Anda di halaman 1dari 16

ASKEP LEUKIMIA

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Keperawatan Mediakal Medah I

Dosen Pengampu : Masyita Haerianti, S.Kep Ns., M.Kep

Oleh

Kelompok II

Kelas Keperawatan B

Riska Wirdha Astrianti (B0219

Aqiah Azzahra Azalia (B0219

Siitti Rabiah (B0219

Putri Ariani (B0219

Yulianti (B0219

Masita (B0219

Nasrah (B0219

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2020
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN TORI


A. Pengertian Penyakit
B. Prevalensi
C. Etiologi Penyakit
D. Jenis/Pembagian Penyakit
E. Manifestasi Klinis
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan
H. Pemeriksaan Penunjang

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
B. Diagnose
C. Intervensi

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukimia merupakan keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, di tandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manipestasi
penambahan sel-sel abnormal dalam darah tepi. Berdasarkan national academi
of sciences, terdapat lebih dari 100.000 bayi di seluruh dunia yang lahir
dengan keadaan dan kondisi yang berat dari leukemia jumlah penderita di
Indonesia pada tahun 2008 sudah mencapai 20.000 orang penderita dari
jumlah 200.000 juta orang penduduk imdonesia secara keseluruhan
(ROBERT, 2009).
Leukimia impositif akut atau biasa di sebut ALL adalah bentuk
leukemia yang paling lazim di jumpai pada anak, insiden tertinggi terdapat
pada usia 3-7 tahun. Leukemia akut di tandai dengan suatu perjalanan
penyakit yang sangat cepat,mematikan,dan memburuk. Aapabila ridak diobati
segera , maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hinga hari.
Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu
cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama,hingga lebih dari 1
tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun (Hoffbrand,2005).
Penderita leukemia pada anak yang memiliki gejala seperti demam
atau keringat malam,merasa lemah atau cape,pucat,sakit kepala ,mudah
berdarah atau memar.misalnya gusi mudah berdarah saat sikat gigi,mudah
memar saat terbentur ringan,nyeri pada tulang dan sendi.Adanya perubahan
gejala secara cepat pada penderita leukemia anak yang mengakibatkan anak
merasakan sakit yang hebat. Kondisi tersebut mengharuskan anak dengan
penyakit leukemia harus dilakukan dengan perawatan di rumah sakit,dan
sangat tidak memungkinkan anak dalam perawatan di rumah(Robert,2009).
Reaksi terhadap penyakit pada anak prasekolah yaitu anak usia
prasekolah merasa fenomena nyata yang tidak berhubungan sebagai hubungan
penyakit,cara magis menyebabkan anak usia prasekolah memandang penyakit
sebagai suatu hukuman. Selain itu,anak usia prasekolah takut terhadap
mutilasi (Mucari,2005).
B. Tujuan Penulisan
Mengetahui hubungan frekuensi hospitalisasi dengan kemampuan
perkembangan motoric halus pada anak prescholl penderita leukemia di
RSUD Dr.Moewardi Surakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penyakit
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-
darah. Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang
dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat
darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah
diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel
semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan
menggantikannya.
Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang, Sel-sel
baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama
tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana
sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya
mendesak sel-sel lain.
Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal
(Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 )
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya
kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan
adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk
darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang
normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan
invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal,
ginjal dan kulit.
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat
bahwa leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi
abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada
alat pembentuk darah.
B. Pravelensi
Kanker darah atau leukemia menempati urutan ke-9 jumlah kasus tertinggi
penyakit kanker di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan
2018, prevalensi penderita kanker di Indonesia adalah 1,4% dengan
jumlah total 347.792 penderita.
C. Etiologi Penyakit
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
 Genetik
Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down,
sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma
Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma
von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson,
1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy,
atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran .
Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat
tinggi ( Wiernik,1985 ) .
 Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .
 Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-
sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini
berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. ( Wiernik, 1985 ) . Salah satu virus yang terbukti
dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).
 Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) Selain benzen
beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara
lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .
 Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML . Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
(Fauci, et. al, 1998 ).
 Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi,
dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk
Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia
ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran
thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
 Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related
leukemia . Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma,
dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel
darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu
(misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko
terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu
(misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka
terhadap leukemia.
D. Jenis/Pembagian penyakit
1. Leukemia akut
Berdasarkan klasifikasi French American British ( FAB ), leukemia akut
terbagi menjadi 2 ( dua ), Acute Limphocytic Leukemia ( ALL ) dan
Acute Myelogenous Leukemia (AML). Sedangkan Leukemia Kronis jg
dibagimmnjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis (CML) dan
Leukemia Limfositik Kronis (CLL).
Luekemia Limfositik Akut (ALL) dianggap sebagai proliferasi ganas
limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang
terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang
dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal..
Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
a). L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak.
b). L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan
dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
c). L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel
Burkitt. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan
prognosis yang buruk
Leukemia Mielogenus Akut (AML) mengenai sel stem hematopeotik yang
kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit,
eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi
meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi.

2. Leukemia kronis
1) Leukemia Mielogenus Kronis (CML) terbagi menjadi 8 tipe :
 Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut
sebagai AML dengan diferensiasi minimal .
 M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat
dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic
granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1
tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1 .
 M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara
morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang
berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10 % . Jumlah sel
leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel
sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit .
 M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi
berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam
bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma
mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung
granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated Intravaskular
Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini.
 M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan
M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel
pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4
adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari
5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia.
Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap
kemoterapi-induksi standar.
 M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah
monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana
sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah
promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup
baik.
 M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda
dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran
morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan
megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara
nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS )
jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang
terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar .
 M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida,
1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).
Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan dalam sistem
keganasan sel sistem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding
bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang
individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML
tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala
selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang
luar biasa, limpa membesar.
2) Leukemia Limfositik Kronis (CLL)
Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan
mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien
tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau
penanganan penyakit lain.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah
sebagai berikut:
 Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.
 Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
 Demam, keringat malam dan anorexia
 Berat badan menurun
 Ptechiae, memar tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi
berdarah, bercak keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil
di bawah kulit)
 Nyeri pada tulang dan persendian
 Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut
(akibat pembesaran limpa). (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal.
177, Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida, 1987; Lister, 1990;
Rubin,1992 ).
F. Komplikasi
Leukemia dapat menyebabkan komplikasi jika penanganan tidak segera
dilakukan. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :
 Perdarahan pada organ tubuh, seperti otak atau paru-paru.
 Tubuh rentan terhadap infeksi.
 Risiko munculnya jenis kankaer darah lain, misalnya limfoma.
Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan pengobatan yang dilakukan.
Berikut ini beberapa komplikasi akibat pengobatan leukemia :
 Graft versus host disease, yaitu komplikasi dari transplantasi
sumsum tulang.
 Anemia hemolitik.
 Tumor lysis syndrome (sinrom lisis tumor).
 Gangguan fungsi ginjal.
 Infertilitas.
 Sel kanker muncul kembali setelah penderita menjalani
pengobatan.
Anak-anak penderita leukemia juga berisiko mengalami
komplikasi akibat pengobatan yang dilakukan. Jenis komplikasi
yang dapat terjadi meliputi gangguan sistem saraf pusat, gangguan
tumbuh kembang, dan katarak.
G. Penatalaksanaan
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis
pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel
leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu
jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau
intravena).
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas –
Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh
darah balik/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli
patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi
ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan
obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini
digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum
tulang belakang.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi
biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.
Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi
pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada
sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk
membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi
penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan
adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan
sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa,
otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia
ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh
tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi
sumsum tulang.)

4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)


Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem
cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis
obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem
cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah
balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh
dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus
menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang
memadai.
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
 Fase induksiDimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan.
Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison),
vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika
tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
 Fase Profilaksis Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal
untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial
dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan
sistem saraf pusat.
 KonsolidasiPada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum
tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat
dikurangi.
H. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik

2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml

3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah

4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)

5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur

6. PTT : memanjang

7. LDH : mungkin meningkat


8. Asam urat serum : mungkin meningkat

9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan


mielomonositik

10. Copper serum : meningkat

11. Zink serum : menurun

12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai