Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA PADA ANAK

Disusun Oleh :
Restiana Rahmawati

22020111140105

Galuh Forestry M

22020111130056

Anggi Faisal H

22020111130034

Tri Purnaningsih

22020111130026

Kartika Ekawati

22020111130042

Rosa Lia Aini Labah

22020111130063

Lovinda Rosianita

22020111130020

Prima Sharah Sekarini

22020111130050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA PADA ANAK

A. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal.
Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara
normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia
(Corwin, 2008)
Klasifikasi Leukemia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani
(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau mielositik) dan
perjalan penyakit (akut atau kronik).
1

Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia mieloid akut
(AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien biasanya mengalami riwayat
penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi
berulang di mulut dan tenggorokan. Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan
anemia dan trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.

Leukemia Mieloid Akut


AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring pertambahan usia.
AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati dengan kemoterapi sitotoksik
atau radioterapi.

Leukemia Limfoblastik Akut

1 | Page

ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak. Akan
tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens seiring
pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian besar
menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami manifestasi spesifik
ynag meliputi pembesaran nodus limfe (limfadenopati), hati, dan limpa
( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
4

Leukemia Mieloid Kronik


CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan dari sel
darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia, namun terutama

berusia antara 40 dan 60 tahun.


Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di darah, sumsum
tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada individu berusia di
atas 50 tahun.

B. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1

Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko tinggi
bila kembaran yang lain mengalami leukemia.

Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi

sesudah 5 tahun.
Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam
darah manusia.

2 | Page

C. Patofisiologis
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari beberapa
faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut Corwin (2009) dan
Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel
kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. Kemudian
leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit
yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti
sum-sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah
eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor
ini leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, selsel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia.
Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang
berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali, dll.
(Hidayat, 2006)

D. Manifestasi Klinis Leukimia


Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis
berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai
stadium lanjut.
1.
2.
3.
4.

Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia


Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin mingkat,

nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat progresif.


5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan konsumsi kalori
oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke
organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

3 | Page

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang
akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu
sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang
terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah
sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau
meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick,
2005)
a Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm 3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm 3. Neutropenia
(jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering
dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
(William, 2004)
b Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,
anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat
didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm 3.
Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
4 | Page

dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel


blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga
harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien
memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis. (William, 2004)
c Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai
maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat
2

adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)


Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan

peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)


3 Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
4
5

intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)


Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering

memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan

trombosit. (Patrick, 2005)


Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia)
dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel
blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau
sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis
kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang

penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)


Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

5 | Page

F. PATHWAY
Faktor genetik
Sinar
radioaktif
Virus

leukemi
a
Poliferasi sel darah putih
tanpa terkendali atau
leukosit abnormal
Peningkatan jumlah
leukosit
imatur/abnormal

Masuk sumsum tulang


belakang

6 | Page
Masuk ke organ
tubuh
Nyeri
Pembesaran
Nyer
limfa dan hati Jika isudah tulang/persend

Menghambat semua sel


darah lain di sumsum
tulang belakang
Gagal atau
terganggunya

Trombosi
t

Sel darah
merah

Terjadi
gangguan
pembekua
n darah

Anemi
a
Pucat, lemah,
lemas

Resiko
injury

Kelema
han

Sel darah
putih normal
menurun

Kekebalan
tubuh
menurun

Resiko
infeksi

G. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan
metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping
seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada
mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.
Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi
berat. Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun
(ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.
a

Fase Induksi

7 | Page

Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
b

tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.


Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami

gangguan system saraf pusat.


Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:


1 Prednison untuk efek antiinflamasi
2 Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
3

selama metaphase
Asparaginase untuk

pertumbuhan tumor)
Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat

menurunkan

kadar

asparagin

(asam

amino

untuk

sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel
5

yang cepat membelah


Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik

yang menekan sumsum tulang yang kuat.


Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi

7
8

biokimia.
Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia
akut
(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan
radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog,
yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi,
8 | Page

disimpan, dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik,
yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan
dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi
autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang
tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik
menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan
sembuh akibat mechanism imunologis.
3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi,
transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi
anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun
demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan
akibat

infeksi.

Lebih

mudah

menghentikan

pemberian

antibiotic

daripada

menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi
antibiotik. (Patrick. 2005)

H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
9 | Page

d. Kaji adanya tanda tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi


pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau
hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda tanda invasi ekstra
medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekitar rektal dan nyeri.

2. Analisa Data Keperawatan


a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :

Lelah
Letargi
Pusing
Sesak
Nyeri dada
Napas sesak
Priapismus
Hilangnya nafsu makan
Demam
Nyeri Tulang dan Persendian.

b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :

Pembengkakan Kelenjar Lympa


Anemia
Perdarahan
Gusi berdarah
Adanya benjolan tiap lipatan
Ditemukan sel sel muda

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan / Keletihan (00093)
b. Risiko cidera (00086)
c. Risiko infeksi (00004)
10 | P a g e

d. Nyeri (00132)

11 | P a g e

I. Rencana Keperawatan
No.
1

Diagnosa keperawatan
Kelemahan/keletihan (00093)

Tujuan dan criteria hasil

NOC:

NIC:

- Endurance
- Concentrasion
- Energy conservation
- Nutritional status: energy
Criteria hasil :
- Memverbalisasikan peningkatan energy

Energy managem

untuk merasa lebih baik


Menjelaskan penggunaan energy untuk

mengatasi kelelahan
Kecemasan menurun
Glukosa darah adekuat
Kualitas hidup meningkat
Istirahat cukup
Mempertahankan kemampuan untuk

Observasi

klien dala
Dorong an

mengungk
-

keterbatas
Kaji adany

menyebab
Monitor n

yang adek
Monitor k
kelelahan

berkonsentrasi
-

berlebihan
Monitor re

terhadap a
Monitor p

tidur/istira
Dukung k

mengungk

berhubung
-

hidup yan
Bantu akti

dengan ke
Tingkatka

pembatasa
-

periode is
Konsultas

meningka

Risiko cidera

yang bere
Behavior Manage
Activity Terapy
Energy Managem
Nutrition Manage
NIC:

NOC:
-

Risk Control

Environment man
12 | P a g e

Criteria hasil
- Klien terbebas dari cidera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode
-

untuk mencegah injury/cedera


Klien mampu menjelaskan factor resiko

dari lingkungan/perilaku personal


Mempunyai gaya hidup untuk

mencegah injury
Menggunakan fasilitas kesehatan yang

ada
Mampu mengamati perubahan status

lingkungan)
-

Sediakan

untuk klie
Identifika

klien, sesu

fungsi kog
-

penyakit t
Menghind

berbahaya

kesehatan

perabotan
Memasan
Menyedia

dan bersih
Menempa

ditempat y
-

klien
Membatas
Menganju

meneman
Mengontr

kebisingan
Memindah

dapat mem
Berikan p

keluarga a

perubahan
penyebab
3

Resiko infeksi

NOC:

NIC:

- Immune status
- Knowledge : infection control
- Risk control
Keiteria hasil:
- Klien bebas daru tanda dan gejala

Infection control

infeksi
Mendeskripsikan proses penularan

Bersihkan

dipakai kl
Pertahank
Batasi pen
Instruksik

untuk men

penyakit, factor yang mempengaruhi


-

penularan serta penatalaksanaannya


Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
13 | P a g e

berkunjun
-

meningga
Gunakan s

Jumlah leukosit dalam batas normal


Menunjukkan perilaku hidup sehat.

cuci tanga
Cuci tanga

sesudah m
-

keperawat
Gunakan b

sebagai al
Pertahank

selama pe
Ganti leta

control da

Nyeri akut

NIC:

NOC:
- Pain level
- Pain control
- Comfort level
Criteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu

Pain management
-

Lakukan p

komprehe

karakteris

penyebab nyeri, mampu menggunakan

petunjuk u
Tingkatka
Berikan te

teknik untuk mengurangi nyeri,

kualitas da
Observasi

mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang

ketidakny
Gunakan t

teraupetik

dengan menggunakan management


-

nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)


Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.

pengalam
Kaji kultu

respon ny
Evaluasi p

lampau
Evaluasi b

kesehatan

ketidakefe
-

lampau
Bantu klie

mencari d
Control lin

mempeng

ruangan, p

kebingung
14 | P a g e

Kurangi fa
Pilih dan l

nyeri (farm

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.
Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .
Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya

15 | P a g e

farmakolo
Kaji tipe d

menentuk
Ajarkan te

farmakolo
Berikan an

menguran
Evaluasi k

Anda mungkin juga menyukai