Anda di halaman 1dari 43

Laporan Pendahuluan Keperawatan Anak

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah Praktik Klinik Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Oki Susira (181440131)

Dosen Pengampu :
Kartika, S. Kep., M. Sc
Dosen Pembimbing :
Nekka Juliani, S. Kep

Prodi DIII Keperawatan


Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
Tahun 2019
Laporan Pendahuluan Mengenai Berat Bayi Lahir Rendah

A. Definisi Berat Bayi Lahir Rendah


Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500
gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang
mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat mengakibatkan pada
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan
hidupnya (Prawirohardjo, 2006). BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37
minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk.,
2010).
B. Patofisiologi Berat Bayi Lahir Rendah
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR
terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan sosial ekonomi dan
sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan. BBLR dengan
faktor risiko paritas terjadi karena sistem reproduksi ibu sudah mengalami penipisan
akibat sering melahirkan Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi paritas ibu, kualitas
endometrium akan semakin menurun. Kehamilan yang berulang-ulang akan
mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015 : 669).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-86)  mekanisme
pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta dengan beberapa
mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO dan polysiklik hydrokarbon,
diketahui dapat menembus plasenta. Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan
dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah
mengangkut oksigen ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi arteri
umbilikal dan menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini mempengaruhi aliran darah
di plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna
mengalirkan darah diyakini menjadi penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit pada ibu
hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke
jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi plasenta, hal ini akan
mengganggu pertumbuhan janin sehingga akan memperkuat risiko terjadinya persalinan
prematur dan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah terutama untuk kadar
hemoglobin yang rendah mulai dari trimester awal kehamilan (Cunningham, et al., 2010).
Selain anemia, implantasi plasenta abnormal seperti plasenta previa berakibat terbatasnya
ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas permukaannya. Pada
keadaan ini lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan dan terbentuknya jaringan parut
sering terjadi, sehingga meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan
antepartum (Prawirohardjo, 2008). Apabila perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat
dipertahankan, maka terminasi kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun.
Hal ini menyebabkan tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan lahir
rendah disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat dipengaruhi dari
faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan
koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2
liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang persalinan sebelum kehamilan 28
minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan
kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin pada kehamilan tidak
sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian darah pada plasenta
untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan kembar distensi (peregangan) uterus
berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan
prematur (Amirudin & Hasmi, 2014 : 110-111). Menurut Saifuddin dalam Amirudin &
Hasmi (2013 : 111-112) kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan
dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai BBLR
atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat badan
dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-pecah dan
terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 : 176). Karena suplai
lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar dengan berat badan
menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan (Sondakh, 2013 : 152).
Sehingga bayi dengan BBLR dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia (Maryanti, 2012 : 171). Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan
struktur kulit belum matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan
terjadinya kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam
waktu yang lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah sekali
terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih
kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum sempurnanya
pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang dapat
menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan
kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps
setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.  Hal
tersebut menyebakan ketidakefektifan pola nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu jaringan lemak
subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang yang menyebabkan
malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ belum baik terutama pada otak
dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-sentrum vital yang menyebabkan reflek
menelan belum sempurna dan reflek menghisap lemah. Hal ini menyebabkan
diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif & Kusuma, 2015 54-55).
C. Klasifikasi Berat Bayi Lahir Rendah
Menurut Deslidel et al. (2011: 108)  klasifikasi BBLR, yaitu :
a.    BBLR prematur atau kurang bulan
1) Sindrom gangguan pernafasan ideopatik (penyakit membran hialin)
2) Pnemonia aspirasi karena refkek menelan dan batuk belum sempurna, bayi
belum dapat menyusui.
3) Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH) otak lateral
akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan)
4) Hipotermia karena sumber panas bayi prematur baik lemak subkutan yang masih
sedikit maupun brown fat belum terbentuk.
Beberapa ciri jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain :
a) Bayi menggigil
b) Kulit anak terlihat belang, merah putih atau timbul bercak-bercak.
c) Anak terlihat apatis atau diam saja.
d) Gerakan bayi kurang dari normal.
e) Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir dan
ujung-ujung jarinya. (Walyani, 2015 : 161).
5) Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang
BBLR tidak sesuai usia kehamilan atau dimatur
1)   Sindrom aspirasi mekonium
2)   Hiperbilirubinemia
3)   Hipoglikemia
4)   Hipotermia
D. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Rendah
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat bayi lahir rendah (Proverawati dan Ismawati,
2010), yaitu:
a. Faktor Orang Tua
1) Penyakit
Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.

a) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,


HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan
Herpes simplex virus), danpenyakit jantung.
b) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan
keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
E. Pathway
F. Pengkajian
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat badan
kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru, tumor
kandungan, kista, hipertensi
g. ADL
1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi urin
rendah
h. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
120-140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-rata
120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi
sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill  (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot
aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah
stridor, wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah,
kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi
dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau),
refleks menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro,
menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi,
ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang
kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500
gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar
kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan
atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan
rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita
klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun., nilai APGAR
pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.
3) Pengkajian Reflek Bayi
a) Reflek moro (kaget)
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba
digerakkan.
b) Reflek rooting (mencari)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi.
c) Refleks sucking (isap)
Terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai refleks
menelan.
d) Reflek Swallowing
Terjadi apabila bayi menelan Air susu ibu.
e) Refleks Tonikneck
Terjadi apabila kepala bayi kita angkat dan mendapat tahanan pada
kepala bayinya.
f) Refleks Plantar
Terjadi apabila tangan kita dapat di genggam oleh tangan bayi
g) Refleks Babinsky
Terjadi apabila telapak kaki bayi kita sentuh dan akan terjadi kerutan
pada telapak kaki bayinya itu menandakan turgor kulit bayi
negative / jelek , sebaliknya apabila tidak ada kerutan pada telapak
kaki bayinya berarti turgor kaki bayi negative /baik .
h) Reflek Walking
Terjadi apabila bayinya kita angkat akan terjadi reaksi pada kakinya
seperti berjalan.
4) Pengkajian APGAR
Penilaian APGAR score ini biasanya dilakukan sebanyak 2 kali. Yaitu 5
menit pertama bayi baru lahir dan 5 menit kedua atau 10 menit pertama
bayi baru lahir. Secara garis besar, penilaian APGAR score ini dapat
disimpulkan seperti berikut ini.
a) Appearance atau warna kulit:
Nilai APGAR 0 jika kulit bayi biru pucat atau sianosis
Nilai APGAR 1 jika tubuh bayi berwarna merah muda atau kemerah
merahan sedangkan ekstremitas ( tangan dan kaki) berwarna biru
pucat. Nilai APGAR 2jika seluruh tubuh bayi berwarna merah muda
atau kemerahan
b) Pulse atau denyut jantung:
Nilai APGAR 0 jika bunyi denyut jantung tidak ada atau tidak
terdengar
Nilai APGAR 1 jika bunyi denyut jantung lemah dan kurang dari
100 x/menit
Nilai APGAR 2 jika denyut jantung bayi kuat dan lebih dari 100
x/menit
Gremace atau kepekaan reflek bayi
Nilai APGAR 0 jika bayi tidak berespon saat di beri stimulasi
Nilai APGAR 1 jika bayi meringis, merintih atau menangis lemah
saat di beri stimulasi
Nilai APGAR 2 jika bayi menangis kuat saat bayi diberi stimulasi
c) Activity atau tonus otot
Nilai APGAR 0 jika tidak ada gerakan
Nilai APGAR 1 jika gerakan bayi lemah dan sedikit
Nilai APGAR 2 jika gerakan bayi kuat
d) Respiration atau pernafasan
Nilai APGAR 0 jika tidak ada pernafasan
Nilai APGAR 1 jika pernafasan bayi lemah dan tidak teratur
Nilai APGAR 2 jika pernafasan bayi baik dan teratur
5) Pengkajian Ballard Score

G. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi pola Nafas.
berhubungan dengan maturitas keperawatan selama 3x24 jam 2) Observasi frekuensi dan bunyi
pusat pernafasan, keterbatasan diharapkan status pernafasan pasien nafas
perkembangan otot, penurunan teratasi dengan kriteria: 3) Observasi adanya sianosis.
energi/kelelahan,  RR 30-60 x/mnt 4) Monitor dengan teliti hasil
ketidakseimbangan metabolik.  Spo2 diatas 93% pemeriksaan gas darah.

 Sianosis (-) 5) Tempatkan kepala pada posisi


 Sesak (-) hiperekstensi.
 Ronchi (-) 6) Beri O2 sesuai program dokter

 Whezing (-) 7) Observasi respon bayi terhadap


ventilator dan terapi O2.
8) Atur ventilasi ruangan tempat
perawatan klien.
9) Kolaborasi dengan tenaga
medis lainnya
Hipotermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi tanda-tanda vital.
kontrol suhu yang imatur dan keperawatan selama 3x24 jam 2) Tempatkan bayi pada incubator.
penurunan lemak tubuh diharapkan termoregulasi: baru 3) Awasi dan atur control
subkutan. lahir pasien teratasi dengan kriteria temperature dalam incubator
hasil: sesuai kebutuhan.
- Kulit hangat 4) Monitor tanda-tanda
- Sianosis (-) Hipertermi.
- Ekstremitas hangat 5) Hindari bayi dari pengaruh yang
- Suhu dalam rentang dapat menurunkan suhu tubuh.
normal 36-37C 6) Ganti pakaian setiap basah
7) Observasi adanya sianosis.
Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tanda-tanda infeksi.
dengan pertahanan imunologis keperawatan selama 3x24 jam 2) Isolasi bayi dengan bayi lain.
yang kurang diharapkan keparahan infeksi:baru 3) Cuci tangan sebelum dan
lahir pasien teratasi dengan kriteria: sesudah kontak dengan bayi.
- Suhu dalam rentang normal 4) Gunakan masker setiap kontak
36-37C dengan bayi.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi 5) Cegah kontak dengan orang
(kemerahan/nanah) pada yang terinfeksi.
umbilikus 6) Pastikan semua perawatan yang
- Leukosit 5.000-10.000 kontak dengan bayi dalam
keadaan bersih/steril.
7) Kolaborasi dengan dokter.
8) Berikan antibiotic sesuai
program.

Daftar Pustaka
Anonymuous, 2015. http://www.pediatric.com/. Di akses Tanggal 10 April 2015.
Arizona Health Matters. 2015. Babies with Low Birth
Weight.http://www.arizonahealthmatters.org/modules.php?op=modload&name=NS-
Indicator&file=indicator&iid=17275074. Di akses Tanggal 10 April 2015.
Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat. Yogyakarta :
AR Group.
Betz, LC dan Sowden, LA. 2002. Keperawatan Pediatrik  - Edisi 3. Jakarta : EGC.
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doenges, E.Marilynn. 2012.  Rencana Asuhan Keperawatan - Edisi 3.  Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Laporan Pendahuluan (LP) Keperawatan Anak Mengenai Pneumonia
A. Definisi
Pneumonia adalah suatu Penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya
dari suatu infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISNBA) (Sylvia A. Price) . dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak napas yang disebabkan agen infeksi seperti virus
bakteri mycoplasma atau fungi dan aspirasi substansi asing berupa radang paru-paru yang
disertai eksudasi dan konsiliasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis. pneumonia
adalah inflamasi atau infeksi parenkim paru terutama pada bronchiolus dan alveoli (Ball
dan Binder, 2003). peneumonia adalah peradangan pada parenhim paru (Nursalam,
2005).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Tubuh mempunyai daya tahan
yang berguna untuk melindungi dari bahaya infeksi melalui mekanisme daya tahan
traktus respiratorius. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit dengan sempurna faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya
akibat malnutrisi energi protein (MEP) penyakit menahun terutama pada paru, anestesi,
aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna.
Pada umumnya pembagian pneumonia menurut dasar anatomis dan etiologi.
pembagian rencana anatomis ialah : pneumonia lobaris , pneumonia loburalis
(bronkopneumonia), pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Sedangkan pembagian
etiologis ialah : bakteri (misalnya pelbagi kokus, H. influenza), virus, Mycoplasma
pneumonia, jamur, aspirasi (makanan, kerosen, amnion), pneumonia hipostatik, dan
sindrom Loeffle.
B. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi 2 bakteri penyebabnya yaitu:
a. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari garam positif berupa :
1) Streptococus pneumonia: Merupakan bakteri anaerob fakultatif bakteri
patogen ini ditemukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak
20-60% sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak
33%.
2) Staphylococus aurens : Bakteri anaerob fakultatif dapat memberikan obat
secara intravena (intravena drug abusers) memungkinkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-
paru memiliki daya paling kuat apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini
akan timbul tanda khas yaitu peradangan nekrosis dan pembentukan abses.
3) Entrococus (E. faecalis, E. faecium ) : organisme streptococus grup D
merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia adalah berasal dari gram negatif sering menyerang pada
pasien defisiensi imun atau pasien yang dirawat di rumah sakit dalam waktu yang
lama dan dilakukan pasca pemasangan endotracheal tube.
Contoh bakteri gram negatif di bawah ini adalah:
1) Pseudomonas aeruginosa bakteri anaerob bentuk batang dan memiliki bau
yang sangat khas.
2) klebsiella pneumonia bakteri anaerob fakultatif bentuk batang tidak berkapsul
pada pasien alkoholisme kronik diabetes atau ppok dapat meningkatkan
risiko terserang kuman ini.
b. Antipikal organisme.
Bakteri yang termasuk adalah mycoplasma , Chalmedia sp, legionella sp
2. Virus.
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi diduga virus penyebabnya adalah
cytomegalivirus, Herpes Simplex virus, Varicella Zoster virus .
3. Fungi.
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik di mana
spora jamur masuk ke dalam tubuh sangat bergantung pada organisme yang benar
adalah Candida SP Aspergillus SP cryptococcus neoformans.
C. Manifestasi Klinis
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering tterjadi
pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 - 40,5 bahkan dengan infeksi
ringan. Mungkin malas dan peka rangsangan atau terkadang euforia dan lebih aktif
dari normal, beberapa anak berbicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningial tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan
awitan demam tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada
punggung dan leher, adanya tanda-tanda kerning dan brudzinski, dan akan berkurang
pada saat suhu turun.
3. Anoreksi, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang
lebih besar atau lebihh sedikit melalui tahap demam darii penyakit, seringkali
memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, pada anak mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai
infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri
apendiksitis.
7. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit
(rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi.
8. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti
hanya selama fase akut.
9. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi,
krekels.
11. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat nafas cepat saja.
a. Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan :  50 kali/menit
b. Pada anak umur 1 tahun – 5 tahun :  40 kali/menit
D. Anatomi Fisiologi Pernafasan
1. Anatomi pernafasan
a) Hidung
merupakan saluran udara pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh
sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berfungsi untuk menyaring
dan menghantarkan udara (Muttaqin, 2019).
b) Faring
faring merupakan persimpangan antara jalan nafas dan Jalan makanan terdapat di
dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher. Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan
makanan (Mutaqqen, 2009).
c) Laring (pangkal tenggorokan)
pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikalis dalam dan masuk ke dalam trakea di bawahnya (Muttaqin, 2009).
d) Trakea (batang tenggorokan)
trakea batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-
20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
atau huruf C sebelah dalam diliputi oleh sel bersilia yang berfungsi untuk
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama sama dengan udara
pernapasan percabangan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut Karina
(Muttaqin,, 2009).
e) Bronkus (cabang tenggorokan)
Bronkus atau Cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea yang terdiri
dari 2 buah pada ketinggian vetebrata torakalis IV dan V (Muttaqen 2019).
f) Paru-paru
paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung Hawa atau alveoli alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel jika dibentangkan luas permukaan nya kurang lebih 90 cm2 pada lapisan
inilah terjadi pertukaran udara (Muttaqin 2009).
2. Fisiologi pernafasan
Pernapasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung
oksigen dan menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh Adapun guna dari pernapasan Yaitu mengambil O2 yang
dibawa oleh darah keseluruh tubuh untuk pembakaran mengeluarkan CO2 sebagai
sisa dari pembakaran dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang menghangatkan
dan melembabkan udara pada dasarnya sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian
saluran udara yang menghangatkan udara luar agar bersentuhan dengan membran
kapiler alveoli terdapat beberapa mekanisme yang berperan memasukkan udara ke
dalam paru-paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanisme
Pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru disebut sebagai ventilasi atau
bernapas kemudian adanya pemindahan O2 dan CO2 melintasi membran alveolus
kapiler yang disebut dengan difusi sedangkan pemilihan oksigen dan karbondioksida
antara kapiler kapiler dan sel-sel tubuh yang disebut dengan perfusi atau pernapasan
internal (Mutaqin 2009).
Proses Pernafasan
Proses pernapasan terdiri dari menarik dan melakukan nafas. Satu kali bernapas
adalah 1 kali inspirasi dan 1 kali ekspirasi. Bernapas diatur oleh otot pernapasan yang
terletak pada Samsung penyambung dalam kurung medula oblongata. Inspirasi terjadi
bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus phrenicus lalu muncul
datar titik ekspirasi terjadi pada saat otot mengendur dan rongga dada mengecil.
Proses pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura
dan paru-paru. Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan jaringan dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat
dibagi menjadi 3 stadium titik yang pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya
campuran gas-gas kedalam dan keluar luar paru-paru titik yang kedua adalah
transportasi yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi Gas Gas antara alveolus dan
kapiler paru-paru dalam kurung respirasi eksternal dan antara darah sistemik dengan
sel-sel jaringan distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyelesaiannya
dengan distribusi udara dalam alveolus alveolus dan reaksi kimia fisik dari oksigen
dan karbondioksida dengan darah titik stadium akhir yaitu respirasi sel dimana
metabolit dioksida untuk mendapat energi dan karbon dioksida yang terbentuk
sebagai tempat proses metabolisme sel akan dikeluarkan oleh paru-paru titik
(Muttaqien 2019).
E. Komplikasi
Komplikasi pada pneumonia mencakup pada gangguan di efusi fleura dan emfiema, yang
menjalar menyebabkan hipoksemia serta menyebabkan pneumonia kronik dan
bronkietasis (Ridha, 2014)
F. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral
dan tetap tinggal di rumah, penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas
atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawatt dan antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan
alat bantu nafas mekanik/
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya
membaik dalam waktu dua minggu. Penatalaksanaan umum yang dapat diberiikan antara
lain :
1. Oksigen 1-2 liter /menit
2. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9 % = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlahh
cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidakk terlalu berat, dapat dimulai makanan enternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi endir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salinn normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotik diberikan sesuai
hasill kultur. Untuk kasus pneumonia community bassed :
1. Ampisilin 100 mg/Kg/BB/ hari dalam 4 kali pemberian.
2. Kloramfenikol 75 mg/Kg/BB/ haridalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital bassed :
1. Sefatoksin 100 mg/Kg/ BB/ hari dalam 2 kali pemberian.
2. Amikasin 10-15 mg/Kg/BB/hari dalam 2 kali pemberian.
G. PemeriksaaanPenunjang
Menuurut( Poetry,2008) pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk
menegakkan diagnosa adalah pemeriksaan rontgen dan laboratorium. Hal ini dilakukan
untuk memperkuat diagnosis apakah seseorang mengidap pneumonia atau tidak.
Gambaran yang diperoleh dari rotan memperlihatkan kepadatan pada bagian paru.
Kepadatan terjadi karena dipenuhi oleh sel radang dan cairan yang sebenarnya
merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Akibatnya fungsi terganggu penderita
mengalami kesulitan bernapas karena tak tersisa ruang untuk oksigen.
Kelainan yang tampak pada foto rontgen penderita pneumonia dapat berupa : bercak
putih setempat atau tersebar di sekitar paruh ataupun gambar lainnya terdapat komplikasi
pneumonia. Pemeriksaan dengan menggunakan foto rontgen kadang-kadang dapat
dibedakan dengan penderita tuberkulosis (TB) yaitu gambaran bercak putih di bagian atas
paru. Perlu juga dilakukan pengambilan sputum atau dahak untuk kultur dan di tes
resistensi kuman untuk dapat mengetahui mikroorganisme penyebab pneumonia (poetry,
2008).
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari pasien,
untuk informasi yang diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh
tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data subjektif dari
seseorang atau kelompok, dan data objektif dari pemeriksaan diagnostik dan sumber
lain. Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan
pemeriksaan fisik (data objektif) (Weber &Kelley 2009).
Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk menhasilkan diagnosis
keperawatan yang akurat: komprehensif dan fokus. Pengkajian komprehensif
mencakup seluruh aspek kerangka pengkajian keperawatan seperti 11 pola kesehatan
fungsional (Gordon, 2009).
Sedangkan menurut (Sujono & Sukarmin 2009) pengkajian pada anak dengan
pneumonia meliputi:
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, batuk. Dan peningkatan suhu
tubuh/demam.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengakajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila keluhan
utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama
keluhan batuk muncul. Pada klien pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul
mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat batuk yang biasa ada
dipasaran. Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuningan,
kehijauan, kecoklatan atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil serta sesak nafas,
peningkatan frekuensi pernafasan, dan lemas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya.apakah klien pernah mengalami
infeksi saluran pernafasan atas(1SPA) dengan gejala seperti luka tenggorok,
kongestí nasal, bersin, dan demam ringan.

d. Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesahatan fungsional


1) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat. Data yang muncul sering orangtua
berpersepsi meskipun anaknya batuk masih menganggap belum terjadi
gangguan serius, biasanya orang tua menganggap anaknya benar-benar sakit
apabila anak sudah mengalami sesak nafas
2) Pola metabolik nutrisi
Anak dengan pneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon sistemik
melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah.
3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan nmelalui proses evaporasi karena demam.
4) Pola tidur istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak
nafas. Penampilan anak terlihat lemah sering menguap. anak sering menangis
malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
5) Pola aktifitas latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak kelemahan
fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong orangtuanya atau bedrest.
6) Pola kognitif
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya
sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
7) Pola persepsi konsep diri
Tampak gambaran orang tuan terhadap anak diam kurang bermain, kurang
bersahabat dan ketakutan terhadap orang lain.
8) Pola peran hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya maupun
yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama ornag terdekat
orangtua.
9) Pola seksualitas
Pada kondisi sakit dan anak kecil sulit dikaji. Pada anak yang sudah
menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaan.
Mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan.
10) Pola toleransi kopingAktifitas yang sering dilakukan untuk menghadapi stres
adalah menangis, kalau sudah dewasa adalah sering marah dan mudah
tersinggung.
11) Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah.
e. Pemeriksaan fisik
1) Status penampilan kesehatan: lemah
2) Tingkat kesadaran:
kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung tingkat
penyebaran penyakit.
3) Tanda-tanda vital:
a) Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi, hipertensi.
b) Frekuensi pernafasan: takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernafasan, pelebaran nasal.
4) Suhu tubuh: hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
direspon oleh hipotalamus.
5) Berat badan dan tinggi badanKecenderungan berat badan anak mengalami
peurunan.
6) Integumen kulit:
a) Warna: pucat sampai sianosis.
b) Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi
teratasi kulit anak teraba dingin.
c) Turgor: menurun pada dehidrasi
7) Kepala:
a) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
b) Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
c) rambut, perubahan warna.
8) Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada thorak dan
paru-paru:
a) Inspeksi:
Frekuensi irama, kedalaman, dan upaya bernafas antara lain: takpinea,
dipsnea progresif, pernafasan dangkal.
b) Palpasi:
Adanya nyeri tekan, peningkatan fokal fremitus pada daerah yang
terkena.
c) Perkusi:
Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi
udara) resonansi.
d) Auskultasi:
Suara bronkoveskuler atau bronkhial pada daerah yang terkena. Suara
nafas tambahan ronkhi pada sepertiga akhir inspirasi.
2. Dignosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respons dari seorang
individu keluarga, keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosis keperawatan
biasanya berisi dua bagian yaitu deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau
konsep kunci dari diagnosis ( Hermand dkk 2015 ).
Menurut (Muttaqin, 2014) diagnosa yang muncul pada kasus pneumonia adalah:
a. Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernatasan.
d. Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
f. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat
berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome
pasien atau klien. Intervensi. Keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan
tidak langsung yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang-
orang dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi pelayanan kesehatan
lainnya (Bullechek dkk 2015).
Menurut pendapat (Bullechek dkk 2015) intervensi yang muncul pada kasus
pneumonia adalah:
Diagnosa yang pertama :
a. Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan skresi yang
tertahan.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan nafas
kembali efektif.
NOC:
1) Status pernafasan: ventilasi
2) Status pernafasan: kepatenan jalan nafas
Kriteria hasil:
1) Klien mampu melakukan batuk efektif
2) Pasien mampu membuang sekret secara efektif
3) Bunyi nafas normal
4) Menunjukkan jalan nafas yang paten
Intervensi
1) Monitor status pernafasan dan oksigenasi.
2) Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak
ada dan adanya suara nafas tambahan.
3) Lakukan penyedotan atau suction melalui endotrakeal atau nasotrakeal
sebagaimana mestinya.
4) Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
5) Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk.
6) Gunakan tehnik yang menyenangkan untuk memotifasi bernafas dalam
kepada anak-anak: meniup balon, meniup gelembung.
7) Kelola pemberian bronkhodilator
8) Monitor sekresi pernafasan pasien.
9) Monitor kemampuan batuk efektif
10) Auskultasi suara nafas setelah diberikan tindakan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi gangguan pertukaran gas
tidak terjadi.
NOC:
1) Status pernafasan: ventilasi
2) Tanda-tanda vital
Kriteria hasil:
1) Melaporkan tidak ada adanya dipsnea
2) Klien menujukkan tidak ada gejala distres pernafasan
3) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan
gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital:
2) Monitor irama dan laju pernalasan.
3) Catat adanya sianosis pada kuku dan perubahan warna kulit.
4) Atur posisi untuk memaksimalkan ventilasi
5) Berikan oksigen sesuai indikasi
6) Ajarkan dan dukung pernafsan bibir selama ekspirasi
7) Monitor kecenderungan pH, PaCO2, dan HCO03
8) Monitor adanya gejala kegagalan nafas misalnya, rendahnya Pa02 dan
meningkatnya leve PaC02, dan kelelalah otot pernafasan.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernatasan.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola nafas menjadi lebih
efektif
NOC:
Status penalasan: kepatenan jalan natas
Kriteria hasil:
1) Frekuensi pernafasan dalam batas normal.
2) Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
3) Irama pernafasan teratur.
Intervensi
Manajemen jalan nafas :
1) Monitor status pernafasan dan oksigenasi.
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Monitor pernafasan
1) Monitor kecepatan,irama,kedalaman dan kesulitan bernafas.
2) Monitor pola nafas.
3) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrian, penggunaan otot batu
nafas dan retraksi pada intercosta.
Pengaturan posisi
1) Monitor status oksigenasi sebeleum dan setelah perubahan posisi
Terapi oksigen:
1) Monitor efektifitas terapi oksigen
d. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
Tujuan:
Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi suhu tubuh normal.
NOC :
Tanda-tanda vital
Kriteria hasil:
Suhu tubuh normal (36-37°C)
Intervensi:
1) Pantau suhu dan tanda-tanda vitalnya
2) Monitor warna kulit dan suhu
3) Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung pada fase
demam ( yaitu: selimut hangat pada fase dingin dan pakaian atau linen
tempat tidur ringan pada fase demam dan fase bergejolak
4) Dorong konsumsi cairan
5) Monitor suhu paling tidak tiap 2 jam
6) Berikan pengobatan antipireti
Perawatan hipertermia
1) Berikan metode pendinginan eksternal (kompres hangat)
2) Monitor AGD
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan:
Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi nyeri dapat teratasi
NOC
1) Kepuasan anak : manajemen nyeri
2) Status kenyamanan: fisik
Kriteria hasil:
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
3) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan mengatasinya dengan cepat.
4) Kolaborasi dengan orang terdekat untuk memilih dan
menginplementasikan tindakan penurunan nyeri non farmakologi.
5) Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang hebat.
6) Kaji adanya riwayat alergi obat
Daftar Pustaka

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing
Laporan Pendahuluan
Askep Sepsis Neonatorum

A. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau
1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang
dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat
berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga
saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat
sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan
dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau
jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme
pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka
mortalitas tinggi.
2) Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan
didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung
atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat
perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)
B. Etiologi
Bakteria seperti Escherichiacoli, Listeria monocytogenes, Neisseriameningitidis,
Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B,Salmonella, dan
Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi
berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling
sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu
selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
1) Perdarahan
2) Demam yang terjadi pada ibu
3) Infeksi pada uterus atau plasenta
4) Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
5) Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
6) Proses kelahiran yang lama dan sulit.
7) Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil,
yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang
menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka
yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif
seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui
selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di
permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah
melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar,
yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber
infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah
demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami
demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari
mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah.Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus
bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
C. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated
intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat
infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi
konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria
monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu
selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman gram
negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan
( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :

1. Faktor Maternal
a) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c) Kurangnya perawatan prenatal.
d) Ketuban pecah dini (KPD) dan Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a) Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali
lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b) Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
c) Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
d) Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1) Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi
darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus
plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,
parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
2) Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya,
terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam
tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi
akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara
tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.
3) Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
D. Manifestasi Klinik
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut,
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya
dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubunubun
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena
4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi
yang terkena teraba hangat
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.
E. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah rutin (hb,leuko,trombosit,CT,BT,LED,SGOT,SGPT) Kultur darah
dapat menunjukkan organisme penyebab.
2) Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
mendeteksi organisme.
3) DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan
neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
4) Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
inflamasi.
F. Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan
Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto
polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa
gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari
ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21
hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik,
terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma,
trombosit, terapi kejang, transfusi tukar
G. Askep sepsis neonatorum.
1. Pengkajian
Data Obyektif :
Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-
naik, gangguan pernafasan, kejang, jaundice (sakit kuning), muntah, diare,perut kembung
Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Kulit kekuningan, Sulit bernafas, Letargi, Kejang, Mata berputar, Palpasi, tonos otot
meningkat, leher kaku
b) Palpasi
tonos otot meningkat, leher kaku
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

Perubahan tanda-tanda vital signifikan


1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua
akan mempengaruhi regulasi ataupun
jam dan pantau warna kulit
metabolisme tubuh.

Hipertermi sangat potensial untuk


2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.

Kompres pada aksila, leher dan lipatan


paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
3. Berikan kompres denga air hangat pada besar yang akan membantu menurunkan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari demam. Penggunaan alcohol tidak
penggunaan alcohol untuk kompres. dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.

Kolaborasi
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika
panas tidak turun.

Pemberian antipiretik juga diperlukan


untuk menurunkan panas dengan segera.

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam a.


Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180
x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

Perubahan tanda-tanda vital signifikan


1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua akan mempengaruhi regulasi ataupun
jam dan pantau warna kulit metabolisme tubuh.

Hipertermi sangat potensial untuk


menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan menyebabkan pasien kehilangan banyak
dehidrasi. cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.

Kompres air hangat lebih cocok digunakan


pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
3. Berikan kompres hangat jika terjadi menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
hipertermi, dan pertimbangkan untuk secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu
langkah kolaborasi dengan memberikan lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh
antipiretik. karena itu pemberian antipiretik diperlukan
untuk segera menurunkan panas, misal
dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan
Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah ditentukan
diperlukan untuk mencegah bayi dari
kondisi lapar dan haus yang berlebih.

3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume


bersirkulasi akibat dehidrasi a. Kriteria Hasil
a) Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular
b) Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
c) Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi
jaringan
Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional

1. Perawatan sirkulasi (misalnya periksa 1. Meningkatkan sirkulasi arteri dan


perifer, edeme, pengisian perifer, vena nadi
warna, dan suhu ekstermitas)

2. Pantau perbedaan ketajaman/tumpul 2. Mengetahui sensasi perifer, panas/


kemungkinan parestisia. dingin

3. Pantau status cairan 3. Mengetahui keseimbangan antara


asupan dan keluaran.
Daftar pustaka
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis
dan evaluasi, EGC, Jakarta.
Dongoes, Marlynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai