KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Disusun Oleh :
PRIEZA NOOR AMALIA
1102009217
Pembimbing :
Dr. Yanto Widiantoro, SpKK
KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Pendahuluan
Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol
respon inflamasi.1
Kortikosteroid hormonal dapat digolongkan menjadi glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata. Prototip untuk
golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat
juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason. Golongan
mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang mempunyai aktivitas utama menahan garam
dan terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan ini tidak mempunyai efek
anti-inflamasi yang berarti sehingga jarang digunakan. Pada manusia, mineralokortikoid yang
terpenting adalah aldosteron.2
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan selanjutnya kami akan lebih
banyak membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang
dioleskan di kulit pada tempat tertentu. Kortikosteroid topikal telah digunakan untuk
mengobati penyakit kulit sejak diperkenalkan hidrokortison sebagai obat topikal pertama dari
golongan kortikosteroid pada tahun 1952.2,3
Farmakologi
Semua
hormon
steroid
sama-sama
mempunyai
rumus
bangun
siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A D
(Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan
pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi
10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk
glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan
1 cincin pentana.2,3,4,5
Efek anti-inflamasi
Efek imunosupresif
Efek antiproliferasi
Efek antiproliferasi kortikosteroid topikal dimediasi oleh inhibisi sintesis dan mitosis
DNA, yang sebagian menjelaskan terapi obat-obat ini pada dermatosis dengan scale.
Aktivitas fibroblas dan pembentukan kolagen juga diinhibisi oleh kortikosteroid topikal.4
Vasokonstriksi
Indikasi
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk
suatu penyakit kulit. Harus selalu diingat bahwa kortikosteroid bersifat paliatif dan supresif
terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.3
Kortikosteroid topikal direkomendasikan untuk aktivitas anti-inflamasinya pada
penyakit kulit inflamasi, tetapi dapat juga digunakan untuk efek antimitotik dan kapasitasnya
utnuk mengurangi sistesis molekul-molekul connective tissue. Variebel tertentu harus
dipertimbangkan saat mengobati kelainan kulit dengan kortikosteroid topikal. Contohnya
respon penyakit terhadap kortikosteroid topical yang bervariasi. Dalam hal ini, bisa
dibedakan dalam tiga kategori, yaitu sangat responsif, responsif sedang, dan kurang
responsif.4
Tabel 1. Responsivitas Penyakit Kulit terhadap Kortikosteroid Topikal 4
Highly Responsive
Moderately Responsive
Least Responsive
Psoriasis (intertriginous)
Psoriasis
Palmo-plantar psoriasis
Psoriasis of nails
Seborrheic dermatitis
Nummular eczema
Dyshidrotic eczema
Intertrigo
Lupus erythematous
Popular urticaria
Pemphigus
Parapsoriasis
Lichen planus
Granuloma annulare
Necrobiosis
diabeticum
Sarcoidosis
Insect bites
lipoidica
kortisol endogen. Akibatnya, penghentian terapi steroid topikal setelah terapi jangka panjang
dapat, walaupun jarang, menyebabkan addisonian crisis. Supresi produksi kortisol yang
kronik juga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Bila terdapat supresi kortisol, maka
anak harus secara perlahan dihentikan pemberian steroidnya untuk mencegah komplikasi ini.4
Pasien usia tua juga memiliki kulit yang tipis, yang memungkinkan peningkatan
penetrasi kortikosteroid topical. Pasien usia tua juga lebih mungkin memiliki pre-existing
atrofi kulit sekunder karena penuaan.4
Dosis
Largo dan Maibach mengobservasi dalam beberapa literature terkini bahwa untuk
kortikosteroid super poten, pemberian satu kali per hari sama manfaatnya dengan pemberian
dua kali per hari. Sama halnya, tidak ada perbedaan atau hanya sedikit perbedaan dengan
pemberian sekali atau dua kali per hari untuk kortikosteroid poten atau poten sedang. Karena
itu, pemberian kortikosteroid topical satu kali per hari lebih dipilih, dapat mengurangi risiko
efek samping, mengurangi biaya pengobatan, dan meningkatkan kepatuhan pasien.4
Sebagai aturan kerja, pemberian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 45
g/minggu untuk kortikosteroid topikal poten atau 100 g/minggu untuk potensi sedang dan
lemah jika absorpsi sistemik dihindari.4
Penyakit-penyakit yang sangat responsif biasanya akan memberikan respon pada
preparat steroid lemah, sedangkan penyakit yang kurang responsif memerlukan steroid
topical potensi menengah atau tinggi. Kortikosteroid topikal potensi lemah digunakan pada
daerah wajah dan intertriginosa. Kortikosteroid sangat poten seringkali diperlukan pada
hiperkeratosis atau dermatosis likenifikasi dan untuk penyakit pada telapak tangan dan kaki.
Kortikosteroid topikal harus dihindari pada kulit dengan ulserasi atau atrofi.3,4
Bentuk potensi tinggi digunakan untuk jangka pendek (2 atau 3 minggu) atau secara
intermiten. Saat control terhadap penyakit sudah dicapai sebagian, penggunaan gabungan
potensi lemah harus dimulai. Pengurangan frekuensi pemakaian (misalnya pemakaian hanya
pada pagi hari, 2 hari sekali, pada akhir pekan) dilakukan ketika control terhadap penyakit
sudah tercapai sebagian. Tetapi penghentian pengobatan tiba-tiba harus dihindari setelah
penggunaan jangka panjang untuk mencegah rebound phenomena.4
Efek Samping
Efek samping dapat terjadi apabila:4,6
1.
2.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.4,5,6
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid menjadi beberapa tigkat,
yaitu:
3,4,6
Efek Epidermal
Efek ini antara lain:
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi
dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara
konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid interakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang
terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya
akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk:
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
Kesimpulan
Kortikosteroid topikal adalah obat yang dioleskan di kulit pada tempat tertentu
terutama pada beberapa penyakit dermatosis tertentu. Berdasarkan potensi klinisnya
dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super poten, potensi tinggi, potensi medium,
dan potensi lemah. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein
dengan menginduksi sintesis protein yang merupakan perantara efek fisiologis steroid.
Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
efek anti-inflamasi, anti-proliferasi, immunosupresan, dan vasokontriksi. Efek samping dapat
terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan serta pada
potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat
yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular. Efek samping lokal yang dapat terjadi meliputi
atrofi, telangiektasis, striae atrofise, purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis setempat,
hipopigmentasi, dan dermatitis perioral.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lewis V. Topical Corticosteroid, All NetDoctor. [serial online] 2007 Mei [cited 2010
December
29].
[screen
15].
Available
from
URL
:
http://www.netdoctor.co.uk/index.html.
2. Goldfien, A. Adenokortikosteroid dan Antagonis Adrenokortikal. In : Katzung B.G,
editor. Farmakologi Dasar Dan Klinik, Edisi 4. Jakarta : EGC ; 1998. p. 616-32.
3. Jones, J.B. Topical Therapy. In : Burns T, Breathnach S, Cox, N, Griffiths C, editors.
Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. Australia: Blackwell Publishing; 2004.
p75.16-23.
4. Valencia I.C, Kerdel F.A. Topical Corticosteroids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology in general
medicine. 7th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008.
p. 2102-6.
5. Robertson D.B, Mailbach H.I. Farmakologi Dermatologik. In : Katzung B.G, editor.
Farmakologi Dasar Dan Klinik, Edisi 4. Jakarta : EGC ; 1998. p. 97881.
6. Nesbitt Jr.L.T. Glucocorticosteroids. In: Bolognia J.L, editor. Dermatology, 2nd ed.
London : Mosby ; 2008. p. 1979 83.
10
TUGAS REFRAT
1. Hikmatiar:
a. Berapa lama sebaiknya pemakaian maksimal kortikosteroid topikal?
Jawab: pemakaian kortikosteroid topikal, terutama yang potensi tinggi,
sebaiknya hanya untuk jangka pendek, dalam hal ini tidak lebih dari 2 minggu,
untuk menghindari efek samping yang dapat terjadi.
b. Bagaimana cara mencegah agar tidak terjadi rebound phenomena?
Jawab: Pemberian kortikosteroid topikal jangka panjang tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba karena bisa menyebabkan terjadinya rebound
phenomena. Karena itu, sebelum penghentian pengobatan perlu dilakukan
tappering off dengan beberapa cara. Bila penyakit kulit sudah dapat terkontrol,
kortikosteroid topikal yang diberikan bisa diganti dengan potensi yang lebih
rendah. Dapat juga dilakukan pengurangan frekuensi pemakaian kortikosteroid
topikal, yaitu dari yang semula dipakai setiap hari, dapat dikurangi
pemakaiannya menjadi intermiten. Misalnya dengan pemakaian selang
seminggu, yaitu seminggu ini memakai kortikosteroid topikal dan seminggu
selanjutnya tidak, lalu seminggu berikutnya dipakai lagi, dan seterusnya.
Dapat juga dengan selang sehari, yaitu misalnya hari ini memakai
kortikosteroid topikal, besok tidak memakai, lalu lusa memakai lagi, dan hari
selanjutnya tidak, dan seterusnya.
11