Oleh :
Preseptor :
2019
PENDAHULUAN
gangguan sel plasma.Leukemia adalah kanker sel darah yang muncul di sumsum tulang. Ia
dapat berupa akut atau kronis, tergantung pada kematangan sel asal dan penyakit jika tidak
diobati. Limfoma muncul di organ limfatik (yaitu kelenjar getah bening, limpa) dan saluran
limfatik. Multiple myeloma, kelainan sel plasma yang paling terkenal, merupakan proliferasi
Meskipun ada perbedaan antara proses terapeutik yang spesifik, konsep umum yang
agen kemoterapi yang dirancang untuk membunuh sel ganas. Bila diindikasikan (misalnya,
untuk pasien berisiko tinggi untuk kambuh), transplantasi sel induk hematopoietik (HSCT)
dapat dilakukan. Dalam proses ini, pasien menerima kemoterapi dosis tinggi atau penyinaran
tubuh total untuk membunuh sel ganas - pengobatan yang pasti juga membunuh sel induk
pasien sendiri. Sel progenitor hematopoietik yang dikumpulkan dari donor sehat yang
kompatibel kemudian diinfuskan secara intravena untuk membangun kembali fungsi sumsum
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
Leukemia granulositik kronik (LGK) atau disebut juga leukemia mielositik kronik
adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai salah satu
penyakit mieloproliferatif.Penyakit ini timbul pada tingkat sel induk pluripoten dan secara
penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi,
sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai
merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia. Sedangkan di negara
barat leukemia kronis lebih banyak dijumpai dalam bentuk leukemia limfositik kronis.
Insiden LGK di Negara barat: 1- 1,4/100.000/ tahun. Umumnya LGK mengenai usia
3.1.3 Etiologi
Menurut Markman (2009), leukemia mielositik kronik adalah salah satu kanker yang
diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih dari 90% kasus.
Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah translokasi respirokal dari
gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada kromosom 9, menghasilkan gabungan gen
BCR-ABL yang dijuluki kromosom Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen
3.1.4 Klasifikasi
5. Eosinophilic leukemia
3.1.5 Patogenesis
Pada leukemia mielositik kronik terjadi hilangnya sebagian lengan panjang dari
kromosom 22, yaitu kromosom Philadelphia (Ph). Kromosom ini dihasilkan dari translokasi
t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari protoonkogen Abelson
kromosom 9. Pada translokasi Ph, ekson 5’ BCR berfusi dengan ekson 3’ ABL menghasilkan
gen khimerik untuk mengkode suatu protein fusi berukuran 210kDa (p210) yang memiliki
aktivitas tirosin kinase melebihi produk ABL 145 kDa yang normal. Dengan kemajuan
teknologi dibidang biologi molekular, didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada
dilengan panjang kromosom 9 (9q34), yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (break cluster
region). Yang terletak di lengan panjang kromosom 22 (22q11). Gabungan kedua gen ini
Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel pluripoten pada sistem
menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal. Dampaknya
Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronis, pasien sering mengeluh
pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. 1
Kadang timbul nyeri seperti diremas diperut kanan atas akibat peregangan kapsul limpa.
Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak
terlalu tinggi, keringat malam.2,3 Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung
lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-
sel leukemia. Apabila dibuat urutan berdasarkan keluhan yang diutarakan oleh pasien, maka
Splenomegali 95
Lemah badan 80
Hepatomegali 50
Keringat malam 45
Cepat kenyang 40
Perdarahan/purpura 35
Nyeri perut 30
Demam 10
Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau mengalami
akselerasi. Ciri khas fase akselerasi adalah leukositosis yang sulit di kontrol oleh obat-obat
trombosit<100.000/mm3. Secara klinis , fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah
mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie,
1. Hematologi Rutin
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-
60.000/mm3. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah trombosit
biasanya meningkat 500-600.000/mm3, tetapi dalam beberapa kasus dapat normal atau
menurun.2,3
maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat,
4. Kariotipik
kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid kronik antara lain : +8, +9, +19,
+21, i(17).1,2,3
3.1.8 Tatalaksana
1. Fase kronis:
a. Busulfan
b. Hydroxyurea
c. Interferon alfa
2. Fase akselerasi :sama dengan leukemia akut, tetapi respon sangat rendah.
4. Terapi memakai prinsip biologi molekuler dengan menggunakan obat baru Imatinib
mesylate.
dengan akibat terhentinya sintesis DNA. Obat ini diberikan per oral dan menunjukan
bioavailabilitas yang mendekati 100%. Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi pada
Dosisnya adalah 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3
dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai maksimal
<100.000/mm.1,4,5
Efek sampingnya adalah mielosupresi, mual, muntah, diare, mukositis, sakit kepala,
B. Busulfan
Busulfan merupakan obat paliatif pilihan pada leukemia mielositik kronik. Pada dosis
rendah, depresi selektif telihat granulopoiesis dan trombopoiesis, pada dosis yang lebih tinggi
terlihat depresi eritropoiesis. Obat ini sering menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga
Untuk pengobatan jangka panjang pada leukemia mielositik kronik dosisnya sebanyak
2-6mg/hari secara oral dan dapat dinaikan sampai 12 mg/hari. Obat ini diberikan sampai
hitung leukosit mencapai <10.000/mm3, kemudian pemberian obat dihentikan dan dimulai
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah asthenia,
hipotensi, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Selain itu juga dapat menyebabkan
katarak, fibrosis, amenore, atrofi testis dll. Busulfan juga dapat menyebabkan fibrosis paru
dan mencegah fosforilasi substrat kinase oleh ATP. Obat ini diindikasikan untuk leukemia
mielositik kronik yaitu suatu kelainan sel hematopoietik yang ditandai dengan adanya
kromosom Philadelphia dengan translokasi t(9;22) yang menyebabkan fusi protein BCR-
ABL. Imatinib diberikan per oral dan diabsorpsi dengan baik oleh lambung. Obat ini terikat
kuat pada protein plasma, dimetabolisme oleh hati, dan dieliminasi melalui empedu dan
feses.5,6
Dalam beberapa kasus leukemia mielositik kronik, dapat terjadi resistensi penyakit
terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi maka dapat diberikan
Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat ditingkatkan
sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3 bulan pemberian, atau
pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb menjadi rendah dan atau leukosit
meningkat dengan tanpa perubahan jumlah trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi
dan bilirubin. Untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari.1,4
Perlu premedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian obat ini untuk
mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like syndrome. Dosis 5 juta
IU/m2/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik, biasanya setelah 12 bulan terapi.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3
juta IU/m2/hari.3,6
sampai >9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik. Cangkok sumsum tulang
3.1.9 Prognosis
diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya obat- obat baru, median kelangsungan
Pasien : usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti penurunan berat
3.1 IDENTIFIKASI
• Nama : Ny. Y
• No. MR : 01.03.30.39
• Umur : 35 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Dharmasraya
• Status : Menikah
• Pekerjaan : IRT
• Agama : Islam
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita berusia 35tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang dengan
keluhan:
- Lemah letih meningkat sejak ±4 hari SMRS. Lemah letih telah dirasakan sejak kurang
lebih 2 bulan sebelumnya
- Demam sejak ± 4 hari SMRS, demam tinggi mencapai ≥ 38ºc, demam terus menerus,
menggigil, tidak berkeringat banyak. Demam berkurang dengan pemberian obat
demam kemudian demam timbul kembali.
- Batuk ada, berdahak, tidak berdarah sejak ± 4 hari SMRS. Pilek tidak ada.
- Nyeri dan bengkak pada gusi sejak ± 2 hari SMRS. Awalnya hanya terasa nyeri pada
gusi tanpa disertai bengkak, 1 hari kemudian gusi membengkak. Perdarahan pada gusi
tidak ada.
- Benjolan pada perut bawah kiri sejak ± 2 bulan yang lalu. Benjolan muncul tiba−tiba
sebesar kepalan tinju wanita dewasa, kemudian pasien berobat ke RSUD
Dharmasraya dan dirujuk ke RSUP Dr.M.Djamil Padang.
- Pada bulan Desember 2018 pasien telah menjalani pemeriksaan sumsum tulang
dengan hasil LGK dan telah mendapatkan obat hydroxyurea 3x1000 mg.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan sejak 2 bulan SMRS, sebanyak 5 kg.
Keadaan umum
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37,8° C
Anemis : ada
Keadaan spesifik
Kulit
Warna kuning langsat, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi normal,
ikterus tidak ada, sianosis tidak ada, telapak tangan dan kaki pucat ada, pertumbuhan rambut
normal, turgor kulit baik.
Bentuk normochepali, simetris, deformitas tidak ada, rambut hitam, lurus, tidak
mudah dicabut.
Mata
Edema palpebra tidak ada, konjungtiva anemisada kiri dan kanan, sklera ikterik tidak
ada.
Hidung
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, cairan serumen ada, Tophi tidak ada, nyeri
tekan processus mastoideus tidak ada, pendengaran baik.
Mulut
Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi
berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, bau pernafasan aseton tidak ada. Oral trush tidak ada,
Caries dentisada, gigi berlubang ada, lidah kotor tidak ada.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, pembesaran kelenjar KGB tidak ada, JVP
5+0cmH2O, kaku kuduk tidak ada.
Thoraks
Paru-paru
Jantung
P : Ictus codis teraba1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat
Abdomen
P: Supel, nyeri tekan tidak ada, hepartidak teraba. lienteraba S1. Balottement negatif,
Murphy sign negatif.
Alat kelamin
Tidak diperiksa
Ekstremitas atas : Nyeri sendi tidak ada, gerakan bebas, edema tidak ada, jaringan parut
tidak ada, pigmentasi normal, telapak tangan pucat tidak ada, jari tabuh
tidak ada, turgor kembali lambat tidak ada, eritema palmaris tidak ada,
sianosis tidak ada, CRT < 2 detik.
Ekstremitas bawah : Nyeri sendi tidak ada, gerakan bebas, edema pretibia tidak ada pada
kedua tungkai, jaringan parut tidak ada, pigmentasi normal, jari tabuh
tidak ada, turgor kembali lambat tidak ada, akral pucat tidak ada,
sianosis tidak ada, refleks fisiologis positif, refleks patologis negatif.
Diagnosis Kerja:
Hb : 4,1 gr/dl
Trombosit : 20.000/mm3
Hematokrit : 13%
Na/K/Cl/Ca : 129/4,2/101/8,6
Ur/Cr : 21/0,7
SGOT/SGPT : 6/8
Diagnosis
LGK
Anemia berat
Nonfarmakologis
Istirahat
Diet MLTKTP
Farmakologis
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
5 Januari 2019 S/ Pucat (+), batuk (+), lemah letih (+), demam (+), nyeri dan bengkak
pada gusi (+), perdarahan (-)
P/ - Terapi lanjut
- Pastikan hasil kultur sputum
Seorang pasien perempuan, usia 35 tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang
dengan keluhan lemah letih meningkat sejak 4 hari SMRS. Lemah letih telah dirasakan sejak
kurang lebih 2 bulan sebelumnya. Lemah letih dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti
kurangnya suplai darah ke jaringan atau penyakit yang mengganggu metabolisme. Beberapa
di antaranya yaitu kurang tidur, anemia, kelainan kelenjar tiroid, dan penyakit darah.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 4 hari SMRS, demam tinggi, demam terus
menerus dan menggigil. Nyeri dan bengkak pada gusi sejak 2 hari SMRS, awalnya hanya
nyeri pada gusi, 1 hari kemudian gusi membengkak. Benjolan pada perut bawah kiri sejak 2
bualan SMRS, benjolan muncul tiba-tiba sebesar tinju wanita dewasa. Pasien juga mengeluh
nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan sejak 2 bulam SMRS sebanyak 5 kg.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan anemis pada pasien. Pada pemeriksaan kepala, mata,
hidung, telinga, thorax, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan
jantung, iktus cordis terlihat namun tidak terdapat cardiomegali. Iktus kordis tidak terlihat
bisa jadi akibat pasien kurus. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan
diagnosis kerja Leukemia Granulositik Kronik.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan anemia berat, kesan LGK pada gambaran
darah tepi, dengan leukositosis dengan blast 3% dan basofilia serta trombositosis.
Penatalaksanaan untuk pasien ini adalah istirahat, diet MLTKTP dan BMP untuk
menegakkan diagnosis. Tatalaksana farmakologisnya seperti, IVFD NaCL 0,9% 8 jam/kol,
paracetamol 3x500 mg (po), inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv), hydroxyurea 3x1000 mg (po).
1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data Kesehatan.
Jakarta.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014. Jakarta. Hal
331-335
3. Prasanna Kumar Thomas. Investigations for Pneumonia. 2012. India: Association of
Physicians. Vol 60
4. Helen C. Steel, Riana Cockeran, Ronald Anderson, and Charles Feldman. Overview of
Community-Acquired Pneumonia and the Role of Inflammatory Mechanisms in the
Immunopathogenesis of Severe Pneumococcal Disease. Hindawi Publishing
Corporation Mediators of Inflammation Volume 2013. Article ID 490346, 18 pages.
http://dx.doi.org/10.1155/2013/490346.
5. S. Jain, et al. Community-Acquired Pneumonia Requiring Hospitalization among U.S.
Adults. The New England journal ofmedicine. n engl j med 373;5 nejm.org July 30,
2015
6. Pulmo Anatomical Chart. Mentone Educational Anatomical Models.
http://www.mentone-educational.com.au/the-respiratory-system~6279
7. TAO Li-li, et al. Etiology and antimicrobial resistance of community-acquired
pneumonia in adult patients in China. Chinese Medical Journal 2012;125(17):2967-
2972 2967
8. Said MA, et al. Estimating the Burden of Pneumococcal Pneumonia among Adults: A
Systematic Review and Meta-Analysis of Diagnostic Techniques. April 2, 2013.
http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0060273
9. Al-Tawfiq, et all. Decreasing ventilator-associated pneumonia in adult intensive care
units using the Institute for Healthcare Improvement bundle.
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajic.2010.01.008
10. Rosenthal, et al. Effectiveness of a multidimensional approach for prevention of
ventilator-associated pneumonia in adult intensive care units from 14 developing
countries of four continents: Findings of the International Nosocomial Infection
Control Consortium. Critical Care Medicine.December 2012 - Volume 40 - Issue 12 -
p 3121–3128. doi: 10.1097/CCM.0b013e318265791