Disusun oleh
Siti Cantika
112019262
Pembimbing
dr. Nurfikha Handayani, Sp.OG
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : 28 Maret 2022
SMF OBST SMF ILMU KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara: Autoanamnesis, pada hari Selasa, 22 Maret 2022 pukul 16.00
Keluhan Utama : Datang karena sudah lewat perkiraan kelahiran
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Perempuan usia 28 tahun hamil anak ke tiga tanpa keguguran dengan usia kehamilan
41 minggu ke IGD PONEK RSUD Cengkareng 20 Maret 2022 pukul 14.00 WIB karena
sudah lewat perkiraan kelahiran. Pasien hanya mengeluh perut kencang – kencang dan mulas
sejak semalam. Tidak ada darah dan air yang keluar. Tidak ada demam, batuk, dan pilek.
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.
Riwayat Haid :
Menarche : 13 tahun
Riwayat Perkawinan :
Perkawinan : 2 kali
3
Riwayat Pemeriksaan Antenatal
Periksa awal kehamilan di Posyandu di Kampung Cibinong sebanyak 4x dan di beri tablet
penambah darah
Dilanjutkan di bidan pada saat kehamilan 20 minggu sebanyak 4x dan di beri vitamin asam
folat dan tablet penambah darah
Selama kehamilan tidak pernah periksa ke dokter kandungan dan tidak pernah melakukan
pemeriksaan USG
Rutin minum asam folat dan tablet tambah darah selama kehamilan
4
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum (Minggu, 20 Maret 2022/IGD PONEK)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Nadi : 85x/menit
Suhu : 36 0C
Pernafasaan : 20 x/menit
Tinggi Badan :-
Abdomen
5
d. Auskultasi : Bising usus normal
Ektremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-. varises -/-, luka -/-
Ektremitas bawah: akral hangat +/+, edema -/-, varises -/-, luka -/-
Kulit
Turgor : Baik
Payudara : Pembesaran payudara (+), puting susu menonjol (+), cairan mammae
(-)
6
Leopold II : Keras memanjang pada bagian kanan (PUKA)
b. Pemeriksaan Dalam:
Vaginal Touche :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium (20 Maret 2022/ 17:33 WIB/IGD)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hema Lengkap
LED 47 0 – 20
Hematokrit 31 35 - 47 Vol %
MCV 83 80-100
MCHC 28 32-36
MCH 34 26-34
Basofil 0 0-1
7
Eosinofil 2 2-4
Batang 1 3-5
Segmen 72 50-70
Limfosit 19 25-40
Monosit 6 2-8
ALC 1748
NLR 3.84
PT/INR
INR 0.80
APTT
Glukosa Sewaktu
Glukosa Sewaktu 75
CRP Kwantitatif
Antigen SARS-CoV-2(Rapid)
E. RESUME
Perempuan usia 28 tahun hamil anak ke tiga tanpa keguguran dengan usia kehamilan
41 minggu ke IGD PONEK RSUD Cengkareng 20 Maret 2022 pukul 14.00 WIB karena
sudah lewat perkiraan kelahiran. Pasien hanya mengeluh perut kencang – kencang dan mulas
sejak semalam. Tidak ada darah dan air yang keluar. Tidak ada demam, batuk, dan pilek.
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.
9
Tanda – tanda vital :
Nadi : 85x/menit
Suhu : 36 0C
Pernafasaan : 20 x/menit
Vaginal Touche :
F. DIAGNOSIS
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1 Laten
G. TATALAKSANA
(20-03-2022/IGD) Lapor dr. Nurfikha Sp.OG, Advice :
- Rawat VK abu – abu
- Swab PCR
- Induksi Misoprostol 4 x 25 mcg / 24 jam
- Observasi tanda – tanda rupture uteri
10
H. Durante Persalinan
Kalla I
Jam TD Nadi Suhu RR His Durasi DJJ Ket.
6cm,
Portio
Tipis
21.00 120/80 80 36.5 20 3x 30 141x
Lunak,
Ketuban
(-), H 1
10cm,
Portio
Tidak
00.15 - - - - 4x >40 130x
teraba,
Ketuban
(-), H III
11
Kalla II ( 00.15 WIB)
Persalinan : Normal – Tunggal
Presentasi : Kepala
TTV : TD : 110/70 N : 84x S : 36.5o P : 20x
Keadaan bayi : Baik, menangis spontan
TB LK LD Kelainna
Keadaan JK BB (gr) Anus IMD
(cm) (cm) (cm) Bawaan
Bayi I P 3325 49 35 34 + - -
Apgar Score
Menit 1’ 5’ 10’
Bayi I 8 9
Kalla III
Lama Kalla III : 35 menit
Pemberian oksitosin 10 U IM satu menit sesudah persalinan
Pemberian ulang oksitosin karena plasenta belum lahir
Plasenta tidak lahir >30 menit
Tindakan : Manual Plasenta
Laserasi : tidak
Jumlah perdarahan : 600 ml
00.30 : Plasenta belum lahir Inj Oxitosin 1 amp IM ke – 2 ( TD 100/70 N 80x)
00.45 : Plasenta belum lahir setelah pemberian oxitoksin ke – 2
00.50 : Lapor DPJP :
- Kosongkan vesika urinaria
- Manual plasenta
- Antisipasi HPP
- Pasang RL + Oxitosin 20 UI
- Setelah plasenta lahir maintence 24 jam
- Misoprostol 2tab/oran, 3 tab/rectal
- Ceftriaxone 2x1 gr IV (extra)
- Cefixime 2 x 100 mg
- SF 1x1
Kalla IV
Tekanan Kontraksi Kandung
Jam Ke Waktu Nadi TFU Perdarahan
Darah uterus kemih
1 02.00 88/55 100 I J ↓ pst Baik Terpasang 50 cc
12
02.15 90/54 115 I J ↓ pst
02.30 105/75 100 I J ↓ pst
02.45 99/60 84 I J ↓ pst DC
03.20 92/58 83 I J ↓ pst
2
03.50 94/60 88 I J ↓ pst 50 cc
Hematologi
Hema 1
Hematokrit 26 35 - 47 Vol %
Golongan Darah
Golongan darah O
Rhesus Positif
Kimia Klinik
Elektrolit Serum (Na-K-Cl)
Hematologi
Hema 1
Hematokrit 25 35 - 47 Vol %
13
Golongan Darah
Golongan darah O
Rhesus Positif
Kimia Klinik
Elektrolit Serum (Na-K-Cl)
P3A0 post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retensio plasenta dan Anemia ec HPP ec
Atonia Uteri
14
J. TIMELINE
20/03/2022 Subjektif:
IGD PONEK Datang karena sudah lewat perkiraan kelahiran. Pasien hanya mengeluh
Pukul : 14.25 perut kencang – kencang dan mulas sejak semalam. Tidak ada darah dan
air yang keluar.
Objektif:
TD: 113/80 mmHg HR: 85 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
DJJ : 155x/m
Assesment:
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Laten Janin tunggal hidup presentasi kepala
Planning:
- Rawat VK abu – abu
- Swab PCR
- Induksi Misoprostol 4 x 25 mcg / 24 jam
- Observasi tanda – tanda rupture uteri
20/03/2022 Subjektif:
VK Pasien mengatakan mulas - mulas
Pukul : 16.50 Objektif:
DJJ : 151 x/m
VT : Pembukaan 2cm, Ket(+), Portio Lunak, Hodge 1
Assesment:
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Laten Janin tunggal hidup presentasi kepala
Planning:
- Obs TTV + KU
- Obs His + DJJ
- Misoprostol 4 x 25 mscg/24 jam
- Awasi tanda – tanda rupture uteri
15
20/03/2022 Subjektif :
VK Pasien mengakatan diare sejak kemarin, hari ini sudah 4x BAB cair
Pukul : 19.30 Objektif:
DJJ 145 x/m
VT : Pembukaan 3cm, Ket(+), Portio Lunak, Hodge 1
Assesment:
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Laten Janin tunggal hidup presentasi kepala
Planning:
- CO IPD
20/03/2022 Subjektif :
VK Pasien mengatakan keluar air – air, mulas dan diare
Pukul : 21.00 Objektif :
TD: 105/81 mmHg HR:81 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
DJJ 120 x/m
VT : Pembukaan 6-7 cm, Ket(-), Hodge 1
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif
Planning :
- Obs KU + TTV
- Obs His + DJJ
20/03/2022 Subjektif :
VK Pasien mengatakan ingin meneran
Pukul 22.45 Objektif :
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif
Planning :
- RL + Oxitosin 5UI → 8tpm
20/03/2022 Subjektif :
16
VK Pasein BAB Cair, Lendir(-), Darah(-), Demam(-), Munntah(-), Batuk(-),
Pukul 23.04 Sesak(-)
Objektif :
TD: 110/20 mmHg HR:82 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif + GEA
Planning : Sp.PD
- Newdiatab 3 x 2 tab
- Cek elektrolit
21/03/2022 Subjektif :
VK Pasien semakin ingin meneran dan kontraksi yang terarut
Pukul 00.00 Objektif :
VT : Pembukaan lengkap, Portio tidak teraba, Ket(-), Hodge III
Assesment :
G3P2A0 H 41 minggu Janin tunggal hidup presentasi kepala inpartu PK 1
Aktif
17
00.55 : Melakukan manual plasenta
Kesan : lengkap, darah tampak mengalir ± 300cc
Kontraksi : Baik
TFU : pusat
TD : 93/60 HR 100x/m
Dilakukan explorasi terdapat sisa selaput stosel (+) darah masih mengalir ±
300cc
KU : Pasien pucat, contungtiva anemis
TD 88/63 HR 98x/m
01.0 : Misoprostol 2 tab/oral, 3 tab/rectal
01.05 : Lapor dr. Jaga, Advice :
Loading RL 1000cc
Cek ulang Hema 1
Obs TTV, Output urin dan pengeluaran pervaginam
Hasil Lab (21/03/2022 03.22)
Hb 8.9 g/dL
Ht 26%
Leukosit 24.0 ribu/L
Trombosit 280 ribu/L
Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri
18
Kontraksi baik
Perdarahan ± 50cc
TFU 1 jari di bawah pusat
08.17 :
Loading RL selesai
Kontraksi baik
TD 104/70 HR 96x/m T 37
Lapor dr. Nurfikha Sp.OG :
- Cek Hema 1 ulang
- Pasien boleh pindah ruangan
- Aff DC dan mobilisasi
21/03/2022 Subjektif :
Rambutan Pasien mengatakan pusing sejak pagi
Objektif :
TD 92/67 HR 109x
TFU : 1 jari dibawah pusat
Hasil Lab (21/03/2022 09.24 )
Hb 8.6 g/dL
Ht 25%
Leukosit 18.3 ribu/L
Trombosit 250 ribu/L
Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri
Planning :
- Obs TTV
- RL + Oxitosin 20 UI / 24 jam
- Cefixime 2 x 200
- SF 2 x 1
- Methergin 3 x 1
22/03/2022 Subjektif :
Rambutan Pasien mengeluh nyeri di daerah perineum
Objektif :
19
TD 100/60 HR 100x/m
TFU 2 jari di bawah pusat
Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri
Planning :
- Lanjutkan terapi
23/03/2022 Subjektif :
Rambutan Pasien sudah tidak ada keluhan
Objektif :
TD 127.96
HR 93x/m
T 36.6o
TFU 2 jari di bawah umbilicus
Assesment :
P3A0 Post PPN dengan Post Manual Plasenta ec Retentio Plasenta dan
Anemia ec HPP ec Atonia Uteri
Planning :
- Cefixime 2 x 200
- SF 2 x 1
20
TINJAUAN PUSTAKA
PERDARAHAN PASCAPERSALINAN
Definisi
Perdarahan pasca-salin (PPS) secara umum didefinisikan sebagai kehilangan darah
dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan pervaginam atau >1000 ml setelah
melahirkan secara seksio sesarea. Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml)
atau pun mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-2000 ml)
atau berat (>2000 ml).1
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) 2017,
perdarahan postpartum (PPP) adalah kehilangan darah ≥ 1000 ml atau kehilangan darah
disertai gejala dan tanda hypovolemia dalam 24 jam setelah persalinan apapun jenis
persalinannya.2
21
Tabel 1. Etiologi menurut ACOG 2017
Karena perdarahan obstetrik tidak dapat diprediksi, relatif umum, dan menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang parah, semua anggota unit kebidanan, termasuk dokter, bidan,
dan perawat yang memberikan perawatan kebidanan, harus dipersiapkan untuk mengelola
wanita yang mengalaminya. Sebuah faktor risiko seperti persalinan lama, atau
korioamnionitis berhubungan dengan perdarahan postpartum (Tabel 2). Namun, banyak
wanita tanpa ini faktor risiko dapat mengalami perdarahan postpartum. Organisasi negara
bagian dan
nasional telah
menyarankan bahwa penilaian risiko ibu harus dilakukan pada saat antenatal, pada saat
masuk dan terus menerus dimodifikasi sebagai faktor risiko lain berkembang selama
persalinan atau masa nifas.2
22
Tabel 2. Faktor Resiko Perdarahan Pascasalin menurut ACOG2
Klasifikasi
Perdarahan pasca-salin diklasifikan menjadi PPS primer (primary post partum
haemorrhage) dan PPS sekunder (secondary post partum haemorrhage). Perdarahan pasca-
salin primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca-salin, sedangkan
PPS sekunder merupakan perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut.1
Penyebab dari PPS adalah 4T yang merupakan singkatan dari Tone, Trauma, Tissue
dan Thrombin. Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu diakibatkan oleh atonia
dari uterus. Sedangkan, 20% kasus PPS disebabkan oleh trauma. Trauma dapat disebabkan
oleh laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi
uteri dan trauma non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu, 10%
kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi produk konsepsi,
plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta abnormal. Faktor penyebab dari
thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar <1%
kasus.1
Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.3 Atonia uteri disebabkan oleh disfungsional hipokontraktilitas miometrium
selama masa nifas segera. Atonia uteri merupakan penyebab paling umum dari perdarahan
postpartum, menyebabkan hingga 80% dari semua kasus.4
Kegagalan uterus untuk berkontraksi secara adekuat setelah kelahiran merupakan
penyebab tersering perdarahan obstetris. Pada banyak perempuan, atonia uterus paling tidak
dapat diantisipasi dengan baik jauh sebelum pelahiran. Meskipun faktor risiko diketahui
dengan baik, kemampuan untuk mengidentifikasi perempuan mana yang akan mengalami
atonia masih terbatas. Uterus yang megalami distensi berlebihan rentan menjadi hipotonus
setelah pelahiran. Jadi, perempuan dengan janin besar, multipel, atau hidramnion rentan
mengalami atonia uterus. Perempuan yang persalinannya ditandai oleh aktivitas uterus yang
sangat berlebihan atau hampir tidak efektif (lemah) juga berisiko mengalami perdarahan
masif akibat atonia pascapartum. Serupa dengan hal tersebut, persalinan yang dimulai atau
dibantu dengan oksitosin lebih berisiko diikuti oleh atonia dan perdarahan. Paritas tinggi
merupakan faktor risiko atonia utcrus. Risiko lain adalah jika perempuan tersebut pernah
mengalami perdarahan pascapartum. Terakhir, upaya untuk mempercepat pelahiran plasenta
dapat mencetuskan atonia. Pemijatan dan peremusan umpan hentikan uterus yang telah
berkontraksi mungkin menghambat mekanisme fisiologis pelepasan plasenta, menyebabkan
pelepasan plasenta yang inkomplet dan bertambahnya perdarahan.5
23
Inversio Uteri3
Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan
keluar ke ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit. Hal lain yang juga
berperan dalam terjadinya inversi uterus adalah tali pusat yang kokoh dan tidak mudah
terputus dari plasenta, dikombinasikan dengan tekanan pada fundus dan uterus yang
berelaksasi, termasuk segmen bawah uterus dan serviks uteri. Inversio uteri disebabkan oleh
kesalahan dalam memimpin kala III, seperti menekan fundus uteri terlalu kuat atau menarik tali
pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Faktor-faktor yang memungkinkan hal
itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, adanya menarik fundus ke
bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari
bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas ( maneuver crede), atau tekanan intraabdomen
yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).
Tanda-tanda yang muncul pada inversio uteri adalah syok karena kesakitan, perdarahan
yang bergumpal, pada vulva tampak endometrium yang terbalik dengan atau tanpa plasenta
yang masih melekat, bila baru terjadi maka prognosisnya cukup baik akan tetapi bila kejadiannya
cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemik, nekrosis
dan infeksi. Inversio uteri terjadi dengan cepat disertai perdarahan dan syok. Syok seringkali
tidak sesuai dengan banyaknya darah yang hilang. Berdasarkan jenisnya, inversio uteri dibagi
menjadi komplit, inkomplit, akut dan kronis. Pada inversio uteri komplit, seluruh uterus keluar
dari serviks, sedangkan pada inversio uteri inkomplit, fundus uteri tidak sampai keluar dari
serviks. Inversio uteri akut adalah inversio uteri yang paling sering dihadapi.
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan
jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,
trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada
dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang
terberat, ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi
yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi saat
kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai
spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan
pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat diduga pada persalinan
macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan
tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdarahan yang terbuka harus diklem,
diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Robekan perineum dapat terjadi pada setiap pelahiran per vagina, tetapi Combs dkk.,
24
(1990)
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko laserasi derajat tiga
dan derajat empat. Faktor tersebut meliputi episiotomi garis tengah, nuliparitas, persalinan
kala dua tak maju, posisi oksiput posterior persisten, forseps sedang atau rendah,
penggunaan anestesi lokal, dan ras Asia.
25
Gambar 1. Derajat Laserasi Vagina dan Perineum5
Laserasi Perineum
Semua laserasi perineum, kecuali yang paling superfisial, disertai oleh cedera pada
bagian bawah vagina dalam derajat yang bervariasi. Robekan semacam ini dapat mencapai
kedalaman yang cukup untuk mengenai m. sfingter ani dan dapat meluas hingga kedalaman
yang bervariasi menembus dinding vagina. Laserasi bilateral ke dalam vagina biasanya
memiliki panjang yang berbeda, dan dipisahkan oleh bagian tunika mukosa vaginae
berbentuk lidah.
Laserasi Vagina
Laserasi terisolasi yang melibatkan sepertiga tengah atau atas vagina, tetapi tidak
berkaitan dengan laserasi perineum atau serviks, lebih jarang dijumpai. Laserasi semacam
ini biasanya memanjang dan umumnya terjadi karena cedera yang diperoleh saat pelahiran
menggunakan forseps atau vakum. Namun, laserasi ini dapat pula timbul pada pelahiran
spontan. Laserasi seperti ini sering meluas ke dalam ke jaringan di bawahnya dan dapat
menyebabkan perdarahan hebat, yang biasanya dikendalikan dengan penjahitan sesuai
indikasi. Laserasi tersebut dapat tidak teridentifikasi kecuali dilakukan inspeksi yang teliti
pada vagina bagian atas. Perdarahan yang terjadi saat uterus berkontraksi kuat merupakan
bukti kuat adanya laserasi traktus genitalis, tertahannya fragmen plasenta, atau keduanya.
Laserasi pada dinding anterior vagina yang terletak berdekatan dengan urethra relatif umum
terjadi. Laserasi seperti ini sering superfisial dengan sedikit/tanpa perdarahan, dan
penjahitan biasanya tidak diindikasikan. Jika laserasi ini cukup besar sehingga memerlukan
koreksi luas, dapat diduga akan timbulnya kesulitan berkemih, dan dipasang kateter
indwelling.
Cedera terhadap m.levator ani terjadi akibat distensi berlebihan. Serat otot terpisah,
dan penurunan tonisitas mereka dapat cukup berat sehingga mengganggu fungsi diaphragtna
pelvis. Pada kasus-kasus seperti ini, dapat timbul relaksasi pelvis. Jika cedera melibatkan
musculus pubokoksigeus, dapat pula terjadi inkontinensia uri
26
Cedera pada Serviks
Serviks mengalami robekan pada lebih dari separuh pelahiran per vagina (Fahnny
dkk., 1991). Sebagian besar robekan ini kurang dari 0,5 cm, meskipun robekan serviks
dalam dapat meluas hingga sepertiga atas vagina. Pada kasus yang jarang, serviks dapat
teravulsi sebagian atau sepenuhnya dari vagina. Kondisi yang dinamakan kolporeksis
tersebut dapat terjadi di pars anterior, posterior, atau lateralis fomiks vaginae. Cedera
semacam ini kadang terjadi setelah rotasi forseps yang sulit atau pelahiran yang dilakukan
melewati serviks yang belum membuka lengkap dengan bilah forseps menjepit serviks.
Kadang-kadang, robekan serviks dapat mencapai segmen bawah uterus dan arteria uterina
serta cabang-cabang utamanya, dan bahkan dapat meluas hingga peritoneum. Robekan
seperti demikian dapat sama sekali tidak terdeteksi, tetapi lebih sering, mereka
bermanifestasi sebagai perdarahan ekstemal masif atau hematoma. Robekan luas atap vagina
harus dieksplorasi secara cermat. Jika ada kemungkinan terdapatnya perforasi peritoneum
atau perdarahan retroperitoneal atau intraperitoneal, laparotomi harus dipertimbangkan.
Pada kerusakan seberat ini, eksplorasi intrauterus untuk mencari kemungkinan ruptur juga
dikasikan. Biasanya diperlukan koreksi bedah, dan harus pastikan adanya analgesia atau
anestesia yang efektif, penggantian darah secara agresif, dan penolong yang adekuat.
Robekan serviks yang berukuran hingga 2 cm harus dianggap sebagai hal yang tidak
dapat dihindari pada pelahiran. Robekan seperti ini sembuh dengan cepat dan jarang
menyebabkan komplikasi. Saat menyembuh, mereka menyebabkan penibahan yang
signifikan pada bentuk bundar ostium uteri internum, dari sirkular sebelum bersalin menjadi
bentuk yang agak melebar setelah melahirkan (lihat Gbr. 2-12, hal. 24). Akibat robekan
semacam ini, mungkin terjadi eversi sehingga epitel endoserviks penghasil mukus terpajan.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anesresi lokal, penerangan lampu yang cukup
serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan tidak
kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan saat
melakukan hemostasis.
Retensio Plasenta3
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenra dan urerus. Disebut sebagai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai
plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta
bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
27
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih
tertinggal dalam uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau (lebih
sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan
ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian
lepas tempi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap
ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi
dengan segera melakukan phcenu manwal, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum
pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus
dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian
uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai
dengan keperluannya.
Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang
lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan
penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan,
suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang
ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu
pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya
FDP (fibrin degradation produa) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial
tbromboplastin time). Predisposisi untuk ter.jadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian
janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang
diiakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar,
trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsiLon amino caproic acid)
Diagnosis4
Diagnosis perdarahan postpartum didasarkan pada penilaian fisik pasien dan klinis
dokter karena banyak dari ukuran objektif secara independen kurang spesifik dan sensitifitas.
Kadar hemoglobin dan hematokrit adalah umumnya tidak berguna dalam diagnosis awal
kecuali sebelumnya hemoglobin atau hematokrit tersedia untuk perbandingan.
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab perdarahan sangat penting; Inspeksi dan
palpasi perineum pasien secara menyeluruh, vagina, dan rongga rahim. Ultrasonografi adalah
28
cara yang cepat dan alat yang efektif yang dapat digunakan untuk menilai sisa plasenta,
hematoma, atau darah peritoneum.
29
Tabel 3.
Tanda dan Gejala1
Tatalaksana
Tabel 4.
Algoritma Penatalaksanaan Perdarahan Pascasalin
30
Tatalaksana Umum PPP.1
Intervensi multiple (medis, mekanik, invasif pembedahan, dan non pembedahan) yang
memerlukan teknik dan keahlian yang berbeda-beda kemungkinan diperlukan untuk
mengontrol perdarahan. Terapi efektif dari PPP sering memerlukan intervensi multidisiplin
yang simultan, dimana tenaga kesehatan harus memulai usaha resusitasi sesegera mungkin,
menetapkan penyebab perdarahan, berusaha mendapat bantuan tenaga kesehatan lain seperti
ahli obstetri, anestesi dan radiologi. Menghindari keterlambatan dalam diagnosis dan terapi
akan memberikan dampak yang bermakna terhadap sekuele dan prognosis (harapan hidup).1
Penatalaksanaan daei PPP dilakukan denhan prinsip “HAEMOSTASIS” , yaitu :
31
berupaya melahirkan plasenta, tetapi ditinggalkan intrauterin dan kemudian
dilanjutkan pemberian metrotreksat seperti pada kasus kehamilan abdominal.
Bila retensio plasenta/sisa plasenta terjadi setelah persalinan pervaginam, dapat
digunakan tamponade uterus sementara menunggu kesiapan operasi/laparotomi
32
Pada perdarahan masif diperlukan transfusi darah, bahkan juga diperlukan
pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP) untuk menggantikan faktor pembekuan
yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 loter FFP (15 mL/kg) setiap 6
unit darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000 bila perlu diberikan transfusi
trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan
kadar fibrinogen <1gr/dl (10 gr/L).
33
Gambar 5 Teknik intervensi pada pasien PPP (ACOG 2017).2
34
memberikan keuntungan bagi pasien dikarenakan bentuk uterusnya berhasil
dipertahankan dan secara potensial juga mempertahankan fertilitas.7
Subtotal/total abdominal hysterectomy (Non-Konservatif)
Histerektomi dilakukan sebagai terapi definitif ketika terapi konservatif lain gagal
memberikan efek, dimana hal ini mengakibatkan sterilitas permanen namun juga
munculnya komplikasi dari pembedahan.1
Tatalaksana umum disini adalah tatalaksana awal yang dapat dilakukan pada kejadian
perdarahan postpastum dengan penyebab apapun. Tatalaksana awalnya adalah:6
Pemberian oksigen
Pemasangan infus intravena dan pemberian cairan
penyebabnya
35
Gambar 6. Tatalaksana Awal Perdarahan Postpartum.6
Tatalaksana berdasarkan penyebab6
Atonia uteri.
Lakukan pemijatan uterus.
Pastikan plasenta lahir lengkap.
Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan nacl 0,9%/ringer laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitim. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml
larutan nacl 0,9%/ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg
IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan pemberian
0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan. Jangan berikan lebih dari 5 dosis (1
mg)
Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit,
dapat diulang setelah 30 menit)
Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5 menit
Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai antisipasi
bila perdarahan tidak berhenti.
Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak membaik,
dimulai dari yang konservatif. Pilihan-pilihan tindakan operatif yang dapat dilakukan
36
antara lain prosedur jahitan B-lynch , embolisasi arteri uterina, ligasi arteri uterina dan
arteri ovarika , atau prosedur histerektomi subtotal
Kompresi bimanual
Kompresi bimanual dilakukan pada kasus atonia uteri dengan tujuan untuk mengurangi
jumlah perdarahan. Langkah-langkah kompresi bimanual:
Tekan dinding belakang uterus dan korpus uteri di antara genggaman ibu jari dan keempat jari
lain, serta dinding depan uterus dengan kepalan tangan yang lain.
Sementara itu:
Berikan ergometrin 0,2 mg IV.
Infus 20 unit oksitosin dalam 1 L NaCL/Ringer laktat IV 60 tetes/ menit dan metil
ergometrin 0,4 mg.
37
Catatan : Perhatikan kondisi pasien selama tindakan dan pasca persalinan. Bila 5 menit pasca
kompresi bimanual interna tidak berkontraksi maka tindakan dilanjutkan dengan kompresi
bimanual eksterna dalam persiapan rujukan. Komplikasi yang dapat timbul adalah robekan pada
dinding vagina.
Inversio Uteri.
Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah
terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu.
Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan melebihi 100 mg) IM
atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kgBB IM.
Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi.
Jika laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi
Reposisi uterus
Reposisi manual:
o Pasang sarung tangan DTT
o Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks,
dimulai dari bagian fundus. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus
dari dinding abdomen. Jika plasenta masih belum terlepas, lakukan plasenta manual
setelah tindakan reposisi.
o Jika reposisi manual tidak berhasil, lakukan reposisi hidrostatik.
Reposisi hidrostatik
o Pasien dalam posisi Trendelenburg – dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari
perineum.
o Siapkan sistem douche yang sudah didisinfeksi, berupa selang 2 m berujung
penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung berisi air hangat 3-5 L
(atau NaCl atau infus lain) dan dipasang setinggi 2 m.
o Identifikasi forniks posterior.
o Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sambil menutup labia sekitar
ujung selang dengan tangan.
o Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.
Reposisi manual dengan anestesia umum
38
o Jika reposisi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anestesia umum. Halotan
merupakan pilihan untuk relaksasi uterus.
Reposisi kombinasi abdominal-vaginal
o Kaji ulang indikasi.
o Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif.
o Lakukan insisi dinding abdomen sampai peritoneum dan singkirkan usus dengan
kassa. Tampak uterus berupa lekukan.
o Dengan jari tangan, lakukan dilatasi cincin kontraksi serviks.
o Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus.
o Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan reposisi
manual melalui vagina.
o Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di bagian
belakang untuk menghindari risiko cedera kandung kemih, ulang tindakan dilatasi,
pemasangan tenakulum dan traksi fundus.
o Jika reposisi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan penjahitan
hemostasis dan dipastikan tidak ada perdarahan.
o Jika ada infeksi, pasang drain karet.
Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 200 ml cairan
NaCl/Ringer Laktat IV dengan kecepatan 10 tetes/menit.
Jika dicurigai perdarahan, berikan infus sampai dengan 60 tetes/menit.
Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg atau prostaglandin.
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal:
o Ampisilin 2 g IV DAN metronidazol 500 mg IV
o ATAU sefazolin 1 g IV DAN metrodinazol 500 mg IV
Lakukan perawatan pascabedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal- vaginal.
Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam:
o Ampisilin 2 g IV tiap 6 jam
o gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
o metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
Berikan analgetik bila perlu
39
Robekan serviks
Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah
luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.
Retensio Plasenta.
Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 UNIT dalam
1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti
Lakukan tarikan tali pusat terkendali
Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati-
hati.
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan metronidazol 500
mg IV).
Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi.
Sisa plasenta.
Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menitdan 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000
ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti.
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV dan metronidazole 500
mg).
Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
40
Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih salah satu di bawah ini:
Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/ kg berat badan)
jika APTT dan PT melebihi 1,5 kali kontrol pada perdarahan lanjut atau pada keadaan
perdarahan berat walaupun hasil dari pembekuan belum ada.
Sel darah merah (packed red cells) untuk penggantian sel darah merah.
Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.
Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit < 20.000).
Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan darah golongan O untuk
penyelamatan jiwa.
41
Daftar Pustaka
1. POGI 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Perdarahan Pasca-Salin.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2. Hemorrhage, P. (2017). Postpartum Hemorrhage ACOG PRACTICE BULLET IN
Clinical Management Guidelines for Obstetrician–Gynecologists. Replaces Practice
Bulletin Number.
3. Saifuddin AB, editor. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2016
4. Watkins, E. J., & Stem, K. (2020). Postpartum hemorrhage. JAAPA : Official Journal
of the American Academy of Physician Assistants.
https://doi.org/10.1097/01.JAA.0000657164.11635.93
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams
OBSTETRICS. 23rd ed. New York City: McGraw-Hill; 2010.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, World Health Organization. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 1st ed. Jakarta:
WHO; 2013.
42