Anda di halaman 1dari 26

PERAN KELUARGA DALAM MENINGKATKAN GIZI

MASYARAKAT

DISUSUN OLEH:

Syeba Jochebed Nathalia 1061050028


Ishak Andreas S 1261050048
Norma Diona P 1261050075
Priscilla Melinda Mangiri 1361050092
Thea Indah 1361050173

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA

PERIODE 24 JULI – 26 AGUSTUS 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
LATAR BELAKANG

1. Permasalahan gizi di Indonesia pada perempuan dan laki-laki

Permasalahan gizi di Indonesia mencakup kekurangan gizi dan kelebihan gizi. Hal

ini disebabkan oleh konsumsi pangan masyarakat masih belum sesuai dengan pesan gizi

seimbang. Riskesdas 2007, 2010, 2013 menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki

masalah kekurangan gizi. Kecenderungan prevalensi kurus (wasting) anak balita dari

13,6% menjadi 13,3% dan menurun 12,1%. Sedangkan kecenderungan prevalensi anak

balita pendek (stunting) sebesar 36,8%, 35,6%, 37,2%. Prevalensi gizi kurang

(underweight) berturut-turut 18,4%, 17,9% dan 19,6%. Prevalensi kurus anak sekolah

sampai remaja. Riskesdas 2010 sebesar 28,5% [Kemenkes, 2007, 2010, 2013].

Data Riskesdas 2007, 2010, 2013 juga memperlihatkan kecenderungan prevalensi

obes (IMT > 25) semua kelompok umur. Anak balita 12,2%, 14% dan 11,9%;usia 6-19

tahun (Riskesdas 2007, 2010) naik dari 5,2% menjadi 5,9%; orang dewasa dan usia lanjut

(Riskesdas 2007, 2010) naik dari 21,3% menjadi 22,8%. Pada Riskesdas 2013 laki-laki

obes 19,7% dan perempuan 32,9% [Depkes, 2008; Kemenkes, 2010, 2013].

Gizi yang tidak optimal berkaitan dengan kesehatan yang buruk. Gizi yang tidak

baik adalah faktor risiko penyakit tidak menular ( PTM), seperti penyakit kardiovaskular

(penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi dan stroke), diabetes serta kanker yang

merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Lebih separuh dari semua kematian di

Indonesia merupakan akibat PTM. [Depkes, 2008].


2. Kondisi masyarakat terhadap pemahaman gizi

Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya

manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan

dan hal ini terkait langsung dengan dengan upaya pemenuhan kesejahteraan masyarakat.

Karena peranan ini sangat penting, sehingga pangan dan gizi dapat diibaratkan sebagai

kebutuhan dan modal dasar pembangunan serta menjadi indikator untuk melihat

keberhasilan pembangunan.1

Salah satu indikator kualitas sumber daya manusia adalah keadaan gizi yang baik,

dimana kebutuhan dasar dapat tercukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Salah

satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah pengetahuan pangan dan gizi, selain faktor

kesediaan pangan, produksi pangan, dan pengeluaran pangan. Sehingga diperlukan

pendidikan gizi secara formal dan non formal. Pengetahuan gizi pada setiap individu dinilai

menjadi salah satu faktor yang penting dalam konsumsi pangan dan status gizi. Hal tersebut

berhubungan dengan pemberian menu, pemilihan bahan makanan, pemilihan menu,

pengolahan pangan, dan menentukan pola konsumsi pangan yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan.1

Penanganan kasus gizi buruk selama ini sering mengalami kendala dari aspek partisipasi

masyarakat. Masyarakat dianggap kurang aktif dalam memeriksakan kesehatan anak akibat

ketidaktahuan mereka tentang gizi dan penyakit gizi buruk. Masyarakat selama ini tidak

mengenal dengan baik apa yang dimaksud dengan gizi buruk, apakah yang anaknya

menderita gizi buruk atau tidak karena konsepsi sehat dan sakit yang mereka anut berbeda

dengan konsep sehat yang diberlakukan pemerintah dan aktor-aktor kesehatan. Dalam hal ini

yang mengetahui dengan pasti apakah seseorang menderita kekurangan gizi adalah petugas

kesehatan.1
Manusia tidak dapat dilepaskan dari hakikatnya sebagai makhluk kultural. Setiap

pengetahuan dan perilaku masyarakat tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya setempat,

termasuk dalam bidang kesehatan. Menurut Foster dan Anderson, sistem kesehatan adalah

salah satu hasil bentukan subsistem sosial budaya, medis, dan lingkungan. Sistem kesehatan

merupakan salah satu strategi yang dilakukan untuk beradaptasi terhadap perubahan

lingkungan dan ancaman penyakit yang didasari oleh kepercayaan yang dibangun oleh

budaya. Sehingga kondisi seseorang dapat disebut sehat atau sakit apabila sesuai dengan

konteks budaya tersebut.1

Penyakit dipahami sebagai sesuatu yang berasal dari luar tubuh manusia sehingga

menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Anak yang menderita gizi buruk tidak

mengalami gangguan dari luar tubuh mereka. Anak yang kedapatan mengalami

keterlambatan pertumbuhan misalnya, badan yang kurus dan pendek, dianggap sebagai

dampak dari faktor genetika. Apabila orang tua memiliki bentuk tubuh yang kurus dan

pendek, maka sifat ini akan menurun kepada anaknya. Orang yang sedang sakit dikaitkan

dengan ketidakmampuannya melakukan kegiatannya sehari-hari, terlihat lemah, dan tidak

dapat beranjak dari tempat tidur.2,3

Kemiskinan selalu dikaitkan dengan ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi seluruh

kebutuhan untuk hidup layak akibat kurangnya penghasilan. Hal ini kemudian berdampak

pada pengurangan alokasi penghasilan untuk kegiatan konsumsi pangan yang bergizi.

Kemiskinan juga ditengarai sebagai penyebab dari rendahnya pengetahuan ornag tua terhadap

pola asuh anak yang baik dan benar. Ketidakadaan biaya membuat orang tua tidak dapat

memberikan pendidikan yang tinggi pada anak, sehingga ketika dewasa, anak tidak bisa

memberikan pengasuhan yang benar pada anaknya karena kurangnya pengetahuan yang

dimiliki. Kemiskinan nyatanya bukan menjadi faktor tunggal yang menjadi faktor terjadinya
kasus gizi buruk secara tidak langsung. Budaya ternyata memiliki peran penting dalam

melanggengkan kemiskinan.3

Oscar Lewis memperlihatkan bahwa kemiskinan bukanlah semata-mata berupa

kekurangan dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran

kebudayaan dan psikologi. Corak ini kemudian diwariskan dari generasi orang tua kepada

anak-anak melalui proses sosialisasi, sehingga jika dilihat dalam perspektif Lewis,

kebudayaan kemiskinan itu tetap lestari. Budaya kemiskinan merupakan bentuk adaptasi

mereka terhadap kondisi yang serba kekurangan, sehingga mendorong sikap pasrah

menerima nasib dan mengharapkan bantuan dari orang lain.2

Budaya menentukan mana yang disebut makanan, komponen makanan, dan waktu yang

diperbolehkan untuk mengonsumsi makanan. Masyarakat kemudian hanya mengonsumsi

makanan yang dikenalnya saja, akibatnya sangat sulit untuk meyakinkan orang untuk

menyesuaikan makanan tradisionalnya demi kepentingan gizi yang baik. Selain itu

kebudayaan juga mendikte kapan mereka lapar dan apa yang harus dimakan untuk

memuaskan rasa lapar mereka.3

3. Pemanfaatan bahan pangan lokal

Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi

sumber daya wilayah dan budaya setempat. Pangan lokal merupakan yang sudah dikenal,

mudah diperoleh, beragam jenisnya, bukan diimpor dan dapat diusahakan untuk memenuhi

kebutuhan sendiri atau dijual. Setiap daerah memiliki keunggulan pangan lokal yang berbeda

sesuai dengan tingkat produksi dan konsumsi. Saat ini pangan lokal merupakan komoditi

yang penting untuk dikembangkan dengan tujuan meningkatkan mutu dan citranya termasuk

hasil olahannya baik produk jadi atau setengah jadi. Hasil pengembangan tersebut nantinya

akan dapat dihasilkan aneka produk olahan pangan lokal yang berkualitas. Upaya
pengembangan juga diharapkan akan meningkatkan konsumsi pangan lokal yang beragam

dan memenuhi gizi.3

Sejak terjadinya krisi moneter yang menyebabkan meningkatnya jumlah anak dengan

status gizi kurang akibat kurangnya konsumsi pangan, pangan lokal mulai digalakkan sebagai

bahan pangan yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan gizi. Pangan lokal yang

beragam jenisnya dipakai sebagai bahan dasar pembuatan makanan untuk mengatasi status

gizi kurang. Selain itu kandungan gizi dalam pangan lokal juga dapat digunakan untuk

mengatasi beberapa masalah gizi di Indonesia. Namun demikian, perlu kita pahami bahwa

tidak ada satu bahan pangan yang mampu menyediakan kandungan gizi dalam jumlah dan

jenis yang lengkap. Oleh karena itu, konsumsi pangan perlu beraneka ragam agar dapat saling

menutup kekurangan yang ada dalam bahan makanan.3

4. Pentingnya kemitraan gender dalam pemenuhan gizi keluarga

Peranan orang tua yaitu seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang

berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam

keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dalam keluarga, kelompok dan masyarakat.

Peran keluarga sangatlah penting bagi anak usia sekolah, terutama terhadap status gizi

mereka.Adapun perannya adalah sebagai pendidik dan penyedia. Sejak dalam kandungan

peran orangtua sangatlah penting, orangtua harus mencukupi gizi anak dengan

mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Balita menderita

gizi buruk, baru akan diketahui saat anak berusia satu sampai lima tahun, anak harus

menerima asupan makanan seimbang. Jika berat badan anak kurang, maka asupan gizi harus

diperbanyak sesuai kebutuhan. Maka diperlukan kekreatifan orangtua memberikan asupan

makanan. Anak harus diberikan air susu ibu (ASI) ekslusif selama enam bulan, setelah enam

bulan sampai anak berumur satu tahun dikenalkan dengan makanan kasar. 2
Pemberian gizi yang paling tepat bagi anak-anak adalah tetap berpedoman pada "Gizi

Seimbang". Manurut para pakar, pemenuhan nutrisi pada anak dipengaruhi beberapa faktor

seperti pengetahuan seperti pengetahuan gizi keluarga (terutama ibu), daya beli keluarga,

kondisi fisik anak, dan lain-lain. Selain peran status gizi dipengaruhi oleh keluarga dan daya

beli keluarga. Pengembangan anak sangat dipengaruhi oleh ibu baik secara positif maupun

negatif. Interaksi ibu berpengaruh secara langsung terhadap anak.3

Peran ibu dalam keluarga khususnya dalam rangka pemenuhan asupan nutrisi pada

anak balita berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu dan tingkat

pengetahuan ibu tentang gizi. Wanita yang berpendidikan lebih rendah atau tidak

berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang berpendidikan

lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah umumnya tidak dapat/sulit diajak memahami

dampak negatif dari mempunyai banyak anak (Khomsan dan Kusharto dalam Khomsan et al.,

2004). Pendidikan yang rendah, terutama pada perempuan yang umumnya berperan di sektor

domestik atau menjadi pengasuh dari anggota keluarga akan menyebabkan anak tidak cukup

mendapat makanan bergizi seimbang, tidak mendapat ASI Eksklusif, tidak mendapat MP-

ASI yang tepat serta kurang mendapat zat gizi makro dan mikro dalam kuantitas dan kualitas

yangcukup. Selain itu, tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan

meningkatnya pendidikan, kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat

meningkatkan daya beli makanan (Hartriyanti dan Triyanti dalam Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat FKM-UI, 2007). Terkait dengan pekerjaan ibu, dalam penelitian

Suryono dan Supardi (2004) disebutkan bahwa pekerjaan ibu secara statistik tidak

berhubungan dengan status gizi anak batita, namun pekerjaan memiliki OR 5.26 yang berarti

jika ibu bekerja maka kemungkinan 5.26 kali lebih banyak pengaruhnya terhadap terjadinya

gizi buruk dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Keterbatasan pengetahuan ibu tentang gizi

merupakan faktor penyebab tidak langsung timbulnya masalah gizi buruk. Pengetahuan gizi
ibu adalah tingkat pemahaman ibu tentang pertumbuhan anak balita, perawatan dan

pemberian makan anak balita gizi buruk dan pemilihan serta pengolahan makanan anak balita

gizi buruk.2

Sedangkan peran ayah juga sangat penting dalam menentukan gizi keluarga. Peran ayah

dimulai bukan saat anak lahir, namun ketika sang ibu merencanakan kehamilan. Di mana

ayah berperan memberikan dukungan penuh agar ibu dan janin sehat dengan asupan gizi

seimbang, cukup istirahat dan olahraga. Ketika anak lahir, ayah kembali berperan penting

memastikan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan pertama umur bayi.

Untuk memperlancar ASI, maka ibu membutuhkan asupan gizi lebih banyak ketimbang saat

hamil, rileks dan bahagia yang tentunya memerlukan dukungan ayah. Ayah bisa menjadi

penyedia dan pengolah makanan, juga pendukung utama agar ibu dan anak sehat.2
TUJUAN

1. Meningkatkan pengetahuan keluarga terhadap gizi seimbang.

2. Menumbuhkan perilaku dalam kemitraan gender.

3. Menumbuhkan kepedulian keluarga dalam mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.

SASARAN

1. Ibu Hamil

2. 1000 hari kehidupan

3. Balita dan anak usia sekolah (6-12 tahun)

4. Remaja, usia produktif dan lansia


1. Gizi yang dibutuhkan balita

Gizi merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu

menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses

kehidupan. Disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang

karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas

kerja. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi dua, yaitu zat

gizi mikro dan zat gizi makro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah

besar. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak, dan

protein. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil atau

sedikit tetapi ada dalam makanan. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah

mineral dan vitamin.4

1.1 Energi

Balita membutuhkan energi (sebagai kalori) untuk memungkinkan mereka untuk

beraktifitas serta untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh mereka. Tubuh mendapatkan

energi terutama dari lemak dan karbohidrat tetapi juga beberapa dari protein. Anak-anak usia

balita membutuhkan kalori yang cukup banyak disebabkan bergeraknya cukup aktif pula.

Mereka membutuhkan setidaknya 1500 kalori setiap harinya. Dan balita bisa mendapatkan

kalori yang dibutuhkan pada makanan-makanan yang mengandung protein, lemak dan gula.4

1.2 Protein

Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh,

serta untuk membuat enzim pencernaan dan zat kekebalan yang bekerja untuk melindungi

tubuh balita. Kebutuhan protein secara proporsional lebih tinggi untuk anak-anak daripada

orang dewasa. Asupan gizi yang baik bagi balita juga terdapat pada makanan yang

mengandung protein. Karena protein sendiri bermanfaat sebagai prekursor untuk


neurotransmitter demi perkembangan otak yang baik nantinya. Protein bisa didapatkan pada

makanan-makanan seperti ikan, susu, telur 2 butir, daging 2 ons dan sebagainya. Sumber

protein ikan, susu, daging, telur, kacang-kacangan. Tunda pemberiannya bila timbul alergi

atau ganti dengan sumber protein lain.Untuk vegetarian, gabungkan konsumsi susu dengan

minuman berkadar vitamin C tinggi untuk membantu penyerapan zat besi.4

1.3 Lemak

Beberapa lemak dalam makanan sangat penting dan menyediakan asam lemak esensial,

yaitu jenis lemak yang tidak tersedia di dalam tubuh. Lemak dalam makanan juga berfungsi

untuk melarukan vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K. Anak-anak

membutuhkan lebih banyak lemak dibandingkan orang dewasa karena tubuh mereka

menggunakan energi yang lebih secara proposional selama masa pertumbuhan dan

perkembangan mereka. Namun, Anjuran makanan sehat untuk anak usia lebih dari 5 tahun

adalah asupan lemak total sebaiknya tidak lebih dari 35% dari total energi. Sumber lemak

dalam dalam makanan bisa di dapat dalam : mentega, susu, daging, ikan, minyak nabati.4

1.4 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan pati dan gula dari makanan. Pati merupakan komponen utama

dari sereal, kacang-kacangan, biji-bijian dan sayuran akar. Karbohidrat merupakan sumber

energi utama bagi anak. Hampir separuh dari energi yang dibutuhkan seorang anak sebaiknya

berasal dari sumber makanan kaya karbahidrat seperti roti, seral, nasi, mi, kentang. Anjuran

konsumsi karbohidrat sehari bagi anak usia 1 tahun keatas antara 50-60%. Anak-anak tidak

memerlukan ‘gula pasir’ sebagai energy serta madu harus dibatasi. Dalam kehidupan sehari-

hari manusia membutuhkan karbohidrat sebagai energi utama serta bermanfaat untuk

perkembangan otak saat belajar dikarnakan karbohidrat di otak berupa Sialic Acid. Begitu

juga dengan balita, mereka juga membutuhkan gizi tersebut yang bisa diperoleh pada
makanan seperti roti, nasi kentang, roti, sereal, kentang, atau mi. Kenalkan beragam

karbohidrat secara bergantian. Selain sebagai menu utama, karbohidrat bisa diolah sebagai

makanan selingan atau bekal sekolah seperti puding roti atau donat kentang yang lezat.4

1.5 Serat

Serat adalah bagian dari karbohidrat dan protein nabati yang tidak dipecah dalam usus

kecil dan penting untuk mencegah sembelit serta gangguan usus lainnya. Serat dapat

membuat perut anak menjadi cepat penuh dan terasa kenyang, menyisakan ruang untuk

makanan lainnya sehinga sebaiknya tidak diberikan berlebih.3,4

1.6 Vitamin dan Mineral

Vitamin adalah zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil

untuk banyak proses penting yang dilakukan dalam tubuh. Mineral adalah zat anorganik yang

dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi. Makanan yang berbeda memberikan vitamin

dan mineral yang berbeda dan memiliki diet yang bervariasi dan seimbang . Ini penting untuk

menyediakan jumlah yang cukup dari semua zat gizi. Ada beberapa pertimbangan pemberian

zat gizi untuk diingat, seperti pentingnya zat besi dan pemberian vitamin dalam bentuk

suplemen.4

1.7 Zat besi

Usia balita merupakan usia yang cenderung kekurangan zat besi sehingga balita harus

diberikan asupan makanan yang mengandung zat besi. Makanan atau minuman yang

mengandung vitamin C seperti jeruk merupakan salah satu makanan yang mengandung gizi

yang bermanfaat untuk penyerapan zat besi.4


1.8 Kalsium

Balita juga membutuhkan asupan kalsium secara teratur sebagai pertumbuhan tulang dan

gigi balita. Salah satu pemberi kalsium terbaik adalah susu yang diminum secara teratur.4

2. Contoh pengolahan bahan makanan pada balita

Pemberian makanan pada balita harus dapat memenuhi kebutuhan balita yang meliputi

kebutuhan kalori serta kebutuhan zat gizi utama. Cara pengolahan makanan untuk balita ada

bermacam-macam, contohnya ada makanan untuk balita sudah tersedia dalam bentuk instant

(makanan komersial) dan makanan yang dibuat sendiri. Secara komersial makanan tersebut

tersedia dalam bentuk tepung campuran insant atau biskuit yang beredar di pasaran seperti

promina, nestle, sun dan lain-lain. Produk ini dibuat dengan mencampur atau

memformulasikan bahan yang mengandung zat gizi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan

mineral. Selain memiliki nilai cerna tinggi, makanan tersebut memiliki nilai sosial, ekonomi,

budaya maupun agama.5

Cara-cara menyiapkan harus memperhatikan kebersihan, memakai bahan baku yang

segar dan dengan metode memasak yang baik antara lain pengukusan lebih baik dari

perebusan, dan penyaringan lebih baik dari penggorengan. Bahan-bahan makanan dipotong-

potong kecil atau dicacah dan digiling agar mudah dikunyah, ditelan dan dicernakan.5

Menu juga harus mengandung cukup lemak yang berfungsi memenuhi kebutuhan asam

lemak esensial serta melarutkan vitamin yang larut di dalam lemak. Menu seimbang juga

harus cukup mengandung vitamin, mineral dan air untuk menjaga dan memelihara kesehatan

tubuh anak.5

Menu pada batita adalah menu peralihan dari menyusui dan makanan lunak (Mpasi) ke

makanan semi padat, contohnya nasi tim, bubur dan lauk pauk. Sedangkan menu pada anak
pra sekolah hampir menyamai menu orang dewasa, hanya bumbu yang dipakai tidak boleh

terlalu tajam, terlalu pedas atau asam, karena dapat mengganggu system pencernaan anak.5

Tujuan:

1. Menanamkan kebiasaan makan yang baik dan benar kepada anak.

2. Memberikan gizi yang seimbang sesuai kebutuhan untuk tumbuh kembang

anak yang optimal.

3. Memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh anak terhadap penyakit.

Makanan yang baik bagi anak terdiri dari:

1. Sumber zat tenaga (beras, beras jagung, kentang, sagu, bihun, mie roti,

macaroni, biscuit)

2. Sumber zat pembangun (ayam, ikan, daging, telur, hati, keju, susu, kacang-

kacangan, tahu, tempe)

3. Sumber zat pengatur (sayur dan buah yang berwarna segar)5

 Bahan makanan yang dibatasi

Makanan dan minuman yang manis atau gurih seperti dodol, coklat (kecuali

coklat bubuk), permen, junk food dan soft drink.

 Hal-hal yang perlu diperhatikan

 Gunakan bahan makanan yang beraneka ragam.

 Pilih bahan makanan yang mudah dicerna.

 Irisan lauk pauk dan saur dibuat dalam potongan-potongan kecil.

 Gunakan bumbu yang tidak terlalu merangsang (pedas).


 Hindari makanan yang membuat tersedak seperti kacang goreng, anggur atau

kelengkeng dalam bentuk utuh.

 Gunakan alat makan yang aman, menarik dan berwarna-warni.

 Higienitas dan pengolahan bahan makanan yang baik

Higienitas atau kebersihan bahan makanan mutlak diperhatikan. Buah-buahan

dan sayuran harus dibersihkan dengan cermat guna menghilangkan paparan dari

pupuk, pestisida atau zat anti hama lainnya. Sumber protein hewani seperti ikan,

udang, kerang dan daging juga perlu diteliti kesegarannya. Sebaiknya jangan memilih

bahan pangan yang tidak segar lagi.4,5

Sebelum membersihkan bahan pangan, tangan harus dicuci dengan sabun

sampai bersih. Air yang digunakan untuk membersihkan buah-buahan, sayuran dan

bahan pangan haruslah bersih guna menghindari kontaminasi bakteri. Peralatan yang

dipakai untuk mencuci dan menampung bahan makanan yang telah dicuci juga harus

bersih. Pencucian jenis buah dan sayuran harus berhati-hati karena dapat

menghilangkan kandungan vitamin di dalamnya.6


3. Masalah Gizi Pada Balita

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi

buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga

menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan

kebodohan dan keterbelakangan. Pasien–pasien yang masuk ke rumah sakit dalam kondisi

status gizi buruk juga semakin meningkat. Umumnya pasien–pasien tersebut adalah balita.

Salah satu tanda gizi buruk balita adalah berat badan balita di bawah garis merah dalam Kartu

Menuju Sehat (KMS) balita. Masalah gizi buruk balita merupakan masalah yang sangat

serius, apabila tidak ditangani secara cepat dan cermat dapat berakhir pada kematian.6

Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara berkembang termasuk di

Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi yang kurang diantaranya Kurang Energi

Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

(GAKY), dan Anemia. Selain masalah gizi kurang, akhir-akhir ini ditemukan juga dampak

dari konsumsi berlebih atau gizi lebih, tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak

dan balita. Masalah yang sering muncul adalah obesitas (berat badan berlebih), yang akan

diikuti dengan timbulnya penyakit seperti jantung koroner, diabetes melitus, stroke, dan yang

lainnya.6

Status gizi pada balita dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak

langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi balita ialah penyakit infeksi dan

asupan makan balita, sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi balita

diantaranya ialah pendidikan, pengetahuan, ketrampilan keluarga dan ketahanan pangan yang

berkaitan dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota

keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya serta pemanfaatan

pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan, dengan penyebab dasar struktur atau kondisi

ekonomi (Adisasmito, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Trimanto (2008), terdapat


hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita di Kabupaten

Sragen. Proporsi balita yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan

pendapatan. Semakin kecil pendapatan, semakin tinggi persentase balita yang kekurangan

gizi, semakin tinggi pendapatan, semakin rendah persentase gizi buruk. Pendapatan

merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi secara tidak langsung. Hal

ini menyangkut daya beli keluarga untuk memenuhi ketersediaan pangan dalam rumah

tangga atau kebutuhan konsumsi makan untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan

perkembangan anak.6

4. Kemitraan gender (pengetahuan yang harus dimiliki suami, keterlibatan suami

dalam pemenuhan gizi dalam usia balita)

Balita merupakan kelompok umur yang rentan terkena masalah gizi. Secara nasional,

prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan

13,9% gizi kurang. Masih tingginya prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia

menunjukkan perilaku gizi di tingkat keluarga masih belum baik.6

Keluarga Sadar Gizi adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya melakukan

perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah gizi yang dijumpai oleh anggota

keluarganya dan mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang

dijumpai oleh anggota keluarganya. Faktor penguat yang mempengaruhi pelaksanaan Kadarzi

adalah dukungan sosial suami. Menurut Setiyarti (2011) dukungan keluarga yang terpenting

adalah suami. Terdapat empat jenis dukungan sosial, yaitu dukungan emosional,

penghargaan, instrumental, dan informatif. Dukungan sosial suami memberikan pengaruh

dalam mengambil keputusan akhir tindakan istri. Hal ini sudah menjadi tradisi yaitu segala

sesuatu harus dengan persetujuan suami. Sehingga dapat mempengaruhi pola asuh gizi balita

yang dapat mempengaruhi dalam keberhasilan pelaksanaan Kadarzi.6


5. Kecukupan Gizi Balita

a. Anak usia 0-6 bulan


Bayi berumur sekurang-kurangnya 6 bulan cukup diberikan ASI. ASI merupakan sumber
makanan paling lengkap dan komposisinya seimbang bagi bayi. Adanya faktor protektif dan
nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian
anak menurun.2

b. Anak usia 6-24 bulan


Pada anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi semakin meningkat dan
tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja. Pada usia ini anak berada pada periode
pertumbuhan dan perkembangan cepat, mulai terpapar terhadap infeksi dan secara fisik mulai
aktif, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi harus terpenuhi dengan memperhitungkan
aktivitas bayi/anak dan keadaan infeksi.2
Setelah 6 bulan pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan
makanan bayi, ASI hanya akan memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan bayi, sedangkan yang
30-40% harus dipenuhi dari makanan pendamping atau makanan tambahan. Makanan
pendamping ASI adalah makanan atau minuman tambahan yang mengandung zat gizi, yang
diberikan kepada bayi atau anak usia 6- 24 untuk memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI.7
Pada usia 6 bulan, bayi mulai diperkenalkan kepada makanan lain, mula-mula dalam
bentuk lumat, makanan lembik dan selanjutnya beralih ke makanan keluarga saat bayi berusia
1 tahun. apabia anak mengalami kesulitan dalam menerima MP-ASI maka dapat terjadi
hambatan 3 dalam masa peralihan ke dalam makanan keluarga serta terjadi malnutrisi yang
menjadi penyebab terbanyak kematian pada balita.7
c. Usia 2 – 5 Tahun

Pada tahap usia ini anak mulai belajar berbagai keterampilan sosial. Aktivitas fisik dan

gerak tubuhnya pun beragam, seperti bersepeda, berlarian, berlompatan. Begitu juga

kemampuan berpikirnya seperti mengenal huruf, angka dan warna sudah mulai dilakukan

pada usia ini. Makanan sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya menjadi sangat penting

untuk menunjang aktivitas anak. Untuk anak usia 3 – 5 tahun, zat – zat gizi yang diperlukan

akan digunakan tubuh untuk pertumbuhan dan 21 perkembangan serta memperkuat daya

tahan tubuhnya. Berikut zat – zat gizi yang diperlukan :


6. Gizi yang diButuhkan Anak 6-12 tahun

Anak usia sekolah memerlukan makanan yang kurang lebih sama dengan yang

dianjurkan untuk anak presekolah terkecuali porsinya harus lebih besar karena kebutuhannya

yang lebih banyak, mengingat bertambahnya berat badan dan aktivitasnya.7


a. Energi

Anak usia sekolah akan cenderung banyak melakukan aktivitas fisik di luar daripada

anak balita. Oleh karena itu, aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk

metabolisme basal. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem

penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk

bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk

mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa

dari tubuh.8

Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak dan minyak,

kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohdirat, seperti padi-

padian, umbi-umbian dan gula murni merupakan sumber energi.7

b. Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah

air. Tersedianya protein dalam tubuh, mencukupi atau tidaknya bagi keperluan-keperluan

yang harus dipenuhinya, adalah sangat tergantung dari susunan bahan makanan yang

dikonsumsi seseorang setiap harinya.7

Secara garis besarnya fungsi protein dalam tubuh adalah sebagai berikut:

1. Sebagai zat pembangun bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

2. Sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh

3. Sebagai pemberi tenaga dalam keadaan energi kurang tercukupi oleh karbohidrat dan

lemak.

Sumber protein terdapat di bahan makanan hewani yang merupakan sumber protein yang

baik, dalam jumlah mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein

nabati adalah kacang, kedelai dan hasilnya seperti tempe dan tahu serta kacang-kacangan

lainnya.7
7. Kecukupan Gizi Anak 6-12 tahun

Jumlah kebutuhan gizi pada anak ditentukan oleh berbagai faktor antara lain jenis

kelamin, berat badan dan aktivitas sehari-hari. Adapun angka kecukupan energi dan protein

yang dianjurkan bagi anak umur 7-12 tahun sebagai berikut :


Anjuran porsi makan sehari (6-9 tahun)

 nasi 4 porsi (1 p nasi = 150 g nasi)

 Sayuran 3 porsi (1 p sayur = 100 g)

 3 porsi buah (1 p buah = 100 g)


 Tempe 3 porsi ( 1 p tempe = 50 g)

 Daging 2 porsi (1 p daging = 50 g)

 Susu 1 porsi (1 p susu = 200 ml = 1 gls)

 Minyak 5 porsi (1 p minyak = 5 g)

 Gula 2 porsi (1 p gula = 10g)

Anjuran porsi makan sehari untuk anak laki- laki (10-12 tahun)

 nasi 5 porsi (1 p nasi = 150 g nasi)

 Sayuran 3 porsi (1 p sayur = 100 g)

 Buah 4 porsi (1 p buah = 100 g)

 Tempe 3 porsi ( 1 p tempe = 50 g)

 Daging 2 ½ porsi (1 p daging = 50 g)

 Susu 1 porsi (1 p susu = 200 ml = 1 gls)

 Minyak 5 porsi (1 p minyak = 5 g)

 Gula 2 porsi (1 p gula = 10g)

Anjuran porsi makan sehari untuk anak perempuan (10-12 tahun)

 nasi 4 porsi (1 p nasi = 150 g nasi)

 Sayuran 3 porsi (1 p sayur = 100 g)

 Buah 4 porsi (1 p buah = 100 g)

 Tempe 3 porsi ( 1 p tempe = 50 g)

 Daging 2 ½ porsi (1 p daging = 50 g)

 Susu 1 porsi (1 p susu = 200 ml = 1 gls)

 Minyak 5 porsi (1 p minyak = 5 g)

 Gula 2 porsi (1 p gula = 10g)

8. Pengolahan Bahan Makanan Anak Usia 6-12 tahun

Bahan makanan tidak hanya cukup memenuhi karbohidrat, protein dan lemak saja.

Perhatikan pula kandungan vitamin dan juga antioksidan sehingga mendapatkan makanan
yang sehat dan mengandung banyak manfaat untuk kesehatan anak. Sehingga penting

memperhatikan kedua hal tersebut selama memilih bahan makanan yang akan diolah.4,7

Dalam pemilihan bahan makanan untuk anak usia 6-12 tahun, hindari menggunakan

tambahan MSG berlebih, pewarna yang tidak alami, gula tambahan, bahan kimia lainnya

yang dapat membahayakan kesehatan. Pada jenis karbohidrat agar tidak mengalami

kejenuhan maka dapat dibuat dalam bentuk tim beras merah, jagung yang direbus atau ubi

yang dibuat pure. Sedangkan untuk berbagai jenis protein perhatikan dalam cara

pengolahannya, kandungan protein yang berada di dalam telur sebaiknya tidak diolah terlalu

lama apabila direbus cukup 7-8 menit saja sehingga kandungan protein dan vitamin tidak

hilang. Kemudian cara mengolah ayam dan daging jangan lupa untuk membuah kulit atau

lemak yang terlalu banyak sehingga anak dapat terjaga kesehatannya, terlebih bagi anak yang

memiliki kelebihan berat badan.7

9. Masalah Gizi Pada Anak Sekolah

Dampak negatif dari penyakit dan gizi buruk pada anak-anak dapat terasa sepanjang

masa pertumbuhan mereka. Selain itu meskipun resiko kematian yang diakibatkan penyakit

dan gizi buruk pada anak usia sekolah cukup kecil, penyakit dan gizi buruk dapat

mempengaruhi partisipasi dan kemajuan di sekolah serta proses belajar mereka. Sebagai

akibat lebih lanjut dari tingginya angka BBLR dan kurang gizi pada masa balita dan tidak

adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan yang sempurna pada masa berikutnya, maka tidak

heran apabila pada usia sekolah banyak ditemukan anak yang kurang gizi.5

Sepanjang tahun 2007 prevalensi gizi kurang pada anak sekolah dasar mencapai 30,1%

anak usia sekolah di Indonesia, gambaran ini ditemukan baik pada laki-laki maupun

perempuan dengan rincian 10% anak SD yang baru masuk sekolah menderita Kurang Energi

Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) yang ditandai dengan
adanya pembesaran kelenjar gondok masih diderita oleh 9,1% anak SD, Kurang Vitamin A

(KVA) diderita oleh 3% anak SD dan Anemia gizi besi diderita oleh 8% anak SD. Gizi Lebih

sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam

jaringan adiposa sedemikian sehingga mengganggu kesehatan.8

Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan Gizi

Lebih meningkat sangat tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang

membahayakan. Kejadian Gizi Lebih di negara-negara maju seperti di negara-negara Eropa,

USA, dan Australia telah mencapai tingkatan epidemi. Akan tetapi hal ini tidak hanya terjadi

di negara-negara maju, di beberapa negara berkembang Gizi Lebih justru telah menjadi

masalah kesehatan yang lebih serius. Sampai dengan saat ini belum ada data nasional tentang

Gizi Lebih pada anak sekolah dan remaja. Akan tetapi beberapa survei yang dilakukan secara

terpisah di beberapa kota besar di pulau jawa menujukkan bahwa prevalensi Gizi Lebih pada

anak SD mencapai 4 % di Jawa Tengah, 6% di Jawa Barat dan 3 % di Jawa Timur.9

10. Kemitraan Gender (pengetahuan yang harus dimiliki suami, keterlibatan suami
dalam pemenuhan gizi dalam usia balita)

Ketahanan pangan menjadi semakin penting, karena pangan bukan hanya merupakan

kebutuhan dasar (basic need), tetapi juga merupakan hak dasar (basic right) bagi setiap umat

manusia yang wajib dipenuhi.10

Dilihat dari aspek gender, pentingnya pencapaian kesetaraan peran perempuan dan laki-

laki dalam pembangunan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai

suatu negara, serta membaiknya kesejahteraan masyarakat.10


DAFTAR PUSTAKA

1. Foster, G.M. & Anderson, B. G. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas

Indonesia Press. 1986.

2. Kemenkes RI. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. 2014. Diunduh dari :

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asi.pdf

3. Depkes RI. Pedoman Gizi Seimbang. Anung Sugihantono. 2014. Diunduh dari :

http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/PGS%20Ok.pdf

4. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/wa_workshop/docs/Gender-

Nutrition_FAO_IssuePaper_Draft.pdf

5. Exitalia M, Nasar SS. Makanan Pendamping ASI. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED,

Mexitalia , Nasar SS,penyunting. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik.

Cetakan Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. p. 117-26.

6. Kementerian Kesehatan RI. Ayo Dukung Gerakan Nasional Sadar Gizi. 2012.
Diunduh dari http://gizi.depkes.go.id/ayo-dukung-gerakan-nasional-sadar-gizi.

7. Depkes RI. Pedoman Gizi Seimbang. Anung Sugihantono. 2014. Diunduh dari :
http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/PGS%20Ok.pdf
8. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Model Pemberdayaan Masyarakat untuk

Mewujudkan Ketahanan Pangan. Jakarta: Departemen Pertanian. 2004.

9. Suparlan, P. Kemiskinan di Perkotaan: Bacaan Untuk Antropologi Perkotaan.

Jakarta: Yayasan Obor. 1995.

10. Depkes RI. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping ASI lokal. 2006.

Depkes RI : Bakti Husada.

Anda mungkin juga menyukai