Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia merupakan nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan
oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia
dihubungkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului
sumsum tulang. Kata kata leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima
yang berarti putih dan darah yang mengacu pada peningkatan abnormal dari
leukosit. Peningkatan tidak trkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi,
trobositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian (Jan Tambayong,
2000).
Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif)

adalah kanker. Kanker

merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat
kanker dalam rentang waktu 2005 dan 2015.3 Pada tahun 2000 terdapat 10 juta
orang (5,3 juta laki-laki dan 4,7 juta wanita) menderita kanker di seluruh dunia dan
6,2 juta diantaranya meninggal dunia (Case Fatality Rate/CFR 62%) (WHO, 2003).
Data American Cancer Society (2004), angka kejadian leukemia di Amerika
Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan 14.420
kasus baru lainnya pada perempuan (43,12%). Insiden rate (IR) leukemia pada lakilaki di Canada 14 per 100.000 penduduk dan pada wanita 8 per 100.000 penduduk
pada tahun yang sama. Data The Leukemia and Lymphoma Society (2009)
menyebutkan bahwa setiap 4 menit terdapat 1 orang meninggal karena kanker.
Diperkirakan 139.860 orang di Amerika terkena leukemia, lymphoma dan myeloma
dan 53.240 orang meninggal karena kasus ini (CFR 38,1%). IR leukemia yaitu 12,2
per 100.000 penduduk.
Penyakit tersebut mempunyai banyak faktor penyebab namun belum ada yang
mendominasi hingga terjadinya penyakit tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah
leukemia atau kanker darah kita harus mengenal lebih jauh tentang leukemia,
bagaimana gejala-gejalanya, dampak dari penyakit leukemia, cara diagnosa dan
penyembuhannya. Penyakit leukimia ini harus ditangani dengan tepat agar penderita
1

tidak terjangkit penyakit lainnya karena tranfusi yang tidak steril. Berdasarkan
paparan dari fakta inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk membahas kasus
mengenai penyakit leukimia ini dan sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem
imun dan hematologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit Leukemia?
2. Apa jenis - jenis penyakit Leukemia?
3. Bagaimanakah etiologi penyakit Leukemia?
4. Bagaimana Faktor Risiko Perkembangan penyakit Leukemia?
5. Bagaimanakah Patofisiologi penyakit Leukemia?
6. Apa sajakah manifestasi klinis penyakit Leukemia?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostic penyakit Leukemia?
8. Bagaiamankah penatalaksanaan penyakit Leukemia?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien penyakit Leukemia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan istruksional umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih
(leukemia).
1.3.2 Tujuan instruksional khusus
Mengetahui etiologi, manifestasi

klinis,

patofisiologi,

pemeriksaan

diagnostic, penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Leukemia
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliperasi abnormal
dari sel-sel hemotopeitik (Silvia, A. Price, 2006).
2

Leukemia adalah proliperasi sel leukosit yang abnormal, ganas disertai bentuk
leukosit yang lain dari normal, jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan anaemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Suparman, 2005).
Leukemia adalah produksi sel darah putih yang tidak terkontrol disebabkan
oleh mutasi yang menjurus pada kanker sel mielogenosa atau sel limfogenosa
(Guyton, 1997).
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai adanya akumulasi
leukosit ganas dalam sum-sum tulang dan darah (A.V.Hoffbrand, 2005).
2.2 Jenis Leukemia
Leukemia digambarkan sebagai akut atau kronis, bergantung pada cepat
tidaknya kemunculan dan bagaimana diferensiasi sel-sel kanker yang bersangkutan.
Sel-sel leukemia akut berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel-sel leukemia
kronis biasanya berdiferensiesi dengan baik.
Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai
contoh, leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di
jumpai pada anak, menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitive.
Leukemia granulostik adalah leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia
pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau mielobastik akut. Angka
kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang
terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia limfositik akut pada
masa kanak-kanak, merupakan angka statistic yang luar biasa karena penyakit ini
hampir bersifat fatal.
Pembagian penyakit leukemia terdiri dari:
1. Leukemia limfositik akut (LLA)
Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-anak,
dan membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4 tahun,
dan lebih dari separuh leukemia selama masa pubertas. Penyakit ini jarang pada
pasien berusia lebih dari 30 tahun. Walaupun LLA dijumpai pada sekitar 15%
leukemia pada orang dewasa, namun dari kasus ini mungkin sebenarnya adalah
gambaran awal dari transformasi akut LMK. (Ronald A. Sacher, 2004)
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan yang paling sering
dijumpai pada populasi anak-anak. Di Amerika Serikat, leukemia limfoblastik
akut lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan lebih sering pada ras
3

kaukasia daripada Afrika-Amerika. Puncak usia terjadinya leukemia limfoblastik


akut adalah kira-kira 4 tahun, walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia.
Individu-individu tertentu, seperti penderita Sindrom Down dan ataksiatelangieksis sangat beresiko mengalami penyakit ini. Penyebabnya tidak di
ketahui, walaupun dapat berkaitan dengan factor genetic, lingkungan, infeksi,
dan di pengaruhi imun. Gejala pada saat pasien datang berobat adalah pucat,
fatigue, demam, pendarahan, memar. Nyeri tulang sering di jumpai, dan anak
kecil dapat datang untuk dievaluasi karena karena pincang atau tidak mau
berjalan.

Pada

pemeriksaaan

fisik

dijumpai

adanya

memar,

petekie,

limfadenopati dan hepatosplenomegali. Evaluasi laboratorium dapat menunjukan


leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada kira-kira 50% pasien pasien di
temukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm 3 pada saat didiagnosis, dan pada
20% pasien melebihi 50.000/mm3. Neutopenia (jumlah neutrofil absolute kurang
dari 500/mm3) sering dijumpai. Limfoblas dapat melaporkan di darah perifer,
tetapi pemeriksa yang berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut
sebagai limfosit atipik. Diagnosis pasti leukemia di tegakkan dengan melakukan
aspirasi sumsum tulang yang meperlihatkan limfoblas lebih dari 25%.
Sebaikmya juga dilakukan pe,eriksaan imunologik,sitogenik, dan karakter
biokimiawi sel. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat
merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Factor-faktor
prognostic seperti jumlah leukosit awal dan usia pasien menetukan pengobatan
yang diindikasikan. Pasien-pasien yang berisiko tinggi memrlukan terapi yang
lebih intensif. Kebanyakan rencana-rencana pengobatan berlangsung selama 2-3
tahun dan dimulai dengan fase induksi remisi yang bertujuan untuk menurunkan
beban leukemik yang berdeteksi menjadi kurang dari 5%. Fase terapi berikutnya
bertujuan untuk menurunkan dan akhirnya menghilangkan semua sel leukemik
dari tubuh. Terapi preventif pada saraf pusat termasuk didalam semjua protocol
terapi. Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama, walaupun
pada beberapa pasien yang berisiko tinggi dilakukan radiasi pada sistem saraf
pusat. Transplantasi sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain
yang dilakukan pada anak yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat relaps
lain adalah sistem saraf pusat dan testis. Prognosis untuk daya tahan tubuh hidup
4

bebas penyakit yang lain lama adalah kira-kira 75% pada semua kelompok
resiko.
Sindrom lisis tumor (trias metabolic hiperurisemia, hiperkalemia, dan
hiperfofatemia) merupakan komplikasi terapi yang terjadi ketika sel leukemia
mengalami lisis sebagai respons terhadap kemoterapi sitotoksik dan pelepasan,
kandungan interaselulernya ke dalam aliran darah. Sindrom ini sering terjadi di
dalam sel yang memiliki fraksi pertumbuhan tinggi (leukemia/limfosema sel T
dan limfoma burkitt). Hidrasi, alkalinisasi, dan pemberian aluporinal secara
agresif sebelum memulai kemoterapi dapat meringankan disfungsi ginjal yang
serius. Kedua tidakan pertama membantu ekskresi fosfat dan asam urat, dan
alupurinol mengurangi pembentukan asam urat. Kalium sebaiknya tidak
ditambahkan ke dalam cairan hidrasi. Dengan memantau konsentrasi elektrolit
dan fungsi ginjal secara kilat, seseorang dapat menghindari berkembangnya
gagal ginjal. (M.william schawtz,2005)
2. Leukemia mielositik kronis (CML)
Leukemia mielositik kronis (CML) terhitung kira-kira 3% dari semua kasus
leukemia pada anak-anak. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi
sebagian besar kasus terjadi pada akhir masa kanak-kanak. Penyakit ini relative
lebih lambat disbanding leukima akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien
sering asimtomatik dan dapat terdapat jumlah leukosit yang tinngi atau
splenomegali yang ditemukan pada pemeriksaan rutin anak yang sehat. Akan
tetapi, dapat terjadi gejala seperti demam, keringat malam, nyeri abdomen atau
nyeri tulang. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya splenomegali nyata.
Hepatomegali dapat juga terjadi. Evaluasi laboratorium secara tipikal
memperlihatkan leukositosis nyata, trombositis, dan anemia ringan. Sumsum
tulang hiperselular tetapi sisertai maturasi myeloid yang normal. Sel blas tidak
banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom lphiladelphia.
Kromosom ini berkaitan dengan t (9;22) klasik.
Ada tiga tipe leukemia mielositik kronis: fase kronis, fase akselerasi, dan
krisis blas. Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan
menunjukkan hiperproliferasi elemen myeloid matur. Pengobatan selama fase ini
5

ditunjukkan pada sitoreduksi untuk mengurangi resiko berkembangnya


leukositosis dan splenomegali massif. Pemberian hidroksiuria merupakan bagian
penting pengobatan sitoredutif. Dengan berjalannya waktu, semua pasien akan
memasuki fase akselerasi dan fase blas, mengalami leukemia yang nyata. Pada
sebagian besar keadaan, secara morfologis ditemukan mieloblas, tetapi dapat
juga terjadi transformasi limfoblas. Saat dimulai fase blas, prognosis biasanya
buruk. Transplantasi sumsum tulang (BMT) merupakan satu-satunya terapi
kuratif dan sebaiknya dilakukan kaetika pasien masih berada pada fase kronis.
(M.william schawtz, 2005)
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari
sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum
tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang
terkumpul di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis,
plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang
ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi
paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis
melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang
memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan
pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma
masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk
penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013
cukup menjanjikan. ( McPhee ,J.Stephen, Maxine A. Papadakis, Jr.Lawrence M.
Tierney, 2008).
2.3 Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya
pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi
sel kanker. Selanjutnya sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya
sehingga bisa menyebabkan kematian (Irawan, 2001).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat
irreversible dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu
berada. Sel-sel tersebut, pada berbagai stadia akan membanjiri aliran darah yang
berakibat sel yang spesifik akan dijumpai dalam jumlah yang banyak. Sebagai
6

akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi kompetisi metabolik
yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila proliferasi sel terjadi
di limpa maka limpa akan membesar, sehingga dapat terjadi hipersplenisme yang
selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia serta trombositopenia
(Supandiman, 1997).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan. Banyak
para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia. Infeksi
terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus. Mereka
membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit primer
akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh terhadap
infeksi tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia oleh karena itu
maka

kita lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak,

leukimia mieoblastik akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik pada
dewasa muda dan orang tua dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai pada semua
umur (Supandiman, 1997).

Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi


sinar rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan
para dokter ahli radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi
akan merendahkan resistensi terhadap bahan penyebab leukimia tersebut
(Supandiman, 1997).

Selain faktor diatas ada beberapa faktor yang menjadi

penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika, lingkungan dan sosial ekonomi,
racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan virus keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi,
epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down
sindrom, bloom sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu
leukimia yaitu benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu merokok,
minum alkohol keduanya (Dipiro, et al, 2005).
2.4 Faktor Risiko Perkembangan Leukemia
Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang untuk terkena
beberapa jenis leukemia, sebagian bisa kita upayakan untuk diubah (dimodifikasi),
namun sebagian tidak bisa kita hindari. Faktor resiko penyebab leukemia meliputi:
1. Pengobatan kanker sebelumnya

Orang-orang yang pernah menderita kanker dan menjalani terapi berupa


kemoterapi dan terapi radiasi akan memiliki peningkatan risiko mengembangkan
penyakit leukemia jenis tertentu. Hal ini terjadi karena radiasi dapat
mempengaruhi sel di tingkat DNA, terapi radiasi yang bertujuan untuk
membunuh sel-sel kanker ternyata tidak hanya sel kanker yang terkena tetapi
juga sel-sel sehat bisa terpengaruh dan pada kondisi tertentu (tidak selalu) hal ini
bisa menyebabkan mutasi genetik dan terjadilah leukemia.
2. Kelainan genetik
Kelainan genetik tampaknya berkaitan dengan pengembangan leukemia.
Kelainan genetik tertentu, seperti sindrom Down, dikaitkan dengan peningkatan
risiko leukemia. Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada
penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,
sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi,
sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung
penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar
identik.
3. Paparan bahan kimia tertentu
Paparan bahan kimia tertentu, seperti benzena yang ditemukan dalam
bensin dan digunakan oleh industri kimia juga dalam daftar risiko
penyebab leukemia jenis tertentu.
4. Merokok
Kita tahu bahwa asap rokok bisa menyebabkan kanker, terutama kanker
paru-paru. Namun ternyata tidak itu saja, merokok juga dapat meningkatkan
risiko leukemia myelogenous akut (LMA). Rokok mengandung leukemogen
yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. Banyak penelitian
yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi,
et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok
lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,378

10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok
lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA.
Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA
dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan
bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya
leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan
lamanya merokok.
5. Riwayat keluarga leukemia
Jika anggota keluarga ada yang didiagnosis menderita leukemia, maka ada
risiko penyakit leukmia dalam satu keluarga tersebut. Berdasarkan penelitian
Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang
yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA
(OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan
3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang
yang tidak menderita leukemia.
6. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko untuk mengembangkan CML, CLL dan AML
daripada wanita.
7. Umur
Risiko leukemia biasanya meningkat dengan usia, kecuali ALL.
8. Imun rendah
Rendahnya sistem kekebalan tubuh pada seseorang akan mengakibatkan
tubuhnya rentan untuk diserang penyakit, termasuk penyakit leukemia. Hal ini
paling sering terjadi pada orang yang mengonsumsi obat-obatan penekan sistem
imun ketika menjalani transplantasi organ.
2.5 Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi, poliferasi
dan maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat pada
sirkulasi perifer.
Sel induk berdiferensiasi,
poliferasi, maturasi
Sel Darah Merah

Sel induk Majemuk


Sel induk myeloid

Sel induk limfoid

Enam jenis sel darah

Membentuk
sirkulasi limfosit T
Band

1. Eritrosit
2. Trombosit
3. Monosit
4. Basofil
5. Neutrofil
Sel leukemia tunggal
6. Eusinofil
Berkembang dan memperoleh
mutasi tambahan
Populasi sel leukemia
monoklone

Leukemia
berkembang
Kegagalan menjaga
keseimbangan (proliferasi
dan diferensiasi
Sel bisa membedakan
melewati tahap tertentu sel
yang hematopelosis
Bekembang tak terkendali

2.6 Manifestasi Klinis


Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk
definitif diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi
dan aspirasinya yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai
evaluasi. Noda cytochemical sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia
akut adalah keturunan myeloid atau limfoid.
Umum:
Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan,
kurangnya toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.
Gejala:
Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan
dyspnea saat beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil,
dan kerasnya sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan,
epistaksis, ekimosis dan petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)

10

Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia
tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi
dan biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan
pemberian anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum. (Gale, 2000 :
185)
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
1) Darah tepi
Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul

cepat.
Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia


Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast,
monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti
pada darah tepi.

Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia


2) Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali
sel primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk
membedakannya dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel
sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast,
11

dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast)
ke sel yang matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami
depresi. Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam
hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).

Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang


3) Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam
diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan
prognosis.

Gambar Contoh Hasil Interpretasi Pemeriksaan Sitogenik


4) Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi
imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan
surface marker guna membedakan jenis leukemia.

12

Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping


2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)
1) Darah Tepi
Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang kadang >500 x

109/L.
Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai
dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah
segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast

juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.


Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih

sering meningkat.
Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu

rendah
2) Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan
apusan darah tepi. Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%.
Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
3) Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95%
kasus.
4) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.

13

5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya


chimeric protein bcr abl pada 99% kasus.
6) Kadar asam urat serum meningkat.
Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1) Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2) Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi
tidak adekuat.
3) Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4) Blast dalam sumsum tulang >10%.
Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:
1) Blast 10 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang berinti.
2) Basofil darah tepi > 20%.
3) Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan
terapi, atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada terapi.
4) Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
5) Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.
Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:
1) Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.
2) Proliferasi blast ekstrameduler.
3) Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.
3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma
1) Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah
leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien
yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai
5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux
ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat
didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan
mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria,
sekitar

50%

proteinuria

Bence

Jones

yang

dikonfirmasi

dengan

imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

14

Gambar Hasil Pemeriksaan Adanya Protein M pada Penderita Multyple


Myeloma

Gambar Keganasan Multiple Myeloma


2) Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas,
litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di
rongga medulla

, mengikis

tulang

cancellous,

dan secara

progresif

menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma,


dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus.Pada beberapa
pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.Saat
timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film
polos memperlihatkan:
Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama
tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda
15

radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering

dijumpai.
Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan

osteoprosis senilis.
Lesi-lesi litik punch out yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang

berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.


Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa

jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada
suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga
44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula
10%.

Gambar Radiologi Pasien Multiple Myeloma


3) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan
modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan
lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan
kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.

16

Gambar CT Scan Pada Multiple Myeloma


4) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit
mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran
T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun
tidak spesifik.Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti
pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk
menilai plasmasitosis.Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna
untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
5) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multipel mieloma.

2.8 Penatalaksanaan
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan

17

Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen


pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih
terus berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik
akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan
sumsum tulang normal secara sitologis, dan pembesaran organ
menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya
hebat tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan memberikan
obat lain yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan
penderita bebas dari penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu
keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang
kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel
leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I Made, 2007 :
131-133)
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara
berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku.
Beberapa

rencana

induksi

meliputi:

prednisone,

vinkristin

(Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar).


Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan awal adalah
6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate).Allopurinol
diberikan secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk
mencegah hiperurisemia dan potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4
minggu pengobatan, 85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang
dewasa dengan ALL dalam remisi komplit.Teniposude (VM-26) dan
sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi
remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
b. Fase postremisi

18

Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin


yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
b) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang
memberikan penyembuhan permanen pada sebagaian penderita,

terutama penderita yang berusia di bawah 40 tahun.


Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan
kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi
intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak
penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.Terapi suportif
berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi
suportif yang diberikan adalah;
1) Terapi untuk mengatasi anemia
2) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik
terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit
Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau
GM-CSF)
3) Terapi untuk mengatasi perdarahan
4) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis,

pengelolaan sindrom lisis tumor


2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
1. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat
dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik
menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang
berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta,

2007).
Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi
19

biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan


pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai
dititrasi dari 500 mg 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan
untuk mencapai leukosit 10.000 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit

dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).


Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan
klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu
inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu
menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien
yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang

tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).


Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5

10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).


2. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah.
3. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka
panjang terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang
umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation.
Modus terapi ini merupakan satu satunya yang dapat memberikan kesembuhan
total.
4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler
(targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat
menduduki ATP binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas
tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2007).
3. Multiple Myeloma
1) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran
darah dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum sebagian
besar efek samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi, mual dan muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok ,

20

luka di mulut dan saluran pencernaan, nyeri otot, dan mudah memar atau
pendarahan. obat khusus mungkin berunding lainnya khusus efek samping.
2) Terapi radiasi
Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang
lebih besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan

tulang myeloma.
Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang

lebih besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.


Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain

yang berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.


3) Pengobatan ditujukan untuk:
1. Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2. Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3. Memperlambat perkembangan penyakit.
4) Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang
yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus
bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah
dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah.
Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya
rapuh.
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil,
daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau
mendapatkan eritropoetin.

21

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Pengkajian
a)
b)

Identitas Klien
Identitas Penanggung Jawab

b. Riwayat Kesehatan
a)

Riwayat Kesehatan Utama


Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah terlihat
pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.

b) Riwayat Penyakit Sekarang


Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda
anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji adanya tandatanda leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tandatanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran
mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu
22

limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji adanya pembesaran


testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar
rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar
monozigot.
d) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Perbedaan pola aktivitas dirumah dan dirumah sakit.
e) Riwayat psikososial
1. Psikologi
Pada kasus ini biasanya klien dan keluarga takut dan cemas terhadap
penyakit yang diderita. Klien sangat membutukan dukungan dari
keluarga dan perawat.

2. Sosial Ekonomi
Klien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga maupun
dengan tetangga disekitar rumahnya dengan adanya keluarga dan
tetangga yang membesuk serta klien hidup dalam keadaan ekonomi
yang sederhana.
f)

Data penunjang
Data laboratorium pada klien dengan leukemia :
-

Anemi normokrom normositer

Leukosit >15.000/mm3 (5000-10000/ mm3)

Sitogenik : kelainan pada kromosom 12, 13, 14, kadang-kadang


pada kromosom 6, 11

Hb : 7,3 mg / dl ( N : 12.0 16.0 g/dL).

Trombosit : 100.000 (150.000-400.000/mm3)

SDP : 60.000/cm (50.000)

PT/PTT : memanjang

Copper serum : meningkat

Zink serum : menurun


23

g)

Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan Umum tampak lemah
Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
2. Pemeriksaan Kepala Leher
- Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur
atau bakteri), perdarahan gusi
- Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan
akibat infiltrasi ke SSP.
3. Pemeriksaan Integumen
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika
terjadi dehidrasi
4. Pemeriksaan Dada dan Thorax
-

Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.

Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret


akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada

Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)

Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.

5. Pemeriksaan Abdomen
-

Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat


bayangan vena

Auskultasi peristaltic usus,

Palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.

h) Penatalaksanaan
Terapi dan obat yang diberikan pada klien dengan leukemia :
-

Transfusi bila perlu

Klorambusil

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
(Domain 11: Keamanan/Perlindungan, Kelas 1 Infeksi, Kode: 00004)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) b.d penurunan komponen
pengangkut O2.
24

(Domain 4: Aktifitas/Istirahat, Kelas 4 Respons Kardiovaskuler/Pulmonal,


Kode 00204)
3. Nyeri akut b.d agens cedera biologis dari leukemia.
(Domain 12: Kenyamanan, Kelas 1 Kenyamanan Fisik, Kode 00132)
4. Hipertermia b.d proses inflamasi penyakit
(Domain 11: Keamanan/Perlindungan, Kelas 6 Termoregulasi, Kode
00007)
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien, anoreksia.
(Domain 2: Nutrisi, Kelas 1 Makan, Kode 00002)
6. Resiko perdarahan yang b.d penurunan jumlah trombosit.
(Domain 11: Keamanan/Perlindungan, Kelas 2 Cedera Fisik, Kode
00206)

BAB IV
PENUTUP
5.1 Simpulan
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang,
yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain. Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel
yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut, merupakan
leukemia yang paling sering di jumpai pada anak, menggambarkan kanker dari
turunan sel limfosit primitive. Leukemia granulostik adalah leukemia eosinofil,
neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau
mielobastik akut. Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia
bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk
leukemia limfositik akut pada masa kanak-kanak, merupakan angka statistic yang
luar biasa karena penyakit ini hamper brsifat fatal. Obat yang dapat memicu
terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy ilotoxin. Kondisi
genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom, fanconi
anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen.
Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol keduanya.
25

Sebagai salah satu tenaga kesehatan, khususnya perawat yang sering bersama
dengan pasien tentunya harus mampu untuk melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sel darah putih (leukemia). Diagnose keperawatan yang
dapat ditemukan dari pasien dengan gangguan sel darah putih adalah gangguan
pertukaran gas, hipertermi dan resiko ketidak adekuatan nutrisi. Oleh karena itu
sebagai seorang perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan untuk
mengembalikan kondisi pasien ke keadaan yang lebih baik.
5.2 Saran
1. Makalah ini adalah makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan pasien
dengan Leukemia, sehingga diharapkan bermanfaat bagi pembaca yang
membutuhkan.
2. Makalah ini belum memenuhi kesempurnaan, oleh karena itu dibutuhkan
perbaikan makalah ini agar lebih baik dan lengkap.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Leukemia.

26

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily. 2002. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran (EGC).
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
EGC : Jakarta.
Marilyn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler.2002. Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001.Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.
Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
Sacher, Ronald A., Rochard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil pemeriksaan
laboratorium. Jakarta. EGC.
Schwartz, M.Willam. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi (Konsep Klinis ProsesProses Penyakit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, Judith. M, Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
(Nanda, NIC,NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Bersumber dari: Faktor Penyebab Leukemia atau Kanker Darah | Mediskus

27

Anda mungkin juga menyukai