Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKIMIA AKUT

Disusun Oleh :

VIVI NUR AZIZAH

NIM : 2019206203037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2023
1. KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum

tulang belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih

dengan menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)

Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker

abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak

yang abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang untuk

berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.

Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus

gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sumsum tulang,

sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan

penyebab berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008)

B. Etiologi

Menurut Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti

dapat menyebabkan leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.

1. Faktor genetikInsidensi leukemia akut pada anak-anak penderita

sindrom Down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak

kembar identik yang akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain

mengalami leukemia.

2. Radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat

menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa


penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia

pada 6 % klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.

3. Virus

Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada

manusia adalah virus. Namun, ada beberapa hasil penelitian yang

mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse

transcriptase ditemukan dalam darah manusia.

C. Patofisiologi

Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari

beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut

Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal,

yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali,

menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal sehingga dapat menyebabkan

terjadinya anemia trombositopenia. Kemudian leukimia atau limfositik akut

merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih

sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum tulang

dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit

kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini

leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya,

sel-sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar

sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala

umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses

masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila

terjadi pada hati, splenomegali, dll. (Hidayat, 2006)


PATHWAY SECRENSOT

D. Manifestasi Klinis

Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis

berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala

sampai stadium lanjut.

1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia

2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih

3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi

4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang

menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri

yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia

biasanya bersifat progresif.

5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan

konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.

6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel

leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.

7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat

dibedakan menjadi tiga tipe:

1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang

paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan

kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan
trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah

lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia),

dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi

intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit

yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan

adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan

oleh leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita

menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan akibat leukemia itu

sendiri.

2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan

anoreksia cukup sering terjadi.

3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi

leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan

trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan

jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila

normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif

(blas). (Patrick, 2005)

a. Leukemia limfoblastik akut

Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi

10.000/mm 3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi

50.000/mm 3 . Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari

500/mm 3 [normalnya 1500/mm 3] sering dijumpai. Limfoblas dapat


ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman

dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William,

2004)

b. Leukemia nonlimfositik akut

Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,

anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada

saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi

100.000/mm 3 . Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis

pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang,

yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada

leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk

menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien memiliki

bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis (William, 2004).

c. Leukemia mielositik kronis

Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,

trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi

disertai maturasi mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak dijumpai.

Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia

mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom Philadelphia (William,

2004).

2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,

hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin (Patrick, 2005).

3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu

tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering

terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation) (Patrick, 2005).


4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi (Patrick, 2005).

5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T

sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks

(Patrick, 2005).

6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan

trombosit (Patrick, 2005).

7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang

yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel,

serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik

leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod

di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun

hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu

membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML

yang berbeda-beda. Ini berguna bagi hematolog untuk merancang terapi dan

memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk

membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat memberikan

informasi prognosis (Patrick, 2005).

8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat

persembunyian penyakit ekstramedular (Patrick, 2005)

F. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Gangguan sistem kekebalan tubuh


Komplikasi yang paling umum terjadi pada penderita leukemia mieloblastik

akut. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit sendiri atau efek samping

obat yang digunakan selama pasien menjalani kemoterapi.

2. Perdarahan

Leukemia menyebabkan tubuh lebih rnetan mengalami memar dan

pendarahan karena trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi di lambung,

paru, hingga otak.

3. Leukostasis

Leukostasis terjadi ketika sel darah putih dalam aliran darah sangat tinggi

(>50.000/uL darah). Leukostasis memicu terjadinya penggumpalan sel

darah putih yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan

terganggunya asupan oksigen ke sel-sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan

gangguan fungsi berbagai organ tubuh, terutama otak dan paru-paru

komplikasi dari GE menurut Suriadi (2001) adalah :

G. Penatalaksanaan

1. Kemoterapi

Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik

menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja dengan

berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel

leukemia.Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini

menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri

pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan kegagalan sumsum

tulang akibat matinya sel sumsum tulan.Salah satu konsekuensi mayor dari
neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat.Pasien harus diterapi

selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).

Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan

kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase

konsolidasi.

a. Fase Induksi

Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan

terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase.Fase

induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak

ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.

b. Fase Profilaksis

Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan

hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke

otak.Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang

mengalami gangguan system saraf pusat.

c. Konsolidasi

Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan

remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam

tubuh.Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah

lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika

terjadi surpresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementra atau

dosis obat dikurangi.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:


1. Prednison untuk efek antiinflamasi

2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat

pembelahan sel selama metaphase

3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk

pertumbuhan tumor)

4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism

asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan

yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah

5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia

granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.

6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan

menghambat reaksi biokimia.

7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.

8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama

pengobatan leukemia akut (Hidayat, Aziz. 2008).

2. Transplantasi sumsum tulang

Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi

pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu el

sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan,

dan kemudian diinfusikan kembali.Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu

sumsum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis

sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak

dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan

mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima

transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan


dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang

terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki

risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima

transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan

relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa

sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit

T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi

alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki

kemungkinan sembuh akibat mechanism imunologis.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien dan penanggung jawab klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, No. RM, tanggal MRS,

identitas orang tua klien.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari leukemia

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab leukemia, serta

penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah

keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit leukemia

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya leukemia, adanya

gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar

(monozigot).

5. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas / Istirahat

• Keletihan, kelemahan otot, malaise umum.

• Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

• Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat.

• Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada

sekitarnya.

• Ataksia, tubuh tidak tegak.

• Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda

lainnya yang menunjukkan keletihan

b. Sirkulasi

• Riwayat kehilangan darah kronis

• Palpitasi (takikardia kompensasi)

• Hipotensi postural.

• Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan

pendataran atau depresi gelombang T.

• Bunyi jantung murmur sistolik.

• Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva,

mulut, faring, bibir) dan dasar kuku.


• Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan

vasokonsriksi kompensasi).

c. Eliminasi

• Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.

• Flatulen, sindrom malabsorpsi.

• Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.

• Diare atau konstipasi.

• Penurunan haluaran urine.

• Distensi abdomen.

d. Makanan / cairan

• Penurunan masukan diet.

• Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).

• Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.

• Adanya penurunan berat badan.

• Membran mukosa kering,pucat.

• Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis.

• Stomatitis.

• Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah

e. Neurosensori

• Sakit kepala, berdenyut, pusing, tinnitus, ketidakmampuan

berkonsentrasi.

• Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata.

• Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki.

• Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.

• Tidak mampu berespon lambat dan dangkal.


• Hemoragis retina.

• Epistaksis.

• Gangguan koordinasi, ataksia.

f. Nyeri/kenyamanan

• Nyeri abdomen samar, sakit kepala

g. Pernapasan

• Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.

• Takipnea, ortopnea dan dispnea.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kadar Hb

c. Nausea berhubungan dengan agen farmakologis

4. Rencana Keperawatan

SDKI SLKI SIKI

Dx. 1 Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan 1. Monitor pola nafas (frekuensi
selama 3 x 24 jam kedalaman usaha nafas)
diharapkan pola nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan
membaik, dengan
kriteria hasil: Terapeutik
- Penggunaan otot 1. Posisikan semi fowler
bantu nafas 2. Beri minuman hangat
menurun 3. Beri oksigen jika perlu
- Pernafasan
cupinghidung Edukasi
menurun 1. Anjurkan asupan cairan
- Frekuensi nafas Kolaborasi
membaik 1. Kolaborasi pemberian
analgesik

Dx. 2 Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan 1. Periksa sirkulasi perifer
selama 3x 24 jam (mis,nkd,peerfusi,edema
diharapkan perfusi pengisian kapiler)
perifer kembali efektif, 2. Monitor panas, kemerahan nyeri
dengan kriteria hasil: ekstremitas.
- Warna kulit pucat
menurun Terapeutik
- Turgor kulit 1. Hindari pemasangan infus,
membaik pengambilan darah di daerah
- Akral membaik keterbatasan perfusi
- Td sistol diastol 2. Monitor ttv
membaik 3. Lakukan tranfusi darah

Edukasi
1. Informasikan tanda dan gejala
yang harus dilaporkan
2. Ajarkan program diet
memperbaiki sirkulasi

Dx. 3 Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan 1. Identifikasi faktor penyebab
selama 3x 24 jam mual
diharapkan tingkat 2. Monitor asupan kalori dan
nusea menurun, dengan nutrisi
kriteria hasil:
- Nafsu makan Terapeutik
meningkat 1. Kurangi penyebab mual muntah
- Keluhan mual 2. Berikan makanan sedikit tapi
menurun sering
- Perasaan ingin 3. Berikan mkanan dengan cairan
muntah menurun bening, tidak berbau dan tidak
- Sensasi panas berwarna, jikaperlu
menurun
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
2. Anjurkan sering membesihkan
mulut
3. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.

Jakarta: Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan

Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:

Salemba Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:

Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.

Jakarta: Salemba Medika.

Nanda.(2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi

10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar

Swadaya

Anda mungkin juga menyukai