Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN KRITIS

Laporan Pendahuluan Emboli Paru

DISUSUN OLEH:
Oki Susira (181440131)

Dosen Pengampu :
Eny Erlinda Widyaastuti, NS, M.Kep., Sp.Kep.MB

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG
TAHUN 2020
Emboli Paru
A. Konsep Teori
1. Definisi
Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah penyumbatan
arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang
terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan
darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban,
sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan
mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh
darah. Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri
pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner
dan suddarth,2001.621).

2. Etiologi
Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth
(2001.621) disebabkan oleh
a. Bekuan darah
b. Gelembung udara
c. Lemak
d. Sel tumor

3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran
thrombus dan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh
thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada
adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan
mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat
menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea
adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan
takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan
sinkop. (brunner dan suddarth,2011)
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal
dapat menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak,
nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak.
(brunner dan suddarth, 2001.621) Emboli kecil multiple dapat
tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark
kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai
bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan
suddarth,200.621)
4. Patofisiologi
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri
pulmonal, ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus
mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit maupun tidak
sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari
bekuan dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus
berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi
perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan
penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner dan
suddarth,2001.621)
Konsekuensi himidinamik adalah peningkatan tahanan
vascular paru akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular
pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan
akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk
mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel
kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl
kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan
terjadinya syok. (brunner dan suddarth,2001.621)

5. Tanda & Gejala


Tanda umum adalah:
a. dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus
b. nyeri dada pleuritik
c. haemoptysis
d. pingsan
e. tachikardia > 100/menit
f. tachipnoe > 20/menit
g. demam

Tanda Klinis
a. Gejala DVT dengan tanda bengkak pada kaki dan nyeri pada
perabaan vena
b. Denyut jantung > 100 per menit
c. Bedrest > 3 hari atau pembedahan dalam 4 minggu yang lalu
d. Sebelumya menderita DVT atau PE
e. Haemoptisis
f. PE ditemukan pada pemeriksaan poto thorak dan EKG
Gejala
a. dyspnea berat
b. nyeri dada
c. peningkatan tekanan vena
d. ada bukti gagal jantung kanan
e. hypotensi
f. shock

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth,
(2001.622) adalah :
a. Rontgen dada
Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat
meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi
diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri
pulonal dan efussi pleura.
b. EKG
EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter
atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan,
atau regangan vcentrikel kanan.
c. Pletismografi impedans
Pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya
troimbosis pada vena profunda.
d. Gas darah arteri
Gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan
hipoksemia dan hipokapnea.

7. Komplikasi
Komplikasi akibat emboli paru adalah :
a. Gagal napas,
b. Gagal jantung kanan akut, dan
c. Hipertensi

8. Penatalaksanaan Medis
Menurut brunner dan suddarth (2001.623) Tujuan pengobatan
adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan
mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru
dapat mencakup beragam modalitas :
a. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah
menjadi metoda primer secara tradisional untuk mengatasi
trombosis vena profunda akut dan embolisme paru.
b. Terapi trombolitik
Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin
juga digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama
pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik
menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan
memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar,
karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi,
oksigenasi, dan curah jantung.
c. Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan
vascular, Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status
pernafasan dan vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan
untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan
vasokontriksi vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi
paru.
d. Intervensi bedah, Intervensi bedah yang dilakukan adalah
embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam
kondisi berikut :
 jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan
gawat panas
 jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi
 jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar
mbuluh darah paru.
 Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi
dengan teknik bypass jantung paru.

9. Pencegahan
Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah Pada
orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru,
dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan
darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani
pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
a. Menggunakan stoking elastis
b. Melakukan latihan kaki
c. Bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan
gumpalan. Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan
aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan
gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi
yang paling banyak digunakan untuk mengurangi
pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah
pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat
dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah
operasi.

10. Intervensi kedaruratan


Embolisme paru masif adalah benar-benar mengancam jiwa,
kedarutan medis, kondisi klien cenderung menurun dengan
cepat.sasaran langsung pengobatan adalah untuk menstabilkan
system kardiorespirasi. Mayoritas klien yang mati akibat
embolisme paru masif mengalami penurunan kondisi dalam 2 jam
pertama setelah kejadian embolik.
Penatalaksanaan kedaruratan terdiri atas :
a. Oksigen nasal di berikan dengan segera untuk menghilangkan
hipoksemia,distres pernapasan,dan sianosis.
b. Infus itervena dimulai untuk membuat rute untuk mobat atau
cairan yangt akan diperlukan.
c. Dilakukan angiografi paru,tindakan-tindakan hemodinamik
,penentuan gas darah arteri,dan pemindaian perfusi
paru.peningkatan tahanan paru mendadak meningkatkan kerja
ventrikel kana,yang dapat menyebabkan gagal jantung akut
sebelah kanan syok kardiogenik.
d. Jika klien menderita akibat embolisme masif dan juga
hipotensif,kateter urin indwelling dipasang untuk memantau
haluaran urin.
e. Hipotensi diatasi dengan infuse lambat dobutamin (mempunyai
efek mendilatasi pada pembuluh pulmonal dan bronki)
dopamine.
f. EKG dipantau secara kontinu untuk mengetahui gagal ventrikel
kanan,yang dapat terjadi secara mendadak.
g. Glikosida digitalis,diuretic intravena dan agens andtidisritmia
diberikan bila dibutuhkan.
h. Darah diambil untuk diperiksa elektrolit serum,nitrogen urea
darah,hitung darah lengkap,dan hematokrit.
i. Jika pengkajian klinis dan gas darah menunjukkan kebutuhan
klien ditempatkan pada ventilator volume-terkomtrol.
j. Morfin intravena dosis kecil diberikan untuk menghilangkan
ansietas klien,untuk menyingkirkan ketidaknyamaan pada
dada,untuk memperbaiki toleransi selang endotrakea,dan untuk
memudahkan adaptasi terhadap ventilator mekanis.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan emboli paru meliputi :
a. Identitas Klien : Meliputi nama, umur, jenis
kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
b. Keluhan Utama: Klien sering mengeluh nyeri dada tiba – tiba
dan sesak napas. Keluhan utama akan menentukan prioritas
intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya
saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli
paru antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea,
hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
1) Batuk (Cough), Batuk merupakan gejala utama pada klien
dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama
klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga
bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik
(misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk
tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti,
kering.
2) Dyspne, Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk
bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif
klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk
melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah
dia mengalami dyspnea? Kaji juga kemungkinan timbulnya
paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang
berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal
jantung kiri.
3) Hemoptysi, Hemoptysis adalah darah yang keluar dari
mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah
tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau
perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna
merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera
oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis
antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru,
Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma,
emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.
4) Chest Pain, Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan
dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap
dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac
dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang
sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan
trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus
menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah
yang menimbulkan nyeri timbul.
a) Riwayat Kesehatan : Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri
kepala, sesak napas.
b) Riwayat Kesehatan Terdahulu: Apakah ada riwayat emboli
paru – paru sebelumnya, pembedahan, stroke, serangan
jantung, obesitas, patah tulang tungkai – tungkai / tulang
panggul, trauma berat. Perawat menanyakan tentang
riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat
menanyakan tentang :
1) Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan
penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan
bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang
menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup
hal-hal :
2)  Usia mulainya merokok secara rutin.
3) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari.
4)  Usia melepas kebiasaan merokok.
5) Pengobatan saat ini dan masa lalu.
6)  Alergi
7) Tempat tinggal
8) Riwayat Kesahatan Keluarga
a. Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami
penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami
klien.Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial
pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada
tiga, yaitu :
9) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa,
ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi
dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
10) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial,
menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu;
selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh
konflik keluarga atau kenalan dekat.
11) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah
yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak
menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk
penyakit tersebut.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ; emboli paru
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan
dengan gangguan aliran arteri atau vena.

3. Intervensi Keperawatan
a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ; emboli
paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 12
jam diharapkan nyerinya berkurang atauu menghilang.
Kriteria Hasil  :
 Klien memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan
dengan sering mengenali awaitan nyeri, menggunakan
tindakan pencegahan dan selalu melaporkan nyeri dapat
dikendalikan
 Klien dapat menunjukkan tingkat nyeri ringan, yang
dibuktikan dengan tidak ada ekspresi nyeri di wajah, tidak
gelisah, tidak merintih dan tidak menangis.
Intervensi        :
1) Pengkajian
 Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan
pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
 Mintalah klien untuk menilai nyeri atau
ketidaknyamanan pada skala 0-10.
 Dalam mengkaji nyerri klien gunakan kata-kata yang
sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan klien
 Manajemen nyeri
a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
lokasi, karakterristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
b) Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan khususnya
kepada mereka yang tidak mampu berkomunikassi secara
efek
2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Instruksikan pada klien untuk melaporkan kepada perawat
bila peredaan nyeri tidak tercapsai
b) Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang
disarankan
c) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau
opioid (misalnya resiko ketergantungan atau overdosis)
d) Manajeman nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri,
berapa lama akan berlangsung dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur.
Aktifitas kolaborasi
Manajemen nyeri NIC :
a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat.
b) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri klien di masa lalu.
b. Dx 2 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan pola napas klien kembali normal
Kriteria Hasil   :
 Menunjukkan ventilasi tidak terganggu yang dibuktikan dengan
kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas serta ekspansi dada
simetris.
 Menunjukkan pola napas efektif yang dibuktikan dengan tidak ada
penyimpangan tanda vital dari rentang nilai normal.

Intervensi        :

1) Pantau adanya sianosis dan pucat


2) Panatau efek obat pada status pernapasan.
3) Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
4) Pemantauan pernapasan (NIC) :
 Pantau kecepatan, kedalaman dan upaya pernapasan
 Auskultasi suara napas, perhatikan area penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan suara napas tambahan.
Aktifitas kolaborasi
1) Konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan
keadekuatan fungfi ventilator mekanis.
2) Beeikan obat (misalnya bronkodilator) sesuai dengan program atau
protokol.
3) Berikan terapi nebulizer dan oksigen sesuai program atau protokol.
4) Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan.

c. Diagnosa 3 : Gaangguan pertukaran gas berhubungan dengan


ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
Tujuan : Setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapakan ganguan pertukaran gas dapat teratasi
Kriteria Hasil     :
 Tidak ada gangguan pertukaran gas yang dibuktikan dengan tidak
adanya gangguan PaO2, PaCO2, pH arteri dan saturasi oksigen
 Klien tidak terlihat sesak saat istirahat maupun saat beraktifitas dan
klien tidak tampak gelisah
Intervensi          :
1) Pantau saturasi oksigen
2) Kaji suara paru : frekuensi, kedalaman dan usaha napas
3) Pantau kadar elektrolit
4) Manajemen jalan napas (NIC) : pantau status pernapasan dan
oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
d. Diagnosa 4 : Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal
berhubungan dengan gangguan aliran arteri atau vena
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan  perfusi jaringan kardiopulmonal kembali efektif
Kriteria Hasil   :
 Menunjukkan perbaikan status sirkulasi yang dibuktikan dengan
tidak ada gangguan PaO2 dan PaCO2 dan tidak ada suara napas
tambahan.
 Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan jantung dan jaringan paru.
Intervensi       :
1) Pantau nyeri dada (misalnya intensitas, durasi dan faktor
presipitasi)
2) Observasi perubahan segmen ST pada EKG
3) Pantau frekuensi jantung dan paru
4) Pemantauan pernapasan (NIC) :
5) Pantau peningkatan gelisa dan ansietas
6) Catat perubahan saturasi oksigen dan analisa gas darah arteri jika
perlu.
Aktifitas kolaborasi
Berikan obat berdasarkan program atau protokol (misalnya obat-obat
analgesik, antikoagulan, vasodilator.
DAFTAR PUSTAKA

A. Price Sylvia dan M. Wilson Clorraine. 2006. Patofisiologi. Edisi Ke – 6. EGC:


Jakarta
Brunner & Suddrath.2001. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku
kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S,EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai