Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. H DENGAN HERNIA


INGUINAL DEXTRA
DI RUANG DAHLIA RSUD Dr. R GOETENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Disusun oleh:

Nama : Hasna Rifdah Aliifah


NIM : 210102035

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(…….……………………. ..) (……………………………..)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
HARAPAN BANGSA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI HERNIA INGUINAL


Hernia inguinalis adalah penonjolan organ, seperti usus dan jaringan yang
ada di dalam perut ke area inguinal atau selangkangan. Hernia inguinalis
merupakan salah satu jenis hernia yang paling sering terjadi, terutama pada
pria.
Pada hernia inguinalis, organ atau jaringan yang menonjol biasanya
berasal dari usus kecil atau jaringan lemak. Akan tetapi, pada wanita,
terkadang hernia inguinalis berasal dari organ reproduksi wanita, contohnya
indung telur (ovarium) atau saluran indung telur (tuba falopi).
Kebanyakan hernia inguinalis tidak menyebabkan nyeri. Namun,
terkadang tonjolan dapat terasa nyeri terutama saat penderita membungkuk,
mengangkat benda berat, atau batuk. Meski umumnya tidak berbahaya, hernia
inguinalis tidak bisa sembuh dengan sendirinya dan berisiko menimbulkan
komplikasi.
Hernia inguinalis terjadi ketika usus atau lemak dari perut menonjol
melalui dinding perut bagian bawah ke daerah inguinal, atau selangkangan.
Akibatnya, timbul tonjolan atau pembengkakan pada daerah selangkangan
atau pembesaran skrotum (kantung buah pelir). Tonjolan ini terutama
dirasakan ketika batuk, membungkuk, atau mengangkat benda yang berat.
Hernia inguinalis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
penonjolan jaringan lunak, melalui bagian yang lemah dibagian bawah dinding
perut di lipatan paha. Berasarkan studi epidemiologi didapatkan Hampir 75 %
dari hernia abdomen merupakan hernia inguinalis.

B. ETIOLOGI HERNIA INGUINAL


Etiologi dari hernia indirek erat kaitannya dengan kelainan
embriologi inguinal dan penurunan testis. Sehingga hernia indirek tergolong
hernia kongenital, meski dengan onset usia beragam. Pada hernia indirek
etiologi tonjolan hernia adalah prosesus vaginalis yang gagal menutup.
Kondisi lain yang menimbulkan peningkatan tekanan intraabdomen
juga berkontribusi pada pembentukan hernia, antara lain pada kehamilan,
batuk kronis, dan mengejan saat berkemih atau defekasi. Pada hernia direk,
proses patologi terjadi akibat dinding abdomen, secara khusus fascia
transversalis, yang melemah. Hal ini diperkirakan akibat kelainan
metabolisme kolagen. Ditemukan peningkatan kolagen tipe III, yaitu serabut
yang tipis, dan penurunan kolagen tipe I, yaitu serabut yang tebal. Hal ini
menyebabkan matriks kolagen pada dinding abdomen melemah, sehingga
individu seperti ini lebih rentan mengalami hernia inguinalis.
Penyebab terjadinya suatu hernia antara lain peningkatan tekanan
dalam perut (intra abdomen) yang bisa disebabkan oleh kegemukan,
kehamilan, massa tumor dalam perut, angkat berat, sulit buang air besar,
atau buang air kecil yang berlangsung lama atau batuk kronis. Selain itu
juga bisa disebabkan oleh faktor bawaan, turunan atau faktor usia.
Hernia juga bisa terjadi pada wanita karena wanita memiliki saluran
inguinalis. Namun berbeda dengan pria, tonjolan hernia pada wanita akan
tampak pada selangkangan karena tak ada skrotum. Hernia inguinalis lebih
lazim dialami bayi prematur karena proses tumbuh kembang yang tak
optimal dalam kandungan. Riwayat keluarga yang menderita hernia juga
berkontribusi sebagai salah satu faktor risiko.
Sebagian besar kondisi hernia inguinalis disebabkan oleh penuaan–
meskipun terkadang pada beberapa situasi bisa terjadi pada siapapun.
Terkait penuaan, seiring dengan pertambahan usia, bisa membuat otot-otot
di sekitar perut melemah yang memicu terjadinya hernia inguinalis.
Hernia inguinalis terkadang bisa muncul tiba-tiba setelah memberi tekanan
pada perut, seperti mengejan di toilet jika kamu mengalami sembelit atau
membawa dan mendorong beban berat. Selain itu, hernia inguinalis juga
kerap dikaitkan dengan batuk berat yang intens.

C. TANDA DAN GEJALA HERNIA INGUINAL


Gejala yang sering terjadi pada hernia inguinalis adalah adanya benjolan
pada daerah lipat paha.
Jika hernia medialis maka benjolan cenderung berbentuk bulat dan langsung
menonjol ke depan, benjolan pada hernia medialis tidak akan pernah turun
sampai ke kantong zakar (scrotum). Pada hernia inguinalis lateralis maka
benjolan cenderung berbentuk lonjong dan pada kondisi lanjut benjolan ini
bisa turun sampai ke kantong zakar.
Pada tahap awal atau jika belum terjadi komplikasi benjolan ini muncul jika
penderita batuk, mengedan atau mengangkat barang berat. Benjolan ini akan
hilang jika pasien berbaring atau tidur. Pada kondisi tertentu atau jika terjadi
komplikasi maka benjolan ini tidak bisa masuk dan menimbulkan keluhan
nyeri sampai perut kembung, demam, mual muntah dan benjolan bisa
berubah warna menjadi kemerahan, teraba hangat dan nyeri jika disentuh.
Dalam kondisi benjolan tidak muncul maka bisa teraba adanya defek atau
celah atau lubang tempat keluar masuknya hernia.
Beberapa gejala hernia inguinalis, antara lain:
 Timbul tonjolan pada selangkangan.
 Tonjolan akan membesar ketika sedang batuk atau berdiri.
 Tonjolan bisa terasa nyeri ketika disentuh.
 Nyeri ketika batuk, berolahraga, atau membungkuk.
 Area selangkangan terasa lemah atau tertekan.
 Bagian selangkangan terasa berat atau seperti ada yang tertarik.
 Timbul rasa nyeri dan pembengkakan pada area sekitar testis, karena
sebagian usus masuk ke dalam kantong skrotum.
 Nyeri, mual, dan muntah jika bagian usus yang keluar terjepit pada
celah hernia dan tidak dapat dikembalikan.
Hernia inguinalis sering kali tidak disadari. Orang yang mengalami kondisi
ini umumnya akan merasakan adanya tonjolan atau benjolan di
selangkangan. Pada beberapa pria, tonjolan dapat meluas sampai ke skrotum
sehingga membuat skrotum tampak membesar.
Tonjolan akibat hernia inguinalis bisa hilang timbul atau menetap. Jika
tonjolannya menetap, beberapa gejala yang dapat muncul berupa:
 Sensasi berat pada penonjolan
 Rasa perih atau terbakar pada penonjolan
 Rasa sakit dan pembengkakan pada selangkangan
 Nyeri saat batuk, mengedan, atau membungkuk
Selain pada orang dewasa, hernia inguinalis juga bisa terjadi pada anak-anak
dan bayi yang baru lahir. Biasanya, tonjolan pada selangkangan akan
muncul saat anak menangis, batuk, atau saat buang air besar.
D. KOMPLIKASI HERNIA INGUINAL
Jika hernia inguinalis dibiarkan, usus dan jaringan bisa terjepit dan
menyebabkan hernia strangulata. Kondisi ini berbahaya karena bisa
menyebabkan:
 Kerusakan pada usus dan jaringan yang terjepit
 Kerusakan testis akibat tekanan dari hernia
 Infeksi pada organ yang terjepit
 Penyumbatan saluran pencernaan
Komplikasi hernia inguinalis yang umum terjadi, antara lain:
Hernia inkarserata (terkurung)
Hernia yang macet atau terkurung ini terjadi ketika isi hernia terperangkap
di dinding perut. Jika dokter tidak dapat mengembalikan posisinya, bisa
menyebabkan obstruksi usus sehingga sulit untuk buang air besar. Obstruksi
juga dapat menyebabkan gejala tambahan lain, mulai dari seperti sakit perut,
muntah, dan mual.
Hernia strangulata (terjepit)
Terkadang, hernia yang macet dapat memotong aliran darah ke usus dan
perut, menyebabkan kematian jaringan. Ini adalah keadaan darurat yang
mengancam jiwa yang membutuhkan pembedahan.
Pada kondisi tertentu hernia mengalami kondisi tidak biasa masuk
dan bertambah besar. Ini disebut hernia strangulata jika ada gangguan pasase
usus/strangulasi dan biasa disebut hernia terjepit. Atau hernia tidak bisa
masuk namun tidak ada keluhan nyeri atau mual muntah ini disebut hernia
acreta/perlengketan. Pada kondisi strangulasi penderita harus tenang dan
berbaring dengan rileks jangan diurut atau ditekan untuk memasukkan isinya,
karena tindakan mengurut bisa memperparah keadaan bahkan bisa
menyebabkan kebocoran usus yang terjepit. Segera bawa ke rumah sakit
karena kondisi ini membutuhkan penanganan segera/emergensi sebelum
terjadi kerusakan terhadap usus yang terjepit.
Ada juga komplikasi terkait dengan operasi penanganan hernia, seperti:
 Risiko anestesi
 Infeksi luka
 Perdarahan
 Luka yang menimbulkan rasa sakit
 Cedera pada organ lain

Menurut Bilotta (2012, hal. 348), komplikasi hernia ada 3 yaitu :


a. Strangulata
Strangulata terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat semakin
banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran
isi usus di ikuti dengan gangguan vaskuler (proses strangulata).
b. Obstruksi usus
Obstruksi usus ini dapat disebabkan oleh kesulitan mekanik atau
fungsional, dan terjadi ketika gas atau cairan tidak dapat bergerak
dengan normal melewati usus.
c. Infeksi
Infeksi merupakan kolonisasi atau terdapat mikroorganisme pada
jaringan luka yang ditempatinya atau setelah pembedahan.
E. PATOFISIOLOGI HERNIA INGUINAL
Berdasarkan patofisiologi terbentuknya, hernia inguinalis diklasifikasikan
menjadi hernia inguinalis direk dan indirek. Klasifikasi hernia inguinalis
direk dan indirek menunjukkan posisi hernia terhadap arteri epigastrika
inferior dan segitiga Hasselbach pada dinding abdomen. Selain klasifikasi
tersebut, berdasarkan keluar masuknya hernia melalui celah defek, hernia
juga dibedakan menjadi hernia reponibilis dan ireponibilis.

Hernia Indirek
Pada hernia indirek atau lateralis, isi abdomen menonjol melalui anulus
inguinalis profunda, yang terjadi pada sisi lateral dari pembuluh epigastrika.
Hernia tipe ini disebabkan oleh kegagalan penutupan embrionik dari
prosesus vaginalis. Pada pria, jalur hernia indirek mengikuti jalur yang sama
dengan jalur penurunan testis. Pada masa perkembangan organ berkemih
dan reproduksi, testis berpindah dari abdomen menuju skrotum.

Patofisiologi terjadinya hernia inguinalis erat kaitannya dengan kegagalan


penutupan prosesus vaginalis dan juga faktor genetik yang berhubungan
dengan pembentukan jaringan ikat. Faktor predisposisi dari hernia inguinalis
antara lain peningkatan tekanan intra-abdomen, prosesus vaginalis yang
paten, berat badan bayi lahir rendah, jenis kelamin, prematuritas, dan
sindrom terkait gangguan jaringan ikat. Simpulan penelitian ini ialah
patofisiologi terjadinya hernia inguinalis pada anak erat kaitannya dengan
kegagalan penutupan prosesus vaginalis dan faktor genetik dalam
pembentukan jaringan ikat dengan faktor predisposisi yang bervariasi.

Menurut Nurarif dan Kusuma dalam buku NANDA (2015, jilid 2


hal. 78), hernia juga dapat terjadi karena faktor pencetus misalnya karena
aktivitas yang berat, bayi prematur, kelemahan dinding abdomen, intra
abdomen yang tinggi, dan karena adanya tekanan. Beberapa contoh hernia
yang membutuhkan tindakan pembedahan, hernia umbilikalis terbagi
menjadi dua yaitu hernia umbilikaslis kongenital yang terjadi karena
masuknya omentum organ intestinal yang menyebabkan gangguan suplai
darah ke intestinal yang mengakibatkan nekrosis intestinal, sedangkan
hernia paraumbilikalis terjadi karena kantong hernia melewati dinding
abdomen yang menyebabkan protusi hilang timbul yang
membuatketidaknyamanan abdomen.

Pada hernia inguinal itu sendiri terjadi karena kantong hernia


memasuki celah inguinal yang menyebabkan dinding posterior kanalis
yang lemah, akibatnya benjolan pada regio inguinal di atas ligamentum
inguinal mengecil bila berbaring. Dari beberapa contoh hernia di atas
maka intervensi yang dilakukan saat itu adalah pembedahan.

Efek pembedahan hernia dapat mengakibatkan resiko tinggi


perdarahan atau resiko tinggi infeksi karena terputusnya jaringan syaraf
yang dapat menyebabkan nyeri, dan juga dapat mengakibatkan asupan gizi
kurang karena terjadi mual yang dapat menyebabkan nafsu makan klien
menurun dan dapat terjadi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK HERNIA INGUINAL


Untuk mendiagnosis hernia inguinalis, dokter akan melakukan tanya jawab
seputar keluhan, aktivitas, dan riwayat kesehatan, termasuk riwayat operasi dan
cedera di area perut sebelumnya.
Selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, antara lain
dengan melihat dan menyentuh hernia. Selama pemeriksaan, dokter akan
meminta pasien untuk berdiri, batuk, atau mengejan, agar hernia dapat terlihat
atau diraba lebih jelas.
Jika hasil pemeriksaan fisik dianggap masih kurang, dokter akan meminta
pasien untuk menjalani pemindaian dengan USG, CT scan, atau MRI, guna
melihat organ dalam dan jaringan tubuh pasien secara mendetail.

Dokter akan mengenali penyakit hernia dengan melakukan tanya jawab secara
detail selanjutnya dengan melakukan pemeriksaan secara teliti dan cermat.
Sifat benjolan yang hilang timbul, berada pada daerah lipatan paha, benjolan
bentuk memanjang sampai ke kantong scrotum sudah jelas menunjukkan suatu
hernia. Diperjelas dengan adanya riwayat yang menunjang terjadinya seperti
batuk lama, pekerjaan yang mengangkat beban, sulit buang air besar atau buang
air kecil, kegemukan, dll.
Dokter juga mungkin merekomendasikan sejumlah tes penunjang pemeriksaan,
seperti:
 Ultrasonografi (USG) perut
 Pemindai tomografi terkomputasi (CT scan)
 Pencitraan resonansi magnetik (MRI)
Selain menegakkan diagnosis, lewat serangkaian prosedur pemeriksaan ini
dokter akan menentukan jenis penanganan yang tepat untuk hernia yang dialami
pasien.
Diagnosis hernia inguinalis umumnya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat
klinis, berupa keluhan benjolan pada pangkal paha, yang dapat disertai rasa
tidak nyaman atau nyeri. Keluhan biasanya bertambah berat jika pasien berdiri
lama, mengejan, atau batuk.

G. PENATALAKSANAAN UMUM HERNIA INGUINAL


Penatalaksanaan hernia inguinalis ditentukan dengan melakukan triage
pasien berdasarkan keparahan gejala ke dalam kelompok observasi (watchful
waiting), atau pembedahan. Sebagai contoh, pasien laki-laki asimtomatik atau
hanya bergejala minimal, dan pasien hamil dengan hernia inguinalis tanpa
komplikasi dalam diobservasi. Pada praktek klinis dahulu, ditemukannya hernia
merupakan indikasi untuk pembedahan.
Pembedahan elektif dilakukan guna mengurangi risiko hernia inkarserata,
serta meningkatkan kenyamanan pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Sedangkan pembedahan gawat darurat dilakukan pada kasus strangulasi
maupun obstruksi. Pada hernia asimtomatik, dapat dilakukan observasi
(watchful waiting). Namun, pasien hernia inguinalis yang bergejala, misalnya
memiliki tonjolan hernia yang besar, atau mengalami hernia berulang,
dianjurkan untuk melakukan pembedahan elektif.
Taksi adalah keterampilan yang berguna untuk dapat bekerja dengan aman
saat akses ke operasi darurat terganggu.
Analgesia dan Sedasi
Taksi melibatkan sedasi sadar menggunakan kombinasi obat untuk
mengurangi rasa sakit (analgesia) dan untuk membantu relaksasi (sedasi).
Rejimen obat paling populer yang dijelaskan dalam literatur untuk pengurangan
hernia inguinalis secara manual adalah diazepam dan morfin intravena. Namun,
belakangan ini midazolam dengan morfin menjadi kombinasi yang lebih
popular.
Taksi memang membutuhkan waktu untuk bekerja dengan aman. Memahami
farmakokinetik obat apa pun yang diberikan membuat teknik ini lebih aman.
Hindari rute intramuskular, karena penyerapan obat dapat bervariasi. Rute
intravena lebih disukai, dengan akses intravena dipertahankan setiap saat.
Morfin intravena membutuhkan waktu 5-10 menit untuk bekerja. Sebaiknya
dititrasi, berikan 1 mg bolus setiap menit sampai gejala nyeri membaik.
Midazolam intravena memiliki onset aksi yang lebih cepat tetapi masih
membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk mencapai efek yang baik. Sekali
lagi, 1 mg bolus per menit setelah morfin diberikan. Pengenceran obat dengan
salin normal membuat bolus yang tidak disengaja lebih dari 1 mg per menit
lebih kecil kemungkinannya. Ingat, onset kerja tertunda dengan kedua obat
dalam keadaan curah jantung rendah.
Pernyataan kuncinya adalah bahwa dosis obat ini harus individual, dan dosis
efektif terkecil harus digunakan. Hal ini terutama berlaku pada pasien geriatri
atau lemah, kondisi jantung rendah, penyakit hati, atau albumin serum rendah.
Dosis umum morfin adalah 5–10 mg (0,1–0,15 mg/kg), dan
midazolam/diazepam, 2,5–5 mg.
Komunikasi teratur dengan pasien, selain membuat mereka nyaman,
memungkinkan pemantauan tingkat sedasi. Pemantauan harus dilanjutkan ke
dalam periode pemulihan, karena durasi kerja obat analgesia/sedasi.
Efek samping utama morfin adalah hipotensi. Penekanan pernapasan juga dapat
terjadi, dan risikonya meningkat dengan pemberian bersama obat penenang .
Nalokson digunakan untuk mengatasi overdosis opiat—awalnya 100–200 µg
(1,5–3 µg/kg) dengan injeksi intravena bolus. Karena nalokson memiliki durasi
kerja yang lebih pendek daripada banyak opiat, pemantauan ketat dan
pemberian nalokson berulang kali diperlukan sesuai dengan laju pernapasan dan
kedalaman koma sering diperlukan.
Midazolam adalah benzodiazepine pilihan untuk digunakan dalam sedasi sadar
karena cepat dan short-acting, yang membuatnya lebih aman daripada misalnya
Diazepam. Efek dari obat yang bekerja lebih lama tidak dapat diprediksi dan
obat dapat menunjukkan interaksi yang tidak diinginkan, yang sulit
dikendalikan. Namun demikian, diazepam memang memiliki beberapa manfaat
dibandingkan midazolam untuk tambahan efek relaksan otot sentralnya yang
mungkin bermanfaat selama taksi.
Benzodiazepin dikontraindikasikan pada insufisiensi paru akut dan kelemahan
pernapasan neuromuskular yang nyata. Overdosis benzodiazepin biasanya
dimanifestasikan oleh depresi sistem saraf pusat mulai dari kantuk hingga
koma. Awalnya, stimulasi sistem saraf pusat dengan kesemutan perioral
mungkin ada. Flumazenil, adalah agen pembalikan untuk benzodiazepin,
diberikan sebagai bolus intravena pada 0,01 mg/kg hingga 2 mg selama 15
detik.
Ingat istilahnya 'sedasi sadar'. Berikan obat secara perlahan titrasi respon. Ingat
waktu untuk memulai tindakan. Pemantauan pasien pasca-taksi penting, karena
ini sering kali saat kesadaran mungkin hilang, dan resusitasi mungkin
diperlukan. Selalu periksa dan patuhi pedoman sedasi lokal Anda atau minta
ahli anestesi untuk membantu Anda dan yang terbaik untuk hadir selama
prosedur.
Reduksi manual
Pengurangan hernia manual dilakukan menggunakan kedua tangan dengan
pasien dalam posisi Trendelenburg sebanyak yang dapat ditoleransi. Pertama,
defek fasia harus diidentifikasi dengan palpasi lembut di sekitar dasar karung
hernia inkarserata.
Penting untuk diingat anatomi 3D kanalis inguinalis. Hernia langsung lebih
mudah untuk dikurangi tetapi hernia tidak langsung dapat dengan mudah
menyebabkan tekanan diterapkan ke arah yang salah. Beberapa penulis
menggambarkan tarikan lembut pada bagian distal kantung pertama dengan
arah menjauhi tubuh.
Hal ini memungkinkan isi untuk menyelaraskan diri ke arah kanal yang akan
membuat reposisi lembut isi hernia kembali ke rongga perut lebih mudah.
Manuver ini bisa menyakitkan karena memang seluruh manipulasi dan setiap
kontraksi perut karena rasa sakit membuat pengurangan lebih sulit atau bahkan
tidak mungkin dilakukan. Itulah mengapa penting untuk bekerja secara perlahan
dan lembut dan jika memungkinkan, berikan sedasi/analgesia yang dititrasi
efeknya untuk mencapai tingkat kenyamanan dan dengan demikian relaksasi
dinding perut.

H. PATHWAY HERNIA INGUINAL


I. KLASIFIKASI HERNIA INGUINAL
Terdapat dua jenis hernia inguinalis, yakni:
1. Hernia inguinalis langsung
Disebut hernia inguinalis direk atau hernia inguinalis medialis. Pada jenis
hernia ini defek yang terjadi tidak melalui saluran (canalis) inguinalis dan
disebut medialis karena letaknya disebelah medial (tengah) dari canalis.
Hernia jenis ini frekuensi terjadinya lebih rendah dibanding hernia
inguinalis tidak langsung.

2. Hernia inguinalis tidak langsung


Disebut hernia indirek karena jenis hernia ini terjadi melewati saluran
inguinal dan letaknya disebelah lateral/pinggir dibanding hernia medialis.
Jenis hernia ini lebih umum dibanding hernia medialis.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN HERNIA INGUINAL


 Gangguan rasa nyaman b.d Nyeri (D.0074)
 Hipovolemia b.d Kekurangan intake cairan (D.0023)
 Risiko defisit nutrisi b.d Keenggangan untuk makan (D.0032)
 Defisit Pengetahuan b.d Kurang terpapar informasi (D.0111)
 Risiko pendarahan b.d Tindakan pembedahan (D.0012)

K. INTERVENSI KEPERAWATAN HERNIA INGUINAL


 Hipovolemia b.d Kekurangan intake cairan (D.0023)
Manajemen Hipovolemia (I.03116)
1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. Membrane mukosa
kering, haus, lemah, tekanan darah menurun)
2. Monitor intake dan output cairan
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan posisi modified Trendelenburg
5. Berikan asupan caira oral
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
7. Kolaborasi pemberian cairanIV isotonis (mis. NaCI, RL)
 Gangguan rasa nyaman b.d Nyeri (D.0074)
Terapi Relaksasi (I.09326)
1. Anjurkan mengambil posisi nyaman
2. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
3. Ciptakan ligkungan tenang
4. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
5. Gunakan pakaian longgar
6. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan tektik
sebelumnya
 Risiko defisit nutrisi b.d Keenggangan untuk makan (D.0032)
Manajemen Nutrisi (I.03119)
1. Identifikasi status nutrisi
2. Monitor berat badan
3. Monitor asupan makanan
4. Berikan suplemen makanan, jika perlu
5. Berikan makan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Identifikasi makanan yang disukai
 Defisit Pengetahuan b.d Kurang terpapar informasi (D.0111)
Edukasi Kesehatan (I.12383)
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan
3. Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya
5. Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
6. Ajarkan perilaku hidup sehat dan bersih
 Risiko pendarahan b.d Tindakan pembedahan (D.0012)
Pencegahan Perdarahan (I.02067)
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor tanda tanda vital
3. Pertahankan bed rest selama perdarahan
4. Batasi tindakan invasive, jika perlu
5. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
6. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
Reskita A. Igirisa, Harsali F. Lampus, Andriessanto C. Lengkong. (2023).
“Patofisiologi dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hernia Inguinalis pada
Anak”. https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/msj/article/view/45120
(3 Juli 2023 / 20.00 WIB)

M. Pawlak, B. East and A. C. de Beaux. (2021). “Algorithm for management of an


incarcerated inguinal hernia in the emergency settings with manual reduction. Taxis,
the technique and its safety”.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8147903/
(3 Juni 2023 / 20.05 WIB)

Putri, SCRIBD. (2017). “Pathway Hernia”.


https://www.scribd.com/document/350017724/Pathway-Hernia#
(3 Juni 2023 / 20.10 WIB)

Ade Wegi Pambudi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP. (2014). “BAB 2, Hernia Inguinal”
https://repository.ump.ac.id/2264/3/ADE%20WEGI%20PAMBUDI%20BAB
%20II.pdf (3 Juni 2023 / 20.15 WIB)

dr. Wahyu Sulistio Wibowo, Sp.B.KBD, Primaya Hospital Makassar. (2022). “Hernia
Inguinalis: Gejala, Mencegah dan Mengobati” https://primayahospital.com/bedah-
digestif/hernia-inguinalis/ (3 Juni 2023 / 20.20 WIB)

Anda mungkin juga menyukai