Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK

Oleh :

Ghinna Pretty Wardhani 1840312310


Titi Isnaini 1840312408

Preseptor :

dr. Drajat Priyono, Sp.PD- KGH

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

2019

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keganasan hematologi adalah kelompok penyakit heterogen termasuk neoplasma

myeloid, neoplasma limfoid (leukemia dan limfoma), kelainan limfoproliferatif, dan

gangguan sel plasma.Leukemia adalah kanker sel darah yang muncul di sumsum tulang. Ia

dapat berupa akut atau kronis, tergantung pada kematangan sel asal dan penyakit jika tidak

diobati. Limfoma muncul di organ limfatik (yaitu kelenjar getah bening, limpa) dan saluran

limfatik. Multiple myeloma, kelainan sel plasma yang paling terkenal, merupakan proliferasi

ganas sel plasma yang berasal dari satu klon tunggal.1

Meskipun ada perbedaan antara proses terapeutik yang spesifik, konsep umum yang

mendasari pengobatan keganasan hematologis serupa. Pengobatan umumnya didasarkan pada

agen kemoterapi yang dirancang untuk membunuh sel ganas. Bila diindikasikan (misalnya,

untuk pasien berisiko tinggi untuk kambuh), transplantasi sel induk hematopoietik (HSCT)

dapat dilakukan. Dalam proses ini, pasien menerima kemoterapi dosis tinggi atau penyinaran

tubuh total untuk membunuh sel ganas - pengobatan yang pasti juga membunuh sel induk

pasien sendiri. Sel progenitor hematopoietik yang dikumpulkan dari donor sehat yang

kompatibel kemudian diinfuskan secara intravena untuk membangun kembali fungsi sumsum

tulang belakang, dan diikuti rejimen terapi imunosupresif posttransplant.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan CaseReport Session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis

tentang leukemia granulositik kronik.

1.3 Metode Penulisan

Penulisan CaseReport Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan

mengacu pada berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Leukemia Granulositik Kronis

3.1.1 Definisi

Leukemia granulositik kronik (LGK) atau disebut juga leukemia mielositik kronik

adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai salah satu

penyakit mieloproliferatif.Penyakit ini timbul pada tingkat sel induk pluripoten dan secara

terus-menerus terkait dengan gen gabungan BCR-ABL. Penyakit mieloproliferatif adalah

penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi,

sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai

dari promielosit, meta mielosit, mielosit sampai granulosit (Gambar 2.1).1,2,3

Gambar 2.1 Diferensiasi pematangan sel darah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


3.1.2 Epidemiologi

Leukemia granulositik kronis merupakan 15 % dari seluruh kasus leukemia dan

merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia. Sedangkan di negara

barat leukemia kronis lebih banyak dijumpai dalam bentuk leukemia limfositik kronis.

Insiden LGK di Negara barat: 1- 1,4/100.000/ tahun. Umumnya LGK mengenai usia

pertengahan dengan puncak umur 40- 45 tahun.1,2

3.1.3 Etiologi

Menurut Markman (2009), leukemia mielositik kronik adalah salah satu kanker yang

diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih dari 90% kasus.

Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah translokasi respirokal dari

gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada kromosom 9, menghasilkan gabungan gen

BCR-ABL yang dijuluki kromosom Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen

tersebut, meningkatkan proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.3,5

3.1.4 Klasifikasi

Leukemia granulositik kronis terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu:4,6

1. Leukemia myeloid kronis, Ph positif.

2. Leukemia myeloid kronis, Ph negatif.

3. Juvenile chronic myeloid leukemia

4. Chronic netrofilik leukemia.

5. Eosinophilic leukemia

6. Chronic myelomonocytic leukemia.

3.1.5 Patogenesis

Pada leukemia mielositik kronik terjadi hilangnya sebagian lengan panjang dari

kromosom 22, yaitu kromosom Philadelphia (Ph). Kromosom ini dihasilkan dari translokasi

t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari protoonkogen Abelson

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


ABL dipindahkan pada gen BCR di kromosom 22 dan bagian kromosom 22 pindah ke

kromosom 9. Pada translokasi Ph, ekson 5’ BCR berfusi dengan ekson 3’ ABL menghasilkan

gen khimerik untuk mengkode suatu protein fusi berukuran 210kDa (p210) yang memiliki

aktivitas tirosin kinase melebihi produk ABL 145 kDa yang normal. Dengan kemajuan

teknologi dibidang biologi molekular, didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada

dilengan panjang kromosom 9 (9q34), yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (break cluster

region). Yang terletak di lengan panjang kromosom 22 (22q11). Gabungan kedua gen ini

sering ditulis sebagai BCR-ABL.3,5,6

Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel pluripoten pada sistem

hematopoiesis. Disamping itu, BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis sehingga

menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal. Dampaknya

adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang mendesak sistem hematopoiesis.3,4,5

3.1.6 Tanda dan Gejala Klinik

Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik dibagi menjadi 3 fase yaitu fase

kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronis, pasien sering mengeluh

pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. 1

Kadang timbul nyeri seperti diremas diperut kanan atas akibat peregangan kapsul limpa.

Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak

terlalu tinggi, keringat malam.2,3 Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung

lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-

sel leukemia. Apabila dibuat urutan berdasarkan keluhan yang diutarakan oleh pasien, maka

seperti terlihat pada Tabel 1.4

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Tabel 1. Urutan Keluhan dan Gejala Pasien Berdasarkan Frekuensi

Keluhan dan Gejala Frekuensi (%)

Splenomegali 95

Lemah badan 80

Penurunan berat badan 80

Hepatomegali 50

Keringat malam 45

Cepat kenyang 40

Perdarahan/purpura 35

Nyeri perut 30

Demam 10

Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau mengalami

akselerasi. Ciri khas fase akselerasi adalah leukositosis yang sulit di kontrol oleh obat-obat

mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan

trombosit<100.000/mm3. Secara klinis , fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah

mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie,

ekimosis. Bila disertai demam, biasanya ada infeksi.3,5,6

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Hematologi Rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-

60.000/mm3. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah trombosit

biasanya meningkat 500-600.000/mm3, tetapi dalam beberapa kasus dapat normal atau

menurun.2,3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


2. Apusan Darah Tepi

Biasanya ditemukan eritrosit normositik normokrom, sering ditemukan adanya

polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan diferensiasi dan

maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat,

demikian juga presentasi eosinofil dan basofil.3

3. Apusan Sumsum Tulang

Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia,

sehingga rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakariosit juga meningkat. Dengan

pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sum-sum tulang mengalami fibrosis.2,3

4. Kariotipik

Menggunakan metode FISH (Flourescen Insitu Hybridization), beberapa aberasi

kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid kronik antara lain : +8, +9, +19,

+21, i(17).1,2,3

3.1.8 Tatalaksana

Terapi LGK tergantung dari fase penyakit, yaitu:3,4

1. Fase kronis:

a. Busulfan

b. Hydroxyurea

c. Interferon alfa

2. Fase akselerasi :sama dengan leukemia akut, tetapi respon sangat rendah.

3. Transplantasi sumsum tulang.

4. Terapi memakai prinsip biologi molekuler dengan menggunakan obat baru Imatinib

mesylate.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


A. Hydroxyurea (Hydrea)

Hydroxyureaadalah suatu analog urea yang bekerja menghambat enzim

ribonukleotida reduktase sehingga menyebabkan hambatan sintesis ribonukleotida trifosfat

dengan akibat terhentinya sintesis DNA. Obat ini diberikan per oral dan menunjukan

bioavailabilitas yang mendekati 100%. Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi pada

leukemia mielositik kronik.1,3,5

Dosisnya adalah 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3

dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai maksimal

2,5gram/hari. Penggunaan dihentikan bila leukosit <8000/mm3 atau trombosit

<100.000/mm.1,4,5

Efek sampingnya adalah mielosupresi, mual, muntah, diare, mukositis, sakit kepala,

letargi, dan kadang-kadang terjadi rash makulo popular dan pruritus.

B. Busulfan

Busulfan merupakan obat paliatif pilihan pada leukemia mielositik kronik. Pada dosis

rendah, depresi selektif telihat granulopoiesis dan trombopoiesis, pada dosis yang lebih tinggi

terlihat depresi eritropoiesis. Obat ini sering menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga

pemeriksaan darah harus sering dilakukan.6,8,9

Untuk pengobatan jangka panjang pada leukemia mielositik kronik dosisnya sebanyak

2-6mg/hari secara oral dan dapat dinaikan sampai 12 mg/hari. Obat ini diberikan sampai

hitung leukosit mencapai <10.000/mm3, kemudian pemberian obat dihentikan dan dimulai

kembali setelah hitung leukosit mencapai >50.000/mm3.7,9

Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah asthenia,

hipotensi, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Selain itu juga dapat menyebabkan

katarak, fibrosis, amenore, atrofi testis dll. Busulfan juga dapat menyebabkan fibrosis paru

yang jarang terjadi tetapi bersifat fatal.6

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


C. Imatinib mesylate

Imatinib mesylatemerupakan penghambat tirosin kinase pada onkoprotein BCR-ABL

dan mencegah fosforilasi substrat kinase oleh ATP. Obat ini diindikasikan untuk leukemia

mielositik kronik yaitu suatu kelainan sel hematopoietik yang ditandai dengan adanya

kromosom Philadelphia dengan translokasi t(9;22) yang menyebabkan fusi protein BCR-

ABL. Imatinib diberikan per oral dan diabsorpsi dengan baik oleh lambung. Obat ini terikat

kuat pada protein plasma, dimetabolisme oleh hati, dan dieliminasi melalui empedu dan

feses.5,6

Dalam beberapa kasus leukemia mielositik kronik, dapat terjadi resistensi penyakit

terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi maka dapat diberikan

dasatinib 140mg atau meningkatkan dosis imatinib menjadi 800mg.5,6

Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat ditingkatkan

sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3 bulan pemberian, atau

pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb menjadi rendah dan atau leukosit

meningkat dengan tanpa perubahan jumlah trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi

neutropeni (<500/mm3) atau trombositopeni (<50.000/mm3) atau peningkatan sGOT/sGPT

dan bilirubin. Untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari.1,4

D. Interferon alfa-2a atau Interferon alfa-2b

Perlu premedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian obat ini untuk

mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like syndrome. Dosis 5 juta

IU/m2/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik, biasanya setelah 12 bulan terapi.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3

juta IU/m2/hari.3,6

E. Cangkok sumsum tulang belakang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Data menunjukan bahwa cangkok sumsum tulang dapat memperpanjang masa remisi

sampai >9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik. Cangkok sumsum tulang

tidak dilakukan pada kromosom Ph negatif atau BCR-ABL negatif.3

3.1.9 Prognosis

Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3- 5 tahun setelah

diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya obat- obat baru, median kelangsungan

pasien dapat diperpanjang secara signifikan.

Faktor-faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien LGK, antara lain :

 Pasien : usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti penurunan berat

badan, demam, keringat malam.

 Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia, eosinofilia,

kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif.2,6

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTIFIKASI

• Nama : Ny. Y
• No. MR : 01.03.30.39
• Umur : 35 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Dharmasraya
• Status : Menikah
• Pekerjaan : IRT
• Agama : Islam

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama

Seorang pasien wanita berusia 35tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang dengan
keluhan:

Lemah letih meningkat sejak ±4 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

- Lemah letih meningkat sejak ±4 hari SMRS. Lemah letih telah dirasakan sejak kurang
lebih 2 bulan sebelumnya

- Demam sejak ± 4 hari SMRS, demam tinggi mencapai ≥ 38ºc, demam terus menerus,
menggigil, tidak berkeringat banyak. Demam berkurang dengan pemberian obat
demam kemudian demam timbul kembali.

- Batuk ada, berdahak, tidak berdarah sejak ± 4 hari SMRS. Pilek tidak ada.

- Nyeri dan bengkak pada gusi sejak ± 2 hari SMRS. Awalnya hanya terasa nyeri pada
gusi tanpa disertai bengkak, 1 hari kemudian gusi membengkak. Perdarahan pada gusi
tidak ada.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


- Mimisan ada sebanyak 1x, darah yang keluar hanya sedikit, kira−kira sebanyak
setengah sendok teh

- Riwayat lebam mendadak pada kulit (-).

- Benjolan pada perut bawah kiri sejak ± 2 bulan yang lalu. Benjolan muncul tiba−tiba
sebesar kepalan tinju wanita dewasa, kemudian pasien berobat ke RSUD
Dharmasraya dan dirujuk ke RSUP Dr.M.Djamil Padang.

- Pada bulan Desember 2018 pasien telah menjalani pemeriksaan sumsum tulang
dengan hasil LGK dan telah mendapatkan obat hydroxyurea 3x1000 mg.

- Penurunan nafsu makan dan berat badan sejak 2 bulan SMRS, sebanyak 5 kg.

- Mual (-), muntah (-).

- BAB dan BAK lancar, tidak ada kelainan.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat keganasan disangkal

- Riwayat penyakit hipertensi disangkal

- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal

- Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada


- Riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan

- Pasien seorang IRTdengan aktivitas harian ringan-sedang.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Keadaan umum : tampak sakitsedang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Kesadaran : composmentis cooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 98x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 37,8° C

Sianosis : tidak ada

Edema : tidak ada

Anemis : ada

Ikterus : tidak ada

Keadaan spesifik

Kulit
Warna kuning langsat, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi normal,
ikterus tidak ada, sianosis tidak ada, telapak tangan dan kaki pucat ada, pertumbuhan rambut
normal, turgor kulit baik.

Kelenjar Getah Bening


Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di leher, submandibula, supraklavikula,
infraklavikula, aksila, inguinalis.
Kepala

Bentuk normochepali, simetris, deformitas tidak ada, rambut hitam, lurus, tidak
mudah dicabut.

Mata

Edema palpebra tidak ada, konjungtiva anemisada kiri dan kanan, sklera ikterik tidak
ada.

Hidung

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak
ada deviasi septum, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping
hidung tidak ada.

Telinga

Kedua meatus acusticus eksternus normal, cairan serumen ada, Tophi tidak ada, nyeri
tekan processus mastoideus tidak ada, pendengaran baik.

Mulut

Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi
berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, bau pernafasan aseton tidak ada. Oral trush tidak ada,
Caries dentisada, gigi berlubang ada, lidah kotor tidak ada.

Leher

Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, pembesaran kelenjar KGB tidak ada, JVP
5+0cmH2O, kaku kuduk tidak ada.

Thoraks

Bentuk dada simetris, spider nevi tidak ada.

Paru-paru

I : Statis,dinamis simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar

P : Fremitus kanan sama dengan kiri

P : Sonor pada kedua lapangan paru

A: Bronkovesikular di kedua lapangan paru, ronkhi +/+, wheezing -/-.

Jantung

I : Ictus cordistidak terlihat

P : Ictus codis teraba1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


P : Batas atas RIC II, batas jantung kanan linea sternalis dextra, batas jantung kiri 1
jari medial LMCS RIC V, pinggang jantung positif

A: Irama jantung reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen

I : Tidak membuncit, distensi tidak ada.

P: Supel, nyeri tekan tidak ada, hepartidak teraba. lienteraba S1. Balottement negatif,
Murphy sign negatif.

P : Timpani, shiffting dullness tidak ada.

A: Bising usus positif normal.

Alat kelamin

Tidak diperiksa

Ekstremitas atas : Nyeri sendi tidak ada, gerakan bebas, edema tidak ada, jaringan parut
tidak ada, pigmentasi normal, telapak tangan pucat tidak ada, jari tabuh
tidak ada, turgor kembali lambat tidak ada, eritema palmaris tidak ada,
sianosis tidak ada, CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah : Nyeri sendi tidak ada, gerakan bebas, edema pretibia tidak ada pada
kedua tungkai, jaringan parut tidak ada, pigmentasi normal, jari tabuh
tidak ada, turgor kembali lambat tidak ada, akral pucat tidak ada,
sianosis tidak ada, refleks fisiologis positif, refleks patologis negatif.

Diagnosis Kerja:

Leukemia Granulositik Kronik

Susp bronkopneumonia (CAP)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


Diagnosis Banding:
Leukemia Limfoblastik Kronik

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium ( 04-01-2019 )


Darah rutin:

Hb : 4,1 gr/dl

Leukosit : 620 /mm3

Trombosit : 20.000/mm3

Hematokrit : 13%

Na/K/Cl/Ca : 129/4,2/101/8,6

Ur/Cr : 21/0,7

SGOT/SGPT : 6/8

Total protein/Alb/glb: 6,1/3,4/2,7

Kesan: anemia berat, leukopenia, trombositopenia, hiponatremia, total protein ↓,


albumin ↓

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


Pemeriksaan BMP

Diagnosis

LGK

Anemia berat

Susp. Bronkopneumonia (CAP)

Hiponatremia e.c low intake

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


Penatalaksanaan

Nonfarmakologis

 Istirahat
 Diet MLTKTP
Farmakologis

 IVFD NaCL 0,9% 8 jam/kolf


 Paracetamol 3x500 mg (po)
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
 Hydroxyurea 3x1000 mg (po)

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
5 Januari 2019 S/ Pucat (+), batuk (+), lemah letih (+), demam (+), nyeri dan bengkak
pada gusi (+), perdarahan (-)

O/ KU: sedang, kesadaran: CMC, tekanan darah: 120/70 nadi: 82


x/menit, napas: 20 x/menit, suhu: 37,5oC
Mata: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
cor : iktus kordis terlihat, Irama teratur, bising (-)
pulmo : bronkovesikular, ronkhi +/+, wheezing -/-
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, hepartidak teraba, lien teraba
S1
Ekstremitas: Edema (-), refleks fisiologis (+)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


A/ LGK
Anemia Berat
Susp. CAP
Hiponatremia e.c low intake

P/ - Terapi lanjut
- Pastikan hasil kultur sputum

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien perempuan, usia 35 tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang
dengan keluhan lemah letih meningkat sejak 4 hari SMRS. Lemah letih telah dirasakan sejak
kurang lebih 2 bulan sebelumnya. Lemah letih dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti
kurangnya suplai darah ke jaringan atau penyakit yang mengganggu metabolisme. Beberapa
di antaranya yaitu kurang tidur, anemia, kelainan kelenjar tiroid, dan penyakit darah.

Pasien juga mengeluhkan demam sejak 4 hari SMRS, demam tinggi, demam terus
menerus dan menggigil. Nyeri dan bengkak pada gusi sejak 2 hari SMRS, awalnya hanya
nyeri pada gusi, 1 hari kemudian gusi membengkak. Benjolan pada perut bawah kiri sejak 2
bualan SMRS, benjolan muncul tiba-tiba sebesar tinju wanita dewasa. Pasien juga mengeluh
nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan sejak 2 bulam SMRS sebanyak 5 kg.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan anemis pada pasien. Pada pemeriksaan kepala, mata,
hidung, telinga, thorax, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan
jantung, iktus cordis terlihat namun tidak terdapat cardiomegali. Iktus kordis tidak terlihat
bisa jadi akibat pasien kurus. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan
diagnosis kerja Leukemia Granulositik Kronik.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan anemia berat, kesan LGK pada gambaran
darah tepi, dengan leukositosis dengan blast 3% dan basofilia serta trombositosis.
Penatalaksanaan untuk pasien ini adalah istirahat, diet MLTKTP dan BMP untuk
menegakkan diagnosis. Tatalaksana farmakologisnya seperti, IVFD NaCL 0,9% 8 jam/kol,
paracetamol 3x500 mg (po), inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv), hydroxyurea 3x1000 mg (po).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data Kesehatan.
Jakarta.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014. Jakarta. Hal
331-335
3. Prasanna Kumar Thomas. Investigations for Pneumonia. 2012. India: Association of
Physicians. Vol 60
4. Helen C. Steel, Riana Cockeran, Ronald Anderson, and Charles Feldman. Overview of
Community-Acquired Pneumonia and the Role of Inflammatory Mechanisms in the
Immunopathogenesis of Severe Pneumococcal Disease. Hindawi Publishing
Corporation Mediators of Inflammation Volume 2013. Article ID 490346, 18 pages.
http://dx.doi.org/10.1155/2013/490346.
5. S. Jain, et al. Community-Acquired Pneumonia Requiring Hospitalization among U.S.
Adults. The New England journal ofmedicine. n engl j med 373;5 nejm.org July 30,
2015
6. Pulmo Anatomical Chart. Mentone Educational Anatomical Models.
http://www.mentone-educational.com.au/the-respiratory-system~6279
7. TAO Li-li, et al. Etiology and antimicrobial resistance of community-acquired
pneumonia in adult patients in China. Chinese Medical Journal 2012;125(17):2967-
2972 2967
8. Said MA, et al. Estimating the Burden of Pneumococcal Pneumonia among Adults: A
Systematic Review and Meta-Analysis of Diagnostic Techniques. April 2, 2013.
http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0060273
9. Al-Tawfiq, et all. Decreasing ventilator-associated pneumonia in adult intensive care
units using the Institute for Healthcare Improvement bundle.
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajic.2010.01.008
10. Rosenthal, et al. Effectiveness of a multidimensional approach for prevention of
ventilator-associated pneumonia in adult intensive care units from 14 developing
countries of four continents: Findings of the International Nosocomial Infection
Control Consortium. Critical Care Medicine.December 2012 - Volume 40 - Issue 12 -
p 3121–3128. doi: 10.1097/CCM.0b013e318265791

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


11. İftihar K., et al. Etiological agents of community-acquired pneumonia in adult patients
in Turkey; a multicentric, cross-sectional study. Tüberküloz ve Toraks Dergisi 2010;
58(2): 119-127
12. Ya-Fen Liu, et al. Etiological analysis and predictive diagnostic model building of
community-acquired pneumonia in adult outpatients in Beijing, China. BMC
Infectious Diseases 201313:309. DOI: 10.1186/1471-2334-13-309
13. Lahoorpour F, Delpisheh A,Afkhamzadeh A. Risk factors for acquisition of ventilator-
associated pneumonia in adult intensive care units. Pakistan Journal of medical
science. Pak J Med Sci. 2013 Sep-Oct; 29(5): 1105–1107.
14. Cheol-In Kang, et al. Risk factors and pathogenic significance of bacteremic
pneumonia in adult patients with community-acquired pneumococcal pneumonia.
Journal of Infection. Hongkong. January 2013. Vol 66, Issue 1, Pages 34-40.
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.jinf.2012.08.011
15. Pakhale S, Mulpuru S, Verheij TJM, Kochen MM, Rohde GGU, Bjerre LM.
Antibiotics for community-acquired pneumonia in adult outpatients. Cochrane
Database of Systematic Reviews 2014, Issue 10. Art. No.: CD002109. DOI:
10.1002/14651858.CD002109.pub4.
16. Cutler, RL, et al. Intensive and Critical Care Nursing. Reducing ventilator associated
pneumonia in adult patients through high standards of oral care: A historical control
study. Doncaster and Bassetlaw Hospitals NHS Foundation Trust, Armthorpe Road,
Doncaster, United Kingdom. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.iccn.2013.08.005

17. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.


2012. Jakarta. Hal 109-113
18. Torres, A. Ferrer, M. Badia, JR. Treatment Guidelines and Outcomes of Hospital-
Acquired and Ventilator-Associated Pneumonia. 2010. Clin Infect Dis (2010) 51
(Supplement_1): S48-S53. https://doi.org/10.1086/653049
19. Khan AN. Aspiration Pneumonia Imaging. 2016. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/353329-overview#a2. Accesed on : 30 April
2016
20. Khan AN. Extrinsic Allergic Alveolitis Imaging 2015. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/356120-overview#a2. Accessed on : 30 April
2016.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


21. Mansoura University. Bronchopneumonia 2015. Available at
http://osp.mans.edu.eg/tmahdy/Students/X-
Ray/CHEST/pages/BRONCHOPNEUMONIA.htm. Accesed on : 30 April 2016W

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24

Anda mungkin juga menyukai