Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyakit yang banyak diderita oleh penduduk di berbagai


belahan dunia. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung
atherosklesrosis. Banyak penelitian mendemonstrasikan resiko hipertensi ke dalam 3 bagian
besar. Pertama, tekanan darah yang tinggi mempercepat terjadinya atherogenesis dan
penyakit kardiovaskular. Kedua, pada orang dengan tekanan diastole antara 70-110 mmHg,
penurunan sebesar 5% akan menurunkan resiko terjadinya stroke sebesar 40% dan penyakit
kardiovaskular sebesar 21%. Ketiga, hipertensi biasanya berhubungan dengan faktor resiko
lain untuk terjadinya atheroma seperti diabetes, dislipidemia, glucose intolerance dan
hyperinsulinemia .
Penting diketahui bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan yang merupakan faktor
resiko terjadinya penyakit serebrovaskular, infark miokard, gagal jantung, penyakit pembuluh
darah perifer serta gagal ginjal. Hipertensi dipengaruhi berbagai faktor antara lain faktor
lingkungan dan faktor genetik seperti: ras, umur, obesitas, asupan garam yang berlebih,
riwayat hipertensi dalam keluarga.
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer
karena dua hal, yaitu:
 Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala
khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang
berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui dengan
mengukur tekanan darah secara teratur.
 Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan
mempunyai risiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti
stroke , serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Terapi farmakologis pada hipertensi terbukti menurunkan terjadinya stroke dan


penyakit arteri koronaria dan menurunkan mortalitas dari penyakit kardiovaskular. Terapi
lain untuk pasien hipertensi adalah modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah.
Gabungan dari kedua terapi ini terbukti akan sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien dengan tekanan darah yang tinggi.

Definisi Hipertensi
Tekanan darah tubuh yang normal adalah 120/80 (tekanan sistolik 120 mmHg dan
tekanan diastolik 80 mmHg). Namun, nilai tekanan darah tersebut tidak memiliki nilai yang
baku. Hal itu berbeda-beda tergantung pada aktifitas fisik dan emosi seseorang.
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara
untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.
Banyak penelitian yang telah mendefinisikan hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan
darah baik sistol maupun diastol. Menurut Price – Wilson, hipertensi didefinisikan sebagai
suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik yang tidak normal. Lebih
jelasnya, hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri lebih dari 140/90 mmHg
pada orang dewasa pada sedikitnya 3 kali pemeriksaan secara berturutan pada kunjungan
seseorang ke dokter. Diagnosa hipertensi sudah jelas pada kasus dimana tekanan darah
sistolik melebihi 160 mmHg dan diastolik melebihi 95 mmHg. Nilai–nilai ini sesuai dengan
definisi konseptual hipertensi, yaitu peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan
peningkatan mortalitas kardiovaskular lebih dari 50 %.

Berdasarkan WHO – ISH (1999), klasifikasi dari level tekanan darah :


a. Optimal : sistolik < 120 mmHg
diastolik < 80 mmHg
b. Normal : sistolik <130 mmHg
diastolik < 85 mmHg
c. High Normal : sistolik 130 – 139 mmHg
diastolik 85 – 89 mmHg
d. Hipertensi grade I (ringan) : sistolik 140 – 159 mmHg
diastolik 90 – 99 mmHg
Subgrup : Borderline : sistolik 140 – 149 mmHg
diastolik 90 – 94 mm Hg
e. Hipertensi grade II (sedang) : sistolik 160 – 179 mmHg
diastolik 100 – 109 mmHg
f. Hipertensi grade III (berat) : sistolik ≥180 mmHg
diastolik ≥110 mmHg
g. Hipertensi sistolik isolasi : sistolik ≥ 140 mmHg
diastolik < 90 mmHg
Subgrup : Borderline : sistolik 140 – 149 mmHg
diastolik < 90 mmHg

Jurnal dari Seventh Joint National Committee pada pencegahan, deteksi, evaluasi dan
terapi tekanan darah tinggi, menyebutkan klasifikasi dari hipertensi untuk orang dewasa.
Kategori dibawah ini berlaku untuk orang dewasa yang pada saat pemeriksaan tidak minum
obat untuk tekanan darah tinggi. Menurut JNC VII, hipertensi didiagnosa hanya bila terdapat
peningkatan tekanan darah pada sekurangnya dua atau lebih pengukuran setelah pemeriksaan
awal.

Category Systolic (mmHg) Diastolic (mmHg)


Normal* ≤120 ≤80
Pre-hypertension** 120-139 atau 80-99
Hypertension
Stage 1 140-159 atau 90-99
Stage 2 >160 atau ≥100

* batas optimal untuk risiko penyakit kardiovaskuler. Namun tekanan darah yang terlalu rendah (dibawah 90/60)
juga dapat mengakibatkan masalah jantung dan membutuhkan bantuan dokter.

** prehipertensi merupakan keadaan dimana tidak memerlukan medikasi namun termasuk pada kelompok yang
berisiko tinggi untuk menjadi hipertensi , penyakit jantung koroner dan stroke. Individu dengan prehipertensi
tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting mencegah
peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah penurunan berat badan, diet, olahraga,
mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi minum alkohol.

Menurut Kaplan (1985), dikatakan hipertensi bila :


a. Pria berusia < 45 tahun dengan tekanan darah waktu berbaring adalah 130 /
90 mmHg
b. Pria berusia > 45 tahun dengan tekanan darah 140 / 95 mmHg
c. Wanita dengan tekanan darah 160 / 95 mmHg
Batasan diatas dibagi dengan memperhatikan faktor usia dan jenis kelamin

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi 2 :


(1). Hipertensi primer / essensial : hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
(2). Hipertensi sekunder : hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Karena penyebab dan patofisiologinya diketahui maka hipertensi dapat dikendalikan
dengan obat – obatan ataupun pembedahan.
Hipertensi primer meliputi kurang lebih 90 – 95 % dari seluruh kejadian hipertensi, sisanya
termasuk golongan hipertensi sekunder.

Epidemiologi

Pada tahun 2000, diduga 26,4 % dari penduduk dunia menderita hipertensi. Insidensi
pada tiap negara bervariasi, namun diduga akan terjadi peningkatan sebanyak 80% pada
negara berkembang pada 10 tahun yang akan datang. Insidensi hipertensi ditemukan sekitar
5% pada dewasa muda, 20% pada usia 50-60 tahun dan 50% pada usia 80 tahun. Insidensi ini
meningkat pada penderita diabetes mellitus dan insuffisiensi ginjal. Prevalensi hipertensi
pada pria lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 7:6 pada usia 30 tahun.

ETIOLOGI
Etiologi pasti dari hipertensi esensial (primer) belum diketahui, tapi banyak penelitian
yang mencoba menelusuri patofisiologi hipertensi. Diantaranya yang berkembang, membagi
3 etiologi mayor dan hipertensi esensial yaitu :
1. Predisposisi poligenetis
Perbedaan yang dibawa secara genetis sehingga menderita hipertensi esensial. Meliputi
kepekaan (sensitifitas) terhadap komsumsi garam, abnormalitas transportasi natrium-kalsium,
respon sistem saraf pusat terhadap stimulasi psikososial, respon pressor dan trofik
neurohormonal
2. Faktor lingkungan
Ada 2 faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap predisposisi genetis, hingga hipertensi
esensial jadi manifes, yaitu faktor komsumsi garam, psikososial, dan nutrisi (kalori tinggi).
Faktor psikososial melalui sistem saraf pusat dan pressor-tropik neurohormonal berpengaruh
pada jantung dan pembuluh darah.
3. Adaptasi struktural jantung dan pembuluh darah
Terjadi hipertrofi eksentrik bila tension ( wall stress) yang dialami berupa preload (volume)
yang besar. Hipertrofi konsentrik bila tension yang dialami berupa afterload (resistens) yang
tinggi. Pada pembuluh darah, terjadi vaskular hipertrofi, sehingga rasio tebal dinding dengan
lumen meningkat, disertai dengan penambahan massa dinding disekitar lumen yang telah
menyempit.

Hipertensi merupakan gangguan regulasi pengaturan tekanan darah yang sering


terjadi akibat peningkatan resistensi vakular perifer. Cardiac output sering normal meskipun
cardiac output sangat penting dalam hipertensi. Hal ini dapat dijelaskan oleh fenomena
autoregulasi dimana peningkatan cardiac output menyebabkan peningkatan resistensi
vaskular perifer, sehingga cardiac output pada akhirnya akan menurun. Aktivasi dari system
rennin-angiotensin, peningkatan intake sodium, peningkatan rangsangan simpatis juga
berperan dalam peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh cardiac output
dan resistensi perifer, peningkatan salah satu dari faktor tersebut atau keduanya akan
mengakibatkan terjadinya hipertensi.

Autoregulation

Blood Pressure = cardiac output X peripheral resistance


Hypertension = increased CO and / or increased PR Renin Cell
Excess Sympathetic
Genetic nervousFunctional angiotensin membrane
Fluid
Sodium Volume Genetic
Volume
Intake Preload Contractility Constriction
stress
overactivity excess alteration
hyperinsulinemia
obesity
alteration
Vaskular
Remodelling

Renal
Sodium
Retention

Endothelium
derived factors

Peningkatan kadar natrium pada darah yang disebabkan oleh asupan yang meningkat
ataupun retensi natrium oleh ginjal akan mengakibatkan peningkatan volume cairan yang
akan meningkatkan preload yang pada akhirnya akan meningkatkan cardiac output (CO = hr
x stroke volume, stroke volume dipengaruhi oleh afterload, preload dan kontraktilitas dari
otot jantung).

RAAS ( Renin Angiotensin Aldosteron System)

angiotensinogen
Angiotensin I

Angiotensin II

Cortex Ginjal dan cns S.S. Otot jantung


intestin perifer
Adrenal polos

aldosteron Reabsorpsi adrenergik vasokonstriksi

natrium

Reabsorpsi Meningkatkan Vasopresin Simpatik


dari distal salt appetite discharge
nephron
dilepaskan
kontraktilitas

Maintance
dari kenaikan
Tahanan Curah
cairan
perifer jantung
extrasel
total

Keterangan : Renin – Angiotensin – Aldosteron sistem penting dalam pengaturan keseimbangan


natrium, mengontrol volume darah dan tekanan darah. (RAAS distimulasi oleh menurunnya tekanan
darah dan volume sirkulasi serta deplesi natrium).
Angiotensin II termasuk vasokonstriktor, protein antinatriuretik, stimulator untuk pelepasan
aldosteron.
Aldosteron merupakan protein anti natriuretik dan antidiuretik.

Keadaan stress akan meningkatkan aktifitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas


simpatis akan mengakibatkan tiga hal yaitu :
1.) Peningkatan volume cairan akibat aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron
yang akan meningkatkan preload.
2.) Vasokonstriksi pembuluh darah yang akan meningkatkan resistensi veskuler dan
juga vasokontriksi juga akan mengaktifkan sistem renin – angiotensin.
3.) Peningkatan aktivitas simpatis akan meningkatkan kontraktilitas otot jantung.
Ketiga mekanisme di atas akan meningkatkan tekanan darah sebagai akibat
peningkatan cardiac output dan resistensi vaskuler.
Obesitas menyebabkan hipertensi melalui mekanisme hiperinsulinemia akan menaikkan
aktivitas saraf simpatis. Intake sodium berlebih, faktor genetik dan stress menyebabkan
volume cairan meningkat dan menyebabkan preload meningkat sehingga cardiac output
meningkat.dan menyebabkan hipertensi.

PATOGENESIS

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

 Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
 Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri. Karena itu darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang
sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika
arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf
atau hormon di dalam darah.
 Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya tekanan darah akan menurun, jika:

 Aktivitas memompa jantung berkurang


 Arteri mengalami pelebaran
 Banyak cairan keluar dari sirkulasi

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi


ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh
secara otomatis).

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

 Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan
air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan
tekanan darah ke normal.
 Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan
air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
 Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim
yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa
menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang memiliki efek:
 meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap
ancaman dari luar)
 meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian
besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka,
yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
 mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan
volume darah dalam tubuh
 melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang
merangsang jantung dan pembuluh darah.

Patogenesis dari hipertensi esensial adalah multifaktorial dan sangat kompleks dengan
interaksi dari berbagai faktor. Beberapa faktor yang mengatur tekanan darah untuk perfusi
jaringan yang adekuat termasuk : mediator humoral, reaktivitas vaskuler, volume darah
sirkulasi, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah, dan
stimulasi neural. Mungkin pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain mencakup
perubahan-perubahan berikut: (1) ekskresi natrium dan air oleh ginjal
(2) kepekaan baroreseptor
(3) respon vaskuler
(4) sekresi renin.
Mekanisme bagaimana hipertensi menimbulkan kelumpuhan atau kematian berkaitan
langsung dengan pengaruhnya pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya
beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi dan gagal jantung.
Jantung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. Bila
proses aterosklerosis berlanjut maka suplai oksigen miokardium berkurang. Kebutuhan
miokardium akan oksigen yang meningkat akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban
kerja jantung, akhirnya menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh
kematian karena hipertensi adalah akibat infark miokardium atau payah jantung.
Kerusakan vaskular akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh pembuluh perifer.
Perubahan vaskuler retina yang dapat diketahui dengan mudah melalui pemeriksaan
oftalmoskopik, sangat berguna untuk menilai perkembangan penyakit dan respon terhadap
terapi yang dilakukan. Perubahan struktur dalam arteria-arteria kecil dan arteriola
menyebabkan penyumbatan pembuluh progresif. Bila pembuluh menyempit maka aliran
arteria terganggu dan dapat menyebabkan mikroinfark jaringan. Akibat yang ditimbulkan
perubahan vaskuler ini paling nyata pada otak dan ginjal. Obstruksi atau ruptura pembuluh
darah otak merupakan penyebab sekitar sepertiga kematian akibat hipertensi. Sklerosis
progresif pembuluh darah ginjal mengakibatkan disfungsi dan gagal ginjal yang juga dapat
menimbulkan kematian.

KERUSAKAN TARGET ORGAN

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kerusakan organ-organ target yang dapat ditemui pada pasien hipertensi adalah :
1. Jantung
a. miokardium
mekanisme  peningkatan kerja otot jantung bersamaan dengan penurunan
perfusi arteri koroner
efek patologis potensial  hipertrofi ventrikel kiri, iskemik miokard, gagal
jantung kiri
b. arteri koronaria
mekanisme  pembentukan aterosklerosis yang cepat (penyakit arteri koroner
Efek patologis potensial  iskemik miokard, infark miokard, kematian
mendadak
2. Ginjal
Mekanisme :
a. Sekresi renin dan aldosteron yang terstimulasi akibat penurunan aliran darah
ginjal  retensi natrium dan air mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan darah dan timbul hipertensi persisten
b. Penurunan suplai oksigen  kerusakan jaringan yang mengakibatkan
terjadinya gangguan filtrasi
c. Peningkatan tekanan arteriol ginjal  nefrosklerosis menyebabkan
terjadinya gagal ginjal
3. Otak
Penurunan perfusi otak dan suplai oksigen; kelainan pembuluh darah, aterosklerosis
 TIA (Transient Ischemic Attack), trombosis otak, aneurisma, perdarahan, infark
otak akut.
4. Mata (retina)
a. penurunan aliran darah  sklerosis pembuluh darah retina
b. tekanan tinggi arteriol  eksudat, perdarahan
5. Aorta
Kelemahan dinding pembuluh darah  pecahnya aneurysma
6. Pembuluh darah arteri di ekstremitas bawah
Penurunan aliran darah dan tekanan tinggi arteriol, pembentukan aterosklerosis 
gangren.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut
dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak
langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor autoantibodi terhadap reseptor
AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan
lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap
garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan
pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-B (TGF-B).
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien
hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular.
Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain adalah :
 Merokok
 Obesitas
 Kurangnya aktivitas fisik
 Dislipidemia
 Diabetes mellitus
 Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60ml/menit
 Umur (laki-laki > 55 tahun, perempuan 65 tahun)
 Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-laki <55
tahun, perempuan < 65 tahun)
Gejala kerusakan organ :
a. otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attacks, defisit sensoris atau motoris
b. jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
d. arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi :
1. Jantung
 Pemeriksaan fisis
 Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks
dan sirkulasi pulmoner)
 Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta
hipertrofi ventrikel kiri)
 Ekokardiografi
2. pembuluh darah
 pemeriksaan fisis termasuk perhitungan pulse pressure
 ultrasonografi (USG) karotis
 fungsi endotel (masih dalam penelitian)
3. Otak
 Pemeriksaan neurologis
 Diagnosis strok ditegakkan dengan menggunakan cranial computed
tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) (untuk pasien
dengan gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif)
4. mata
 funduskopi
5. fungsi ginjal
 pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/mikro-
makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin
 perkiraan laju filtrasi glomerulus

KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi 2 :


1. Hipertensi primer/esensial : hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder : hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain
Karena penyebab dan patofisiologinya diketahui maka hipertensi dapat dikendalikan
dengan obat-obatan ataupun pembedahan
Hipertensi primer meliputi ± 90-95% dari seluruh kejadian hipertensi, sisanya termasuk
golongan hipertensi sekunder.

Hipertensi Primer
Biasanya timbul antara usia 30-50 tahun dan cenderung tetap asimptomatik selama
10-20 tahun.
Pada hipertensi primer tidak jarang satu-satunya tanda adalah peninggian tekanan
darah. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah
terdapat komplikasi pada target organ antara lain : otak, mata, jantung, ginjal. Gejala seperti
sakit kepala, epistaksis, migrain, palpitasi, nokturia, tinitus, cepat marah, sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang dapat ditemukan sebagai gejala klinis
hipertensi. Adanya kerusakan organ merupakan pertanda bahwa tekanan darah harus segera
diturunkan.
Pada tahap awal hipertensi, curah jantung meningkat sedangkan tahanan perifer
normal. Hal ini menyebabkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat. Inilah yang
dinamakan autoregulasi. Peningkatan tekanan perifer pada hipertensi primer terjadi bertahap
dalam jangka waktu lama. Adanya perubahan autoregulasi pada hipertensi merupakan
penyebab terjadinya retensi garam oleh ginjal.
Etiologi dari hipertensi primer adalah poligenik dan polifaktor. Kebanyakan kasusnya
adalah defek herediter dari otot polos pembuluh darah yang akan meningkatkan reaktifitas
dari resistensi vena sehingga meningkatkan tahanan perifer. Perubahan genetik akan
berinteraksi dengan lingkungan dalam meningkatkan tonus vaskuler (meningkatkan resistensi
perifer) dan volume darah, sehingga mengakibatkan tekanan darah. Defek yang diturunkan
pada hipertensi primer berhubungan dengan ekskresi natrium di ginjal, insulin dan
sensitivitas terhadap insulin, aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf
simpatis, Faktor lainnya adalah :
1. Umur : semakin bertambahnya umur, compliance arteri akan berkurang.
2. Lingkungan : stress fisik dan mental dapat meningkatkan tekanan darah.
3. Intake natrium yang berlebihan : akan meningkatkan volume darah sehingga
meningkatkan preload dan pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
4. Alkohol : dalam jumlah sedikit dapat menurunkan tekanan darah sedangkan dalam
jumlah banyak dapat meningkatkan tekanan darah.
5. Obesitas : resistensi insulin biasanya terjadi pada pasien NIDDM atau obesitas. Pada
awalnya hiperinsulinemia menyebabkan retensi sodium pada ginjal dan meningkatkan
aktifitas simpatis, efek ini dapat mengarah pada peningkatan tekanan arteri.
6. Ras : ras kaukasian insidensinya lebih rendah daripada ras kulit hitam.

Hipertensi sekunder
5 persen kasus hipertensi timbul sekunder dari proses penyakit lain seperti :
1. Kelainan ginjal
a. Penyakit parenkim ginjal  gangguan filtrasi dan reabsorpsi natrium, kalium,
kalsium serum mengakibatkan terjadinya perubahan hemodinamik pada awal
hipertensi.
b. Penyakit renovaskuler  gangguan aliran darah dan iskemik ginjal merangsang
mekanisme renin-angiotensin-aldosteron yang dapat meningkatkan tekanan perfusi
ginjal
c. Gagal ginjal  gangguan filtrasi dan reabsorpsi natrium, kalium, kalsium seru
mengakibatkan terjadinya perubahan hemodinamik pada awal hipertensi
d. Retensi natrium primer  gangguan filtrasi dqan atau reabsorpsi natrium serum
mengakibatkan terjadinya perubahan hemodinamik pada awal hipertensi.
2. Gangguan endokrin
a. Akromegali  growth hormone yang berlebihan menyebabkan peningkatan
resistensi perifer
b. Hipotyroidisme  deposit mukopolisakarida pada jaringan vaskuler meningkatkan
resistensi
c. Hiperkalsemia  ion kalsium secara langsung mempengaruhi tonus vaskuler,
peningkatan kadar kalsium serum meningkatkan tonus vaskuler dan resistensi
perifer
d. Hipertirodime  efek inotropik yang meningkat pada jantung meningkatkan tekanan
sistolik; tekanan diastolik menurun sebagai hasil penurunan resistensi perifer.
e. Kelainan adrenal (gangguan korteks dan cushing syndrome)  glukokortikoid
menyebabkan retensi natrium dan air menyebabkan perubahan hemodinamika pada
awal hipertensi
f. Primary aldosteronism  kelebihan aldosteron merangsang retensi sodium dan
menginisiasi perubahan hemodinamik pada awal hipertensi
g. Hiperplasia adrenal kongenital  produksi berlebihan hormon adrenokortikal
merangsang retensi air dan natrium
h. Gangguan medula adrenal (phaeocromocytoma)  katekolamin yang berlebihan
meningkatkan tonus vaskuler dan meningkatkan resitensi perifer
i. Tumor kromafin ekstra adrenal  katekolamin yang berlebihan meningkatkan tonus
vaskuler dan meningkatkan resistensi perifer
3. Gangguan vaskuler
a. Coarctatio aortae  penurunan aliran darah pada daerah distal menginisiasi resistensi
perifer maksimal yang merupakan usaha autoregulasi untuk menyesuaikan dengan
tekanan perfusi
b. Arteriosklerosis  penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan terjadinya
resistensi perifer
4. Gangguan neurologi
a. Peningkatan tekanan intrakranial (tumor, ensephalitis, asidosis respiratorik dari paru
atau sistem saraf pusat)  tekanan darah yang tinggi diperlukan untuk menjaga
perfusi serebral
b. Kuadriplegi, akut porfiria, disatonomia familial, keracunan timbal, gullian-barre
syndrome
5. Stress akut
a. pembedahan, hiperventilasi psikogenik, hipoglikemi, luka bakar, pankreatitis, putus
alkohol, krisis sickle cell, resusitasi, peningkatan volume intravaskuler 
mempresipitasi pelepasan katekolamin dan glukokortikoid yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tonus vaskuler dan peningkatan resistensi perifer
6. Obat-obatan
a. kontrasepsi oral dan estrogen  tidak diketahui tetapi diperkirakan disebabkan
karena terjadinya retensi natrium, peningkatan berat badan, perubahan kadar dan
aktifitas renin, angiotensin dan aldosteron
b. kortikosteroid  glikokortikoid menyebabkan retensi natrium dan menyebabkan
perubahan hemodinamika pada awal hipertensi
c. Monoamine Oxidase Inhibitor  hipertensi dapat berkembang dari individu yang
secara rutin mengkomsumsi MAOI dengan memakan makanan yang mengandung
tiramine seperti keju yang sudah lama.

Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target.
Pada umunya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan
obata antihipertensi.
Krisis hipertensi meliputi 2 kelompok yaitu :
1. Hipertensi darurat (emergency hypertension): dimana selain tekanan darah
yang sangat tinggi terdapat kelainan/ kerusakan target organ yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit sampai jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan target organ
yang terjadi.
2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension): dimana terdapat tekanan darah
yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ target yang
progresif, sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat
(dalam hitungan jam sampai hari).

Gejala
Hipertensi krisis umunya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri
dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur pada edema
papila mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak;
gagal ginjal akut pada gangguan ginjal. Diagnosis ditegakkkan berdasarkan tingginya tekanan
darah, gejala dan tanda keterlibatan organ target.
Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan
perencanaan. Urin dapat menunjukkan proteinuri, hematuri dan silinder. Hal ini terjadi karena
tingginya tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal apalagi bila ureum dan kretainin
meningkat. Gangguan elktrolit bisa terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi
menimbulkan aritmia.

Gambaran klinik Hipertensi Darurat


Tekanan darah Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointesti-
neurologi nal
>220/140mmHg Perdarahan Sakit Denyut Uremia Mual, muntah
Eksudat kepala, jelas, Proteinuri
Edema kacau a
papilla Gangguan Membesar
kesadaran, dekompens
kejang, asi
lateralisasi oligouria

MANAJEMEN HIPERTENSI

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi
non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan
menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta
lainnya.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah :
o Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
o Penurunan morbiditas dan mortilitas kardiovaskular
o Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Pada mayoritas penderita hipertensi, menurunkan tekanan darah sistolik lebih sulit
dibandingkan tekanan darah diastolik. Hampir semua kasus memerlukan dua atau lebih obat
antihipertensi. Kegagalan perubahaan gaya hidup, obat antihipertensi yang tidak cukup dan
kombinasi obat yang tidak tepat menghasilkan kontrol tekanan darah yang idak baik.

Ω Terapi Non Farmakologis


Terapi ini dilakukan dengan cara perubahan atau modifikasi gaya hidup, yang terdiri dari :
1. Menghentikan merokok
2. Menurunkan berat badan berlebih
3. Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
4. Latihan fisik
5. Menurunkan asupan garam
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak

Lifestyle modifications to prevent and manage hypertension*


Modification Recommendation Approximate SBP Reduction (Range)† Weight reduction Maintain
normal body weight (body mass index 18.5–24.9 kg/m2). 5–20 mmHg/10kg92,93 Adopt DASH eating
plan Consume a diet rich in fruits, vegetables, and lowfat dairy products with a reduced content of
saturated and total fat. 8–14 mmHg94,95 Dietary sodium reduction Reduce dietary sodium intake to no
more than 100 mmol per day (2.4 g sodium or 6 g sodium chloride). 2–8 mmHg94-96 Physical activity
Engage in regular aerobic physical activity such as brisk walking (at least 30 min per day, most days of the
week). 4–9 mmHg97-98 Moderation of alcohol consumption Limit consumption to no more than 2
drinks (e.g., 24 oz beer, 10 oz wine, or 3 oz 80-proof whiskey) per day in most men, and to no more than 1
drink per day in women and lighter weight persons. 2–4 mmHg99

DASH, Dietary Approaches to Stop Hypertension; SBP, systolic blood pressure


* For overall cardiovascular risk reduction, stop smoking.
† The effects of implementing these modifications are dose and time dependent, and could be greater for
some individuals.

Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup akan mendapatkan hasil yang lebih
baik. Untuk mengurangi resiko kardiovaskular seluruhnya dianjurkan untuk berhenti
merokok. Perubahan gaya hidup ini tergantung frekuensi dan kemauan individual. Selain itu
diperlukan juga relaksasi untuk mengatasi masalah psikis dan pemberian suplemen kalium
sebagai efek samping obat anti hipertensi.

Ω Terapi Farmakologis
Prinsip pengobatan hipertensi :
1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengibatan kausal
2. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. Pengobatan bersifat
seumur hidup
3. Biasanya dimulai dari dosis kecil dan jika perlu dosisnya dinaikan perlahan – lahan sesuai
umur, kebutuhan dan hasil pengobatan
4. Obat anti hipertensi sebaiknya dipilih yang mempunyai efek penurunan tekanan darah
selama 24 jam dengan dosis sekali sehari. Disebabkan kepatuhan pasien minum obat
lebih baik, harga dapat lebih murah, pengendalian tekanan daarah perlahan – lahan dan
persisten serta melindungi terhadap kematian mendadak, serangan jantung, stroke, serta
peninggian tekanan darah saat bengun setelah tidur malam hari.
5. Apabila tekanan darah telah turun dan dosis telah stabil dalam waktu 6 – 12 bulan, maka
dapat dicoba diturunkan dengan pengawasan ketat, tetapi tidak boleh langsung
dihentikan.

Obat Anti Hipertensi digolongkan menjadi :


I. Diuretik
Efeknya :menurunkan volume ekstraselular dan plasma sehingga terjadi penurunan curah
jantung.
Misalnya :
 Thiazid (hidroklorotiazid) yang menghambat reabsorbsi natrium di segmenkortikal
ascending limb. Loop Henle, dan pada bagian awal tubulus ginjal. Pada pemberian jangka
panjang akan menurunkan tahanan perifer
Efek samping : hipokalemia yang dapat meningkatnya resiko terjadinya aritmia jantung,
hiponatremia, hiperurisemia dan gangguan lain seperti kelemahan otot, muntah, dan pusing.
Selain itu terdapat juga efek kemerahan kulit, leucopeni, trombositopenia, dan
hiperglikemia.
Kontra indikasi : penyakit ginjal
 Loop diuretik (furosemid dan asam etakrinik) termasuk diuretik kuat yang bekerja pada
segmen tebal medullary ascending limb, loop henle
 Potasium sparing diuretik (aldakton dan triamteren) yang menghambat ekskresi natrium,
kalium dan hidrogen pada tubulus distal
Efek samping : hiperkalemia
Kontra indikasi : penyakit ginjal

II. Antiadrenergik Agent


 Penyekat Alfa
 Penyekat Beta
Efek : dengan penekanan sekresi renin maka terjadi penurunan curah jantung
Dibedakan 2 jenis :
 Non selektif (propanolol, timolol)
 Cardioselektif (atenolol, metoprolol) yang dapat diberikan pada orang dengan
gangguan pernafasan dan hipertensi seperti asma bronkial
Efek samping bradikardia dapat diperkecil dengan pemberian obat yang mengandung
Intrinsic Sympathomimetic Activity, misalnya pindolol. Cara kerja pindolol : mengurangi
tahanan perifer tanpa mempengaruhi curah jantung.
Selain itu terdapat gabungan penyekat alfa dan beta yaitu labetalol dan carvedilol

III. Vasodilator
Efek : bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang
meningkatkan penurunan resistensi pembuluh darah.
Hidralazin, minoksidiln dan diazoksid bekerja pada arteri sehingga penurunan
resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peninggian saraf simpatik. Peninggian saraf
simpatik ini akan menimbulkan kontraktilitas otot miokard dan takikardia yang akan
mengakibatkan peningkatan curah jantung.
Sodium nitroprusid selain bekerja pada arteri, juga bekerja pada vena sehingga efek
samping yang menimbulkan adalah hipertensi ortostatik yang disebabkan penumpukan
darah dalam vena.
Misal : hidralazin, efek vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, portal – hepatik,
dan koroner lebih besar dibandingkan dengan pembuluh darah otak, otot dan kulit
Minoksidil digunakan pada pasien hipertensi yang sulit dikendalikan dengan
obat lain
Doksazosin yang termasuk dalam alfa satu reseptor blocker
Diazoksid dapat diberikan parenteral sehingga dapat pada kedaruratan
hipertensi. Pemberiannya harus hati – hati agar tidak terjadi ekstravasasi yang hebat
Sodium nitroprusid merupakan vasodilator yang poten terhadap otot polos.
Efek kerja bukan karena metabolit tetapi karena gugus radikal bebasnya.

IV. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin


Efek : menghambat pembentukan angiotensin II yang mempunyai efek vasokonstriksi
Misal : kaptopril secara per oral selain dapat menghambat pembentukan angiotensin II yang
mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol, obat ini juga menghambat
degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator yang kuat.
Efek samping : kemerahan kulit, gangguan pengecap, agranulositosis, proteinuria, dan
gagal ginjal.

V. Antagonis Kalsium
Aktivitas otot polos pembuluh darah diatur oleh ion kalsium intraseluler bebas yang
sebagian besar berasal dari ekstrasel dan masuk melalui saluran kalsium. Peningkatan
kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan peninggian curah jantung. Hormon presor
seperti angiotensin juga akan meningkat dengan pengaruh kalsium. Berbagai hal diataslah
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium,


menghambat pengeluaran kalsium dari pemecahan retikulum sarcoplasma dan mengikat
kalsium pada otot polos pembuluh darah.

Misal : verapamil akan menurunkan curah jantung dengan menghambat kontraktilitas


yang akan menurunkan tekanan darah. Kombinasi denga diuretik akan meningkatkan
potensinya. Kombinasi dengan penyekat beta tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan
bradikardia dan gangguan atrioventrikular.

Misal : nifedipin dengan cara kerja yang sama dengan verapamil dan diltiazem
mempunyai efek lebih besar pada pembuluh darah daripada otot jantung. Selain itu obat
ini menurunkan resistensi pembuluh darah koroner dan menurunkan kebutuhan oksigen
miokard. Dapat dikombinasikan dengan metildopa atau penyekat beta.

Efek samping : panas pada muka dan bengkak pada ekstrimitas bawah
VI. Angiotensin II receptor blocker
Diberikan secara intravena. Obat ini menimbulkan efek hemidinamik deperti ACE
inhibitor namun tidak menimbulkan batuk karena tidak meningkatkan bradikinin.
Misalnya: saralasin

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan


oleh JNC VII :
1. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)

2. Beta Blocker (BB)

3. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)

4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

5. Angiotensin II Reseptor Blocker atau AT, receptor antagonist/blocker (ARB)

Masing-masing obat anti hipertensi memiliki efektifitas dan keamanan dalam


pengobatan hipertensi , tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor,
yaitu :
 Faktor sosio ekonomi
 Profil faktor risiko kardiovaskular
 Ada tidaknya kerusakan organ target
 Ada tidaknya penyakit penyerta
 Variasi individu dan respon pasien terhadap obat anti hipertensi
 Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
 Bukti ilmiah kemampuan obat anti hipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan risiko kardiovaskular
Algorithm for Treatment of Hypertension

Lifestyle Modifications

Not at goal BP
(<140/90 mmHg or <130/80 mmHg for
Those with Diabetes or Chronic Kidney
Disease)

Initial Drug Choices

Hypertensions without Hypertension with compelling


compelling indications indications

Stage 1 Hypertension Stage 2 Hypertension Drug(s) for the


(Systolic BP 140–159 mmHg or (Systolic BP≥160 mmHg or compelling indications
Diastolic BP 90 – 99 mm Hg) Diastolic BP≥100mmHg) Other Antihypertension
Thiazide-Type Diuretics for 2-Drug Combination for most Drugs (Diuretics, ACE
most (Usually Thiazide-Type inhibitor, ARB, B
May consider ACE Inhibitor, Diuretic and ACE inhibitor or blocker, CCB) as needed
ARB,B blocker, CCB, or ARB or B Blocker or CCB)
Combination

Not at Goal BP

Optimize dosages or add additional drugs


until goal BP is achieved consider
consultation with hypertension specialist.
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan
pertimbangan khusus (special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa
(compelling indication) dan keadaan khusus lainnya ( special situations).

Pilihan obat anti hipertensi untuk kondisi tertentu

Indikasi yang memaksa Pilihan terapi awal

Gagal jantung Thiaz, BB, ACEI, ARB, Aldo Ant

Pasca infark miokard BB, ACEI, Aldo Ant

Risiko penyakit pembuluh darah koroner Thiaz, BB, ACEI, CCB

Diabetes Thiaz, BB, ACEI, ARB, CCB

Penyakit ginjal kronis ACEI, ARB

Penyakit stroke berulang Thiaz, ACEI

Ω Penatalaksanaan Hipertensi Darurat


Obat Dosis Onset Durasi Efek samping Indikasi
Diuretik
furosemid 20-40 mg dlm 1- 5-15 2-3 jam Hipokalemi Biasanya digunakan
2 menit menit Penurunan volume untuk
mempertahankan
efektifitas obat lain
Vasodilator
nitroprusid 0.25-10 Cepat 1-2 Mual, muntah, Sebagian besar
ug/kgbb/menit menit berkeringat emergency
bersama infus IV hipertensive, hati-hati
pada peningkatan
tekanan intra kranial

Iskemik koroner
5-100 ug dalam
nitrogliserin infus IV 2-5 5-10 Nyeri kepala, muntah,
menit menit methemoglobin
10-20mg IV Eclampsia, hati-hati
Takhikardi, nyeri pada TTIK
Hidralazine 10-20mg IM 10-20 3-8 jam kepala, muntah
menit
20-30
menit
Adrenergik
inhibitor
Pentolamin 5-15 mg IV 1-2 3-10 Takhikardi, flushing, Katetokalim yang
menit menit nyeri kapala berlebihan

Hipotensi, mual
Esmolol 200-500 1-2 10-20 Diseksi aorta, post
ug/kgbb/menit menit menit operasi
dalam 4 menit
diteruskan
dengan 50-300
ug/kgbb/menit
IV

20-80 mg IV Muntah, pusing, mual,


Labetalol bolus setiap 10 5-10 3-6 jam hipotensi ortoststik, Sebagian besar kasus
menit menit rasa panas di emergency
2 mg/menit infus tenggorokan hipertensive kecuali
IV gagal jantung

Ω Pemantauan
Pasien yang telah mulai mendapat pengobatan harus datang kembali untuk evaluasi
lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan
darah tercapai dan stabil, kunjungan selanjutnya dengan interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi
kunjungan ini juga ditentukan oleh ada tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, penyakit
yang berhubungan seperti diabetes, dan kebutuhan akan pemeriksaan laboratorium.
Strategi pengukuran untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan ;
o Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien
o Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan pasien serta
sikap pasien terhadap pengobatan
o Pasien diberitahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus dicapai,
rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti tersebut.

Anda mungkin juga menyukai