Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

HIPERTENSI PADA GERIATRI

Disusun Oleh :

Dave Abraham Kambey

1361050189

Pembimbing :

dr.Hildebrand Hanoch V.W, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

PERIODE 26 FEBRUARI 2018 – 5 MEI 2018

RUMAH SAKIT UMUM UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

1
BAB I

PENDAHULUAN

Angka kejadian kasus hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia.


Beberapa survei epidemologi di USA maupun Eropa didapatkan bahwa angka kejadian kasus
hipertensi pada usia lanjut sebesar 53%-72%.1 Di Indonesia berdasarkan data Poli Geriatri
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, hipertensi merupakan diagnosa kasus terbanyak sejak tahun
2003 dan pada tahun 2005 jumlah kasus hipertensi sebesar 55,9%. Hipertensi pada usia lanjut
antara lain disebabkan oleh peningkatan kekakuan dinding arteri, disfungsi endotel, penurunan
refleks baroreseptor, dan peningkatan sensitivitas natrium. Selain itu dengan peningkatan usia,
terjadi penurunan respon α dan β adrenergik dan penurunan fungsi EDRF 2,3
Beberapa kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan
hipertensi, yaitu Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), penghambat reseptor
angiotensin (ARB), β-blocker, antagonis kalsium (CCB) dan diuretik. Selain itu terdapat suatu
alternating agent yang digunakan untuk menambah efek penurunan tekanan darah pada pasien
yang telah menerima terapi lini pertama untuk mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular.4
Secara keseluruhan hanya sekitar 30% pasien usia lanjut dengan hipertensi yang
tekanan darahnya dapat dikontrol dengan monoterapi. Selebihnya diperlukan terapi kombinasi
dua atau tiga obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Adanya perubahan
fisiologis, farmakokinetika, farmakodinamika, serta kecenderungan komplikasi penyakit dan
berkembangnya polifarmasi pada usia lanjut menyebabkan pasien lansia rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat (drug related problems/DRPs) yang dapat memperberat efek
samping maupun menurunkan efektifitas farmakoterapi yang diberikan. Semakin banyak
jumlah obat yang diterima pasien akan meningkatkan risiko efek samping dan interaksi obat.5
Untuk mencegah dan menghindari masalah terkait penggunaan obat antihipertensi pada
pasien usia lanjut agar dapat memberikan outcome terapi yang diinginkan, dibutuhkan
pemahaman yang baik tentang pola penggunaan obat pada pasien.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi esensial.
Istilah lain yang dikenal adalah hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi
sekunder karena sebab – sebab yang diketahui.6

Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah sistolik (TDS) >
140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Bloodpressure (JNC VI) dan
WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines subcommittees setuju bahwa TDS &
keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi. Hipertensi sistolodiastolik didiagnosis bila
TDS ≥140 mmhg dan TDD ≥90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS
>140 mmHg dengan TDD < 90 mmHg. Definisi hipertensi menurut WHO dapat dilihat pada
tabel berikut.7

Tabel 1. Definisi dan klasifikasi tingkat tekanan darah (mmHg).


Kategori Sistolik Diastolik
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal- tinggi 130-139 85 – 89
Hipertensi derajat 1-ringan 140-159 90-99
Subkelompok-borderline 140 – 149 90 – 94
Hipertensi derajat 2 – sedang 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 – berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90
Subkelompok-borderline 140 – 149 < 90
Jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda kategori, dipakai kategori yang lebih tinggi.

Klasifikasi hipertensi mcnurut JNC VII dan JNC VI dapat dilihat pada tabel 2.6,7

3
Tabel 2. Klasifikasi dan tekanan darah umur ≥ 18 tahun menurut JNC VII dan JNC VI
JNC 7 Kategori JNC 6 Kategori Tekanan Diastolik
Tekanan Sistolik dan / atau
Hipertensi Hipertensi (mmHg)
Normal Optimal < 120 Dan <80
Pre-Hipertensi 120-139 Atau 80-89
- Normal < 130 Dan <85
- Normal – tinggi 130-139 Atau 85-89
Hipertensi Hipertensi
Derajat 1 Derajat 1 140-159 Atau 90-99
Derajat 2 >/=160 Atau >/=100
Derajat 2 160-179 Atau 100-109
Derajat 3 >/=180 Atau >/=110

B. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah,
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih
dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian dekade terakhir tidak
menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya
mencapai 34 % dari seluruh pasien hipertensi.6
Angka kejadian hipertensi pada lanjut usia tinggi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi
hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun 1988-1991 National Health and Nutrition
Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun
sebagai berikut:
 Prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1 (140-159/90-99 mmHg)
 Hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg) sebesar 18,2%
 Hipertensi derajat 3 (>180/110 mmHg) sebesar 6.5%.
Prevalensi HST adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok
umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan
dari pada laki-laki. Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk
berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (> 160/95 mmHg) meningkat sesuai dengan
umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%). Di Asia, penelitian di kota
Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada usia diatas 65 tahun dengan
kriteria hipertensi berdasarkan JNVC, ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (lakilaki
59,1% dan perempuan 61,9%), yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1%
(laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-
laki 29,7% dan perempuan 28,8%). Pada kclompok ini, adanya riwayat keluarga dengan

4
hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi. Ditengarai
bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia > 50
tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat rentan terhadap kejadian penyakit
kardiovaskuler.6,7
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara –
negara yang sudah maju. Data dari NHNES menunjukkan bahwa dari tahun 1999 – 2000,
insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29 – 31%, yang berarti terdapat 58 – 65
juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun
1988 – 1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan
usia > 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat rentan terhadap kejadian
penyakit kardiovaskuler. 6

C. PATOFISIOLOGI
Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang muncul terutama karena
interaksi antara faktor – faktor risiko tertentu. Faktor – faktor risiko yang mendorong timbulnya
kenaikan darah tersebut adalah sebagai berikut :6
1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetik.
2. Sistem saraf simpatis
 Tonus simpatis
 Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi:
Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos
dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokkrin setempat yang berperan pada sistem renin, angitensin, dan
aldosteron.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian beberapa
faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar
tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer.6

5
Bagan 1. Faktor – Faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah

Pada geriatri patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang
terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada geriatri adalah: 8
1. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua.
2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium.
3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi
sistolik saja (ISH = Isolated Systolic Hypertension).
Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS
meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur
50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini
sangat mungkin mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah`dan penurunan kelenturan
(compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur.7

Scperti diketahui, takanan nadi merupakan predictor terbaik dari adanya perubahan
struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas.
Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan
pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan
elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan
compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan
elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. 7

6
Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur. Perubahan mekanisme refleks
baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada
pemantauan terus menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan
refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi
ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik-β dan vasokonstriksi
adrenergik-α akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan
pcningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat
peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi.
Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem
renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia.7

Perubahan-perubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung


(cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi
ventrikcl kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan
penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.7

D. DIAGNOSIS HIPERTENSI
Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk menilai pola hidup dan identifikasi
faktor – faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang
mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan, mencari penyebab enaian tekanan
darah, menentukan ada tidaknya kerusakan organ target organ dan penyakit kardiovaskular.6
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan
penunjang. Anamnesis meliputi: 6
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyait ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakain obat-obat
analgesik dan obat atau bahan lain.
c. Episode berkeringat, nyeri kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor – faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau ardiovaskkular pada pasien atau keluarga

7
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat DM pada pasien atau keluarganya
d. Kkebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan ogan
a. Otak dan mata: nyeri kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attacks, defisit sensoris atau motoris.
b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuri
d. Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor – faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan
Pemeriksaan fisis selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya penyakit
penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder. Pengukuran
tekanan darah: 6
 Pengukuran rutin di kamar periksa
 Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring- ABPM)
 Pengukuran sendiri oleh pasien.
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien
istirahat selama 5 menit, aki di lantai dengan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan
peletakan manset (panjang 12 – 13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop
harus benar. Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pengukuran
tambahan dilakukkan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi
pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan
kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik)
dilakkukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk orang usia lanjut,
diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga
pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri. Beberapa indikasi penggunaan ABPM antara
lain: 6
 Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik
 Hipertensi office atau white coat

8
 Adanya disfungsi saraf otonom
 Hipertensi sekunder
 Sebagai pedoman dalan pemilihan jenis obat antihipertensi
 Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
 Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi.
Pengukuran tekanan darah di rumah juga diharpkan dapat meningkatkan keberhasilan
pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya. 6
Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam
keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah
diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor
seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau
orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi
tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan (hipertensi jas putih = white
coat hypertension) & latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat
arterosklerosis menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi. Kesulitan pengukuran tekanan
darah dapat diatasi dengan cara pengukuran ambulatory. Bulpitt et al.13 menganjurkan bahwa
sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan
pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu.7
Gejala HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti ditemukan pada the SYST-EUR
trialadalah: 25% dari 437 perempuan dan 21% dari 204 laki-laki menunjukkan keluhan. Gejala
yang menonjol yang ditemukan pada penderita perempuan dibandingkan penderita laki-laki
adalah; nyeri sendi tangan (35% pada perempuan vs. 22% pada laki-laki), berdebar (33% vs.
17%), mata kering (16% vs. 6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada tungkai (43%
vs. 31 %), nyeri tenggorok (15% vs. 7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis
kelamin, 68%.7
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
 Tes darah rutin
 Glukosa darah
 Profil lipid
 Asam urat serum
 Kreatinin serum
 Kkalium serum
 Hemoglobin dan hematokrit

9
 Urinalisis
 Elektrokardiogram
Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan tes lain seperti:
 Ekokardiogram
 USG karotis (dn femoral)
 CRP
 Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin atau kreatinin urin
 Proteinuria kuantitatif
 Funduskopi
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta
sistemik, yaitu:
 Aterosklerosis
 Diabetes
 Fungsi ginjal
Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila
ada ecurigaan yang didukung oleh kkeluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk
mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi:6
1. Jantung
 Pemeriksaan fisis
 Foto polos dada untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks, dan
sirkulasi pulmoner
 Ekokardiografi
 Elektrokardiografi untukk deteksi iskkemia, gangguan konduksi, aritmia, derta
hipertrofi ventrikel kiri
2. Pembuluh darah
 Pemeriksaan fisis termasuk perhitungan pulse pressure
 Ultrasonografi
 Fungsi endotel
3. Otak
 Pemeriksaan neurologis
 Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan CT-Scan atau MRI
4. Mata

10
 Funduskopi
5. Fungsi ginjal
 Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria atau mikro-
makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin
 Periraan laju filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat
diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus Cockroft-Gault sesuai
dengan anjuran National idney Foundation (NKF)
JNC 7 menyatakan bahwa tes yang lebih mendalam untuk mencari penyebab hipertensi
tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai teanan darah tidak tercapai. IPD
Menurut Canadian Hypertension Education Program. The Canadian Recommendation
for The Management of Hypertension 2014 dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan
beberapa tahapan pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana
yang akan diambil.

Bagan 2. The Canadian Recommendation for The Management of Hypertension 2014

E. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA GERIATRI


Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia;
dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia

11
hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan
pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh
darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan sangat
bervariasinya TDS.7

1. Sasaran tekanan darah


Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya mempertimbangkan aliran darah
ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNC VI dimana pengendalian
tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg) tampaknya terlalu ketat untuk
penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan penurunan TDS < 160 mmHg
sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari
tekanan darah awal.7

Namun menurut rekomendasi pertama yang dipublikasikan melalui JNC 8 ini terkait
dengan target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Berbeda dengan
sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi yaitu tekanan darah
sistolik kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik kurang dari 90
mmHg. Rekomendasi A menjadi label dari rekomendasi nomor 1 ini, dimana rekomendasi
A adalah Grade A/Rekomendasi A – Strong recommendation. Terdapat tingkat keyakinan
yang tinggi berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan tersebut memberikan manfaat
atau keuntungan yang substansial.9
Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan darah yang lebih rendah, seperti
misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama tidak ada efek
samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup , terapi tidak perlu diubah. 9
Rekomendasi ini didasarkan bahwa pada beberapa RCT didapatkan bahwa dengan
melakukan terapi dengan tekanan darah sistolik <150/90 mmHg sudah terjadi penurunan
kejadian stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner. Ditambah dengan penemuan
bahwa dengan menerapkan target tekanan darah <140 mmHg pada usia tersebut tidak
didapatkan manfaat tambahan dibandingkan dengan kelompok dengan target tekanan darah
sistolik yang lebih tinggi. Namun, terdapat beberapa anggota komite JNC yang tepat
menyarankan untuk menggunakan target JNC 7 (<140 mmHg) berdasarkan expert opinion
terutama pada pasien dengan factor risiko multipel, pasien dengan penyakit kardiovaskular
termasuk stroke serta orang kulit hitam.9

12
2. Terapi non-farmakologis
Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi lanjut usia,
seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk menurunkan tekanan
darah.

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang
harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak
didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :10

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak


asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien
tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng,
daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat
untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2.
Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap
pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya
harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola
hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin
meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di
kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per
hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi
atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan
darah.

13
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk
berhenti merokok.

3. Terapi farmakologis
a. Obat – obatan Antihipertensi
Dalam pemilihan obat anti hipertensi perlu dipertimbangkan selain untuk
menurunkan tekanan darah juga dapat mempertahankan tekanan darah secara
optimal. Pedoman dari ESH- 2007 merekomendasikan 5 golongan obat anti
hipertensi yaitu diuretic thiazid, calciumvantagonists, ACE inhibitors, angiotensin
receptor antagonists dan beta blockers; obat-obatan ituvitu dapat secara setara
sebagai first-line treatment : initiation and maintenance baik sebagai monoterapi
atau kombinasi.11

Tabel 2. Obat-Obat antihipertensi yang utama


Dosis
Kelas Nama Obat lazim Frek Keterangan
(mg/hari)
Diuretik
Tiazid Klortalidon 6.25-25 1 Pemberian pagi hari untuk menghindari
Hidroklorotiazid 12.5-50 1 diuresis malam hari, sebagai antihipertensi
Indapamide 1.25-2.5 1 gol.tiazid lebih efektif dari diuretik loop kecuali
Metolazone 0.5 1 pada pasien dengan GFR rendah (± ClCr<30
ml/min); gunakan dosis lazim untuk mencegah
efek samping metabolik,; hiroklorotiazid
(HCT) dan klortalidon lebih disukai, dengan
dosis efektif maksimum 25 mg/hari; klortalidon
hampir 2 kali lebih kuat dibanding HCT;
keuntungan tambahan untuk pasien
osteoporosis; monitoring tambahan untuk
pasien dengan sejarah pirai atau hiponatremia
Loop Bumetanide 0.5-4 2 Pemberian pagi dan sore untuk mencegah
Furosemide 20-80 2 diuresis malam hari; dosis lebih tinggi mungkin
Torsemide 5 1 diperlukan untuk pasien dengan GFR sangat
rendah atau gagal jantung
Penahan Triamteren 50-100 1 -2 Pemberian pagi dan sore untuk mencegah
Kalium Triamteren/ 37.5-75/ 2 diuresis malam hari; diuretik lemah, biasanya
HCT 25-50 1 dikombinasi dengan diuretik tiazid untuk
meminimalkan hipokalemia; karena

14
hipokalemia dengan dosis rendah tiazid tidak
lazim, obatobat
ini diberikan pada pasien yang mengalami
hipokalemia akibat diuretik; hindari pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis (±
ClCr<30 ml/min); dapat meyebabkan
hiperkalemia, terutama kombinasi dengan
ACEI, ARB, atau supplemen kalium
Antagonis Eplerenone 50-100 1 atau Pemberian pagi dan sore untuk mencegah
aldosteron Spironolakton 25-50 2 diuresis malam hari; diuretic ringan biasanya di
Spironolakton/H 25-50/25- 1 kombinasi dengan tiazid untuk meminimalkan
CT 50 hipokalemia; karena hipokalemia dengan
diuretic tiazid dosis rendah tidaklazim, obat-
obat ini biasanyadipakai untuk pasien-pasien
yang mengalami diureticinduced hipokalemia;
hindari
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (±
ClCr < 30ml/min); dapat menyebabkan
hiperkalemia, terutama kombinasi dengan
ACEI, ARB, atau suplemen kalium)
ACE Benazepril 10-40 1–2 Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien
inhibitor Captopril 12.5-150 2 -3 yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan
Enalapril 5-40 1 -2 cairan, atau sudah tua sekali karena risiko
Fosinopril 10-40 1 hipotensi; dapat menyebabkan hiperkalemia
Lisinoril 10-40 1 pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau
Moexipril 7.5-30 1-2 pasien yang juga mendapat diuretik penahan
Perindopril 4-16 1 kalium, antagonis aldosteron, atau ARB; dapat
Quinapril 10-80 1 -2 menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan
Ramipril 2.5-10 1 -2 renal arteri stenosis; jangan digunakan pada
Trandolaapril 1-4 perempuan hamil atau pada pasien dengan
Tanapres sejarah angioedema
Penyekat Kandesartan 8-32 1 -2 Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien
reseptor Eprosartan 600-800 1 -2 yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan
angiotensin Irbesartan 150-300 1 cairan, atau sudah tua sekali karena risiko
Losartan 50-100 1-2 hipotensi; dapat menyebabkan hiperkalemia
Olmesartan 20-40 1 pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau
Telmisartan 20-80 1 pasien yang juga mendapat diuretik penahan
Valsartan 80-320 1 kalium, antagonis aldosteron, atau ACEI; dapat
menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan
renal arteri stenosis; tidak menyebabkan batuk
kering seperti ACEI,; jangan digunakan pada
perempuan hamil
Penyekat Kardioselektif Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan
beta Atenolol 25-100 1 rebound hypertension; dosis rendah s/d sedang

15
Betaxolol 5-20 1 menghambat reseptor β1, pada dosis tinggi
Bisoprolol 2.5-10 1 menstimulasi reseptor β2; dapat menyebabkan
Metoprolol 50-200 1 eksaserbasi asma bila selektifitas hilang;
keuntungan tambahan pada pasien dengan
atrial tachyarrythmia atau preoperatif
hipertensi
Nonselektif Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan
Nadolol 40-120 1 rebound hypertension, menghambat reseptor
Propranolol 160-480 2 β1 dan β2 pada semua dosis; dapat
Propranolol LA 80-320 1 memperparah
Timolol asma; ada keuntungan tambahan pada pasien
Sotalol dengan essensial tremor, migraine,
tirotoksikosis
Aktifitas Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan
simpatomimetik rebound hypertension; secara parsial
intrinsik merangsang reseptor β sementara menyekat
Acebutolol 200-800 2 terhadap rangsangan tambahan; tidak ada
Carteolol 2.5-10 1 keuntungan tambahan untuk obat-obat ini
Pentobutolol 10-40 1 kecuali pada pasien-pasien dengan bradikardi,
Pindolol 10-60 2 yang harus mendapat penyekat beta;
kontraindikasi pada pasien pasca infark
miokard, efek samping dan efek metabolik
lebih sedikit, tetapi tidak kardioprotektif seperti
penyekat beta yang lain.
Campuran Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan
penyekat α dan rebound hypertension; penambahan penyekat α
β meng akibatkan hipotensi ortostatik
Karvedilol 12.5-50 2
Labetolol 200-800 2
Antagonis Dihidropiridin Dihidropiridin yang bekerja cepat (long-acting)
kalsium Amlodipin 2.5-10 1 harus dihindari, terutama nifedipin dan
Felodipin 5-20 1 nicardipin; dihidropiridin adalah vasodilator
Isradipin 5-10 2 perifer yang kuat dari pada nondihidropiridin
Isradipin SR 5-20 1 dan dapat menyebabkan pelepasan simpatetik
Lekarnidipin 60-120 2 refleks (takhikardia), pusing, sakit kepala,
Nicardipin SR 30-90 1 flushing, dan edema perifer; keuntungan
Nifedipin LA 10-40 1 tambahan pada sindroma Raynaud
Nisoldipin

16
Tabel 3 . Obat Antihipertensi Alternatif

Menurut ESH-2007, monoterapi dapat diberikan sebagai terapi inisial untuk


hipertensi ringan (derajat 1) dengan faktor risiko total kardiovaskuler rendah atau
moderat/sedang, dengan dosis rendah sesuai obat yang dipilih, kemudian untuk
mencapai target tekanan darah yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai dosis
penuh atau diganti dengan obat yang mempunyai titik tangkap berbeda juga dimulai
dengan dosis rendah kemudian dosis dinaikkan sampai dosis penuh. Bila masih belum
tercapai target yang diinginkan dapat ditambah 2 sampai 3 macam obat. Terapi
kombinasi 2 obat dosis kecil diberikan untuk terapi inisial pada hipertensi derajat 2 dan
3 dengan faktor risiko tinggi atau sangat tinggi; bila dengan 2 macam obat target
tekanan tidak tercapai dapat diberikan 3 macam obat anti hipertensi.12

Gambar 1. Kombinasi yang memungkinkan diantara beberapa golongan anti hipertensi

17
b. Terapi farmakologis pada Geriatri

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi


metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam
memberikan obat antihipertensi. Prevalensi hipertensi pada wanita lebih besar
dibanding laki-laki, sesuai dengan data di Indonesia bahwa jumlah usia lanjut
perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki (8,96% vs 7,76%). Di samping itu,
perubahan hormonal pasca menopause, berkurangnya estrogen yang memiliki efek
vasodilatasi melalui aktivasi NO (nitric oxide) dan prostasiklin diduga ikut berperan
dalam peningkatan tekanan darah tersebut.13
Pasien usia lanjut seringkali menderita satu/lebih penyakit kronis dan ini dapat
mempengaruhi pemilihan antihipertensi. Data analisis komplikasi hipertensi dan
komorbid yang ada pada pasien (Gambar 1), terlihat DM tipe 2 merupakan penyakit
penyerta yang paling banyak diderita, kemudian diikuti dengan HHD (hypertension
heart disease), tulang dan sendi dan stroke. 13
Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian
ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI1 pilihan pertama untuk pengobatan
pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada HST,
direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium
nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian
kardiovaskuler.7
Akan tetapi menurut guideline JNC VII, ARB atau ACEI ini direkomendasikan
untuk hipertensi dengan diabetes, penyakit jantung dan stroke. ARB atau ACEI
pada DM dapat mengurangi progresifitas menuju DM nefropati/penyakit ginjal
kronik karena memiliki efek vasodilatasi arteriol eferen ginjal sehingga
memberikan efek renoprotektif. Seiring dengan penuaan, level angiotensin menjadi
lebih rendah sehingga secara teoritis ARB atau ACEI tidak seefektif terapi dengan
antihipertensi lain, tetapi berbagai penelitian menunjukkan bahwa ARB atau ACEI
dapat menurunkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler, stroke, dan
infark miokard. ARB atau ACEI juga merupakan obat pilihan pada pasien
hipertensi usia lanjut dengan gagal jantung karena pada kondisi tersebut perfusi ke
organ termasuk ke ginjal menurun menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron (SRAA) sehingga ARB atau ACEI sesuai untuk terapinya. Penggunaan
ARB lebih besar dapat disebabkan karena ARB memiliki efektivitas yang hampir
18
sama dengan ACEI namun tidak menimbulkan risiko efek samping batuk. Adanya
perubahan fisiologis dan farmakokinetik pada usia lanjut perlu menjadi perhatian
dalam pemberian dosis ACEI. Selain ACEI dan ARB, kelas CCB juga banyak
digunakan. Kelas dihidropiridin biasanya digunakan pada pasien yang tekanan
darahnya tidak terkontrol baik dengan ACEI atau ARB, karena CCB dihidropiridin
mempunyai kemampuan yang baik dalam menurunkan tekanan darah dalam waktu
singkat. Pasien hipertensi bila TDnya jauh dari target, target sulit dicapai, atau
pasien dengan berbagai compelling indication seperti pasien usia lanjut, terapi
kombinasi seringkali diperlukan. Rekomendasinya apabila target TD pasien
terhadap dosis optimal 2 antihipertensi tidak tercapai, obat ketiga dari golongan
obat lain dapat ditambahkan. Kombinasi dari 2 kelas antihipertensi yang berbeda
diharapkan dapat meningkatkan efikasi melalui efek sinergis. Selain itu adanya efek
aditif atau sinergis pada dosis yang lebih rendah dengan demikian dapat
menetralkan atau meminimalkan efek samping dari satu sama lain.13
Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan
obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta
mungkin sangat bermanfaat; namun demikian terbatas penggunaannya pada
keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus
obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal
jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau
kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik.7
Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural (penyekat
adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obatobatan yang
dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis a 2 sentral) harus diberikan dengan
hati-hati.' Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian
lebih dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara
antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek
antihipertensi misalnya : obat anti psikotik tcrutama fenotiazin, antidepresan
khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin, baklofen dan alkohol. Obat yang
memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat
antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah: (a) tiazid:
teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium risiko toksisitas meningkat,
karbamazepin risiko hiponatremia menurun; (b) Penyekat beta: verapamil
menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal jantung; digoksin memperberat
19
bradikardia, obat hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi
tanda peringatan hipoglikemia.7
Dosis beberapa obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE, penyekat kanal
kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita hipertensi pada lanjut
usia adalah sebagai berikut.7
 Dosis obat-obat diuretic (mg/hari) misalnya: bendrofluazid 1,25- 2,5,
klortiazid 500-100, klortalidon 25-50, hidroklortiazid 12,5-25, dan
indapamid SR 1,5.
 Dosis obat-obat penyekat beta yang direkomendasikan adalah:
asebutolol 400 mg sekali atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali
sehari, bisoprolol 10-20 mg sekali sehari, celiprolol 200-400 mg sekali
sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari, oksprenolol 180-120 mg
dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari.
 Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah:
kaptopril 6,25-50 mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari,
perindropil 2-8 mg sekali sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari,
ramipril 1,25-10 mg sekali sehari.
 Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah:
amlodipin 5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari,
felodipin 5-20 mg sekali sehari, nikardipin 30 mg dua kali sehari,
nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120-240 mg dua kali sehari.
 Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16
mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali
sehari.

20
BAB III
PENUTUP

Tingkat prevalensi hipertensi pada lanjut usia lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita yang lebih muda. Sebagian besar kasus adalah hipertensi primer dan hipertensi
sistolik terisolasi. Diagnosis hipertensi sama dengan orang pada umumnya seperti yang
dianjurkan oleh JNC VII. Mekanisme hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya diketahui.
Hal yang penting mungkin karena adanya peningkatan kekauan arteri, penurunan sensitivitas
baroreseptor maupun adanya retensi natrium. Sebelum penatalaksanaan hipertensi dilakukan
perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis hipertensi pada geriatri yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik serta beberapa pemeriksaan penunjang namun menurut JNC VII
pemeriksaan penunjang yang mendalam tidak dianjurkan kecuali dengan terapi memadai target
tekanan darah tidak tercapai. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia, pada prinsipnya
tidak berbeda dengan pasien hipertensi pada umumnya yaitu terdiri dari modifikasi pola hidup
dan bila diperlukan dilanjutkan dengan pemberian obat-obat antihipertensi. Obat antihipertensi
menurut JNC VI yang umum digunakan adalah diuretic dan antagonis kalsium, pada JNC VII
merekomendasikan obat antihipertensi untuk geriatri adalah obat – obat antihipertensi
golongan ARB dan ACE Inhibitor diawali dengan dosis awal yang rendah dan ditingkatkan
secara perlahan. Target tekanan darah yang direkomendasikan oleh JNC VIII adalah tekanan
darah sistolik kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Babatsikou F, Zavitsanou A. Epidemology of Hypertension in the Elderly. Health Science


Journal. 2010;4: 24-30.
2. Apoeso OA. Hypertension. In: Soriano RP, Fernandez HM, Cassel CK, Leipzig RM (Eds.)
Fundamental of Geriatric Medicine:A Case-Based Approach. New York: Springer; 2007.
p. 386-402
3. Stokes GS. Review Management of Hypertension in the Elderly Patient. Clinical
Intervention in Aging 2009;4: 379-389.
4. Saseen JJ, Maclaughlin EJ. Hypertension. In: Dipiro JT, Talbert RL, Yee GR, Matzke GR,
Wells BJ, Posey LM, (Eds). Pharmacotherapy A Pathophysiological Approach, 7th
Edition. USA: McGraw-Hill Companies Inc.; 2008.
5. Mazza A, Ramazzina E, Cuppini S, Armigliato M, Schiavon L, Rossetti C, Santoro G,
Ravenni R, Zuin M, Zorzan S. Antihypertensive Treatment in the Elderly and Very
Elderly: Always “the Lower, the Better?”. International Journal of Hypertension 2011.
6. Yogiantoro M. 2009. Hipertensi Esensial dalam Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
7. Kuswardhani. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Denpasar: Divisi
Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar
8. Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
9. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison C, Handler J, dkk. 2014
Evidence-Based Guideline for The Management of High Blood Pressure in Adults: Report
from the Panel member Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8). JAMA;
18 Dec 2013;
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatatlaksana
Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.
11. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.
Jakarta.
12. Bandiara R. 2008. Un Update Management Concept in Hypertension. Bandung : Sub
bagian Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyait Dalan FK UNPAD
13. Supraptia, dkk. 2014. Permasalahan Terkait Obat Antihipertensi pada Pasien Usia Lanjut
di Poli Geriatri RSUD Dr.Soetomo, Surabaya. Surabaya: Dept. Farmasi Klinik, Dept. Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Airlangga.

22

Anda mungkin juga menyukai