Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

”Hipertensi Esensial dan Sekunder”

Diajukan untuk Memenuhi salah satu Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya
Di Rumah Sakit Umum Daerah Abepura

Oleh:

Kansiskoris Mahuse, S.Ked (2020086016001)

Pembimbing:

dr. Leddy N. Rumansara, Sp.JP, FIHA

KEPANITERAAN SMF CARDIOLOGY

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABEPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA - PAPUA

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan, diterima dan disetujui oleh penguji REFERAT

dengan Judul ”Hipertensi Esensial dan Sekunder” sebagai salah satu syarat untuk

mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya Pada SMF Ilmu Cardiology

Rumah Sakit Umum Daerah Abepura.

Yang dilaksanakan pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 31 Oktober 2023

Tempat : Poli Jantung RSUD Abepura

Jayapura,..................2023

Penguji/Pembimbing Yang Diuji

dr.Leddy N Rumansara, Sp.JP, FIHA Kansiskoris Mahuse, S.Ked


LEMBAR PENILAIAN REFERAT

Hari/Tanggal : Selasa, 31 Oktober 2023


Pembimbing : dr. Leddy N. Rumansara, Sp.JP, FIHA
Judul : “Hipertensi Esensial dan Sekunder”

NO NAMA NILAI
1. Kansiskoris Mahuse, S.Ked

Pembimbing

dr. Leddy N. Rumansara, Sp.JP, FIHA


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Kriteria
2.3 Klasifikasi
2.4 Faktor Risiko
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis
2.7 Diagnosis
2.8 Tatalaksana
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua
golongan masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Di seluruh
dunia, peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar
12,8% dari total kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi masyarakat yang
terkena hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
kinerja berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu faktor resiko penting terhadap
terjadinya penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila
tidak ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh. Hipertensi
disebut sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa
gejala yang khas.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi (krisis
hipertensi) dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Namun, krisis hipertensi
jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab
sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi
maupun komplikasi lainnya menjadi kurang dari 1%.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC VII.
2.2 Kriteria
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi
esensisal/ primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial/ primer adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
terjadi karena ada suatu penyakit yang melatarbelakanginya.
Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan
hipertensi derajat 2.

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi


hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/ 80-89 mmHg sepanjang hidupnya memiliki 2
kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang
tekanan darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih darh 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg
merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler
daripada tekanan darah diastolik.
o Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,
meningkat 2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
o Risiko penyakt kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen
dari faktor risiko lainnya.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan
esensial. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui.

a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7

Komite ekssekutif dari National High Blood Pressure Education klasifikasi


JNC (Joint Commite on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure) pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committee on Prevention, Detection,


Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)

Kategori Tekanan Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan Darah


Darah menurut Tekanan Darah Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
JNC 7 menurut JNC 6
Normal Optimal <120 dan <80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-90
- Normal <130 dan <85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi Hipertensi
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110

Data terbaru menunjukan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya


dipertimbangkan nnormal ternyata menyebabkan peningkatan resiko komplikasi
kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra
hipertensi.
b. Klasifikasi Menrut WHO (World Health Organization)

WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG)


telah mengelompokkanhipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi,
hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat.

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Kategori Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah


(mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1 140-159 90-99
(Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi 160-179 100-109
Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 <90
(Isolated systolic
hypertension) 140-149 <90
Sub-group: perbatasan

c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society

Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah


<120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg
termasuk normal tinggi.

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS

Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah Diastol CHS-2005


(mmHg) (mmHg)
<120 <80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3
≥ 140 ≤ 90 Hypertensi
Sistol Terisolasi

d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)

Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:

1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien berada pada kategori yang berbeda,
maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivits
pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
2) Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi
sistol-diastol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastole yang rendah (60-70
mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
3) Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai
pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.

Tabel 4. Klasifikasi menurut ESH

Kategori Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah


(mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol ≥ 140 dan <90
terisolasi
e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB)

Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:

1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori
yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang
lebih tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran yang diambil pada setiap kunjungan.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3
berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole (<90 mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap
peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.

Tabel 5. Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB

Kategori Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah


(mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 dan <80
Normal <130 dan/atau <85
Nomal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol ≥ 140 dan <90
terisolasi

f. Klasifikasi berdasarkan hasil consensus Pehimpunan Hipertensi Indonesia.

Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhiimpunan hipertensi Indonesia 13-


14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu consensus mengenai pedoman
penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang melayani
masyarakat umum:

1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar kebanyakan


diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan dana
penelitian hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi jumlah
penderita yang banyak masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan
diastolic dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya tekanan
darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta
tertentu.

Tabel 6. Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan Darah


Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 ≥ 160 − 179 Atau ≥ 100
Hipertensi Sistol ≥ 140 Dan <90
Terisolasi

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan
hipertensi diastolik. Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat
sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan
maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah
sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.

Kedua yaitu hipertensi diastolic terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara
tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan
meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan
dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan.
Sedangkan menurut Arjatmo T dan Hendra U (2021) faktor yang mempengaruhi
prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya
riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut gajala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna
dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak
menimbulkan gejala-gejala, biasanaya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi
Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan
kegawatan merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal.

2.4 Faktor Risiko


1) Faktor Genetika (Riwayat keluarga)
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga. Anak
dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.
2) Ras
Orang-orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata yang
lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.
3) Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, khusunya pada masyarakat yang
banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre-menopause cenderung memiliki tekanan
darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbedaan
diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum
menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen.
Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam
hal penyakit jantung.
4) Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan),
depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih berhubungan
dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis.
5) Stress Psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress
maka kelenjar pituitary otak akan menstimulus kelenjar endokrin untuk menghasilkan
hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh.
6) Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah
agar dapat menggerakan beban berlebihan dari tubuh tersebut. Berat badan yang
berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi.
Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/ 1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh
dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan.
7) Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokontriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-
orang yang memakan hanya sedikit garam.
8) Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjar
adrenal untuk melepaskan epinefrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
9) Konsumsi Alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin
banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang
tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari
pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.

2.5 Patofisiologi
1) Hipertensi Primer
Beberapa teori patogenesis hipertensi primer meliputi:
o Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik
o Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
o Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan
pembuluh darah
o Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel.
Sebab-sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun
sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau
kekurangan elastisitas) pada arteri-arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri
periferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor generik,
obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll.

2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang
meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah
renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor, feokromositoma dan
obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat disembuhkan sebelum terjadi
perubahan struktural yang menetap, tekanan darah dapat kembali normal.

2.6 Manifestasi Klinis


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarah dari hidung,
pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
o Sakit kepala
o Kelelahan
o Mual-muntah
o Sesak napas
o Gelisah
o Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
o Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pemmbengkakan otak disebut ensefalopati hipertensif yang
memerlukan penanganan segera.
2.7 Diagnosis
1) Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:
a) Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b) Indikasi adanya hipertensi sekunder
o Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
o Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian obat-obatan
analgesic dan obat/ bahan lain.
o Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).
c) Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan merokok, pola
makan, kegemukan, intensitas olahraga).
d) Gejala kerusakan organ
o Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attacks, defisit neurologis
o Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
o Ginjal: poliuria, nokturia, hematuria.
e) Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Memeriksa tekanan darah
o Pengukuran rutin di kamar pemeriksa
 Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selama 5 menit, kaki
di lantan dan lengan setinggi jantung,
 Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-13,
lebar 35 cm),
 Stetoskop diletakkan ditempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas arteri
brachialis),
 Lakukan pengukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan suara
Korotkoff fase I dan V,
 Pengukuran dilakukan 2x dnegan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau
pemeriksa pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.
o Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring – ABPM)
 Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
 Hipertensi office atau white coat
 Hipertensi sekunder
 Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
 Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi.
o Pengukuran sendiri oleh pasien
b) Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinna hipertensi
sekunder.
Umunya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran tekanan
darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100 mmHg.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
 Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
 Urinalisus terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
 Profil lipid (total kolesterol, kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum).
 Elektrolit (kalium)
 Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
 Asam urat (serum)
 Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
 Elektrokardiografi (EKG)
 Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH
 Plasma rennin activity (PRA), aldosterone, katekolamin urin
 Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
 Ultrasinigrafi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
 Pemeriksaan neurologis untuk mengetahui keruskan pada otak
 Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
 Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/ kreatinin urin
 Foto thorax
Gambaran Kardiomegali dengan hipertensi pulmonal

2.8 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
 Target tekanan darah <140/90 mmHg untuk individu berisiko tinggi (diabetes,
gagal ginjal, proteinuria) < 130/80 mmHg
 Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
 Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
Alogaritma penanganan hipertensi dimulai terlebih dahulu dengan perubahan lifestyle
atau gaya hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan penurunan terhadap tekanan
darah.
Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah yang diinginkan
(TD <140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat diabetes/ penyakit ginjal kronis dan tekanan
darah <130/80 mmHg pada seseorang dengan diabetes/ penyakit ginjal kronis), maka
selanjutnya kita mulai terapi inisial dengan obat antihipertensi oral. Untuk keperluan
pengobatan, ada pengelompokkan pasien berdasarkan pertimbangan khusus yaitu
kelompok indikasi yang memaksa dan keadaan khusus lainnya.
Indikasi yang memaksa meliputi:
 Gagal jantung
 Pasca infark miokardium
 Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
 Diabetes mellitus
 Penyakit ginjal kronis
 Pencegahan stroke berulang.
Keadaan khusus lainnya meliputi:
 Populasi minoritas
 Obesitas dan sindrom metabolik
 Hipertrofi ventrikel kanan
 Penyakit arteri perifer
 Hipertensi pada usia lanjut
 Hipotensi postural
 Demensia
 Hipertensi pada perempuan
 Hipertensi pada anak dan dewasa muda
 Hipertensi urgensi dan emergensi.

Pada pasien hipertensi tanpa kondisi medis yang memaksa, penatalaksanaan obat anti
hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya. Pada hipertensi derajat 1 regimen
pengobatan dilakukan dengan menggunakan diuretik jenis Thiazid untuk sebagian besar
kasus, dan dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi. Sedangkan pada
hipertensi derajat 2 digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk sebagian besar kasusnya,
umumnya diuretic jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB. Sedangkan pada pasien
dengan indikasi medis yang memaksa dan antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, CCB)
sesuai dengan kebutuhan.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan
JNC 7, yaitu:
 Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo
Ant)
 Beta Blocker (BB)
 Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
 Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau Blocker
(ARB)
Tatalaksana Hipertensi menurut JNC 7, meliputi:

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi
24 jam dengan pemberian sekali sehari.

2.9 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
a) Otak : Stroke
b) Jantung : Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
c) Mata : Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
d) Paru-paru : Edema paru
e) Ginjal : Penyakit ginjal kronik
f) Sistemik : Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer

2.10 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi
adalah mendeteksi dan mengobati sebelun kerusakan terjadi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat
diseluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evalution, and
Treatment of Hight Blood Pressure). Menurut kriteria JNC VII, pasien dengan hipertensi
dibagi menjadi normal, pre hipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya hipertensi
(underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala
ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan
dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak
jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya sehingga hipertensi disebut silent
killer. Deteksi dini penting dilakukan untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi.
Apabila sudah di diagnosis dengan hipertensi, seorang pasien harus diedukasi dengan baik
mengenai pengaturan pola hidup yang benar selain dari terapi dengan medikamentosa.

3.2 Saran
Dalam upaya pencegahan penyakit hipertensi, hendaknya seseorang menerapkan pola
hidup sehat. Baik dari segi penerapan pola makan, mencakup menghindari makanan yang
berisiko meningkatkan tekenan darah, hindari pemicu stress (stressor), serta asupan nutrisi
yang seimbang. Selain itu aktifitas fisik seperti olahraga secara teratur, agar tidak terjadi
obesitas. Hindari kebiasaan yang berakibat buruk seperti merokok serta konsumsi alkohol.
Dalam pencegahan hipertensi pada usia dewasa, hendaknya pencegahan dimulai sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisyah, Enny Probosari. 2019. Pengaruh Pemberian Jus Mentimun (Cucumis Sativus L)
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Wanita 40-60 Tahun.
Volume 3, Nomor 4, Halaman 818-823
2. Baradero Marry, Marry Wilfrid Dayrit, dan Yakobus Siswadi. 2020. Gangguan
Kardiovaskular:. Jakarta: EGC.
3. Gunawan, Lany. 2021. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi, Yogyakarta: Kanisius
4. Herdman, T. Heather. 2020. Diagnosis Keperawatan NANDA: definisi dan klasifikasi
2009-2011, alih Bahasa: Made Sumarwati (et. al). Jakarta: EGC
5. Jackson M. dan Lee Jackson. 2019. Seri Panduan Praktis: Keperawatan Klinis. Jakarta:
Erlangga
6. Sigarlaki, Herke J.O. 2019. Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi di
Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Vol. 10,
No. 2, Hal. 78-88.

Anda mungkin juga menyukai