Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA PADA ANAK

Disusun Oleh :

Restiana Rahmawati 22020111140105

Galuh Forestry M 22020111130056

Anggi Faisal H 22020111130034

Tri Purnaningsih 22020111130026

Kartika Ekawati 22020111130042

Rosa Lia Aini Labah 22020111130063

Lovinda Rosianita 22020111130020

Prima Sharah Sekarini 22020111130050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA PADA ANAK


A. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal.
Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara
normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia
(Corwin, 2008)

Klasifikasi Leukemia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani
(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau mielositik) dan
perjalan penyakit (akut atau kronik).
1 Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia mieloid akut
(AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien biasanya mengalami riwayat
penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi
berulang di mulut dan tenggorokan. Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan
anemia dan trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.
2 Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring pertambahan usia.
AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati dengan kemoterapi sitotoksik
atau radioterapi.

3 Leukemia Limfoblastik Akut

1 | Page
ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak. Akan
tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens seiring
pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian besar
menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami manifestasi spesifik
ynag meliputi pembesaran nodus limfe (limfadenopati), hati, dan limpa
( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
4 Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan dari sel
darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia, namun terutama
berusia antara 40 dan 60 tahun.
5 Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di darah, sumsum
tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada individu berusia di
atas 50 tahun.

B. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1 Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko tinggi
bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
2 Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3 Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam
darah manusia.

2 | Page
C. Patofisiologis

Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit
atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal
diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang
dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan (myeloid). Proses pembentukan sel
darah dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak,
tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-
tulang yang panjang. Leukemia akut merupakan penyakit dengan transformasi maligna
dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat
diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah
berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi
menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid
akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel
eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat
terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila
hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan
menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut
dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga
menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ. Kematian pada penderita
leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat,
akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh
penderita. Proses patologi dan manifestasi klinik yang terjadi pada leukemia
disebabkan oleh infiltrasi dan penggantian jaringan tubuh oleh sel leukemia yang
nonfungsional. . Pada semua tipe leukemia sel2 yang berproliferasi menekan sumsum
tulang sehingga menurunkan produksi komponen darah. Hal ini menyebabkan anemia
karena penurunan eritrosit, infeksi karena neutropenia, clan perdarahan karena penurunan
platelet. Sel kanker menginvasi sumsum tulang dapat menyebabkan nyeri tulang clan sendi,
kelemahan tulang, clan fraktur (ngastiyah, 2005; Hidayat, 2006).

D. Manifestasi Klinis Leukimia

3 | Page
Gejala yang khas pada penderita leukemia adalah pucat (dapat terjadi mendadak),
panas, dan perdarahan disertai splenomegali clan kadang- kdang hepatomegali
serta limfadenopati. Pasien yang menunjukkan gejala lengkap seperti yang disebutkan
diatas secara klinis dapa didiagnosa leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis,
petekie, epistaksis, clan perdarahan gusi,Pada stadium permulaan mungkin tidak
terdapat splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang
yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit reumatik.
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang
akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu
sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang
terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah
sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau
meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick,
2005)
a Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm 3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm 3. Neutropenia
(jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering

4 | Page
dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
(William, 2004)
b Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,
anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat
didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm 3.
Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel
blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga
harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien
memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis. (William, 2004)
c Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai
maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat
adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2 Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3 Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4 Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5 Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
6 Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan
trombosit. (Patrick, 2005)
7 Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia)
dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel
blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau
sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis

5 | Page
kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang
penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)
8 Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

F. PATHWAY
Faktor genetik

Sinar
radioaktif

Virus

leukemi
a 6 | Page

Peningkatan
Poliferasi jumlah
sel darah putihPembesaran Nyeri
leukosit Nyer
Masuk sumsum tulang tanpa terkendali atau limfa dan hatiMasuk tulang/persend
ke organ
Jika isudah
Menghambat semua sel
darah lain di sumsum
tulang belakang

Gagal atau
terganggunya

Sel darah Trombosi Sel darah


merah t putih normal
menurun

Anemi Terjadi
a gangguan Kekebalan
pembekua tubuh
Pucat, lemah, n darah menurun
lemas

Resiko Resiko
Kelema infeksi
injury
han

G. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan
metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping

7 | Page
seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada
mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.
Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi
berat. Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun
(ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.

a Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan system saraf pusat.
c Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:


1 Prednison untuk efek antiinflamasi
2 Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
selama metaphase
3 Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
4 Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat
sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel
yang cepat membelah
5 Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik
yang menekan sumsum tulang yang kuat.

8 | Page
6 Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
7 Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8 Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia
akut
(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan
radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog,
yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi,
disimpan, dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik,
yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan
dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi
autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang
tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik
menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan
sembuh akibat mechanism imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi,
transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi
anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun
demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan
akibat infeksi. Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi
antibiotik. (Patrick. 2005)

9 | Page
H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas.Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakankelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan
kelainan bawaanlain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih
sering ditemukanpada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan
kelainan yangmelebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan
sama banyak padaanak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
b. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
c. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar (monozigot)
d. Kaji adanya tanda tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
e. Kaji adanya tanda tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau
hiotam tanpa pus
f. Kaji adanya tanda tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda tanda invasi ekstra
medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
g. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekitar rektal dan nyeri.

2. Analisa Data Keperawatan


a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
Lelah
Letargi
Pusing
Sesak
Nyeri dada
Napas sesak
Priapismus
Hilangnya nafsu makan
Demam
Nyeri Tulang dan Persendian.

10 | P a g e
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
Pembengkakan Kelenjar Lympa
Anemia
Perdarahan
Gusi berdarah
Adanya benjolan tiap lipatan
Ditemukan sel sel muda

4. Diagnosa Keperawatan
1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen I nutrien ke sel.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi yang
inadekuat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan penurunan metabolism
suplay O2 ke jaringan terganggu
4. Resiko infeksi b.d sistem immun yang tidak efektif
5. Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (kemoterapi,
radioterapi)
4 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan criteria hasil intervensi


. keperawatan
1 Perubahan perfusi NOC: NIC:
jaringan - Endurance Energy management
- Concentrasion
- Observasi adanya
- Energy conservation
- Nutritional status: pembatasan klien
energy dalam melakukan
Criteria hasil :
aktivitas
- Memverbalisasikan
- Dorong anak untuk
peningkatan energy
mengungkapkan
untuk merasa lebih
perasaan terhadap
baik
keterbatasan
- Menjelaskan
- Kaji adanya factor
penggunaan energy
yang menyebabkan
untuk mengatasi
kelelahan
kelelahan - Monitor nutrisi dan

11 | P a g e
- Kecemasan menurun sumber energy yang
- Glukosa darah adekuat
adekuat
- Kualitas hidup
- Monitor klien akan
meningkat
adanya kelelahan fisik
- Istirahat cukup
- Mempertahankan dan emosi secara
kemampuan untuk berlebihan
- Monitor respon
berkonsentrasi
kardiovaskuler
terhadap aktivitas
- Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
klien
- Dukung klien dan
keluarga untuk
mengungkapkan
perasaan berhubungan
dengan perubahan
hidup yang disebabkan
keletihan
- Bantu aktivitas sehari-
hari sesuai dengan
kebutuhan
- Tingkatkan tirah baring
dan pembatasan
aktivitas (tingkatkan
periode istirahat)
- Konsultasi dengan ahli
gizi untuk
meningkatkan asupan
makanan yang
berenergi tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management
2 Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
- Risk Control Environment management
Criteria hasil

12 | P a g e
- Klien terbebas dari (manajemen lingkungan)
cidera - Sediakan lingkungan
- Klien mampu
yang aman untuk klien
menjelaskan - Identifikasi kebutuhan
cara/metode untuk keamanan klien, sesuai
mencegah kondisi fisik dan fungsi
injury/cedera kognitifn klien dan
- Klien mampu
riwayat penyakit
menjelaskan factor
terdahulu klien
resiko dari - Menghindarkan
lingkungan/perilaku lingkungan yang
personal berbahaya (misalnya
- Mempunyai gaya
memindahkan
hidup untuk mencegah
perabotan)
injury - Memasang side rail
- Menggunakan fasilitas
tempat tidur
kesehatan yang ada - Menyediakan tempat
- Mampu mengamati
tidur nyaman dan
perubahan status
bersih
kesehatan - Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau klien
- Membatasi pengunjung
- Menganjurkan
keluarga untuk
menemani klien
- Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
- Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
- Berikan penjelasan
pada klien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan

13 | P a g e
penyebab penyakit.
3 Resiko infeksi NOC: NIC:
- Immune status Infection control (control
- Knowledge : infection
infeksi)
control
- Bersihkan lingkungan
- Risk control
Keiteria hasil: setelah dipakai klien
- Klien bebas daru tanda
lain
dan gejala infeksi - Pertahankan teknik
- Mendeskripsikan
isolasi
proses penularan - Batasi pengunjung bila
penyakit, factor yang perlu
- Instruksikan kepada
mempengaruhi
pengunjung untuk
penularan serta
mencuci tangan
penatalaksanaannya
- Menunjukkan sebelum berkunjung
kemampuan untuk dan setelah
mencegah timbulnya meninggalkan klien.
- Gunakan sabun
infeksi
- Jumlah leukosit dalam antimikroba untuk cuci
batas normal tangan
- Menunjukkan perilaku - Cuci tangan setiap
hidup sehat. sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
keperawatan
- Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
- Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer
dan line control dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
- Tingkatkan intake
nutrisi

14 | P a g e
- Berikan terapi
antibiotic bila perlu
4 Nyeri akut NOC: NIC:
- Pain level Pain management
- Pain control
- Lakukan pengkajian
- Comfort level
Criteria hasil : nyeri secara
- Mampu mengontrol
komprehensif termasuk
nyeri (tahu penyebab
lokasi, karakteristik,
nyeri, mampu
durasi, frekuensi,
menggunakan teknik
kualitas dan factor
untuk mengurangi
presipitasi
nyeri, mencari - Observasi reaksi
bantuan) nonverbal dari
- Melaporkan bahwa
ketidaknyamanan
nyeri berkurang - Gunakan teknik
dengan menggunakan komunikasi teraupetik
management nyeri untuk mengetahui
- Mampu mengenali
pengalaman nyeri klien
nyeri (skala, intensitas, - Kaji kultur yang
frekuensi dan tanda mempengaruhi respon
nyeri) nyeri
- Menyatakan rasa - Evaluasi pengalaman
nyaman setelah nyeri nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama klien
berkurang.
dan tim kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
control nyeri masa
lampau
- Bantu klien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
- Control lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri

15 | P a g e
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebingungan
- Kurangi factor
presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik
non farmakologis
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan
control nyeri
5. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Mengontrol nafsu makan:
nutrisi kurang dari Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukuan:
kebutuhan untuk menormalkan: Anjurkan asupan kalori
Pemasukan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan
Pemasukan makanan dan gaya hidup.
Pemasukan cairan Kontrol asupan nutrisi
Energy dan kalori.
Berat badan Anjurkan kepada klien
Tonus otot untuk mengkonsumsi nutrisi
Hidrasi yang cukup.
Pengontrolan nutrisi
Nafsu makan Intervensi yang dilakukuan:
Klien diharapkan mampu Tanyakan apakah pasien
untuk menormalkan: mempunyai alergi terhadap
Menyeimbangkan nafsu makanan
makan Tentukan makanan

16 | P a g e
Menyeimbangkan Pasokan pilihan pasien
cairan tubuh Tentukan jumlah kalori
Menyeimbangkan Pasokan dan jenis zat makanan yang
nutrisi tubuh diperlukan untuk memenuhi
Weight gain behavior : nutrisi, ketika berkolaborasi
Klien diharapkan mampu : dengan ahli makanan, jika
Mengidentifikasi penyebab diperlukan
kehilangan berat badan Tunjukkan intake kalori
emilih sebuah target sehat yang tepat sesuai tipe tubuh
berat badan. dan gaya hidup
Mengidentifikasi pemasukan Timbang berat badan
kalori pasien pad jarak waktu yang
Memilihara suplai nutrisi tepat
makanan dan minuman yg Terapi Nutrisi
adekuat Intervensi yang dilakukan :
Meningkatkan nafsu makan Monitor pemasukan
cairan dan makanan dan
menghitung pemasukan kalori
sehari-hari
Bantu pasien membentuk
posisi duduk yang benar
sebelum makan
Ajarkan pasien dan kelurga
tentang memilih makanan

7 Kerusakan integritas Intregitas jaringan : kulit dan Pengawasan kulit


kulit membran mukosa Intervensi yang dilakukan:
Klien diharapkan mampu Amati warna kulit,
menormalkan : kehangatan (suhu), bengkak,
Temperatur getaran, tekstur kulit, udem.
Sensasi Pantau area yang tidak
Elastisitas berwarna dan memar kulit
Pigmentasi serta membran mukosa.
Warna Pantau kelainan

17 | P a g e
Ketebalan kekeringan dan kelembaban
Jaringan bebas lesi. kulit.
Catat perubahan kulit
atau membran mukosa.
Periksa keketatan
pakaian.
Pantau warna kulit.
Pantau suhu kulit.
Instruksikan anggota
keluarga / pemberi perawatan
tentang tanda tanda dari
kerusakan kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.

18 | P a g e
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai