Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retensio Plasenta


Dan Anemia ec HPP ec Atonia Uteri

Disusun oleh
Siti Cantika
112019262

Pembimbing
dr. Nurfikha Handayani, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBESTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 7 FEBRUARI – 16 APRIL 2022

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : 28 Maret 2022
SMF OBST SMF ILMU KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama : Siti Cantika Tanda Tangan


Nim : 112019262
……………………..
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Nurfikha H, Sp.OG
……………………..

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R Nama suami : Tn. G


Usia : 28 tahun Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Penjaga toko
Pekerjaan : IRT Alamat : Kembangan
Status : Kawin ke-2
Perkawinan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Masuk Rumah : 20 maret 2022
Sakit
Nomor RM : 8*-**-**

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara: Autoanamnesis, pada hari Selasa, 22 Maret 2022 pukul 16.00
Keluhan Utama : Datang karena sudah lewat perkiraan kelahiran

2
Riwayat Penyakit Sekarang

Perempuan usia 28 tahun hamil anak ke tiga tanpa keguguran dengan usia kehamilan
41 minggu ke IGD PONEK RSUD Cengkareng 20 Maret 2022 pukul 14.00 WIB karena
sudah lewat perkiraan kelahiran. Pasien hanya mengeluh perut kencang – kencang dan mulas
sejak semalam. Tidak ada darah dan air yang keluar. Tidak ada demam, batuk, dan pilek.
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.

Riwayat Haid :
Menarche : 13 tahun

Siklus Haid : 28 hari, teratur

Lama Haid : 3 - 7 hari

Banyak Haid : 3 kali mengganti pembalut

Nyeri Haid : Saat hari pertama haid saja

HPHT : 7 Juni 2021

HPL : 14 Maret 2022

Riwayat Perkawinan :

Perkawinan : 2 kali

Menikah usia : 27 tahun

Lama menikah : 1 tahun (dengan suami yang ke-2)

Riwayat KB : melakukan KB suntik 3 bulan setelah melahirkan anak pertama dan


berhenti pada saat 2016 dan melanjutkan dengan KB kalender

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


G3P2A0
1. Anak pertama tahun 2014, laki – laki, cukup bulan, lahir spontan di Rs Ciawi, BB 2800gr,
hidup, riwayat penyulit kehamilan dan kelahiran disangkal
2. Anak kedua tahun 2017, laki – laki, 41 minggu, lahir spontan dibantu oleh bidan, BB
3000gr, hidup, riwayat penyulit kehamilan dan kelahiran disangkal.
3. Hamil ini

3
Riwayat Pemeriksaan Antenatal

Periksa awal kehamilan di Posyandu di Kampung Cibinong sebanyak 4x dan di beri tablet
penambah darah

Dilanjutkan di bidan pada saat kehamilan 20 minggu sebanyak 4x dan di beri vitamin asam
folat dan tablet penambah darah

Selama kehamilan tidak pernah periksa ke dokter kandungan dan tidak pernah melakukan
pemeriksaan USG

Rutin minum asam folat dan tablet tambah darah selama kehamilan

Riwayat Penyakit Dahulu :


(-) Hipertensi (-) Operasi (-) TBC
(-) Diabetes Melitus (-) Kelainan Jantung
(-) Cacar (-) Gondok/struma (-) Kelainan Ginjal

(-) Penyakit paru (-) Sifilis (-) Alergi (asma)

(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Tifus Abdominalis

(-) Hemoroid (-) Campak (-) Gonore

(-) Tumor (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis

(-) Neurosis (-) Kelainan kongenital

Riwayat Penyakit Keluarga :


DM (-), penyakit ginjal (-), penyakit jantung (-), hipertensi (-), asma (-), alergi oba(-).

Riwayat Kebiasaan, Sosial dan Ekonomi


Pasien tidak memiliki riwayat merokok maupun riwayat meminum minuman alkohol.
Tetapi suami pasien merokok dan tidak meminum – minuman alcohol.
Nafsu makan pasien baik. Saat ini pasien tinggal bersama dengan suami.
Keadaan sosial ekonomi pasien termasuk cukup, namun saat ini pasien tidak memiliki
masalah.

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum (Minggu, 20 Maret 2022/IGD PONEK)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 113/74 mmHg

Nadi : 85x/menit

Suhu : 36 0C

Pernafasaan : 20 x/menit

Tinggi Badan :-

Berat Badan : 58kg

B. PEMERIKSAAN STATUS GENERALIS (Selasa, 22 Maret 2022/Rambutan)


Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Pupil isokor Ø 3mm, reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), Udem palpebra (-/-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)

Mulut : Lidah dalam batas normal


Thorax

Mammae : Simetris, dalam batas normal

Cor : BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

a. Inspeksi : Membuncit, simetris


b. Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), defans musculer (-)
- Hati : Tidak dapat dinilai
- Limpa : Tidak dapat dinilai
c. Perkusi : Timpani

5
d. Auskultasi : Bising usus normal
Ektremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-. varises -/-, luka -/-

Ektremitas bawah: akral hangat +/+, edema -/-, varises -/-, luka -/-

Kulit

Warna : Sawo matang

Efloresensi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada

Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Normal

Pembuluh darah : Tidak menonjol dan melebar

Suhu raba : Normal, kulit lembab

Keringat : Setempat yaitu di kepala dan leher

Turgor : Baik

Ikterus : Tidak ada

C. PEMERIKSAAN OBSTETRI (Minggu, 20 Maret 2022/IGD PONEK)


a. Pemeriksaan Luar
Inspeksi

Wajah : Chloasma gravidarum (-)

Payudara : Pembesaran payudara (+), puting susu menonjol (+), cairan mammae
(-)

Abdomen : Membesar, striae gravidarum (-), bekas operasi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

TFU : 32 cm di atas simfisis pubis

Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)

6
Leopold II : Keras memanjang pada bagian kanan (PUKA)

Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)

Leopold IV : Konvergen (Kepala Belum masuk PAP)

DJJ : 155 x/menit, Gerakan janin (+)

b. Pemeriksaan Dalam:

Inspeksi : perdarahan (-), edema (-), varises (-), Keputihan (-)

Inspekulo : Tidak dilakukan

Vaginal Touche :

Pembukaan : 1cm Portio : Tebal Lunak Ketuban : (+)

Blood slim : (-) Posisi : UKK Kiri Presentasi : Kepala

Hodge : 1 Molase : (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium (20 Maret 2022/ 17:33 WIB/IGD)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hema Lengkap

LED 47 0 – 20

Hemoglobin 10.3 11.7 – 15.5 g/dL

Hematokrit 31 35 - 47 Vol %

Leukosit 9.2 3.6-11 ribu/µL

Trombosit 323 150-440 ribu/µL

Eritrosit 3.69 3.8-5.2

MCV 83 80-100

MCHC 28 32-36

MCH 34 26-34

Basofil 0 0-1

7
Eosinofil 2 2-4

Batang 1 3-5

Segmen 72 50-70

Limfosit 19 25-40

Monosit 6 2-8

ALC 1748

NLR 3.84

PT/INR

Pasien 11.5 11,6-14,5

Kontrol 13.9 12,0-16,5

INR 0.80

APTT

Pasien 28.2 28.6 - 41.6

Kontrol 34.1 27.0 – 38.0

Glukosa Sewaktu

Glukosa Sewaktu 75

CRP Kwantitatif

CRP Kwantitatif 0.31

Antigen SARS-CoV-2(Rapid)

Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif


(Rapid)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL


Pemeriksaan Swab PCR
NAAT SARS-CoV-2
(-) / NEGATIF Negatif
PCR
Swab Ke 1
Gen ORFIab Undetermined Nilai Max ; 38.00
Gen E Undetermined Nilai Max ; 37.00
8
Gen N Undetermined Nilai Max ; 38.00
Metode Ekstraksi: Otomatis; Smart32
Reagen Ekstraksi: Da An Gen
SARS-CoV 2 Nucleic Acid
Reagen PCR Detection Kit-Flourescent PCR
Maccura

b. CTG (20 Maret 2022/IGD PONEK)

E. RESUME
Perempuan usia 28 tahun hamil anak ke tiga tanpa keguguran dengan usia kehamilan
41 minggu ke IGD PONEK RSUD Cengkareng 20 Maret 2022 pukul 14.00 WIB karena
sudah lewat perkiraan kelahiran. Pasien hanya mengeluh perut kencang – kencang dan mulas
sejak semalam. Tidak ada darah dan air yang keluar. Tidak ada demam, batuk, dan pilek.
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.

9
Tanda – tanda vital :

Tekanan Darah : 113/74 mmHg

Nadi : 85x/menit

Suhu : 36 0C

Pernafasaan : 20 x/menit

Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)

Leopold II : Keras memanjang pada bagian kanan (PUKA)

Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)

Leopold IV : Konvergen (Kepala Belum masuk PAP)

TFU : 32 cm di atas simfisis pubis

DJJ : 155 x/menit, Gerakan janin (+)

Vaginal Touche :

Pembukaan : 1cm Portio : Tebal Lunak Ketuban : (+)

Blood slim : (-) Posisi : UKK Kiri Presentasi : Kepala

Hodge : 1 Molase : (-)

F. DIAGNOSIS
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1 Laten

G. TATALAKSANA
(20-03-2022/IGD) Lapor dr. Nurfikha Sp.OG, Advice :
- Rawat VK abu – abu
- Swab PCR
- Induksi Misoprostol 4 x 25 mcg / 24 jam
- Observasi tanda – tanda rupture uteri

10
H. Durante Persalinan

Partograph (21 Maret 2022)

Kalla I
Jam TD Nadi Suhu RR His Durasi DJJ Ket.
6cm,
Portio
Tipis
21.00 120/80 80 36.5 20 3x 30 141x
Lunak,
Ketuban
(-), H 1
10cm,
Portio
Tidak
00.15 - - - - 4x >40 130x
teraba,
Ketuban
(-), H III

11
Kalla II ( 00.15 WIB)
Persalinan : Normal – Tunggal
Presentasi : Kepala
TTV : TD : 110/70 N : 84x S : 36.5o P : 20x
Keadaan bayi : Baik, menangis spontan
TB LK LD Kelainna
Keadaan JK BB (gr) Anus IMD
(cm) (cm) (cm) Bawaan
Bayi I P 3325 49 35 34 + - -

Apgar Score
Menit 1’ 5’ 10’
Bayi I 8 9

Kalla III
Lama Kalla III : 35 menit
Pemberian oksitosin 10 U IM satu menit sesudah persalinan
Pemberian ulang oksitosin karena plasenta belum lahir
Plasenta tidak lahir >30 menit
Tindakan : Manual Plasenta
Laserasi : tidak
Jumlah perdarahan : 600 ml
 00.30 : Plasenta belum lahir Inj Oxitosin 1 amp IM ke – 2 ( TD 100/70 N 80x)
 00.45 : Plasenta belum lahir setelah pemberian oxitoksin ke – 2
 00.50 : Lapor DPJP :
- Kosongkan vesika urinaria
- Manual plasenta
- Antisipasi HPP
- Pasang RL + Oxitosin 20 UI
- Setelah plasenta lahir maintence 24 jam
- Misoprostol 2tab/oran, 3 tab/rectal
- Ceftriaxone 2x1 gr IV (extra)
- Cefixime 2 x 100 mg
- SF 1x1
Kalla IV
Tekanan Kontraksi Kandung
Jam Ke Waktu Nadi TFU Perdarahan
Darah uterus kemih
1 02.00 88/55 100 I J ↓ pst Baik Terpasang 50 cc
12
02.15 90/54 115 I J ↓ pst
02.30 105/75 100 I J ↓ pst
02.45 99/60 84 I J ↓ pst DC
03.20 92/58 83 I J ↓ pst
2
03.50 94/60 88 I J ↓ pst 50 cc

Pemeriksaan Laboratorium Post PPN (21 Maret 2022 03:22 WIB/VK)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi
Hema 1

Hemoglobin 8.9 11.7 – 15.5 g/dL

Hematokrit 26 35 - 47 Vol %

Leukosit 24.0 3.6-11 ribu/µL

Trombosit 280 150-440 ribu/µL

Golongan Darah

Golongan darah O

Rhesus Positif

Kimia Klinik
Elektrolit Serum (Na-K-Cl)

Natrium 138 136 – 146 mmol/L

Kalium 3.2 3.5 – 5.0 mmol/L

Clorida 107 98 – 106 mmol/L

Pemeriksaan Laboratorium Post PPN (21 Maret 2022 09:24 WIB/Rambutan)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi
Hema 1

Hemoglobin 8.6 11.7 – 15.5 g/dL

Hematokrit 25 35 - 47 Vol %

Leukosit 18.3 3.6-11 ribu/µL

Trombosit 250 150-440 ribu/µL

13
Golongan Darah

Golongan darah O

Rhesus Positif

Kimia Klinik
Elektrolit Serum (Na-K-Cl)

Natrium 138 136 – 146 mmol/L

Kalium 3.2 3.5 – 5.0 mmol/L

Clorida 107 98 – 106 mmol/L

Diagnosis pasca persalinan :

P3A0 post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retensio plasenta dan Anemia ec HPP ec
Atonia Uteri

(21 – 03 – 2022 WIB/VK)


Prapersalinan :
- RL + Oxitosin 5 UI → 8 tpm
Kala II :
- Inj Oxitosin 10IU IM 2x
- RL + oxsitosin 20 IU
- Manual Plasenta
- Misoprostol 2tab/oran, 3 tab/rectal
- Ceftriaxone 2x1 gr IV (extra)
- Cefixime 2 x 100 mg
- SF 1x1
Post Persalinan :
- Cefixime 2 x 100mg
- SF 1 x 1
- Cek Hema 1
I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

14
J. TIMELINE
20/03/2022 Subjektif:
IGD PONEK Datang karena sudah lewat perkiraan kelahiran. Pasien hanya mengeluh
Pukul : 14.25 perut kencang – kencang dan mulas sejak semalam. Tidak ada darah dan
air yang keluar.
Objektif:
TD: 113/80 mmHg HR: 85 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
DJJ : 155x/m
Assesment:
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Laten Janin tunggal hidup presentasi kepala
Planning:
- Rawat VK abu – abu
- Swab PCR
- Induksi Misoprostol 4 x 25 mcg / 24 jam
- Observasi tanda – tanda rupture uteri
20/03/2022 Subjektif:
VK Pasien mengatakan mulas - mulas
Pukul : 16.50 Objektif:
DJJ : 151 x/m
VT : Pembukaan 2cm, Ket(+), Portio Lunak, Hodge 1
Assesment:
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Laten Janin tunggal hidup presentasi kepala
Planning:
- Obs TTV + KU
- Obs His + DJJ
- Misoprostol 4 x 25 mscg/24 jam
- Awasi tanda – tanda rupture uteri

15
20/03/2022 Subjektif :
VK Pasien mengakatan diare sejak kemarin, hari ini sudah 4x BAB cair
Pukul : 19.30 Objektif:
DJJ 145 x/m
VT : Pembukaan 3cm, Ket(+), Portio Lunak, Hodge 1
Assesment:
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Laten Janin tunggal hidup presentasi kepala
Planning:
- CO IPD
20/03/2022 Subjektif :
VK Pasien mengatakan keluar air – air, mulas dan diare
Pukul : 21.00 Objektif :
TD: 105/81 mmHg HR:81 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
DJJ 120 x/m
VT : Pembukaan 6-7 cm, Ket(-), Hodge 1
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif
Planning :
- Obs KU + TTV
- Obs His + DJJ
20/03/2022 Subjektif :
VK Pasien mengatakan ingin meneran
Pukul 22.45 Objektif :
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif
Planning :
- RL + Oxitosin 5UI → 8tpm

20/03/2022 Subjektif :

16
VK Pasein BAB Cair, Lendir(-), Darah(-), Demam(-), Munntah(-), Batuk(-),
Pukul 23.04 Sesak(-)
Objektif :
TD: 110/20 mmHg HR:82 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif + GEA
Planning : Sp.PD
- Newdiatab 3 x 2 tab
- Cek elektrolit
21/03/2022 Subjektif :
VK Pasien semakin ingin meneran dan kontraksi yang terarut
Pukul 00.00 Objektif :
VT : Pembukaan lengkap, Portio tidak teraba, Ket(-), Hodge III
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif

21/03/2022 00.15 : Bayi lahir spontan, Perempuan, BB 3325gr, TB 49 cm, LK/LD


VK 36/34, Anus(+), Mekonium (+)
00.30 : Plasenta belum lahir, inj oxitosin 1 amp IM ke – 2
TD : 100/70 HR 80x/m
00.45 : Plasenta belum lahir setelah pemberian oxitosin ke – 2
00.50 : Lapor dr. Nurfikha Sp.OG :
- Kosongkan vesika urinaria
- Manual plasenta
- Antisipasi HPP
- RL + Oxitosin 20IU, setelah plasenta lahir maintenance 24 jam
- Misoprostol 2tab/oral, 3tab/rectal
- Ceftriaxone 2 x 1gr IV (extra)
- Cefixime 2 x 100mg
- SF 1x1

17
00.55 : Melakukan manual plasenta
Kesan : lengkap, darah tampak mengalir ± 300cc
Kontraksi : Baik
TFU : pusat
TD : 93/60 HR 100x/m
Dilakukan explorasi terdapat sisa selaput stosel (+) darah masih mengalir ±
300cc
KU : Pasien pucat, contungtiva anemis
TD 88/63 HR 98x/m
01.0 : Misoprostol 2 tab/oral, 3 tab/rectal
01.05 : Lapor dr. Jaga, Advice :
Loading RL 1000cc
Cek ulang Hema 1
Obs TTV, Output urin dan pengeluaran pervaginam
Hasil Lab (21/03/2022 03.22)
Hb 8.9 g/dL
Ht 26%
Leukosit 24.0 ribu/L
Trombosit 280 ribu/L

Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri

01.20 : Pasien menggil, pucat


Perdarahan tidak mengalir
Massage uterus (+), Kontraksi (+)
TFU 1 jari di bawah pusat
TD 105/75 N 84x/m
Terpasang O2 3lpm

05.00 : KU sedang, akral hangat


TD 87/64 HR 88x/m

18
Kontraksi baik
Perdarahan ± 50cc
TFU 1 jari di bawah pusat

08.17 :
Loading RL selesai
Kontraksi baik
TD 104/70 HR 96x/m T 37
Lapor dr. Nurfikha Sp.OG :
- Cek Hema 1 ulang
- Pasien boleh pindah ruangan
- Aff DC dan mobilisasi
21/03/2022 Subjektif :
Rambutan Pasien mengatakan pusing sejak pagi
Objektif :
TD 92/67 HR 109x
TFU : 1 jari dibawah pusat
Hasil Lab (21/03/2022 09.24 )
Hb 8.6 g/dL
Ht 25%
Leukosit 18.3 ribu/L
Trombosit 250 ribu/L
Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri
Planning :
- Obs TTV
- RL + Oxitosin 20 UI / 24 jam
- Cefixime 2 x 200
- SF 2 x 1
- Methergin 3 x 1
22/03/2022 Subjektif :
Rambutan Pasien mengeluh nyeri di daerah perineum
Objektif :
19
TD 100/60 HR 100x/m
TFU 2 jari di bawah pusat
Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri
Planning :
- Lanjutkan terapi
23/03/2022 Subjektif :
Rambutan Pasien sudah tidak ada keluhan
Objektif :
TD 127.96
HR 93x/m
T 36.6o
TFU 2 jari di bawah umbilicus
Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri
Planning :
- Cefixime 2 x 200
- SF 2 x 1

20
TINJAUAN PUSTAKA
PERDARAHAN PASCAPERSALINAN

Definisi
Perdarahan pasca-salin (PPS) secara umum didefinisikan sebagai kehilangan darah
dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan pervaginam atau >1000 ml setelah
melahirkan secara seksio sesarea. Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml)
atau pun mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-2000 ml)
atau berat (>2000 ml).1
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) 2017,
perdarahan postpartum (PPP) adalah kehilangan darah ≥ 1000 ml atau kehilangan darah
disertai gejala dan tanda hypovolemia dalam 24 jam setelah persalinan apapun jenis
persalinannya.2

Etiologi dan Faktor Resiko


Perdarahan pasca-salin dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu kelemahan tonus uterus
untuk menghentikan perdarahan dari bekas insersi plasenta (tone), robekan jalan lahir dari
perineum, vagina, sampai uterus (trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi
kontraksi uterus yang adekuat (tissue),
dan gangguan faktor pembekuan
darah (thrombin). 1

21
Tabel 1. Etiologi menurut ACOG 2017
Karena perdarahan obstetrik tidak dapat diprediksi, relatif umum, dan menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang parah, semua anggota unit kebidanan, termasuk dokter, bidan,
dan perawat yang memberikan perawatan kebidanan, harus dipersiapkan untuk mengelola
wanita yang mengalaminya. Sebuah faktor risiko seperti persalinan lama, atau
korioamnionitis berhubungan dengan perdarahan postpartum (Tabel 2). Namun, banyak
wanita tanpa ini faktor risiko dapat mengalami perdarahan postpartum. Organisasi negara
bagian dan
nasional telah

menyarankan bahwa penilaian risiko ibu harus dilakukan pada saat antenatal, pada saat
masuk dan terus menerus dimodifikasi sebagai faktor risiko lain berkembang selama
persalinan atau masa nifas.2

22
Tabel 2. Faktor Resiko Perdarahan Pascasalin menurut ACOG2

Klasifikasi
Perdarahan pasca-salin diklasifikan menjadi PPS primer (primary post partum
haemorrhage) dan PPS sekunder (secondary post partum haemorrhage). Perdarahan pasca-
salin primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca-salin, sedangkan
PPS sekunder merupakan perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut.1
Penyebab dari PPS adalah 4T yang merupakan singkatan dari Tone, Trauma, Tissue
dan Thrombin. Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu diakibatkan oleh atonia
dari uterus. Sedangkan, 20% kasus PPS disebabkan oleh trauma. Trauma dapat disebabkan
oleh laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi
uteri dan trauma non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu, 10%
kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi produk konsepsi,
plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta abnormal. Faktor penyebab dari
thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar <1%
kasus.1
Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.3 Atonia uteri disebabkan oleh disfungsional hipokontraktilitas miometrium
selama masa nifas segera. Atonia uteri merupakan penyebab paling umum dari perdarahan
postpartum, menyebabkan hingga 80% dari semua kasus.4
Kegagalan uterus untuk berkontraksi secara adekuat setelah kelahiran merupakan
penyebab tersering perdarahan obstetris. Pada banyak perempuan, atonia uterus paling tidak
dapat diantisipasi dengan baik jauh sebelum pelahiran. Meskipun faktor risiko diketahui
dengan baik, kemampuan untuk mengidentifikasi perempuan mana yang akan mengalami
atonia masih terbatas. Uterus yang megalami distensi berlebihan rentan menjadi hipotonus
setelah pelahiran. Jadi, perempuan dengan janin besar, multipel, atau hidramnion rentan
mengalami atonia uterus. Perempuan yang persalinannya ditandai oleh aktivitas uterus yang
sangat berlebihan atau hampir tidak efektif (lemah) juga berisiko mengalami perdarahan
masif akibat atonia pascapartum. Serupa dengan hal tersebut, persalinan yang dimulai atau
dibantu dengan oksitosin lebih berisiko diikuti oleh atonia dan perdarahan. Paritas tinggi
merupakan faktor risiko atonia utcrus. Risiko lain adalah jika perempuan tersebut pernah
mengalami perdarahan pascapartum. Terakhir, upaya untuk mempercepat pelahiran plasenta
dapat mencetuskan atonia. Pemijatan dan peremusan umpan hentikan uterus yang telah
berkontraksi mungkin menghambat mekanisme fisiologis pelepasan plasenta, menyebabkan
pelepasan plasenta yang inkomplet dan bertambahnya perdarahan.5

23
Inversio Uteri3
Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan
keluar ke ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit. Hal lain yang juga
berperan dalam terjadinya inversi uterus adalah tali pusat yang kokoh dan tidak mudah
terputus dari plasenta, dikombinasikan dengan tekanan pada fundus dan uterus yang
berelaksasi, termasuk segmen bawah uterus dan serviks uteri. Inversio uteri disebabkan oleh
kesalahan dalam memimpin kala III, seperti menekan fundus uteri terlalu kuat atau menarik tali
pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Faktor-faktor yang memungkinkan hal
itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, adanya menarik fundus ke
bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari
bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas ( maneuver crede), atau tekanan intraabdomen
yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).
Tanda-tanda yang muncul pada inversio uteri adalah syok karena kesakitan, perdarahan
yang bergumpal, pada vulva tampak endometrium yang terbalik dengan atau tanpa plasenta
yang masih melekat, bila baru terjadi maka prognosisnya cukup baik akan tetapi bila kejadiannya
cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemik, nekrosis
dan infeksi. Inversio uteri terjadi dengan cepat disertai perdarahan dan syok. Syok seringkali
tidak sesuai dengan banyaknya darah yang hilang. Berdasarkan jenisnya, inversio uteri dibagi
menjadi komplit, inkomplit, akut dan kronis. Pada inversio uteri komplit, seluruh uterus keluar
dari serviks, sedangkan pada inversio uteri inkomplit, fundus uteri tidak sampai keluar dari
serviks. Inversio uteri akut adalah inversio uteri yang paling sering dihadapi.

Robekan Jalan Lahir3,5

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan
jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,
trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.

Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada
dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang
terberat, ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi
yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi saat
kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai
spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan
pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat diduga pada persalinan
macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan
tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdarahan yang terbuka harus diklem,
diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.

Robekan perineum dapat terjadi pada setiap pelahiran per vagina, tetapi Combs dkk.,
24
(1990)

mengidentifikasi faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko laserasi derajat tiga
dan derajat empat. Faktor tersebut meliputi episiotomi garis tengah, nuliparitas, persalinan
kala dua tak maju, posisi oksiput posterior persisten, forseps sedang atau rendah,
penggunaan anestesi lokal, dan ras Asia.

Laserasi vagina dan perineum diklasifikasikan menjadi laserasi atau robekan


perineuni derajat satu sampai derajat empat. Laserasi derajat satu mengenai fourchette, kulit
perineal, dan membran mukosa vagina tetapi tidak mengenai fasia dan otot di bawahnya
(Gambar 1). Klasifikasi ini juga mencakup laserasi periuretra, yang dapat menimbulkan
banyak perdarahan. Laserasi derajat dua melibatkan, sebagai tambahan, fasia dan otot
korpus perineum tetapi tidak mengenai sfingter ini. Robekan ini biasanya meluas ke atas
pada salah satu atau kedua sisi vagina, membentuk cedera berbentuk segitiga yang iregular
Laserasi derajat tiga meluas lebih jauh hingga melibatkan stingter ani. Laserasi derajat
empat meluas sampai ke mukosa rektum sehingga lumen rektum dapat terlihat

25
Gambar 1. Derajat Laserasi Vagina dan Perineum5

Laserasi Traktus Genitalis

Laserasi Perineum

Semua laserasi perineum, kecuali yang paling superfisial, disertai oleh cedera pada
bagian bawah vagina dalam derajat yang bervariasi. Robekan semacam ini dapat mencapai
kedalaman yang cukup untuk mengenai m. sfingter ani dan dapat meluas hingga kedalaman
yang bervariasi menembus dinding vagina. Laserasi bilateral ke dalam vagina biasanya
memiliki panjang yang berbeda, dan dipisahkan oleh bagian tunika mukosa vaginae
berbentuk lidah.

Laserasi Vagina

Laserasi terisolasi yang melibatkan sepertiga tengah atau atas vagina, tetapi tidak
berkaitan dengan laserasi perineum atau serviks, lebih jarang dijumpai. Laserasi semacam
ini biasanya memanjang dan umumnya terjadi karena cedera yang diperoleh saat pelahiran
menggunakan forseps atau vakum. Namun, laserasi ini dapat pula timbul pada pelahiran
spontan. Laserasi seperti ini sering meluas ke dalam ke jaringan di bawahnya dan dapat
menyebabkan perdarahan hebat, yang biasanya dikendalikan dengan penjahitan sesuai
indikasi. Laserasi tersebut dapat tidak teridentifikasi kecuali dilakukan inspeksi yang teliti
pada vagina bagian atas. Perdarahan yang terjadi saat uterus berkontraksi kuat merupakan
bukti kuat adanya laserasi traktus genitalis, tertahannya fragmen plasenta, atau keduanya.
Laserasi pada dinding anterior vagina yang terletak berdekatan dengan urethra relatif umum
terjadi. Laserasi seperti ini sering superfisial dengan sedikit/tanpa perdarahan, dan
penjahitan biasanya tidak diindikasikan. Jika laserasi ini cukup besar sehingga memerlukan
koreksi luas, dapat diduga akan timbulnya kesulitan berkemih, dan dipasang kateter
indwelling.

Cedera terhadap m.levator ani

Cedera terhadap m.levator ani terjadi akibat distensi berlebihan. Serat otot terpisah,
dan penurunan tonisitas mereka dapat cukup berat sehingga mengganggu fungsi diaphragtna
pelvis. Pada kasus-kasus seperti ini, dapat timbul relaksasi pelvis. Jika cedera melibatkan
musculus pubokoksigeus, dapat pula terjadi inkontinensia uri

26
Cedera pada Serviks

Serviks mengalami robekan pada lebih dari separuh pelahiran per vagina (Fahnny
dkk., 1991). Sebagian besar robekan ini kurang dari 0,5 cm, meskipun robekan serviks
dalam dapat meluas hingga sepertiga atas vagina. Pada kasus yang jarang, serviks dapat
teravulsi sebagian atau sepenuhnya dari vagina. Kondisi yang dinamakan kolporeksis
tersebut dapat terjadi di pars anterior, posterior, atau lateralis fomiks vaginae. Cedera
semacam ini kadang terjadi setelah rotasi forseps yang sulit atau pelahiran yang dilakukan
melewati serviks yang belum membuka lengkap dengan bilah forseps menjepit serviks.
Kadang-kadang, robekan serviks dapat mencapai segmen bawah uterus dan arteria uterina
serta cabang-cabang utamanya, dan bahkan dapat meluas hingga peritoneum. Robekan
seperti demikian dapat sama sekali tidak terdeteksi, tetapi lebih sering, mereka
bermanifestasi sebagai perdarahan ekstemal masif atau hematoma. Robekan luas atap vagina
harus dieksplorasi secara cermat. Jika ada kemungkinan terdapatnya perforasi peritoneum
atau perdarahan retroperitoneal atau intraperitoneal, laparotomi harus dipertimbangkan.
Pada kerusakan seberat ini, eksplorasi intrauterus untuk mencari kemungkinan ruptur juga
dikasikan. Biasanya diperlukan koreksi bedah, dan harus pastikan adanya analgesia atau
anestesia yang efektif, penggantian darah secara agresif, dan penolong yang adekuat.

Robekan serviks yang berukuran hingga 2 cm harus dianggap sebagai hal yang tidak
dapat dihindari pada pelahiran. Robekan seperti ini sembuh dengan cepat dan jarang
menyebabkan komplikasi. Saat menyembuh, mereka menyebabkan penibahan yang
signifikan pada bentuk bundar ostium uteri internum, dari sirkular sebelum bersalin menjadi
bentuk yang agak melebar setelah melahirkan (lihat Gbr. 2-12, hal. 24). Akibat robekan
semacam ini, mungkin terjadi eversi sehingga epitel endoserviks penghasil mukus terpajan.

Kadang-kadang, labium anterius servisis yang edema dapat terjepit selama


persalinan dan tertekan di antara kepala janin dan simfisis pubis ibu. Jika iskemia berat,
labium tersebut dapat mengalami nekrosis dan memisah. Terkadang, seluruh portio vaginalis
servisis dapat teravulsi dari bagian serviks sisanya—disebut pemiscthan anuiar atau sirkular
serviks.

Teknik penjahitan memerlukan asisten, anesresi lokal, penerangan lampu yang cukup
serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan tidak
kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan saat
melakukan hemostasis.

Retensio Plasenta3

Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenra dan urerus. Disebut sebagai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai
plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta
bila vili korialis sampai menembus perimetrium.

27
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih
tertinggal dalam uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau (lebih
sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan
ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian
lepas tempi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap
ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi
dengan segera melakukan phcenu manwal, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum
pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus
dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian
uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai
dengan keperluannya.

Perdarahan karena Gangguan Pembekuan Darah3

Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang
lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan
penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan,
suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang
ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu
pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya
FDP (fibrin degradation produa) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial
tbromboplastin time). Predisposisi untuk ter.jadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian
janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang
diiakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar,
trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsiLon amino caproic acid)

Diagnosis4
Diagnosis perdarahan postpartum didasarkan pada penilaian fisik pasien dan klinis
dokter karena banyak dari ukuran objektif secara independen kurang spesifik dan sensitifitas.
Kadar hemoglobin dan hematokrit adalah umumnya tidak berguna dalam diagnosis awal
kecuali sebelumnya hemoglobin atau hematokrit tersedia untuk perbandingan.
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab perdarahan sangat penting; Inspeksi dan
palpasi perineum pasien secara menyeluruh, vagina, dan rongga rahim. Ultrasonografi adalah

28
cara yang cepat dan alat yang efektif yang dapat digunakan untuk menilai sisa plasenta,
hematoma, atau darah peritoneum.

Gejala dan Tanda4


Meskipun penilaian risiko dapat membantu mengidentifikasi wanita yang mungkin
mengalami perdarahan postpartum, mungkin hanya mengidentifikasi hingga 85% wanita
dengan perdarahan postpartum. Karena itu, semua wanita hamil harus dipertimbangkan
berisiko mengalami perdarahan postpartum.
Penilaian awal harus fokus pada status hemodinamik pasien; intervensi segera jika
pasien memiliki tanda-tanda penurunan hemodinamik. Saat pasca melahirkan perdarahan
dicurigai, intervensi darurat dengan tim respon cepat untuk memastikan perawatan
terkoordinasi dan untuk mencegah kolaps kardiovaskular sangat penting. Memastikan apakah
plasenta telah lahir. Jika plasenta telah lahir, periksa apakah ada fragmen yang hilang.
Penilaian fisik pasien dapat mengungkapkan rahim yang lembek. Fundus mungkin teraba di
atas level dari umbilikus.
Denyut jantung dan BP adalah dua vital yang paling umum digunakan tanda-tanda
untuk membantu mendiagnosis perdarahan, tetapi kurang spesifik. Selain itu, wanita yang
mengalami perdarahan mungkin tidak menjadi takikardia atau hipotensi sampai tidak dapat
kehilangan darah (lebih dari 1.000 mL) telah terjadi. Tanda-tanda perdarahan termasuk
denyut jantung lebih besar dari 110 x/menit, TD 85/45 mm Hg atau kurang, Spo2 kurang dari
95%, pengisian kapiler tertunda, penurunan output urin, dan pucat. Seringkali perubahan ini
tidak akan terlihat sampai pasien mengalami syok. Tanda dan gejala lain yang terkait dengan
hypovolemia termasuk pusing, palpitasi, kebingungan, sinkop, kelelahan, kelaparan udara,
dan diaphoresis

29
Tabel 3.
Tanda dan Gejala1

Tatalaksana

Tabel 4.
Algoritma Penatalaksanaan Perdarahan Pascasalin

30
Tatalaksana Umum PPP.1

Intervensi multiple (medis, mekanik, invasif pembedahan, dan non pembedahan) yang
memerlukan teknik dan keahlian yang berbeda-beda kemungkinan diperlukan untuk
mengontrol perdarahan. Terapi efektif dari PPP sering memerlukan intervensi multidisiplin
yang simultan, dimana tenaga kesehatan harus memulai usaha resusitasi sesegera mungkin,
menetapkan penyebab perdarahan, berusaha mendapat bantuan tenaga kesehatan lain seperti
ahli obstetri, anestesi dan radiologi. Menghindari keterlambatan dalam diagnosis dan terapi
akan memberikan dampak yang bermakna terhadap sekuele dan prognosis (harapan hidup).1
Penatalaksanaan daei PPP dilakukan denhan prinsip “HAEMOSTASIS” , yaitu :

 Ask for HELP


Sesegera mungkin meminta pertolongan atau dirujuk ke rumah sakit apabila pada
saat persalinan berada di bidan/PKM. Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi,
dan hematologis menjadi sangat penting.
Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan pemberian
caira. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang penting
untuk penentuan tahap berikutnya (POGI, 2016).

 Assess (Tanda vital, blood loss) and Resuscitate


Penilaian untuk melihat jumlah keluarnya darah yang keluar seakurat mungkin
dan mementukan derajat perubahan hemodinamik merupakan hal yang sangat
penting. Overestimate jumlah hilangnya darah dan skiap proaktif lebih dianjurkan
daripada underestimate dan pasif. Penilaian tingkat kesadaran, nadi, tekanan
darah, dan bila fasilitas memnungkinkan, lakukan penilaian saturasi oksigen.
Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G-16G, harus segera diambil
spesimen darah untuk memeriksa hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit,
penentuan golongan darah, serta Crossmatch (RIMOT= Resusitasi, Infus 2 jalur,
monitor keadaan umum, nadi dan tekanan darah, OKsigen, dan Team approah).
Diberikan pula cairan kristaloid dan koloid secara cepat sambil menunggu hasil
crossmatch.

 Establish aetiology, ensure availability of blood, Ecbolics (Oxytocin,


Ergometrin or Syntometrine bolus IV/IM
Saat resusitasi berlangsung, dilakukan upaya untuk menilai etiologi dari PPP.
Penilaian kontraksi uterus, cari adanya cairan bebas di abdomen, bila ada resiko
trauma (bekas seksio cesarea, partus buatan yang sulit) atau bila kondisi pasien
lebih buruk daripada jumlah darah yang keluar. Harus di cek ulang kelengkapan
plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil dikeluarkan. Bila perdarahan
terjadi akibat morbidly adherent placentae saat seksio cesarea diupayakan
haemostatic suture, ligasi arteri hipogastrika dan embolisasi arteri uterina.
Morbidly Adherent placentae sering terjadi pada kasus plasenta previa pada
bekas seksio cesarea. Bila hal ini telah terjadi sebelumnya, disarankan untuk tidak

31
berupaya melahirkan plasenta, tetapi ditinggalkan intrauterin dan kemudian
dilanjutkan pemberian metrotreksat seperti pada kasus kehamilan abdominal.
Bila retensio plasenta/sisa plasenta terjadi setelah persalinan pervaginam, dapat
digunakan tamponade uterus sementara menunggu kesiapan operasi/laparotomi

 Massage the Uterus


Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir, penanganan segera yaitu
dengan masase utetus dan pemberian obat-obat uterotonika. Bila uterus tetap
lembek, harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan
kepalan tangan di dalam untuk menekan forniks anterior sehingga terdorong
keatas dan telapak tangan di luar melakukan penekanan pada fundus belakang
sehingga uterus terkompresi.

 Oxytocin infusion/prostaglandins-IV/ per rectal/ IM/ intramyometrial


Dapat dilakukan pemberian oksitosin 40 U dalam 500cc normal salin dengan
kecepatan 125cc/jam. Hindari kelebihan cairan karena dapat menyebabkan kejang
karena hiponatremia. Hal ini timbul karena efek hormon antidiuretik (ADH- Like
Effect) dan oksitosin; sehingga monitoring ketat masukan dan keluaran cairan
sangat esensial dalam pemberian oksitosin dalam jumlah besar.
Pemberian ergometrin sebagai lini kedua dari oksitosin dapat diberikan secara
intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara perlahan), dosis lanjutan
0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian dapat diulang setiap 2-4
jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis per hari.
Kontraindikasi pada pemberian ergometrin yaitu preeklampsia, vitiumcordis, dan
hipertensi. Bila PPP masih tidak berhasil diatasi, dapat diberikan misoprostol per
rektal 800-1000ug (POGI,2016).

Tabel 5. Pemberian medikamentosa pada pasien PPP (ACOG) .2

32
Pada perdarahan masif diperlukan transfusi darah, bahkan juga diperlukan
pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP) untuk menggantikan faktor pembekuan
yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 loter FFP (15 mL/kg) setiap 6
unit darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000 bila perlu diberikan transfusi
trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan
kadar fibrinogen <1gr/dl (10 gr/L).

 Shift to theatre-exclude retained products and trauma/bimanual compression


Bila perdarahan masif tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang operasi.
Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau selaput
ketuban. Bila diduda ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase.
Kompresi bimanual dapat dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi.

 Tamponade balloon/ uterine packing (koservatif; non-pembedahan)


Bila perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan adanya koagulopati
yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat membantu
mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan korekso
faktor pembekuan. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan Tube
Sengstaken yang mempunyai nilai prediksi positif 87% untuk menilai
keberhasilan penanganan PPP. Bila pemasangan tube tersebut mampu
menghentikan perdarahan berarti pasien tidak memerlukan tindakan bedah lebih
lanjut. Akan tetapi, bila setelah pemasangan tube, perdarahan masih tetap masif,
maka pasien haru smenjalani tindakan pembedahan.
Pemasangan tamponade uterus dapat menggunakan Bakri SOS Baloon dan
tampon balon kondom kateter. Biasanya dimasukkan 300-400 cc cairan untuk
mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti. Balon
tamponade Bakri dilengkapi alat untuk membaca tekanan intrauterin sehingga
dapat diupayakn mencapai tekanan mendekati tekanan sistolik untuk
menghentikan perdarahan.
Segera libatkan tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan hematologis
sambil menyiapkan ruang ICU.

33
Gambar 5 Teknik intervensi pada pasien PPP (ACOG 2017).2

 Apply compression sutures- B-Lynch/modified (pembedahan konservatif)


Dalam menentukan keputusan, harus selalu dipertimbangkan antara
mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Sebelum
mencoba setiap prosedur bedah konservatif, harus dinilai ulang keadaan pasien
berdasarkan perkiraan junlah darah yang keluar, perdarahan yang masih
berlangsung, keadaan hemodinamik, dan paritansya.
Keputusan melakukan laparotomi harus cepat setelah melakukan informed
consent terhadap segala kemungkinan tindakan yang akan dilakukan di ruang
operasi. Penting sekali kerja sama yang baik dengan ahli anestesi untuk menilai
kemampuan pasien bertahan lebih lanjut pada keadaan perdarahan setelah upaya
konservatif gagal. Apabila tindakn B-Lynch tidak berhasil, dipertimbangkan untuk
dilakukan histerektomi.
Benang yang di pakai adalah kromik catgut 1 dan PDS 0 tanpa adanya
komplikasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa tindakan B-Lynch ini harus didahului
tes tamponade, yaitu uoaya menilai efektifitas tindakan B-Lynch dengan cara
kompreso bimanual uterus secara langsung di meja operasi.

 Systematic pelvic devascularization-uterine/ovarian/quadruple/ internal iliac


(pembedhan konservatif)
Ligasi a. uterina dan ligasi a. Hipogastrika

 Interventional radiologist, if appropriate, uterine artery embolization


Tindakan UAE dilakukan pada pasien yang hemodinamiknya stabil,
perdarahannya persisten namun perlahan dan terapi yang kurang invasif gagal
memberikan perbaikan (agen uterotonika, masase uterus, kompresi uterus,
pelepasan manual bekuan darah). Ketika penggunaan UAE efektif, teknik ini juga

34
memberikan keuntungan bagi pasien dikarenakan bentuk uterusnya berhasil
dipertahankan dan secara potensial juga mempertahankan fertilitas.7
 Subtotal/total abdominal hysterectomy (Non-Konservatif)
Histerektomi dilakukan sebagai terapi definitif ketika terapi konservatif lain gagal
memberikan efek, dimana hal ini mengakibatkan sterilitas permanen namun juga
munculnya komplikasi dari pembedahan.1
Tatalaksana umum disini adalah tatalaksana awal yang dapat dilakukan pada kejadian
perdarahan postpastum dengan penyebab apapun. Tatalaksana awalnya adalah:6

 Pemberian oksigen
 Pemasangan infus intravena dan pemberian cairan

 Pengawasan tanda-tanda vital, volume urin


 Pemeriksaan kondisi abdomen: kontraksiuterus, nyeri tekan, parut luka, dan
tinggi fundus uteri
 Pemeriksaan jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi
 Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
 Cek kadar Hb, golongan darah
 Tentukan
penyebab
perdarahan
dan
lakukan
tatalaksana
lanjutan
sesuai

penyebabnya

35
Gambar 6. Tatalaksana Awal Perdarahan Postpartum.6
Tatalaksana berdasarkan penyebab6
Atonia uteri.
 Lakukan pemijatan uterus.
 Pastikan plasenta lahir lengkap.
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan nacl 0,9%/ringer laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitim. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml
larutan nacl 0,9%/ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
 Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg
IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan pemberian
0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan. Jangan berikan lebih dari 5 dosis (1
mg)
 Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit,
dapat diulang setelah 30 menit)
 Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5 menit
 Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai antisipasi
bila perdarahan tidak berhenti.
 Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak membaik,
dimulai dari yang konservatif. Pilihan-pilihan tindakan operatif yang dapat dilakukan

36
antara lain prosedur jahitan B-lynch , embolisasi arteri uterina, ligasi arteri uterina dan
arteri ovarika , atau prosedur histerektomi subtotal

Kompresi bimanual
Kompresi bimanual dilakukan pada kasus atonia uteri dengan tujuan untuk mengurangi
jumlah perdarahan. Langkah-langkah kompresi bimanual:

 Berikan dukungan emosional.


 Lakukan tindakan pencegahan infeksi.
 Kosongkan kandung kemih.
 Pastikan plasenta lahir lengkap.
 Pastikan perdarahan karena atonia uteri.
 Segera lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit.
 Masukkan tangan dalam posisi obstetri ke dalam lumen vagina, ubah menjadi kepalan, dan
letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking pada forniks anterior dan dorong
segmen bawah uterus ke kranio-anterior.
 Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang korpus uteri sebanyak mungkin.
 Lakukan kompresi uterus dengan mendekatkan telapak tangan luar dan kepalan tangan
dalam.
 Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi.
 Jika uterus sudah mulai berkontraksi, pertahankan posisi tersebut hingga uterus
berkontraksi dengan baik, dan secara perlahan lepaskan kedua tangan lanjutkan pemantauan
secara ketat.
 Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, lakukan kompresi bimanual eksternal oleh
asisten
 Kompresi bimanual eksterna

 Tekan dinding belakang uterus dan korpus uteri di antara genggaman ibu jari dan keempat jari
lain, serta dinding depan uterus dengan kepalan tangan yang lain.
 Sementara itu:
 Berikan ergometrin 0,2 mg IV.
 Infus 20 unit oksitosin dalam 1 L NaCL/Ringer laktat IV 60 tetes/ menit dan metil
ergometrin 0,4 mg.
37
 Catatan : Perhatikan kondisi pasien selama tindakan dan pasca persalinan. Bila 5 menit pasca
kompresi bimanual interna tidak berkontraksi maka tindakan dilanjutkan dengan kompresi
bimanual eksterna dalam persiapan rujukan. Komplikasi yang dapat timbul adalah robekan pada
dinding vagina.

Inversio Uteri.

 Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah
terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu.
 Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan melebihi 100 mg) IM
atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kgBB IM.
 Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi.
 Jika laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi

Reposisi uterus

 Kaji ulang indikasi.


 Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus.
 Berikan petidin dan diazepam IV dalam semprit berbeda secara perlahanlahan, atau
anestesi umum jika diperlukan.
 Basuh uterus dengan larutan antiseptik dan tutup dengan kain basah (dengan NaCl
hangat) menjelang operasi.

 Reposisi manual:
o Pasang sarung tangan DTT
o Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks,
dimulai dari bagian fundus. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus
dari dinding abdomen. Jika plasenta masih belum terlepas, lakukan plasenta manual
setelah tindakan reposisi.
o Jika reposisi manual tidak berhasil, lakukan reposisi hidrostatik.

 Reposisi hidrostatik
o Pasien dalam posisi Trendelenburg – dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari
perineum.
o Siapkan sistem douche yang sudah didisinfeksi, berupa selang 2 m berujung
penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung berisi air hangat 3-5 L
(atau NaCl atau infus lain) dan dipasang setinggi 2 m.
o Identifikasi forniks posterior.
o Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sambil menutup labia sekitar
ujung selang dengan tangan.
o Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.
 Reposisi manual dengan anestesia umum
38
o Jika reposisi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anestesia umum. Halotan
merupakan pilihan untuk relaksasi uterus.
 Reposisi kombinasi abdominal-vaginal
o Kaji ulang indikasi.
o Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif.
o Lakukan insisi dinding abdomen sampai peritoneum dan singkirkan usus dengan
kassa. Tampak uterus berupa lekukan.
o Dengan jari tangan, lakukan dilatasi cincin kontraksi serviks.
o Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus.
o Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan reposisi
manual melalui vagina.
o Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di bagian
belakang untuk menghindari risiko cedera kandung kemih, ulang tindakan dilatasi,
pemasangan tenakulum dan traksi fundus.
o Jika reposisi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan penjahitan
hemostasis dan dipastikan tidak ada perdarahan.
o Jika ada infeksi, pasang drain karet.
 Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 200 ml cairan
NaCl/Ringer Laktat IV dengan kecepatan 10 tetes/menit.
 Jika dicurigai perdarahan, berikan infus sampai dengan 60 tetes/menit.
 Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg atau prostaglandin.
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal:
o Ampisilin 2 g IV DAN metronidazol 500 mg IV
o ATAU sefazolin 1 g IV DAN metrodinazol 500 mg IV
 Lakukan perawatan pascabedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal- vaginal.
 Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam:
o Ampisilin 2 g IV tiap 6 jam
o gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
o metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
 Berikan analgetik bila perlu

Robekan jalan lahir.


Ruptur perineum dan robekan dinding vagina

 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.


 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
 Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap.
 Lakukan penjahitan
 Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1
menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.

39
Robekan serviks

 Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
 Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
 Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah
luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
 Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.

Retensio Plasenta.

 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 UNIT dalam
1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti
 Lakukan tarikan tali pusat terkendali
 Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati-
hati.
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan metronidazol 500
mg IV).
 Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi.

Sisa plasenta.
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menitdan 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000
ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti.
 Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV dan metronidazole 500
mg).
 Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.

Gangguan pembekuan darah.


Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat dicegah jika volume darah
dipulihkan segera.
 Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).
 Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan faktor pembekuan
dan sel darah merah.

40
 Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih salah satu di bawah ini:
 Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/ kg berat badan)
jika APTT dan PT melebihi 1,5 kali kontrol pada perdarahan lanjut atau pada keadaan
perdarahan berat walaupun hasil dari pembekuan belum ada.
 Sel darah merah (packed red cells) untuk penggantian sel darah merah.
 Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.
 Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit < 20.000).
 Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan darah golongan O untuk
penyelamatan jiwa.

41
Daftar Pustaka
1. POGI 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Perdarahan Pasca-Salin.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2. Hemorrhage, P. (2017). Postpartum Hemorrhage ACOG PRACTICE BULLET IN
Clinical Management Guidelines for Obstetrician–Gynecologists. Replaces Practice
Bulletin Number.
3. Saifuddin AB, editor. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2016
4. Watkins, E. J., & Stem, K. (2020). Postpartum hemorrhage. JAAPA : Official Journal
of the American Academy of Physician Assistants.
https://doi.org/10.1097/01.JAA.0000657164.11635.93
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams
OBSTETRICS. 23rd ed. New York City: McGraw-Hill; 2010.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, World Health Organization. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 1st ed. Jakarta:
WHO; 2013.

42

Anda mungkin juga menyukai