Anda di halaman 1dari 7

ANALISA KASUS KEMATIAN

Pada kasus ini didapatkan seorang anak berusia 1 tahun 5 bulan dengan diagnosa ALL
L2 fase konsolidasi minggu ke 12 dimana saat datang di poliklinik hemato-onkologi anak
RSDM didapatkan keluhan pucat. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan;
anemia, leukopenia, trombositopenia dan neutropenia. Seperti yang kita ketahui ALL
merupakan penyakit keganasan darah yang berasal dari sum-sum tulang, ditandai oleh
proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.
ALL merupakan keganasan yang palung banyak dimasa anak-anak dengan insiden rata-rata 4-
4.5 kasus pertahun per 100.000 anank dibawah 15 tahun. ALL sendiri diklasifikasi menjadi 3
berdasarkan sistem FAB (French-American-British) yaitu, L1 terdiri dari sel-sel limfoblas
kecil serupa dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma
sempit, L2 sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih besar dengan
satu atau lebih anak inti dan L3 sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.1-3
Pada ALL terjadi infiltrasi sel leukemia ke dalam sum-sum tulang sehingga
menyebabkan hemapoesis sel darah normal terhambat mengakibatkan terjadi anemia,
trombositopenia, dan neutropenia. Pada anemia anak akan menunjukkan gejala berupa pucat,
lemas, pusing, sesak, dan jika anemianya berat akan tampak tanda-tanda gagal jantung.
Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) pada pasien ALL akan mempermudah
terjadinya perdarahan, perdarahan ini dapat berupa ptekie, ekimosis, perdarahan gusi,
epistaksis, perdarahan saluran cerna dan yang paling berat adalah perdarahan intracranial.
Neutropenia adalah keadaan dimana absolute neutrophils count (ANC) kurang dari
1500 dimana pada keadaan ini pasien akan rentan terhadap infeksi hal ini dikarenkan neutrophil
merupakan pertahan lini pertama melawan infeksi sebagai komponen seluler dari respon
inflamasi dan komponen utama imunitas bawaan.4-8 Absolute Neutrophils Count (ANC)
ditentukan dari produk sel darah putih (WBC) dan fraksi neutrofil terhadap sel darah putih
disebut sebagai analisis differensial WBC. klasifikasi neutropenia dibagi menjadi 3 yaitu Mild,
jika jarak jumlah ANC dari 1000-1500/ mikroLiter.Moderate, jika ANC 500-1000/ mikroLiter.
Severe, jika ANC kurang dari 500/ mikroLiter.9-11 saat datang di poliklinik hematonkologi anak
RSDM didapatkan dari pemeriksaan laboratorium neutropenia tanpa disertai demam kemudian
selama perawatan didapatkan angka ANC yang semakin menurun disertai dengan demam
sehingga pada pasien diberikan antibiotik.
Semua gangguan hematologi diatas bukan hanya disebabkan oleh ALL itu sendiri tetapi
dapat disebabkan oleh efek samping obat kemoterapi. Kemoterapi bekerja dengan merusak sel
kanker dan juga dapat menghambat sel normal yang berdampak pada kinerja dari sel tersebut.
Salah satu yang dapat dihambat adalah perkembangan sel induk darah normal
(myelossuppresive).5 Eunike dkk melakukan penelitian secara kohort retrospektif tentang
pengaruh kemoterapi terhadap profil hematologi pada penderita leukemia limfoblastik akut,
didapatkan profil hematologi anak-anak yang menjalani kemoterapi adalah anemia,
leukopenia, leukositosis atau leukosit normal dan yang paling banyak ditemukan adalah
trombositpenia.14
Kemoterapi pada pasien ALL terdapat 3 fase yaitu fase induksi, konsolidasi dan
maintenance. Fase induksi biasanya bertujuan untuk mencapai remisi, dimana pada fase
induksi ini sel blast dibersihkan dari darah dan sum-sum tulang sehingga jumlah sel darah
normal meningkat. Fase konsolidasi dan fase maintenance kadang disebut sebagai fase post
remisi diaman fase ini akan dimulai jika evaluasi setelah fase induksi tidak didapatkan sel blast
pada darah atau sum-sum tulang. Fase konsolidasi dan maintenance bertujuan untuk
membersihkan sel leukemia yang tersisa. kemoterapi merupakan terapi kuratif utama pada
ALL, tetapi kemoterapi sendiri memiliki efek samping yang berbahaya jika tidak dimonitor
dengan baik.15-20 Pasien pada kasus ini berada pada fase konsolidasi minggu ke 12 dimana
obat-obatan yang didapatkan adalah metotreksat intratekal, high dose methotrexate, 6
Merkaptopurin (6MP).

Kemoterapi dibagi menjadi 6 berdasarkan mekanisme kerjanya pada ALL yaitu


Alkilating agent, antimetabolite, antibiotika, obat hormonal, alkaloid dan lain-lain. 6
merkaptopurin dan metotreksat merupakan golongan dari antimetabolit dimana obat ini
merupakan senyawa yang menyerupai struktur metabolic normal ( asam folat, pirimidin, atau
purin) sehingga dapat menghambat enzim-enzim yang diperlukan untuk regenerasi asam folat
atau aktivitas pirimidin atau purin untuk sintesis DNA atau RNA pada sel kanker.
Mekaptopurin (6MP) dan metotreksat (MTX) merupakan obat yang penting dalam fase
konsolidasi tetapi kedua obat tersebut juga memiliki efek samping yang akan memperberat
kondisi pasien leukemia sendiri jika tidak dipantau dengan baik. Mekaptopurin memiliki efek
samping yaitu myelosupresi dimana obat ini menekan sum-sum tulang sehingga dapat terjadi
granulostopenia, trombositopenia, dan anemia. Efek samping ini dapat terjadi beberapa minggu
setelah mengkonsumsi obat tersebut, selain itu mekaptopurin juga bersifat hepatotoksik
(ikterus), dan merusak mukosa saluran pencernaan dimana hal ini menyebabkan diare dan
stomatitis.

Metotreksat adalah kemoterapi antimetabolit folat yang memiliki efek samping pada
beberapa organ, yaitu; pada system saraf dan organ indera dapat menimbulkan encephalophaty
terutama bila MTX diberikan secara intratekal, pusing, penglihatan kabur, kejang, dan
kelumpuhan. Pada system hemostasis MTX dapat menyebabakan anemia, leukopenia,
trombositopenia dan limfopenia, dimana trombositopenia merupakan kejadian yang paling
sering tampak dan dapat mengancam jiwa jika menyebabkan perdarahan intracranial. Pada
saluran pencernaan MTX dapat menyebakan ulserasi mukosa dimana hal ini mengakibatkan
mukositis, radang gusi, anoreksia, mual-muntah, diare dan perdarahan saluran cerna.15-20
Pasien pada hari perawatan ke 4 didapatkan keluhan diare dan muntah, dimana hal ini dapat
diakibatkan oleh virus maupun efek samping dari kemoterapi. Pada pasien juga didapatkan
mukositis, seperti urian diatas Efek samping dari merkaptopurin maupun MTX dapat merusak
mukosa saluran cerna baik mukosa usu maupun mukosa mulut dimana dari kerusakan mukosa
ini dapat bermanifestasi sebagai diare, perdarahan saluran cerna dan mukositis. Pasien pada
kasus ini mendapatkan mekaptopurin sejak 4 minggu yang lalu sejak dimulainya kemoterapi
fase konsolidasi dan pasien juga mendapatkan MTX IT mauapun high dose pada minggu ke 8,
10 dan 12 pada fase konsolidasi.

Pasien dengan ALL memiliki resiko yang besar untuk terjadi perdarahan intracranial
dikarenakan ALL yang menginfiltrasi sum-sum tulang sehingga mengganggu hemostasis atau
efek dari kemoterapi berupa myelosupresi dimana dari kedua hal ini dapat mengakibatkan
trombosipenia. Perdarahan intracranial pada ALL sering berkaitan dengan trombositopenia dan
merupakan mortalitas utama pada ALL.21-22 Perdarahan intracranial adalah perdarahan didalam
tulang tengkorak baik yang berada didalam otak maupun yang berada di sekeliling otak.
Terdapat beberapa pembagian perdarahan intracranial yaitu: perdarahan intracerebral
(perdarahan yang terjadi didalam otak), perdarahan subaraknoid ( peradarahan yang terjadi
dianatara otak dan subaraknoid), perdarahan subdural (perdarahan yang terjadi dianatara
selaput otak), dan perdarahan epidural (peradarahan yang terjadi diantara selaput otak dan
tulang tengkorak. Pada perdarahan intracranial sering didapatkan gejala nyeri kepala, mual-
muntah, penurunan kesdaran, kejang, dan tanda-tanda penurunan fungsi neurologis dimana
gejala ini muncul dengan onset yang cepat dan tiba-tiba. Pasian pada kasus ini dicurigai sebagai
perdarahan intracranial dikarenakan pada perawatan hari ke 11 tanggal 4 oktober 2017
didapatkan tiba-tiba pasien mengalami penurunan kesadaran ( somnolen), kejang dengan GCS
E2V3M4 pada pemeriksaan fisik didapatkan reflek cahaya menurun dan anisokor 4mm/2mm,
yang mana dari kesemuaan ini lebih mengarah kepada tanda-tanda perdarahan. Komplikasi
yang paling ditakutkan pada perdarahan intrakrnial adalah herniasi. Herniasi ini terjadi akibat
peningkatan intracranial yang akan mengakibatkan pergeseran jaringan otak menuju ke area
yang lebih rendah. Herniasi disebabkan sejumlah factor yang menyebabkan efek massa dan
peningkatan intracranial. pada pasien ini dicurigai peningkatan intracranial disebakan oleh
perdarahan intracranial dan edem serebri yang diakibatkan oleh kejang akibat imbalance
elektrolit. Henriasi biasanaya ditandai oleh trias cushing yaitu bradikardi, hipotensi dan nasaf
yang irregular.23-25 Pada jam 19.50 kami dapatkan pasien bradipnue dan bradikardi dengan laju
nadi 56kali /menit, laju. Nafas 10 kali/ menit irreguler, saturasi oksigen 85%, tekanan darah
70/40mmHg, Refleks cahaya positif menurun, pupil anisokor dengan diameter 4m/2mm.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B H, Sutaryo, Ugrasena I. Buku Ajar Hematologi-Onkologi anak. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.
2. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Leukemia. Leukemia. Tubengen D, penyunting
dalam: nelson textbook of pediatric. Edisi ke 20. Philadelphia 2016
3. Dipiro, J.T., R.L Talbert, G.C. Yee, B.G. Wells, and L. M. Posey. 2005.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Sixth Edition. McGraw-Hill
Companies Inc.: United Stated on America. Pages: 2485- 2511.
4. Imbach paul. Pediatric oncology.2nd ed. Imbach Paul, Kuhne Thomas, Arceci Robert J,
editor.Switzerland : Springer; 2011. 5p.
5. Dalimoenthe NZ. Kelainan hemostasis pada keganasan hematologi. Dalam:
Suryaatmadja M, ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta: Bagian

Patologi Klinik FKUI. 2005;129-148. 


6. Hunger SP, Mullighan CG. Acute lymphoblastic leukemia in children. N Engl J Med.
2015;373:1541-52.

7. Nand S, Messmore H. Hemostasis in malignancy. Am J Hematol. 1990;35(1):45-55. 


8. Wirawan R. Diagnosis keganasan darah dan sumsum tulang. Dalam: Suryaatmadja, ed.
Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta: Bagian Patologi Klinik FKUI.
2003;129- 150.
9. Münch V, Trentin L, Herzig J, Demir S, Seyfried F, Kraus JM, et.al. Central nervous
system involvement in acute lymphoblastic leukemia is mediated by vascular
endothelial growth factor. Blood. 2017 Aug 3;130(5):643-654.
10. Meyer SA, Coplin WM, Raps EC. Cerebral edema, intracranial pressure, and herniation
syndromes. J of Strok Cerebrovask Dis. 1999;8:183-91.
11. Liles DK, Knupp CL. Quantitative and qualitative platelet disorder and vascular
disorders. In: Harmening DM, eds. Clinical hematology and fundamental of hemostasis
edition 4. Philadelphia: FA. Davis Company. 2002;471-93.
12. Palazzi DL. The use of antimicrobial agents in children with fever during
chemotherapy-induced neutropenia. The importance of risk strati cation. Pediatr Infect
Dis J 2011;30:887–90. 


13. Naurois J, Basso IN, Gill MJ, Marti FM, Cullen MH, Roila F. Management of febrile
neutropenia: ESMO clinical practice guidelines. Annuals Oncol 2010;21(Suppl

5):2526.


14. Pinontoan Eunike, Mantik Max, Rampengan Novie. Pengaruh kemoterapi terhadap
profil hematologi pada penderita leukemia limfoblastik akut. E journal Unsrat.
2013;1(2).
15. Balis FM, Holcenberg JS, Blaney SM. General Principles of Chemotherapy. Dalam:
Pizzo PA, Poplack DG, penyunting. Principles and practice of pediatric oncology. Edisi

ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. h. 237-308.


16. Maria A. Efek samping sitostatika dan penanggulangan- nya. Dalam: Wahidiyat I,
Gatot D, Mangunatmadja I, penyunting. Perkembangan mutakhir penyakit hematologi
onkologi anak. Naskah lengkap Pendidikan Berkala Ilmu Kesehatan Anak XXIV.
FKUI; 1991 6-7 September; Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1991.
17. National Cancer Institute. Chemotherapy for childhood cancers (diakses 3 Juni 2007).

Didapat dari http:// ctep.cancer.gov/reporting/ctc.html 


18. Pertiwi, N.M.I., Niruri, R. dan Ariawati, K. Gangguan Hematologi Akibat Kemoterapi
pada Anak Dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah,
Jurnal Farmasi Udayana. 2003; 2(3): 59-64.
19. Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
20. Mycek, M. J., Richard A.H. & Pamela C. C. 1995. Farmakologi Ulasan
Berganbar Edisi 2. Alih bahasa : Azwar Agoes. Penerbit Widya Medika. Jakart
21. Graus F, Rogers LR, Posner JB: Cerebrovascular complications in patients with cancer.
Medicine (Baltimore) 64:16– 35, 1985
22. Groch Sigmund N, Sayre George P, Heck Frank J.Cerebral hemorrhage in leukemia.
A.M.A Archives of Neurology. April 1960; vol.2.
23. Rohkamm,R. Intracranial Pressure.In: Color Atlas of Neuroanatomy. Taub, E., ed.
1st ed. New York: Stuggart Thime. 2004.;160-161
24. Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma supratentorial diensefalik. Dalam: Neurologi
Klinis Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 193-195.
25. Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma infratatentorial diensefalik. Dalam:
Neurologi Klinis Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 196-197

Anda mungkin juga menyukai