Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA

DISUSUN OLEH : kelompok 4 (empat)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2022

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA PADA ANAK


A. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal.
Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara
normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia
(Corwin, 2008)

Klasifikasi Leukemia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani
(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau mielositik) dan
perjalan penyakit (akut atau kronik).
1. Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia mieloid akut
(AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien biasanya mengalami riwayat
penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi
berulang di mulut dan tenggorokan. Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan
anemia dan trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.
2. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring pertambahan usia.
AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati dengan kemoterapi sitotoksik
atau radioterapi.

3. Leukemia Limfoblastik Akut


ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak. Akan
tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens seiring
pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian besar
menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami manifestasi spesifik
ynag meliputi pembesaran nodus limfe (limfadenopati), hati, dan limpa
( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
4. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan dari sel
darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia, namun terutama
berusia antara 40 dan 60 tahun.
5. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di darah, sumsum
tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada individu berusia di
atas 50 tahun.

B. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko tinggi
bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam
darah manusia.

C. Patofisiologis

Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari beberapa
faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut Corwin (2009) dan
Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel
kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. Kemudian
leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit
yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti
sum-sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah
eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor
ini leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-
sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia.
Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang
berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali, dll.
(Hidayat, 2006)

D. Manifestasi Klinis Leukimia


Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis
berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai
stadium lanjut.
1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin mingkat,
nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat progresif.
5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan konsumsi kalori
oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke
organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang
akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu
sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang
terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah
sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau
meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick,
2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm 3. Neutropenia
(jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering
dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
(William, 2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,
anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat
didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm 3.
Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel
blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga
harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien
memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis. (William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai
maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat
adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan
trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia)
dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel
blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau
sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis
kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang
penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)
F. PATHWAY
Faktor genetik

Sinar radioaktif

Virus

leukemia

Poliferasi sel darah putih tanpa


terkendali atau leukosit abnormal

Peningkatan jumlah
leukosit imatur/abnormal

Masuk sumsum tulang belakang Masuk ke organ tubuh

Menghambat semua sel darah


lain di sumsum tulang belakang Pembesaran limfa Nyeri
dan hati tulang/persendian

Gagal atau terganggunya


produksi sel Jika sudah kronis

Sel darah merah Trombosit Sel darah putih Nyeri


menurun menurun normal
menurun

Anemia Terjadi
gangguan Kekebalan tubuh
pembekuan menurun
Pucat, lemah, lemas darah

Resiko injury Resiko infeksi


Kelemahan
G. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia
1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan
metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping
seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada
mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.
Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi
berat. Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun
(ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.

a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:
1. Prednison untuk efek antiinflamasi
2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
selama metaphase
3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat
sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel
yang cepat membelah
5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik
yang menekan sumsum tulang yang kuat.
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia
akut
(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan
radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog,
yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi,
disimpan, dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik,
yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan
dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi
autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang
tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik
menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan
sembuh akibat mechanism imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi,
transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi
anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun
demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan
akibat infeksi. Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi
antibiotik. (Patrick. 2005)

H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
d. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau
hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda invasi ekstra
medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekitar rektal dan nyeri.
2. Analisa Data Keperawatan
a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
 Lelah
 Letargi
 Pusing
 Sesak
 Nyeri dada
 Napas sesak
 Priapismus
 Hilangnya nafsu makan
 Demam
 Nyeri Tulang dan Persendian.
b.      Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
 Pembengkakan Kelenjar Lympa
 Anemia
 Perdarahan
 Gusi berdarah
 Adanya benjolan tiap lipatan
 Ditemukan sel – sel muda

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan / Keletihan (00093)
b. Risiko cidera (00086)
c. Risiko infeksi (00004)
d. Nyeri (00132)
I. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil intervensi


keperawatan
1 Kelemahan/keletihan NOC: NIC:
(00093) - Endurance Energy management
- Concentrasion - Observasi adanya
- Energy conservation pembatasan klien

- Nutritional status: dalam melakukan

energy aktivitas

Criteria hasil : - Dorong anak untuk

- Memverbalisasikan mengungkapkan

peningkatan energy perasaan terhadap

untuk merasa lebih baik keterbatasan

- Menjelaskan - Kaji adanya factor

penggunaan energy yang menyebabkan

untuk mengatasi kelelahan

kelelahan - Monitor nutrisi dan

- Kecemasan menurun sumber energy yang

- Glukosa darah adekuat adekuat

- Kualitas hidup - Monitor klien akan

meningkat adanya kelelahan

- Istirahat cukup fisik dan emosi secara


berlebihan
- Mempertahankan
- Monitor respon
kemampuan untuk
kardiovaskuler
berkonsentrasi
terhadap aktivitas
- Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat klien
- Dukung klien dan
keluarga untuk
mengungkapkan
perasaan
berhubungan dengan
perubahan hidup
yang disebabkan
keletihan
- Bantu aktivitas
sehari-hari sesuai
dengan kebutuhan
- Tingkatkan tirah
baring dan
pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode
istirahat)
- Konsultasi dengan
ahli gizi untuk
meningkatkan asupan
makanan yang
berenergi tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management
2 Risiko cidera NOC: NIC:
- Risk Control Environment management
Criteria hasil (manajemen lingkungan)
- Klien terbebas dari - Sediakan lingkungan
cidera yang aman untuk
- Klien mampu klien
menjelaskan - Identifikasi
cara/metode untuk kebutuhan keamanan
mencegah injury/cedera klien, sesuai kondisi
- Klien mampu fisik dan fungsi
menjelaskan factor kognitifn klien dan
resiko dari riwayat penyakit
lingkungan/perilaku terdahulu klien
personal - Menghindarkan
- Mempunyai gaya hidup lingkungan yang
untuk mencegah injury berbahaya (misalnya
- Menggunakan fasilitas memindahkan
kesehatan yang ada perabotan)
- Mampu mengamati - Memasang side rail
perubahan status tempat tidur
kesehatan - Menyediakan tempat
tidur nyaman dan
bersih
- Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
klien
- Membatasi
pengunjung
- Menganjurkan
keluarga untuk
menemani klien
- Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
- Memindahkan
barang-barang yang
dapat membahayakan
- Berikan penjelasan
pada klien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
3 Resiko infeksi NOC: NIC:
- Immune status Infection control (control
- Knowledge : infection infeksi)
control - Bersihkan lingkungan
- Risk control setelah dipakai klien
Keiteria hasil: lain
- Klien bebas daru tanda - Pertahankan teknik
dan gejala infeksi isolasi
- Mendeskripsikan proses - Batasi pengunjung
penularan penyakit, bila perlu
factor yang - Instruksikan kepada
mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serta mencuci tangan
penatalaksanaannya sebelum berkunjung
- Menunjukkan dan setelah
kemampuan untuk meninggalkan klien.
mencegah timbulnya - Gunakan sabun
infeksi antimikroba untuk
- Jumlah leukosit dalam cuci tangan
batas normal - Cuci tangan setiap
- Menunjukkan perilaku sebelum dan sesudah
hidup sehat. melakukan tindakan
keperawatan
- Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
- Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer
dan line control dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
- Tingkatkan intake
nutrisi
- Berikan terapi
antibiotic bila perlu
4 Nyeri akut NOC: NIC:
- Pain level Pain management
- Pain control - Lakukan pengkajian
- Comfort level nyeri secara
Criteria hasil : komprehensif

- Mampu mengontrol termasuk lokasi,

nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi,

nyeri, mampu frekuensi, kualitas

menggunakan teknik dan factor presipitasi

untuk mengurangi nyeri, - Observasi reaksi

mencari bantuan) nonverbal dari

- Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan

berkurang dengan - Gunakan teknik

menggunakan komunikasi
management nyeri teraupetik untuk

- Mampu mengenali nyeri mengetahui

(skala, intensitas, pengalaman nyeri

frekuensi dan tanda klien

nyeri) - Kaji kultur yang

- Menyatakan rasa mempengaruhi

nyaman setelah nyeri respon nyeri

berkurang. - Evaluasi pengalaman


nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama
klien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
control nyeri masa
lampau
- Bantu klien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
- Control lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebingungan
- Kurangi factor
presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang
teknik non
farmakologis
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan
control nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba
Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai