia (kalium >5,5 kontrasepsi
meq/L
Stenosis arteri renalis
bilateral

Target Pengobatan Hipertensi


Salah satu pertimbangan untuk memulai terapi medikamentosa adalah
nilai atau ambang tekanan darah. Pada Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi
tahun 2019 sebagai berikut:

26
Gambar 7. Algoritme tatalaksana hipertensi berdasarkan ASH/ISH
2013.14

Gambar 9. Algoritme Terapi Hipertensi JNC 8.

27
Gambar 10 Algoritme Terapi Hipertensi JNC 7

1. Hipertensi tanpa indikasi khusus


a. Hipertensi stage 1 dapat diberikan diuretic (HCT 12,5-50 mg/hari) atau
pemberian penghambat ACE (captopril 3x12,5-50 mg/hari), atau
nifedipin long acting 30-60 mg/hari atau kombinasi
b. Hipertensi stage 2, bila target terapi tidak tercapai setelah observasi
selama 2 minggu, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan
dieuretik, tiazid dan penghambat ACE atau beta blocker atau CCB
c. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada atau tidaknya kontraindikasi
dari masing-masing anti hipertensi diatas. Sebaiknya pilih obat hipertensi
yang diminum sekali sehari atau maksimum 2 kali sehari.

Bila target tidak tercapai maka lakukan optimalisasi dosis atau


ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah tercapai.

Table 9 obat yang direkomendasikan untuk hipertensi

28
Indikasi Obat yang direkomendasikan
Khusus
Dieuretik Beta ACE Antagonis CCB Antagonnis
Blocker inhibitor reseptor AII aldosteron
(ARB)

Gagal √ √ v √ √
jantung

Paska infark √ √ √
miokard
akut

Risiko √ √ √ √
tinggi
penyakit
koroner

DM √ √ √ √ √

Ginjal √ √
kronik

Pencegahan √ √
stroke
berulang

2. Kondisi Khusus
a. Lanjut Usia
 Dieuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg/hari
 Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit penyerta
b. Kehamilan
 Golongan metildopa, B blocker, antagonis kalsium vasodilator
 ACE inhibitor dan antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan
selama kehamilan

29
2.9 Komplikasi hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Padaa otak sering terjadi stroke dimana terjadi pendarahan yang disebabkan oleh
pecahnya mikroeneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelaianan lain
yang dapat terjadi adalah tromboemboli dan serangan iskemia otak semtara (TIA/
Transiet Ischemic Attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.3,16
A. Otak
Stroke merupakan kerusakan organ target pada otak yang
diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perndarahn, tekanan
intracranial yang meninggi atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh non otak yangterpajan tekananan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahinya akan berkurang.
B. Kardiovaskuler
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran
darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapat suplai oksigen yang cukup.kebutuhan oksigen miokardium
yang tidak terpenuhi menyebabkan iskemia jantung yang pada akhirnya
dapat menjadi infark.

C. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerulus.

30
Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit
fungsiional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan akan berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membrane glomerulus
juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering
dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang
berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.
D. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebakan kerusakan
pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama
hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat kerusakan yang
ditimbulkan. Kelainan pada retina yang terjadi akibat hipertensi adalah
iskemik optic neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran
darah yang buruk , oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan
aliran darah pada arteri dan vena.
Kerusakan yang lebih parah dapat terjadi pada hipertensi maligna,
dimana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak antara lain nyeri
kepala, double vision, dim vision dan sudden vision loss3,15.

2.10 Indikasi Merujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut


Pengelolaan hipertensi umumnya dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP). Tetapi tidak sedikit penderita hipertensi yang memerlukan
evaluasi, penatalaksanaan ataupun perawatan lebih lanjut di FKTL, agar tidak
berlanjut terjadi kejadian serebrokardiovaskular dan ginjal.
Indikasi merujuk ke FKTL, antara lain:
 Pasien dengan kecurigaan hipertensi sekunder
 Hipertensi dengan komplikasi
 Pasien muda (< 40 tahun) dengan hipertensi derajat 2 keatas (sudah
disingkirkan kemungkinan hipertensi sekunder)
 Pasien dengan hipertensi mendadak dengan riwayat TD normal
 Pasien hipertensi resisten

31
 Krisis hipertensi
 Pasien dengan penilaian HMOD lanjutan yang akan mempengaruhi
pengobatan
 Kondisi klinis lain dimana dokter perujuk merasa evaluasi spesialistik
diperlukan.12

2.11 Prognosis
Umumnya baik atau bonam bila hipertensinya terkontrol

32
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu
penyebab utama kematian prematur di dunia. Organisasi kesehatan dunia (World
Health Organization/WHO) mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara
global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Sampai saat ini, hipertensi masih
merupakan tantangan terbesar di indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang
sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyabab penyakit
kardiovaskular terutam gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung,
hipertensi juga dapat berakibat terhadap terjadinya penyakit gagal ginjal maupun
penyakit serebrovaskular.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal. Dengan
menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg diharapkan komplikasi
akibat penyakit hipertensi dapat berkurang. Terapi terhadap penyakit hipertensi
dapat dimulai dengan perubahan pola hidup terlebih dahulu dan dapat dilanjutkan
dengan pemberiaan obat-obatan oral atau dilakukan secara bersamaan antara
perubahan pola hidup dan pemberian obat-obatan.

33
Daftar Pustaka

1. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Hipertensi Si


Pembunuh Senyap-senyap. Published online 2019.
2. Nuraini B. Risk Factors Of Hypertension. J Major. 2015;4(5).
3. Rampengan SH. Hipertensi Resisten. J Kedokt Yars. 2015;23(2):144-127.
4. kementerian kesehatan RI. Pedoman Teknis Penemuan Dan Tatalaksana
Hipertensi.; 2013.
5. Sartik, TJekyan RS, Zulkarnain M. Faktor-faktor Risiko dan Angka
Kejadian Hipertensi Pada Penduduk Palembang. J Ilmu Kesehat Masy.
2017;8(3):180-191.
6. kementerian kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan.
RISKESDAS. Published online 2018.
7. National Institutes of Health, National Heart,Lung and BI. The Seventh
Report of the Joint National Comitte on
Prevention,Detection,Evaluation,and Treatment Of High Blood Pressure.
8. American Hearth Association. Guidelines for The Prevention, Detection,
Evaluation and Management of High Blood Pressure In Adult. Published
online 2017.
9. kementerian kesehatan RI. Klasifikasi Hipertensi. Published 2018.
Accessed June 12, 2020. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-pembuluh-darah/klasifikasi-
hipertensi
10. Turama Y. Dagnosis dan Klasifikasi Hipertensi. Indones Soc Hypertens.
Published online 2018.
11. Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Interna Publishing; 2009.
12. Indonesia Society Of Hypertension. Konsensus Penatalaksanaan
Hipertensi. (Lukito AA, Harmeiwaty E, Hustrini NM, eds.).; 2019.
13. The McGraw-Hill Companies. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
16th ed.; 2005.

34
14. ESH and ESC. ESH/ESC Guideline For Management Of Arterial
Hypertension. J Hypertens. 2013;21:1281-1357.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 1st ed.; 2015.
16. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. CDK-236. 2016;43(1).

35

Anda mungkin juga menyukai