Anda di halaman 1dari 5

DEFINISI LEUKEMIA

Secara harfiah, leukemia berarti darah putih yang berasal dari asal kata Yunani yakni leukos yang
artinya putih dan aima yang berarti darah. Akan tetapi hal ini musti dibedakan dengan leukosit yang
artinya juga sel darah putih.

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, yang ditandai
oleh perbanyakan (proliferasi) sel-sel darah putih (leukosit) secara tidak teratur dan tidak terkendali
dan fungsinya pun menjadi abnormal. Dominasi leukosit yang abnormal (sel leukemia) di sumsum
tulang akan menekan produksi leukosit normal, trombosit maupun eritrosit, dan hal inilah yang
menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia (jumlah trombosit yang rendah). Itu sebabnya
pasien leukemia akan rentan sekali terkena infeksi (fs.leukosit), mudah terjadi perdarahan dan memar
(fs.trombosit), dan terlihat pucat serta lemas (fs.eritrosit). Sel leukemia juga bisa menyebar ke
pembuluh limfatik dan organ-organ lain yang menimbulkan keluhan bengkak dan nyeri.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO LEUKEMIA

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:

1. Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai hubungan antara
radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung:

Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia

Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia

Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang

2.Faktor Leukemogenik

Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi leukemia:

Racun lingkungan seperti benzena

Bahan kimia industri seperti insektisida

Obat untuk kemoterapi

Marijuana maternal

3.Epidemiologi
Di Afrika, 10-20% penderita LMA memiliki kloroma di sekitar orbita mata

Di Kenya, Tiongkok, dan India, LMK mengenai penderita berumur 20-40 tahun

Pada orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui LLK.

4.Herediter

Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal. Pada
anak-anak dengan sindrom Bloom's, anemia Fanconi's, dan ataksia telangiektasia juga diketahui
mempunyai insidens menderita leukemia yang lebih tinggi.

5.Virus

Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada orang
dewasa.

PATOGENESIS LEUKEMIA

Walaupun etiologi leukemia pada manusia belum jelas, namun pada penelitian mengenai proses
leukemogenesis pada binatang percobaan ditemukan bahwa penyebab/agennya mempunyai
kemampuan untuk melakukan modifikasi nukleus DNA dan kemampuan ini meningkat bila terdapat
suatu kondisi genetik tertentu, seperti translokasi, amplifikasi, dan mutasi onkogen seluler.
Pengamatan ini menguatkan anggapan bahwa leukemia dimulai dari suatu mutasi somatik yang
mengakibatkan terbentuknya "gugus" abnormal.

Mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada
kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertubuhan sel dan diferensiasi.

Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel normal. Proses
pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lanbar dan bertahan hidup lebih lama
dibandingkan sel sejenis yang normal.

KLASIFIKASI LEUKEMIA

Leukemia dapat diklasifikasikan atas dasar:

1.Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan
memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu
hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat
sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang
mencapai 5 tahun.

2.Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid

Penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah tepi.

Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik.

Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil maka disebut
leukemia mielositik

3.Jumlah leukosit dalam darah

Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat sel-sel
abnormal

Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, terdapat sel-sel
abnormal

Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, tidak terdapat sel-sel
abnormal

PREVALENSI 4 TIPE UTAMA

Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi menjadi:

Leukemia Limfositik Akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak.
Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih

Leukemia Mielositik Akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.Tipe ini
dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

Leukemia Limfositik Kronik (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55
tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak

Leukemia Mielositik Kronik (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada
anak-anak, namun sangat sedikit

Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi pada
anak-anak.

GEJALA DAN TANDA


Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada neoplasma
hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki ciri khasnya masing-masing.
Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda utama yaitu:

Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya infiltrasi jaringan atau
leukostasis

Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan komplikasi sebagai akibat
dari anemia, trombositopenia, dan leukopenia

Pengeluaran faktor faali yang mengakibatkan komplikasi yang signifikan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap (DPL) dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Namun
untuk memastukannya harus dilakukan aspirasi sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan
radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Cara ini dapat
mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut
seperti sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler. Pada DPL didapatkan anemia,
kelainan jumlah hitung jenis leukosit, dan trombositopenia. Bisa juga terdapat eosinofilia reaktif. Pada
pemeriksaan preparat apus darah tepi didapatkan sel-sel blas.Pada protokol WK-ALL dan protokol
Nasional (Protokol Jakarta) pasien LLA dimasukkan dalam kategori risiko tinggi bila jumlah leukosit
> 50.000, ada massa mediastinum, ditemukan leukemia susunan saraf pusat (SSP), serta jumlah sel
blas total setelah 1 minggu diterapi dengan deksametason lebih dari 1000/milimeter kubik. Massa
mediastinum akan tampak pada radiografi dada, sedangkan untuk menentukan adanya leukemia SSP
harus dilakukan aspirasi cairan serebrospinal (pungsi lumbal) dan dilakukan pemeriksaan sitologi.

FAKTOR PROGNOSTIK

Berdasarkan ini, pasien dapat dibedakan ke dalam kelompok risiko biasa dan risiko tinggi.

Faktor Prognostik (Khusus pada LLA)

Jumlah leukosit awal >50.000 u/L, usia pasien <18>10 tahun, fenotip imunologis dari limfoblas
(leukemia sel B lebih buruk dari sel T), jenis kelamin perempuan, respon setelah terapi prednison
selama 1 minggu (sel blas masih tinggi), kelainan jumlah kromosom (hipoploidi). Semuanya dapat
memperburuk prognosis LLA.

PENATALAKSANAAN

Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan
penyakit lain yang menyertai leukoemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian
transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat
anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial.

Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi
fase induksi remisi, intensifikasi, profilaksis SSP, dan rumatan.

Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis leukemia, pada
aspirasi didapatkan jumlah sel blas <5%>12 g/dL tanpa transfusi, jumlah leukosit >3000/uL dengan
hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit >2000/uL, jumlah trombosit >100.000/uL, dan
pemeriksaan cairan serebrospinal normal.

Adapun terapi transplantasi sumsum tulang dapat memberikan kesempatan untuk sembuh, terutama
pada pasien anak-anak dengan leukemia sel T yang setelah relaps mempunyai prognosis buruk dengan
terapi sitostatika konvensional.

Anda mungkin juga menyukai