Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah
banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi
lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya aktivitas fisik dan
meningkatnya pencemaran atau polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah
memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya
kasus-kasus penyakit tidak menular seperti; jantung, kanker, diabetes, hipertensi, gagal ginjal
dan sebagainya. Demikian juga dengan pola penyakit penyebab kematian menunjukkan
adanya transisi epidemiologi, yaitu bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit
infeksi ke penyakit non-infeksi (degeneratif).
Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker merupakan salah
satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005
dan 2015. Pada tahun 2000 terdapat 10 juta orang (5,3 juta laki-laki dan 4,7 juta wanita)
menderita kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta diantaranya meninggal dunia (Case Fatality
Rate/CFR 62%) .Penelitian Jemal, et al. (2004) melaporkan bahwa terdapat 1.368.030 kasus
baru kanker di Amerika Serikat dan 563.700 orang meninggal karena penyakit tersebut (CFR
41,7%). Sedangkan di Eropa 1.711.000 orang meninggal dari 2.886.800 kasus kanker pada
tahun yang sama (CFR 59,27%). Data Departemen Kesehatan (2003) menyebutkan, kanker
merupakan penyebab utama kematian keenam di Indonesia dan diperkirakan terdapat insiden
kanker 100 per 100.000 penduduk setiap tahunnya.Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007)
menyebutkan bahwa prevalensi kanker di Indonesia adalah 430 per 100.000 penduduk.
Salah satu jenis kanker yang ditandai oleh penimbunan sel darah putih abnormal
dalam sumsum tulang adalah leukemia. Menurut WHO (2002) leukemia terjadi hampir di
seluruh dunia. Registrasi kanker telah mencatat sekitar 250.000 kasus baru per tahun dengan
CFR 76%. Dari 100.000 kasus baru kanker, Leukemia Mielositik Akut (LMA) sekitar 2,5%,
sementara Leukemia Limfositik Akut (LMA) adalah sekitar 1,3%. Data American Cancer
Society (2004), angka kejadian leukemia di Amerika Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus
diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan 14.420 kasus baru lainnya pada perempuan

1
(43,12%). Insiden rate (IR) leukemia pada laki-laki di Canada 14 per 100.000 penduduk dan
pada wanita per 100.000 penduduk pada tahun yang sama.
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah
putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone
marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah
putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi
membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses
pembekuan darah).
Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum
tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang
berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang
bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan
memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi
kembali. Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada
tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal)
akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi.
Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal
sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan menunjukkan beberapa
gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan perdarahan.
Dari uraian diatas kelompok kami tertarik untuk mengangkat judul makalah “Asuhan
Keperawatan Anak dengan Leukemia”

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
leukemia
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar pasien dengan leukemia
b. Mahasiswa mampu memahami pengkajian pada pasien dengan leukemia
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa pada pasien dengan leukemia
d. Mahasiswa mampu memahami intervensi pada pasien dengan leukemia
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan leukemia

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam pembuatan makalah ini adalah
metode deskriptif melalui pendekatan asuhan keperawatan. Adapun teknik pengumpulan data
2
dilakukan melalui sumber-sumber buku dan penelusuran internet. Setelah itu data diolah dan
dianalisa untuk selanjutnya disusun sehingga bisa diperoleh konsep dasar dan asuhan
keperawatan.

D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan kasus ini menggambarkan isi ringkasan dari bab masing-
masing, sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori meliputi konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien
leukemia.
BAB III :Penutup meliputi kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian

Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175). Leukimia adalah proliferasi tak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-
sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 ). Leukimia adalah suatu
keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda
yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal
dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum
tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ
non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa


leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

2. Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

a. Genetik
Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita
kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-
Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985;
Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
4
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
b. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-
kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada
keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .
c. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden
yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .
d. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya
RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. ( Wiernik, 1985 ) . Salah satu virus yang terbukti
dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis
leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia . Virus ini ditemukan oleh
Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).
e. Bahan Kimia dan Obat-obatan

Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .

f. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang
yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).
g. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada pasien-pasien
anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom
5
atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi
radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis.
h. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary
Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia . Termasuk diantaranya penyakit
Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-
obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih.
Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap
penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat
antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan
genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka
terhadap leukemia.

3. Klasifikasi
a. Leukemia akut
Berdasarkan klasifikasi French American British ( FAB ), leukemia akut terbagi menjadi
2 ( dua ), Acute Limphocytic Leukemia ( ALL ) dan Acute Myelogenous Leukemia
(AML). Sedangkan Leukemia Kronis jg dibagimmnjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus
Kronis (CML) dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL). Luekemia Limfositik Akut
(ALL) dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-
laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL
jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal..
Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :

1) L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang
anak.
2) L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL
jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
6
3) L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkit. Terjadi
baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk

Leukemia Mielogenus Akut (AML) mengenai sel stem hematopeotik yang kelak
berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan
trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya
usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.

b. Leukemia kronis
1) Leukemia Mielogenus Kronis (CML) terbagi menjadi 8 tipe :
a) Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )

Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai
AML dengan diferensiasi minimal .

b) M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )

Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari


kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer
rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2
dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1 .

c) M2 ( Akut Myeloid Leukemia )

Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi


berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 – 90
%. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit
dan promielosit .

d) M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )

Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat,


stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun
ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan
beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya

7
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-
granula abnormal ini.

e) M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )

Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1,
dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur
monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah
peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang
bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan
AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.

f) M5 ( Acute Monocytic Leukemia )

Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan
adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang
terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

g) M6 ( Erythroleukemia )

Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi
abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini
terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6
disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30%
dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap
kemoterapi-induksi standar .

h) M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )

Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998;


Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).

Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan dalam sistem keganasan


sel sistem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut,

8
sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20
tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih
ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan
leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.

2) Leukemia Limfositik Kronis (CLL)

Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan mengenai individu


usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru
terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.

4. Patofisiologi

Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada
sumsum tulang oleh sel leukemik , menyebabkan gangguan produksi sel darah merah .
Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya
perdarahan . Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih
oleh sel lekemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi .

Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel
leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut . ( Cawson, 1982 ).
Sedangkan pada penderita Leukemia itu sendiri disebabkan sbb:

Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel
blast.Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan
menimbulkan anemia dan trombositipenia. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi. Manifestasi
akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat.
Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada
penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan. Adanya
infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe,nodus limfe,
dan nyeri persendian. (Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175).

5. Manifestasi Klinis
9
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:

a. Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.


b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
c. Demam, keringat malam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, memar tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak
keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
f. Nyeri pada tulang dan persendian
g. Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran
limpa).
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177, Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida, 1987;
Lister, 1990; Rubin,1992 ).

6. Insiden

ALL (Acute Lymphoid Leukemia) adalah insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak
yang berusia antara 3 dan 5 tahun. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik
daripada anak laki-laki. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit dan
angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang juga lebih rendah. ANLL (Acute
Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Resiko
terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan
seperti Sindrom Down. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi remisi (angka remisi
70%). Remisinya lebih singkat pada anak-anak dengan ALL. Lima puluh persen anak yang
mengalami pencangkokan sumsum tulang memiliki remisi berkepanjangan (Betz, Cecily L.
2002. hal : 300).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik

b. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml


c. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
d. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
e. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
f. PTT : memanjang
g. LDH : mungkin meningkat
h. Asam urat serum : mungkin meningkat
i. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik

10
j. Copper serum : meningkat
k. Zink serum : menurun
l. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.

8. Penatalaksanaan

a. Pelaksanaan kemoterapi

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker


ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih. Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

1) Melalui mulut
2) Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
3) Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh
darah balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan menyuntikkan obat
ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan
sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang
belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan
menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan
karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak
mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.

Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :

1) Fase induksiDimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
2) Fase Profilaksis Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi methotrexate,
cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke
otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan sistem saraf pusat.

11
3) KonsolidasiPada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara
berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

b. Terapi Biologi

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis,
jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan
diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia
myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon
untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

c. Terapi Radiasi

Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar
akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan
ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi
sumsum tulang.)

d. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel
induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau
keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah
normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem
cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di
daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell)
hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus
12
menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi
pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai
menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.

9. Asu han Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
(Budi Anna Keliat, 1994). Pengkajian pada leukemia meliputi :

1) Riwayat Penyakit
2) Kaji Adanya Tanda-Tanda Anemia :
a) Pucat
b) Kelemahan
c) Sesak
d) Nafas cepat
3) Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
a) Demam
b) Infeksi
4) Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :

a) Ptechiae

b) Purpura

c) Perdarahan membran mukosa

5) Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :

a) Limfadenopati

b) Hepatomegali

c) Splenomegali

6) Kaji adanya pembesaran testis


7) Kaji adanya :
a) Hematuri
b) Hipertensi
c) Gagal ginjal
d) Inflamasi disekitar rectal
13
e) .Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)

b. Diagnosa Keperawatan

1) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.


2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
3) Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit.
4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
5) Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis.
7) Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
8) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
9) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia.
11) Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.

c. Rencana Keperawatan

1) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh


Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi.

Intervensi :

a) Pantau suhu dengan teliti


Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b) Tempatkan Px dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya Px dari sumber infeksi
c) Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik.
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif.
d) Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
e) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi.
14
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi.
f) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
g) Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler.
h) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia.
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh.
i) Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas

Intervensi :

a) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi


dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
b) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan.
c) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan.
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan
intervensi.
d) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

3) Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah


trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
a) Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah
ekimosis.
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia.
b) Cegah ulserasi oral dan rectal.
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah.
c) Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi.
Rasional : untuk mencegah perdarahan
d) Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
15
Rasional : untuk mencegah perdarahan
e) Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi
cepat, dan pucat).
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.
f) Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
g) Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.

4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, Pasien tidak mengalami mual dan
muntah
Intervensi :
a) Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
b) Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
c) Kaji respon Px terhadap anti emetic.
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil.
d) Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
e) Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f) Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi

5) Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek


samping agen kemoterapi.
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi :
a) Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
b) Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
c) Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang
dibalut
kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
d) Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa
larutan

16
bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
e) Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah
(fisura)
f) Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil.
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang.
g) Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
h) Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
i) Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
j) Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,
memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan
mukosa.
k) Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
l) Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri

6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a) Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari
mual dan muntah serta kemoterapi.
b) Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
c) Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau
suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
d) Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
e) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient

17
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam
mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat.
g) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya
bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal.

7) Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia


Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
Intervensi :
a) Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi
b) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif,
alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
c) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau
obat
d) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
e) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri

8) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,


radioterapi, imobilitas.
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a) Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b) Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
c) Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d) Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
e) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering.
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit.
f) Dorong masukan kalori protein yang adekuat
18
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
g) Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan

9) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :
a) Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna
rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap
kerontokan rambut
b) Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari,
angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
c) Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
d) Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna
atau teksturnya agak berbeda.
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan
rambut baru
e) Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin ,
misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan.

10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostic
atau terapi
Intervensi :
a) Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
b) Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
c) Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak
menjalani kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
d) Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak
sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup
19
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut
secara realistis
e) Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil
tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
f) Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga

11) Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak


Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
Intervensi :
a) Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional : pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan
atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga
lebih efektif menghadapi kondisinya
b) Berikan kontak yang konsisten pada keluarga
Rasional : untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong
komunikasi
c) Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal
Rasional : untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
d) Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional : memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang
dialami.

20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Leukemia atau kanker
darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh perbanyakan
secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang
dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal
atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah
perifer atai darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan
sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.

21
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika.
Abdoerrachman MH, dkk.1998. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler. 1993. Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Soeparman, Sarwono Waspadji. 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/askep-leukemia.html
http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/makalah-askep-leukimia.html
http://www.scribd.com/doc/9501526/ASKEP-LEUKIMIA

22

Anda mungkin juga menyukai