Anda di halaman 1dari 7

LEUKEMIA

Penyakit ini merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan terjadinya
kerusakan pada pabrik pembuat sel darah, yaitu pada sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut
kanker darah . keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah
tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel
darah yang nomal. Berdasarkan morfologik sel terdapat 5 gologan besar leukemia sesuai dengan
5 macam sistem hemopoietik dalam sumsum tulang.
Lima golongan system Leukemia
1. Leukemia sistem eritropoietik: mielosis eritremika atau penyakit di Guglielmo.
2. Leukemia sistem granulopoietik: leukemia granulositik ataumielositik.
3. Leukemia sistem trombopoietik: leukemia megakariositik.
4. Leukemia sistem limfopoietik: leukemia limfosik.
5. Leukemia RES: retikuloendoteliosis yang dapat berupa leukemia monositik, leukemia
plasmositik (penyakit kanker), histiositis, dan sebagainya.

Disamping itu mungkin masih ditemukan proliferasi campuran dari 2 sistem hemopoietik
seperti pada eritrolukemia yang merupakan leukemia system granulopoietik dan eritropoietik,
dan masih ada lagi penggolongan pada jenis-jenis leukemia sesuai sel yang menderita seperti
leukemia mieloblastik, eosinofilik dan sebagainya. Pada anak yang sering ditemukan ialah
leukemia limfositik akut (LLA). Jenis lain seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia
limfositik kronik (LLK), leukemia mielositik konik (LMK). Dari kesemuanya itu LLA yang
terbanyak. Pada umumnya gejala klinis dari berbagai leukemia hamper sama hanya berbeda

Klasifikasi riiko normal atau risiko tinggi, menentukan protocol kemoterapi. Saat ini di Indonesia
sudah tidak ada 2 protocol pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu protocol
Nasional (Jakarta) dan protocol WK-ALL 2000
Tetapi induksi berlangsung 4-6minggu denga dasar 3-4 obat yang berbeda
(deksametason, vinkristin, L-asparaginase dan atau antraksilin). Kemungkinanhasil yang dapat
dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif
tambahan setelah remisi komplit dan untuk profilaksi leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil
yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pada
pasien resiko sedang dan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas remisi. Lebih
dari 95% pasien akan mendapatkan remisi pada fase ini. Terapi SSP yaitu secara langsung
diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat metotreksat, sering dikombinasikan dengan
infuse berulang metotreksat dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat pengobatan (3-
5gr/m2). Di beberapa pasien risiko tinggi dengan umur > 5 tahun mungkin lebih efektif dengan
memberkan radiasi cranial (18-24 Gy) disamping pemakaian kemoterapi sistemik dosis tinggi.
Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari dan
metotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika lain selama perawatan tahun pertama.
Lamanya terapi rumatan ini pada kebayakan studi adalah 2-21/2 tahun dan tidak ada keuntungan
jika perawatan sampai dengan 3 tahun. Dosis sitostatika secara individual dipantau dengan
melihat leukosit dan atau konsentrasi obat selama terapi rumatan.

Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis
leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <5% dari sel berinti,
hemoglobin >12g/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit >3000/ul dengan hitung jenis leukosit
normal, jumlah granulosit >2000/ul, jumlah trombosit >100.000/ul, dan pemeriksaan cairan
serebrospinal normal.

Dengan terapi intensif modern, remisi akan tercapai pada 98% pasien. 2-3% dari pasien
anak akan meninggal dalam CCR (Continious Complete Remission) dan 25-30% akan kambuh.
Sebab utama kegagalan terapi adalah kambuhnya penyakit. Relapis sumsum tulang yang terjadi
(dalam 18 bulan sesudah diagnosis) memperburuk prognosis (10-20 long-term survival)
sementara relap yang terjadi kemudian setelah penghentian terapi mempunyai prognosis lebih
baik, khususnya relap testis dimana long-term survival 50-60%. Terapi relaps harus lbih agresif
untuk mengatasi resistensi obat.

Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh,


khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis
yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.
Secara keseluruhan survival setelah relaps adalah 20-40% pada seri yang berbeda.
Survival meningkat dari 53% (1981-1985), sampai 68% (1986-19991) sampai dengan saat ini
81% (1992-1995). Alas an utama dibalik perbaikan ini adalah lebih intensifny terapi untuk
semua kelompok risiko.
Terapi LMA
Tiga puluh tahun yang lalu, hamper setiap anak dengan AML, meninggal dan tidak ada
kelompok yang teridentifikasi. Saat ini gambaran survival hidup lebih dari 40% dilaporkan pada
banyak studi. Perubahan terjadi pada tahun 70-an dengan dikenalnya sitarabin (Arac) dan
antrasiklin. Dengan kombinasi obat yang berbeda, remisi bisa berpengaruh pada 75-85% anak,
namun tanpa terapi lebih lanjut kebanyakan anak-anak relaps dalam 1 tahun.

Perhatian psikologis dan kebutuhan untuk menangani pasien dan seluruh keluarga pada
suatu lingkungan adalah suatu keharusan.

Kualitas remisi harus diperbaiki dengan terapi konsolidasi intensif, namun intensitas
remisi juga bisa mempengaruhi hasil yang tidak berharga dari tipe terapi konsolidasi yang
digunakan.

Tiga metode terapi konsolidasi adalah kemoterapi sendiri, transplantasi sumsum tulang
autologus, atau transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik. Saat ini nampaknya
transplantasi sumsum tulang autologus menunjukkan hasil baik, namun transplantasi alogenik
dari donor dengan HLA yang identik masih merupakan yang terbaik untuk kesembuhan.

Leukemia Promielositik Akut (M3)


M3 berjumlah sekitar 10-15%. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan t(15;17) dimana
breakpoint pada gen untuk reseptor inti asam retinoik pada kromosom 17 da PML
(promyelocytic leukemia) berada pada kromoson 15. Tahun 1998 ilmuwan cina melaporkan
bahwa induks remisi lengkap bisa terjadi pada M3 dengan menggunakan asam retinoik (ATRA)
sebagai agen tunggal. Tentu saja keterlibatan reseptorinti untuk asam retinoik mempengaruhi
sensitivitas leukemia terhadap vitamin ini, meskipun detail molekulermasih belum di ketahui.
Kerugia terbesar dari terapi retinoik ATRA dalah komplikasi pendarahan yang tidak bisa di
hindari.
Daftar Pustaka

1. Baruchel A, Leblanc T and Schaison G. Pathology ofAcute Lymphoblastic Leukemia in


Pediatric Hematology edited Lilleyman J, Han Lan and Blanchette V 2 nd ed. Churchil
Livingston 2000: 519-535.
2. Crist , Pullen J, Boyett et al. Acute Lymphoid leukemia in Adolescents: Clinical and
Biology Feature Predict A Poor Prognosis-A Pediatric. Oncology Group Study, J Clin
Oncol 1988: 6 : 34-43.
Patogenesis leukemia secara imunologik
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia jika
struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen individu tidak
sama dengan struktuk antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti pada benda asing
lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama
kulit dan selaput lender yang terletak dipermukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan ).
Oleh WHO terhadap jaringan telah ditetapkan istilah HL- (Human Leucosyte Locus A). system
HL-A individu ini diturunkan menurut hokum genetika sehingga adanya peranan factor ras dan
keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.

Gambaran Klinis
Gejala yang khas ialah pucat (dapat terjadi mendadak), panas dan pendarahan disertai
splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Paien yang menunjukkan
gejala lengkap seperti yang disebutkan ini, secara klinik dapat didiagnosa leukemia. Perdarahan
dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Pada stadium
permulaan mungkin tidak terdapat splenomegalia. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau
sakit tulang yang dapat disalah tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul
sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura,
kejang pada leukemia serebral.
Leukemia Limfosit Akut (LLA)

Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus
onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah :

1. Factor eksogen seperti sinar-X, sinar radioaktif, hormone, bahan kimia (benzolp, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri)
2. Factor endogen seperti Ras (orang yahudi mudah menderita LLK). Factor konstitusi
seperti kelainan kromosom (syndrome down, angka kejadian tinggi), herediter (kadang-
kadang dijumpai kasus Leukemia pada kakak-beradik atau saudara kembar satu telur).

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium

Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa adanya
pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan
terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk
leukemia. Kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat dapat meningkat, hipogamaglobinemia.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton, yaitu yang terdiri
dari sel limfopoietik patologis sedangkan system lain tersedak (aplasia sekunder). Pada LMA
selain gambaran yang monoton, terlihat pula adanya hatus leukemia ialah keadaan yang
memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang
bentuk pematangan sel yang berada di antaranya (promielosit, mielosit dan sel batang)

Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan ploriferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa
yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.

Cairan serebrospinalis
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein, berarti suatu leukemia meninggal.
Kelainan ini dapat terjadi setiap saaat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan remisi
maupun keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara intratekal
secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang menunjukkan gejala tekanan intracranial
meninggi.

Sitogenik
Pada kasus LMK 70-90% menunjukkan kelainan kromosom, yaitu kromosom 21 (kromosom
Philadelphia atau ph 1). 50-70 dari pasien LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:

1. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hi perploid (2n+a)
2. Koriotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang dipoid.
3. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
4. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan
kromosom yang sangat keci.

Untuk menentukan pengobatanya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada
leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau
terdapat sel blas, juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan
mikroskop electron akan terlihat adanya sel patologis.

Penatalaksanaan Medis
1. Transfuse darah, biasanya diberikan jika kadar Hb berkurang dari 6g%.
Pada trombositopenia yang brat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason dan sebagainya)
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya.
Umumnya sistotatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada
pemberian obat-obatan ini sering terdapat efek samping berupa alopesia(botak),
stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidisiatis. Bila jumlah leukosit kurang
dari 2000/mm3 pemberiannya harus hati-hati.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat dikamar yang suci hama).
5. Imuneterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru setelah mencapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara
pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan ).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klink bergantung dari pengalaman, tetapi
prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar :
1. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel
blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama, biasanya dengan
memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
4. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan
dengan pemberian obat-obat seperti pada induki selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan saraf pusat, diberikan MTX secara
intratekal dan radiasi cranial.
6. Pengobatan imunologik.

Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien, yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang menderita
penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umunya kurang menggembirakan (sama
seperti kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu
diusahakan ialah ruangan yang aseptic dan cara bekerja yang aseptic pula.

Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga
pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui penyakit
anaknya.

Anda mungkin juga menyukai