Anda di halaman 1dari 9

Keperawatan Kritis

Laporan Pendahuluan Multiple Organ Failure

DISUSUN OLEH:

Oki Susira (181440131)

Dosen Pengampu :

Eny Erlinda Widyaastuti, NS, M.Kep., Sp.Kep.MB

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN 2020
A. Pengertian MOF
Gagal organ multiple (MOF) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua
bentuk syok (Cipolle, dkk,. 1993), semua system organ secara unik
menderita kerusakan akibat kurangnya perfusi yang adekuat yang dapat
menyebabkan gagal organ.
Gagal organ multipel dinyatakan sebagai jumlah dari masing-masing gagal
organ, 48 jam setelah penderita masuk RS dari 4 organ atau lebih. Gagal
organ multipel adalah bentuk atau fase terakhir dari rentetan gagal tunggal
ataupun ARDS yang sering berakhir dengan kematian.

B. Etiologi MOF
1) Perdarahan yang masif (oligenik)
2) Obstruktif ekstrakardiak
3) Kardiogenik
4) Disfungsi miokardial
5) Maldistribusi pada mikrodistribusi darah
6) Semua bentuk syok (syok hipovolemik, syok anafilaktik, syok
kardiogenik, dll.)
7) Infeksi
8) Cidera jaringan
C. Manifestasi MOF
1) Rendahnya tekanan darah
Perjalanan klinis MOF mengikuti salah satu dari dua pola. Pada kedua
pola terdapat peristiwa awal yang mengakibatkan rendahnya tekanan
darah. Penyebab turunnya tekanan darah diatasi dan seolah-olah pasien
berespons. Pada pola MOF pertama, terjadi lebih sering saat peristiwa
awal adalah pulmonal seperti cedera paru, pasien mengalami gangguan
pernapasan yang membutuhkan intubasi. Hal ini biasanya terjadi
selama 24 jam sampai 72 jam peristiwa awal. Gagal nafas dengan cepat
menyebabkan MOF dan daya tahan pasien hanya 2 sampai 4 hari
(lekander dan cerra : 1990).
2) Gagal napas
Pada MOF kedua terjadi lebih tersembunyi. Pola ini terjadi lebih sering
pada pasien dengan syok septik dan secara progresif tidak teratasi
selama kurun waktu 1 bulan. Pasien juga mengalami gagal napas dan
membutuhkan intubasi. Pasien tetap stabil secara hemodinamik selama
sekitar 7 sampai 14 hari. Meski tampak stabil, pasien menunjukkan
status hipermetabolik yang ditandai dengan hiperglikemia,
hiperlaktatemia, dan poliuria. Laju metabolik pasien adalah 1,5 sampai
2 kali laju metabolik basal. Biasanya terdapat infeksi dan kerusakan
kulit mulai terjadi. Selama tahap ini terdapat kehilangan masif masa
otot skeletal, prosesnya disebut oto-katabolisme. Jika fase
hipermetabolik dapat diatasi, angka mortalitas tahap ini adalah antara
25% dan 40% (lekander dan cerra : 1990).
3) Ikterik dan hiperbilirubinemia
Pada pasien dimana fase hipermetabolik tidak dapat diatasi, MOF
mengalami kemajuan dan hal ini ditandai dengan ikterik,
hiperbilirubinemia, dan gagal ginjal sering membutuhkan dialisis.
Pasien menjadi kurang stabil secara hemodinamik dan mulai
membutuhkan obat-obat vasoaktif secara dukungan terapi cairan. Fase
ini secara prognosis signifikan di mana angka mortalitas meningkat
dari 40% sampai 60% pada tahap awal, hingga 90% sampai 100% pada
tahap MOF lanjut. Pasien biasanya mati dalam kira-kira 28 hari.
D. Patofisiologi MOF
Awitan sepsis sering bertepatan dengan awitan gagal organ multipel
(GOM), yang terjadi pada 7% sampai 12% dari pasien-pasien cedera kritis.
Infeksi dan riwayat syok hipovolemik diduga dapat meningkatkan potensi
perkembangan GOM. Ditandai dengan kegagalan dua organ atau lebih,
GOM berkaitan dengan tingkat mortalitas 25% sampai 95%. Paru-paru
hepar cenderung untuk gagal pertama kali, diikuti oleh ginjal, sistem
pencernaan, dan jantung.
Gagal pulmonal dalam bentuk ARDS biasanya timbul 5 sampai 7 hari
setelah cedera. Gagal pulmonal ditandai dengan hipoksemia dengan
pemirauan, penurunan komplikasi paru, takipnea, dispnea, dan timbulnya
infiltrat pulmonal bilateral difus. Sindrom memerlukan bantuan ventilator
intensif. Faktor-faktor penyebab termasuk trauma pulmonal mayor,
transfusi darah multipel, sepsis dan syok.
Gagal hepar dapat diakibatkan oleh keruskan awal, melemahnya
vaskular, syok, dan sepsis. Ikterik adalah indikator umum dari
penyimpangan fungsi hepar, meskipun penyebab lain seperti obstruksi
saluran empedu pasca traumatik harus disingkirkan. Uji fungsi hepar
merupakan diagnostik. Gagal hepar dapat mengarah pada penurunan tingkat
kesadaran, pemeriksaan pembekuan abnormali, dan hipoglikemia.
Gagal ginjal dapat dicetuskan oleh cedera ginjal, iskemia, bahan
kontras radiografi, hipokalemia (karena hemorargi, spasium ketiga), atau
sepsis. Tanda-tanda awal termasuk peningkatan nitrogen urea darah, dan
kreatinin serum. Gagal ginjal dapat poliurik, oligurik. Dialisis sering kali
diperlukan.
Gagal gastrointestinal ditunjukkan dengan perdarahan stres yang
membutuhkan tranfusi darah. Netralisasi profilaktik asam lambung dapat
meminimalkan risiko perdarahan.
Gagal jantung biasanya merupakan komplikasi akhir; bagaimanapun,
adanya kpondisi jantung sebelumnya dapat mencetuskan korban trauma
multipel pada awitan dini gagal jantung. Dapat terlihat hipotensi, penurunan
curah jantung, penurunan fraksi injeksi.

E. Pemeriksaan penunjang MOF


1) Pemeriksaan darah
2) Pemeriksaan kadar urin untuk mengetehui kadar BUN, protein urin,
albumin, dls.
3) Pada pemeriksaan EKG ditemukan segmen ST
4) Analisa Gas Darah
5) Rontgen toraks
6) Kultur darah, untuk mengetahui penyebab penyakit.

7) Pemeriksaan fungsi hati (SGOT/SGPT)


F. Penatalaksanaan MOF?
Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting, dilakukan terutama
pada pasien sakit berat, karena hingga saat ini belum ditemukan terapi yang
spesifik untuk MOF. Manajemen pasien MOF yang terutama adalah suportif,
sedangkan terapi spesifik diarahkan untuk mengidentifikasi dan menterapi
penyakit dasar. Infeksi dan sepsis adalah kondisi tersering sebagai penyebab
MOF. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan investigasi terhadap
kemungkinan adanya infeksi aktif pada setiap kasus MOF dengan
pemeriksaan kultur dari lokasi infeksi hingga dengan pemeriksaan diagnostik
lain.
Strategi pencegahan yang paling efektif sekaligus merupakan strategi terapi
yang paling efektif, yakni mengatasi infeksi dan membersihkan jaringan
mati. Cara-cara yang telah terbukti efektif meliputi aplikasi teknik
pembedahan yang baik, pengendalian infeksi nosokomial, serta mencegah
ulkus dekubitus. Terapi antimikroba yang tepat (bila perlu secara empiris)
dengan dosis yang tepat yang diberikan secara dini pada penyakit infeksi
akan memperbaiki keluaran.
Tatalaksana suportif yang utama pada pasien MOF, sesuai dengan disfungsi
sistem organ yang paling sering terjadi, meliputi manajemen hemodinamik,
respirasi, ginjal, hematologi, gastrointestinal, endokrin, dan tidak kalah
pentingnya adalah nutrisi.
Prinsip manajemen hemodinamik adalah mempertahankan oksigenasi
jaringan pada pasien risiko tinggi. Pemberian oksigen cukup dipertahankan
sesuai kadar yang adekuat yang dapat dipantau dari perfusi organ berupa
volume urin, adanya asidosis laktat, ataupun elevasi segmen ST pada EKG.
Manajemen yang disarankan berupa penggantian volume intravaskuler secara
cepat untuk mengoreksi hipoperfusi jaringan yang ditandai oleh defisit basa
arteri (atau, bila terdapat gagal ginjal, laktatemia) >2 mmol/L. Bila koreksi
tidak tercapai, dapat diberikan inotropik untuk meningkatkan curah jantung,
atau dengan transfusi packed red cell untuk meningkatkan kadar hemoglobin.
Manajemen respirasi diarahkan untuk membantu oksigenasi dan ventilasi
untuk menjamin suplai oksigen yang cukup ke jaringan. Manajemen yang
disarankan adalah intubasi dini dan ventilasi mekanik, inhalasi NO, serta
pemberian keksametason dosis tinggi pada fase fibroproliferatif ARDS.
Intubasi dini dan ventilasi mekanik dapat membantu mengurangi aliran darah
ke diafragma dan otot-otot bantu nafas, namun harus dilakukan penilaian
apakah keuntungannya jauh melebihi kerugiannya.
Pada disfungsi ginjal, dilakukan terapi pengganti ginjal. Yang terpenting
adalah pemantauan volume, aliran, dan tekanan intravaskuler yang adekuat.
Penggunaan obat-obatan seperti dopamin, furosemid, dan manitol hanya
bersifat empiris dan belum didukung oleh bukti-bukti yang dapat dipercaya.
Transfusi trombosit hanya dibutuhkan pada keadaan.
Trombositopenia berat (<20 x 109/L);
1) Jumlah trombosit rendah (<50 x 109/L) dengan manifestasi perdarahan
atau sebelum pembedahan/prosedur invasif lain.
2) Disfungsi trombosit (misalnya bila baru mengkonsumsi aspirin).
Freshfrozen plasma (dan kadang-kadang kriopresipitat) hanya perlu
diberikan pada koagulopati berat (misal: INR >3) atau pada koagulopati
yang lebih ringan dengan tanda perdarahan atau sebelum
pembedahan/prosedur invasif lain. Trombosis vena dalam jarang terjadi
karena adanya koagulopati pada sebagian besar pasien. Oleh karena itu
manfaat heparinisasi rutin atau penggunaan stocking masih dipertanyakan.
Perdarahan GI akibat stres dapat dicegah dengan pemberian antagonis
histamin tipe 2 dan sitoprotektor. Hiperglikemia akibat stres, nutrisi
parenteral, dan berbagai penyebab lain perlu dikoreksi, biasanya dengan
pemberian insulin kontinu.
Pemberian nutrisi enteral secara dini disarankan pada pasien MOF. Pemberian
nutrisi enteral dini diperlukan untuk mempertahankan integritas barier
mukosa intestinal, mengurangi risiko translokasi bakteri/toksin, sintesis
protein dan memperbaiki respon imun.
G. Komplikasi MOF ?
Banyak terdapat komplikasi yang berkaitan dengan trauma multipel.
Karena kebanyakan pasien-pasien trauma berada pada unit keperawatan
intensif saat komplikasi ini timbul, maka perawat unit perawatan kritis
memainkan peranan penting dalam mendeteksi dan mencegah akibat ini.
Sifat tak terduga dari trauma cenderung memperkuat rasa takut dan
ansietas.
Oleh karena itu, asuhan keperawatan juga harus memberikan dukungan
psikososial terhadap pasien cedera berat dan keluarga mereka melalui
pendekatan multidisiplin yang mengetahui permasalahn dan sering
memberikan penjelasan-penjelasan.

Komplikasi yang dapat timbul akibat MOF antara lain :

Hematologik Jantung Pulmonal Gastrointestinal Hepatik Sistemik


 Hemorag  Disritmia  Atelektasis  Peritonitis  Abses  Sepsis
 Koagulopati  Gagal  Pneumonia  Ileus hepar
 KID jantung  Emboli adinamik  Gagal
 Aneurisme (lemak atau  Obtruksi usus hepar
 Ventrikular trombotik) mekanis
 ARDS  Kebocoran
anastomosis
 Fistula
 Perdarahan
Daftar Pustaka
Hundak, Carolyn M. 2010. KeperawatanKritis: PendekatanHolistik,Vol 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. BukuAjarKeperawatanMedikalBedah Brunner &Suddarth;
Alihbahasa. Ed 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai