HIPERTENSI
Disusun Oleh:
ZIA FARADILA, S.Ked
19174043
Pembimbing: dr. Silva Nazly Sp.Pd
1
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa,
karena atas anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
referat ini dengan judu “Hipertesi” Referat ini penulis susun sebagai
bagian dari proses belajar penulis selama masa kepaniteraan klinik di
SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Meuraxa.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
sebesar-besarnya kepada dr. Silva Nazly Sp.Pd selaku pembimbing
karena telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga
dapat meyelesaikan referat ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih ada keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan dalam penulisan tugas referat ini. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun supaya karya penulis
dapat bermanfaat bagi kita semua kedepannya. Terima Kasih
Zia Faradila
I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................I
Daftar Isi...........................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi .................................2
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko...............................................5
2.3 Patofisiologi .......................................................................9
2.4 Manifestasi Klinis ............................................................11
2.5 Diagnosis Hipertensi........................................................11
2.6 Penentuan Risiko Kardiovaskular .................................13
2.7 Pengukuran Tekanan Darah...........................................16
2.10 Penatalaksanaan Hipertensi .........................................20
2.11 Komplikasi Hipertensi ..................................................29
2.12 Indikasi Rujukan ...........................................................30
BAB III KESIMPULAN................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................33
II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu
penyebab utama kematian prematur di dunia. Organisasi kesehatan dunia (World
Health Organization/WHO) mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara
global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Sampai saat ini, hipertensi masih
merupakan tantangan terbesar di indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang
sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.1
Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.2 Hipertensi menjadi
ancaman kesehatan masyarakat karena merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, secara global merupakan penyebab utama
peningkatan mortalitas kardiovaskular, kematian mendadak, stroke, penyakit
jatung koroner, gagal jantung, fibrilsi atrium, penyakit arteri perifer dan
insufisiensi ginjal.3
Menurut WHO (World health organization) Penderita hipertensi
diperkirakan mencaoai 1 milyar di dunia, dan dua pertiga diantaranya berada di
negara berkembang. Sebanyak 972 juta orang dewasa di dunia menderita
hipertensi, angka ini terus meningkat tajam, dan diprediksi pada tahun 2025
sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi. Hipertensi telah
mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, 1,5 juta kematian
terjadi di asia tenggara, yang sepertiga populasinya menderita hipertensi.4
Hipertensi merupakan penyakit silent killer atau juga disebut dengan
pembunuh diam-diam, sehingga pengobatannya seringkali terlambat. Berdasarkan
laporan WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui 25% diantaranya
mendapat pengobatan, tetapi hanya 12,5% diantaranya diobati dengan baik.5
Dari hasil riset dasar kesehatan naisonal (RISKESDAS) 2018 didapatkan
prevalensi hipertensi pada penduduk umur ≥18 tahun adalah sebesar 34,1%.
1
Sedangkan Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan
Selatan 44,1% dan prevalensi terendah di papua 22,2%.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi dan Klasifikasi Hipertensi
The joint National Community on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure 7 (JNC-7), WHO dan European society of
hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari
90 mmHg setelah dua kali pengukuran secara terpisah.4
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
dibagi menjadi 4 Kategori yaitu didasarkan pada rerata pengukuran dua tekanan
darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis.
Tabel 1 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 untuk usia ≥18 tahun7
KlasifikasiTekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (TDS) Diastolik (TDD)
mmHg mmHg
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 atau >100
3
Tabel 3 Klasifikasi hipertensi berdasarkan American Society of hypertension
and international Society of Hypertension 2013
KlasifikasiTekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (TDS) Diastolik (TDD)
mmHg mmHg
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 Dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥180 Dan/atau ≥110
Hipertensi Sistolik ≥140 dan <90
Terisolasi
4
eklampsia), sedangkan hipertensi urgensi yaitu peningkatan TDS atau TDD
masing-masing >180 mmHg atau >120 mmHg, namun tanpa kerusakan organ/
Target Organ Damage.9,10
5
c. Krisis Hipertensi (Hipertensi emergensi dan Urgensi)
Hipertensi emergensi ialah hipertensi derajat 3 dengan HMOD
(Hypertension Mediated Organ Damage) akut. Hal ini sering kali
mengancam jiwa dan memerlukan penanganan segera dan seksama. Untuk
menurunkan tekanan darah biasanya memerlukan obat jalur intravena.
Gejala hipertensi emergensi tergantung kepada organ yang terdampak,
seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada, sesak nafas, pusing
atau gejala deficit neurologis. Gejala klinis ensefalopati hipertensi berupa
somnolen, letargi, kejang tonik-klonik dan kebutaan kortikal hingga
gangguan kesadaran.
Hipertensi urgensi merupakan hipertensi berat tanpa bukti klinis
keterlibatan organ target. Umumnya tidak memerlukan rawat inap dan
dapat diberikan obat oral sesuai dengan algoritma penatalaksanaan
hipertensi emergensi.12
Table 4 Klasifikasi Hipertensi Krisis.8
Krisis Hiipertensi TD sistolik TD diastolik
6
Penyakit Obat
7
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah.
Namun setelah memasuki usia menoupase, prevalensi hipertensi pada
perempuan meningkat akibat faktor hormonal.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunn)
juga meningkatkan risiko hipertensi, teruma hipertensi primer
(esensial), tentunya faktor lingkungan juga ikut berperan.
8
d. Konsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam.
e. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid(lemak) ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan
kadar kolesterol HDL dalam darah. kolesterol merupakan faktor
penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang kemudian
mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga
tekanan darah meningkat.
f. Konsumsi Alkohol Berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan,
namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
g. Psikososial dan Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam,
rasa takur, dan rasa bersalah) dapat merangang ginjal untuk
melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebh kuat, sehingga tekanan darah meningkat. 4
9
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron paraganglion melepaskan asetikolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan
dilepaskanya nonephinefrin mengakibatkan kontraksi pembuluh darah kapiler.13
Beberapa faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap nonephinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan hormon steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriktor yang mengkibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensi I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
konsenkuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung (voulum sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.13
Ada dua faktor yang penting dalam mempertahankan tekanan darah yaitu
cardiac output dan tahan perifer. Pada hipertensi terjadi peningkatan cardiac
output dan/ atau peningkatan tahanan perifer. Dapat digambarkan dengan rumus
di bawah ini:
10
Tekanan Darah : Cardiac Output x Tahanan Perifer
Hipertensi : ↑ Cardiac Output dan/atau ↑ Tahaanan Perifer
11
Gambar Patofisiologi Hipertensi
12
kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktifitas fisik yang kurang, dislipidemia,
diabetes melitus, dan riwayat keluarga. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke
arah hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi
hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala paroksimal,
berkeringat atau takikardi serta ada riwayat ginjal sebelumnya. Apabila pada
kasus ada kecurigaan tehadap penyakit hipertensi sekunder maka dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan diagnosa banding yang dibuat.13,14
Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui pemeriksaan fisik yaitu mulai dari
keadaan umum pasien yang biasanya tampak sehat, dapat juga terlihat sakit
ringan-berat bila terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain, kemudian dilakukan
pemeriksaan tekanan darah, dimana pemeriksaan tekanan darah yang akurat
dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa. Diagnosis hipertensi dapat
ditegakkan bila tekanan darah ≥140/90 mmHg dalam 2 kali pengukuran dengan
jarak satu minggu. Bila salah satu tekanan darah sistolik atau diastolik yang
meningkat maka sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi. Pada
pasien hipertensi, wajib diperiksa status neurologis dan pemeriksaan fisik jantung
(tekanan vena jugular, batas jantung, dan ronki pada lapang paru)4,12
Pemeriksaan penunjang pada hipertens untuk memeriksan komplikasi
yang telah terjadi dan risiko yang berhubungan dengan kardiovaskuler.
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium,
seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium,
asam urat dan urinalisa. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung
berupa EKG dan ekokardiografi, fundoskopi, USG ginjal, dan foto thorax.
Ada beberapa Tujuan evaluasi klinis pada pasien dengan hipertensi:
Menegakkan diagnosis dan derajat hipertensi
Menapis kemungkinan penyebab sekunder hipertensi
Identifikasi factor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
hipertensi (gaya hiup, obat lain atau riwayat keluarga)
Identifikasi faktor risiko kardiovaskular yang lain (termasuk gaya hidup dan
riwayat keluarga)
Identifikasi penyakit penyerta
13
Menentukan ada tidaknya HMOD atau penyakit kardiovaskular,
serebrovaskular atau ginjal yang sudah ada sebelumnya, untuk starifikasi
risiko.12
14
Gambar 3, Klasifikasi Risiko Hipertensi Berdasarkan Derajat TD, Faktor
Risiko Kardiovaskular, HMOD atau Komorbiditas.
15
2. Kerusakan Target Organ
Hipertrofi ventrikel kiri (EKG, ekokardiografi, atau foto thorax
dada)
Proteinuria atau peningkatan kadar kreatinin plasma : laki-laki
>115-133 mmol/l (>1,34 – 1.6 mg/dl), perempuan > 107-124
mmol/l (>1,25 – 1.45 mg/dl)
Pemeriksaan ultrasonografi atau radiologi terbukti adanya plak
arteriosklerossi (di aorta, arteri karotis, arteri iliaka, atau arteri
femoral)
Penyempitan arteri retina local atau meluas
3. Penyakit penyerta
Penyakit serebrovaskular : stroke iskemik, perdarahan serebral,
atau TIA
Penyakit jantung : infark miokard, angina, revaskularisasi koroner,
atau gagal jantung kongestif
Penyakit ginjak : nefropatik diabetic atau gagal ginjal- kreatinin :
laki-laki >133mmol/l (1,6 mg/dl), perempuan >124 mmol/l (1,45
mg/dl)
Penyakit pembuluh darah perifer : diseksi aneurisma atau penyakit
arteri yang simptomatis
Retinopati akibat hipertensi lanjut : perdarahn, eksudat atau
papiledema
16
Gambar 4. Carta Prediksi Risiko Kardiovaskular.
17
Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan pada satu
kali pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan TD yang sangat tinggi, misalnya
hipertensi derajat 3 atau terdapat bukti kerusakan target organ akibat hipertensi
(HMOD, hypertension-mediated organ damage) misalnya retinopati hipertensif
dengan eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau kerusakan ginjal.
Jumlah kunjungan dan jarak pengukuran TD antar kunjungan sangat
bervariasi tergantung beratnya hipertensi. Pada hipertensi derajat 1 tanpa tanda
kerusakan organ target, pengukuran tekanan darah dapat diulang dalam beberapa
bulan. Selama periode ini, dapat dilakukan penilaian TD berulang berdasarkan
beratnya risiko kardiovaskular.
Strategi pengukuran TD di luar klinik (HBPM atau ABPM) untuk
konfirmasi diagnosis hipertensi sangat dianjurkan bila tersedia. Pengukuran TD di
rumah dapat juga mendeteksi adanya hipertensi jas putih, hipertensi terselubung,
dan juga kasus lain.12
18
f. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman.
g. Pasien dalam keadaan diam, tidak berbicara saat pemeriksan
Posisi
Posisi pasien: duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi klinik). -
Pada posisi duduk:
Gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar untuk
meminimalisasi kontraksi otot isometrik.
Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi jantung.
Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.
Prosedur
Letakkan spigmomanometer sedemikian rupa sehingga skala sejajar
dengan mata pemeriksa, dan tidak dapat dilihat oleh pasien.
Gunakan ukuran manset yang sesuai.
Pasang manset sekitar 2,5 cm di atas fossa antecubital.
Hindari pemasangan manset di atas pakaian.
Letakan bagian bell stetoskop di atas arteri brakialis yang terletak tepat
di batas bawah manset. Bagian diafragma stetoskop juga dapat
digunakan untuk mengukur tekanan darah sebagai alternatif bell
stetoskop.
Pompa manset sampai 180 mmHg atau 30 mmmHg setelah suara nadi
menghilang. Lepaskan udara dari manset dengan kecepatan sedang
(3mmHg/detik).
Ukur tekanan darah 3 kali dengan selang waktu 1-2 menit. Lakukan
pengukuran tambahan bila hasil pengukuran pertama dan kedua berbeda
>10 mmHg.
Catat rerata tekanan darah, minimal dua dari hasil pengukuran
terakhir.12
19
2.8 Penatalaksanaan hipertensi
1. Terapi Non-farmakologi
Pola hidup yang sehat dapat mencegah atau memperlambat awitan
hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup sehat
telah terbukti menurunkan tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi
garam dan alkohol, peningkatan konsumsi sayur dan buah-buahan,
penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktifitas fisik
teratur, serta menghindari merokok.12,15
20
Modifikasi Rekomendasi Rerata
Penurunan TDS
Penurunan berat badan Jaga berat badan idel (BMI: 5-20 mmHg/ 10
18,5 – 24,9 kg/m2) kg
Dietary Approaches to Diet kaya buah, sayuran, produk 8-14 mmHg
Stop Hypertension rendah lemak dengan jumlah
(DASH) lemak total dan lemak jenuh
yang rendah
Pembatasan asupan Kurangi hingga <100 mmol per 2-8 mmHg
natrium hari (2,0 g natrium atau 6,5 g
natrium klorida atau 1 sendok
the garam perhari)
Aktifitas fisik aerobik Aktifitas fisik aerobic yang 4-9 mmHg
teratur (mis : jalan cepat ) 30
menit sehari, hampir setiap hari
dalam seminggu
Stop alkohol 2-4 mmHg
21
Terdapat peningkatan prevalensi obesitas dewasa di indonesia dari
14,8% berdasarkan data RISKESDAS 2013 menjadi 21,8% dari
data RISKESDAS 2018.
Tujuan pengendalian berat badan adalah untuk mencegah
terjadinya obesitas (IMT > 25 kg/m2), dan menargetkan berat
badan ideal (IMT 18,5 – 22,9 kg/ m2) dengan lingkar pinggang <90
cm pada laki-laki dan <80 cm pada perempuan.
d. Olahraga teratur
Olahraga aerobuk teratur bermanfaat untuk pencegahan dan
pengobatan hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas
kardiovaskular. Pasien hipertensi disarankan untuk berolahraga
setidaknya 30 menit latihan aerobik dinamik berintesitas sedang
(seperti: berjalan, joging , bersepeda atau berenang ) 5-7 hari
perminggu.
e. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko vaskular dan kanker, sehingga
satatus merokok harus ditanyakan pada setiap kunjungan,
penderita hipertensi yang merokok, maka diedukasikan untuk
segera berhent merokok.12,15
2. Terapi Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada pasien hipertensi dumulai
bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan
tekanan darah setelah >6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada
pasien dengan hipertensi derajat ≥2.12
Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi
merupakan upaya menurunan tekanan darah secara efektif dan efisien.
Meskipun demikian pemberian obat antihipertensi bukan selalu
merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan hipertensi.12
Berdasarkan konsensus penatalaksanaan hipertensi tahun 2019,
menetapkan ada target dalam batasan tekanan darah pada penderita
hipertensi
22
Gambar 6. Target tekanan darah di klinik berdasarkan ESC/ESH hypertension
guidelines. 12
23
Tabel 8. Obat Antihipertensi Oral 12
24
Kelas Obat Dosis (mg/hari) Frekuensi per
hari
Beta Blocker- Nebivolol 5-401 1
Kardioselektif dan
Vasodilator
Beta Blocker- non Propanolol IR 160-480 2
kardioselektif Propanolol LA 80-320 1
Beta Blocker- Carverdilol 12,5-50 2
kombinasi alfa dan
beta
Alfa- 1 blocker Doxazosin 1-8 1
Prazosin 2-20 2 atau 3
terazosin 1-20 1 atau 2
Sentral alfa-1 agonis Metildopa 1-20 2
dan obat sentral Klonidin 250-10000,1-0,8 2
lainnya Hidralazin 25-200 2 atau 3
Direct vasodilator Minoxidil 5-100 1-3
25
Obat Kontraindikasi
Tidak dianjurkan Relatif
Calcium Channel Blocker Setiap bloksinoatrial atau Konstipasi
(Non- Dihidropiridin) atrioventikular derajat tinggi
Gangguan ventrikel kiri berat
(fraksi ejeksi ventrikel kiri
<40 %)
Bradikardi (denyut jantung
<60 kali permenit)
ACE Inhibitor Kehamilan Perempuan usia subur tanpa
Riwayat angioedema kontrasepsi
Hiperkalemia (kalium >5,5
meq/L)
Stenosis arteri renalis
bilateral
Angiotensi Receptor Blocker Kehamilan Perempuan usia subur tanpa
Hiperkalemia (kalium >5,5 kontrasepsi
meq/L
Stenosis arteri renalis
bilateral
26
Gambar 7. Algoritme tatalaksana hipertensi berdasarkan ASH/ISH
2013.14
27
Gambar 10 Algoritme Terapi Hipertensi JNC 7
28
Indikasi Obat yang direkomendasikan
Khusus
Dieuretik Beta ACE Antagonis CCB Antagonnis
Blocker inhibitor reseptor AII aldosteron
(ARB)
Gagal √ √ v √ √
jantung
Paska infark √ √ √
miokard
akut
Risiko √ √ √ √
tinggi
penyakit
koroner
DM √ √ √ √ √
Ginjal √ √
kronik
Pencegahan √ √
stroke
berulang
2. Kondisi Khusus
a. Lanjut Usia
Dieuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg/hari
Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit penyerta
b. Kehamilan
Golongan metildopa, B blocker, antagonis kalsium vasodilator
ACE inhibitor dan antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan
selama kehamilan
29
2.9 Komplikasi hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Padaa otak sering terjadi stroke dimana terjadi pendarahan yang disebabkan oleh
pecahnya mikroeneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelaianan lain
yang dapat terjadi adalah tromboemboli dan serangan iskemia otak semtara (TIA/
Transiet Ischemic Attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.3,16
A. Otak
Stroke merupakan kerusakan organ target pada otak yang
diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perndarahn, tekanan
intracranial yang meninggi atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh non otak yangterpajan tekananan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahinya akan berkurang.
B. Kardiovaskuler
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran
darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapat suplai oksigen yang cukup.kebutuhan oksigen miokardium
yang tidak terpenuhi menyebabkan iskemia jantung yang pada akhirnya
dapat menjadi infark.
C. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerulus.
30
Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit
fungsiional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan akan berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membrane glomerulus
juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering
dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang
berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.
D. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebakan kerusakan
pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama
hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat kerusakan yang
ditimbulkan. Kelainan pada retina yang terjadi akibat hipertensi adalah
iskemik optic neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran
darah yang buruk , oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan
aliran darah pada arteri dan vena.
Kerusakan yang lebih parah dapat terjadi pada hipertensi maligna,
dimana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak antara lain nyeri
kepala, double vision, dim vision dan sudden vision loss3,15.
31
Krisis hipertensi
Pasien dengan penilaian HMOD lanjutan yang akan mempengaruhi
pengobatan
Kondisi klinis lain dimana dokter perujuk merasa evaluasi spesialistik
diperlukan.12
2.11 Prognosis
Umumnya baik atau bonam bila hipertensinya terkontrol
32
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu
penyebab utama kematian prematur di dunia. Organisasi kesehatan dunia (World
Health Organization/WHO) mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara
global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Sampai saat ini, hipertensi masih
merupakan tantangan terbesar di indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang
sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyabab penyakit
kardiovaskular terutam gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung,
hipertensi juga dapat berakibat terhadap terjadinya penyakit gagal ginjal maupun
penyakit serebrovaskular.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal. Dengan
menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg diharapkan komplikasi
akibat penyakit hipertensi dapat berkurang. Terapi terhadap penyakit hipertensi
dapat dimulai dengan perubahan pola hidup terlebih dahulu dan dapat dilanjutkan
dengan pemberiaan obat-obatan oral atau dilakukan secara bersamaan antara
perubahan pola hidup dan pemberian obat-obatan.
33
Daftar Pustaka
34
14. ESH and ESC. ESH/ESC Guideline For Management Of Arterial
Hypertension. J Hypertens. 2013;21:1281-1357.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 1st ed.; 2015.
16. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. CDK-236. 2016;43(1).
35