Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM HEMATOLOGI

PASIEN LEUKIMIA

oleh

Gita Fepbri Widdona 2217013

Monica Juanmita 2217026

Rahmayuli Ardian Putri 2217031

Siti Ushwatun Chasanah 2217035

Susetyo Yuliana Nugrahaini 2217038

Yustina Avin Anggitya 2217042

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

PRODI SI ILMU KEPERAWATAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia merupakan poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas,
sering di sertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya
berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositpenia dan di akhiri
dengan kematian (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2015). Leukemia adalah
sekelompok penyakit yang memiliki gejala klinis, morfologi sel darah,
kelainan genetik, dan respon terhadap terapi yang sangat bervariasi. Sebagian
besar pasien Leukemia biasanya akan mengalami kekambuhan dalam
perjalanan penyakitnya (Asputra, 2015)
Di seluruh negara pada tahun 2018 ditemukan sebanyak 2,4% kasus
baru dan 3,2% kasus kematian yang terjadi, Global Cancer Statistic, (2018.).
Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki prevalensi 2,47% dengan
penyakit kanker kedua terbanyak setelah provinsi Yogyakarta 4,9%
(Riskesdas, 2018). Kasus kematian akibat kanker cenderung meningkat setiap
tahunnya di Kalimantan Utara dimana pada tahun 2018 kasus kanker memiliki
pervelensi 1,8% dengan rentang usia terbanyak 55-64 tahun. (Riskesdas,
2018)
Penderita yang mengalami Leukemia memliki gejala berupa demam
atau keringat diwaktu malam, perasaan lemah atau lelah, sakit kepala,
perdarahan dan mudah memar, nyeri pada tulang-tulang, pembengkakan pada
perut, dan kehilangan berat badan (Padila, 2013). Gejala pertama biasanya
terjadi karena kegagalan bone barrow menghasilkan sel darah yang normal
dalam jumlah yang memadai danatau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
berbagai organ, gejalanya bervariasi tergantung jumlah sel abnormal dan
tempat berkumpulnya sel abnormal (Rajappan, R., Selvaganapahty, K., Liew,
2015).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien leukemia.
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari leukimia
2) Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab leukemia
3) Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala leukemia
4) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan leukemia
5) Mahasiswa mampu menjelaskan pathway dan patofisiologi
6) Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan leukemia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Leukemia adalah suatu tipe kanker. Leukemia berasal dari kata Yunani leukos-
putih, haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai di sel-sel darah. Penyakit
ini terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah tidak terkontrol
dan mengganggu pembehan sel darah normal. Leukemia (kanker darah) adalah
jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh
sumsum tulang (bone marrow) (Padila, 2013)
Leukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombosit openi dan di akhiri dengan kematian, (Nurarif,
Amin Huda dan Kusuma, 2015). Acute Myeloid Leukemia adalah salah satu jenis
penyakit kanker yang menyerang sel darah putih jenis myeloid. Subtipe ini
dipengaruhi oleh tipe sel yang sama yaitu sel myeloblast, sehingga untuk
pengklasifikasinya diperlukan analis yang lebih rinci (Mustikaningrum, 2019).
2. Penyebab
Penyebab dari penyakit Leukemia tidak diketahui secara pasti. Faktor
yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya Leukemia (Padila, 2013)
yaitu:
1) Radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa :
a. Para pegawai radiologi berisiko untuk terkena Leukemia.
b. Pasien yang menerima radioterapi berisiko terkena Leukemia.
2) Faktor Leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang dapat mempengaruhi frekuensi
Leukemia:
a. Racun lingkungan seperti benzena : paparan pada tingkat-tingkat yang
tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan Leukemia.
b. Bahan kimia industri seperti Insektisida dan Formaldehyde.
c. Obat untuk kemoterapi : pasien-pasien kanker yang dirawat dengan
obat-obat melawan kanker tertentu adakalanya dikemudian hari
mengembangkan Leukemia.
Contohnya, obat-obat yang dikenal sebagai agen alkilating
dihubungkan dengan pengembangan Leukemia bertahun-tahun
kemudian.
3) Herediter Penderita sindrom down, suatu penyakit yang disebabkan oleh
kromosom abnormal mungkin meningkatkan risiko Leukemia, yang
memiliki insidensi Leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
4) Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase
ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini
ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis
RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus
jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada
sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada
propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di
antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.

3. Jenis-jenis Leukemia

Leukemia dapat bersifat kronis atau akut. Pada leukemia kronis, kanker berkembang
perlahan dengan gejala awal yang biasanya ringan. Sementara pada leukemia akut,
perkembangan sel kanker terjadi sangat cepat dan gejalanya bisa memburuk dalam
waktu singkat. Leukemia akut lebih berbahaya daripada leukemia kronis.

Berdasarkan jenis sel darah putih yang terlibat, leukemia terbagi menjadi empat jenis
utama (Healthline, 2021) yaitu:

1) Leukemia limfoblastik akut


Acute lymphoblastic leukemia (ALL) atau leukemia limfoblastik akut terjadi
ketika sumsum tulang terlalu banyak memproduksi sel darah putih jenis limfosit
yang belum matang (limfoblas).
2) Leukemia limfositik kronis
Chronic lymphocytic leukemia (CLL) atau leukemia limfositik kronis terjadi
ketika sumsum tulang terlalu banyak memproduksi limfosit yang tidak normal
dan secara perlahan menyebabkan kanker.
3) Leukemia Mieloblastik akut
Acute myeloblastic leukemia (AML) atau leukemia mieloblastik akut terjadi
ketika sumsum tulang terlalu banyak memproduksi sel mieloid yang tidak matang
atau mieloblas.
4) Leukemia Mielositik Kronis
Chronic myelocytic leukemia (CML) atau leukemia mielositik kronis terjadi
ketika sumsum tulang tidak mampu memproduksi sel mieloid yang matang.

4. Tanda dan Gejala Leukimia


Menurut (Blahd, 2017) Gejala yang muncul pun bervariasi, tergantung jenis
leukemia yang diderita. Namun, secara umum keluhan yang dialami penderita
leukemia adalah:
1) Demam dan menggigil
2) Lelah yang tidak hilang meski sudah beristirahat
3) Berat badan turun drastis
4) Gejala anemia
5) Bintik merah di kulit
6) Mimisan
7) Tubuh mudah memar
8) Keringat berlebihan (terutama pada malam hari)
9) Mudah terkena infeksi
10) Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening
11) Perut terasa tidak nyaman akibat organ hati dan limpa membengkak.

Gejala yang lebih berat dapat muncul apabila sel kanker menyumbat pembuluh darah
di organ tertentu. Gejala yang dapat muncul meliputi:

1. Sakit kepala hebat


2. Mual dan muntah
3. Otot hilang kendali
4. Nyeri tulang
5. Linglung
6. Kejang

5. Penatalaksanaan
A. Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap :
a) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/ 100 ml.
b) Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (kurang dari 50.000/ mm). 3)
c) Sel Darah Putih : mungkin lebih dari 50.000 /cm dengan peningkatan sel
darah putih imatur (mungkin menyimpang kekiri). Mungkin ada sel blast
leukemia.
b. Pemeriksaan sel darah tepi : Biasanya menunjukkan anemia dan
trobositopenia, tetapi juga dapat menunjukkan leucopenia, leukositosis
tergantung pada jumlah sel yang beredar.
c. Asam urat serum/ urine : mungkin meningkat.
d. Biopsi sumsum tulang : Sel darah merah abnormal biasanya lebih dari 50%
atau lebih dari sel darah putih pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari
sel blast, dengan prekusor eritrosit, sel matur, dan megakariositis menurun.
e. Biopsi nodus limfa : Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel
leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa akan terdesak seperti
limfosit normal dan granulosit
B. Menurut (Desmawati, 2013), menyatakan terapi pengobatan yang dapat
diberikan pada pasien Leukemia akut adalah :
2) Tranfusi darah Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masih, dapat diberikan tranfusi
trombosit dan bila erdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
3) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya) Setelah
tercapai, remisi dosis dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
4) Sitostatika Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten
seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama
obat lainnya. Umumnya sistostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis.
5) Imunoterapi Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapainya
remisi dan jumlah sel Leukemia yang cukup rendah, kemudian imunoterapi
mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru masih dalam
pengembangan).
6) Kemoterapi Merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. Bahan
kimia yang dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel-sel yang oleh
pembedahan atau penyinaran tidak dapat dicapai. Penatalaksanaan pada
penderita Leukemia Myeloid Akut yaitu dengan kemoterapi, yang terdiri dari 2
fase antara lain :
(1) Fase induksi; fase induksi adalah regimen kemoterapi yang sangat intensif,
bertujuan untuk mengendalikan sel-sel Leukemia secara maksimal sehingga
akan tercapainya remisi yang lengkap.
(2) Fase konsolidasi; fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase
induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus
kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis serta dosis yang sama atau
lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi. Dengan
pengobatan modern, angka remisi 5-0-70%, tetapi angka rata-rata hidup
masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.
7. Pathway dan Patofisiologi
Pathway (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)
Faktor pencetus : genetic, radiasi, Sel neoplasma
obat-obatan, kelainan kromosom, berpoliferasi didalam
infeksi virus, paparan bahan kimia. sumsum tulang

Penyebaran
Infiltrasi sumsum Sel onkogen
ekstramedular
tulang
Pertumbuhan berlebih

MII Sirkulasi darah MII Sistem


Limfatik Kebutuhan nutrisi
meningkat
Pembesaran hati dan
Nodus limfe
limfa hipermetabolisme

Hepatosplenomegal limfadenopati
i Ketidakseimbangan
Peningkatan nutrisi kurang dari
Penekanan ruang tekanan intra kebutuhan tubuh
abdomen abdomen
Depresi produksi
sumsum tulang Resiko perdarahan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
Sel normal
digantikan oleh
sel kanker trombositopenia
Penurunan trombosit kecenderungan perdarahan

Penurunan eritrosit anemia Suplai oksigen Ketidakseimbangan


kejaringan In perfusi jaringan perifer
adekuat
Penurunan fungsi leukosit Daya tahan tubuh menurun Resiko infeksi

Infiltrasi periosteal Kelemahan tulang

tulang lunak dan lemah stimulasi saraf C (noticeptor)

fraktur fisiologis Gangguan rasa


nyaman nyeri
Hambatan mobilitas fisik
Patofisiologi

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan


tubuh infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat di
kontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Merek terlihat
berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel
Leukemia memblok produksi sel darah merah, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel Leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan. Analisis sitogenik menghasilkan banyak
pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan
Leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi,. Pada
kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi
sel abnormal. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel
menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan
kearah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan
Kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan
sel, sehigga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya
sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup
ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan
otak, (Padila, 2013).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Analisa Data
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Asputra. (2015). Peningkatan ekspresi FLT3 pada pasien Leukemia myeloid akut
serta korelasinya dengan jumlah leukosit dan blast. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.

Blahd. (2017). Understanding Leukemia.

Desmawati. (2013). Sistem Hematologi dan Imunologi (Juliastuti (ed.)). Penerbit In


Media.

Healthline. (2021). Acute Myeloid Leukemia (AML) Vs. Acute Lymphocytic Leukemia
(ALL).

Mustikaningrum. (2019). Acute Myeloid Leukemia, Optimasi, jaringan syaraf tiruan,


momentum backpropagation, Algoritma Genetika. ALGORITMA GENETIKA
UNTUK MENENTUKAN ARSITEKTUR MOMENTUM BACKPROPAGATION
PADA KLASIFIKASI TIPE SEL PENENTU ACUTE MYELOID LEUKEMIA.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (II). Media Action.

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Rajappan, R., Selvaganapahty, K., Liew. (2015). Physical Aktivity Level among
University Students: a cross sectional survey. International Journal of
Physiotherapy and Research.

Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI.


Riset Kesehatan Dasar.

Anda mungkin juga menyukai