Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN LEUKEMIA

DI RUANG SERUNI RS KARSA HUSADA BATU

Untuk Memenuhi Tugas Departemen Anak Profesi Ners

Disusun oleh:
ERISKA PRATIWI
150070300011126
PSIK A/PROFESI NERS 2016
Kelompok 1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2017
LEUKEMIA

A. DEFINISI
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Mula-mula
dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih. Leukemia adalah jenis kanker
yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang
membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk
sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-
sel baru akan menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan
menyimpang. Sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel
lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum
tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain. Sel
abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer/darah tepi.
Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang
beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan
jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian. Disamping itu leukimia merupakan penyakit
dengan proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang secara maligna
melakukan transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum
yang normal. Pada sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin
meningkat didalam darah tepi. Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-
sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 :248).
Nama penyakit maligna yang dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit
sirkulasi (Jan Tambayong, 2000)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang
secara maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian sum-sum
yang normal (Sylvia, 2005).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel induk
hematopoietik yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen
sumsum normal (Baldy, 2006)
Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut
dalam sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (I.M Bakta, 2007).
Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum tulang
didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut ke
darah dan semua organ tubuh (Bambang, 2008).
Kanker yang terjadi akibat diferensiasi dan leukosit yang berlebihan (Sayuh Tamher.
2008).
Keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi
pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik (Muttagin, 2009).
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita. (Yayan, 2010)
Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang (Corwin, 2009).

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi
di hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus
gastrointesinal, ginjal dan kulit. Leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah sehingga mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas
penderita.

B. ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan dijelaskan
secara keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
leukemia, yaitu:
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada penderita
kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih besar dari orang
normal, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis
vanCreveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen,
dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini
dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a) 2 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga
pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik, 1985; Wilson, 1991) .

2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya
RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan (Wiernik, 1985). Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan
dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah
manusia. Virus lain yang dapat menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus leukemia feline,
HTLV-1 pada dewasa.
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-
Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell Leukemia . Virus ini
ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1990).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan


Paparan kronis dari bahan kimia (misal:benzen) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
(Wiernik,1985; Wilson, 1991) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari
AML, antara lain : produk produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .

4. Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
Racun lingkungan seperti benzene.
Bahan kimia industri seperti insektisida.
Obat-obatan untuk kemoterapi.

5. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat
laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

6. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut (LMA), namun tidak
berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis (LLK). Peningkatan resiko leukemia
ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis. Data-data pendukung radiasi
sebagai penyebab leukemia :
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima dan
Nagasaki

7. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan bahwa penderita yang
diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.

8. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut
Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan
karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-
sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena)
dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang
memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dansindroma Fanconi), juga
lebih peka terhadap leukemia.

9. Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang
menyebabkan reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia (Imam Supandiman.
1997; Sylvia Anderson Price. 1995).

C. FAKTOR RESIKO
Usia
Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang. Semakin
bertambah usianya maka akan semakin berkurang imunitas tubuhnya yang akan
berpengaruh terhadap proliferasi sel abnormal ganas yang akan menyerang tubuh.

Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia. Masyarakat yang
dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun lingkungan seperti benzena dan
insektisida yang memperburuk kondisi pasien. Orang-orang dengan paparan zat kimia
(misal:benzene, Arsen, pestisida, kloram fenikol, fenil Butazon, dan agen neoplastik)
akan berisiko lebih tinggi untuk terjangkit leukemia. Kontak dengan radiasi ionisasi
disertai manifestasi leukemia (Sylvia Anderson Price. 1995). Paparan pada tingkat-
tingkat yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia.
Benzene digunakan secara luas di industri kimia begitu juga dengan Formaldehyde yang
beresiko leukemia lebih besar.

Genetik
Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak yang lahir dari
beberapa pasangan yang telah dijadikan sample penelitian terbukti bahwa anak-anak
tersebut menderita leukemia karena membawa faktor genetik dari orang tuanya.
Kelaman kongenital dengan aneuloidi, misalnya Agranulositosis congenital, sindrom Ellis
Van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan
sindrom trisomi D. Menyebabkan meningkatnya insiden leukemia limfoma. Beberapa
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin
meningkatkan resiko leukemia.
Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden leukemia lebih tinggi dari
saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai
20% pada kembar monozigot/identik (Sylvia Anderson Price. 1995).

Gaya Hidup
Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari. Orang yang terlalu
sibuk dengan kegiatannya tanpa memperhatikan waktu istirahatnya serta PHBS juga
dapat membuatnya terkena Leukemia.

Asupan Nutrisi
Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh
karena nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh untuk bekerja secara
normal, terutama agar tidak terjadi hematopoiesis abnormal. Asupan nutrisi yang kurang
baik, seperti sering mengkonsumsi bahan yang berpengawet dalam jangka lama bisa
menyebabkan leukemia.

Riwayat Penyakit
Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami anemia dan
pneumonia yang berkaitan dengan ikatan oksidasi hemoglobin, apabila tidak mencapai
standar normal yang dibutuhkan tubuh maka akan terjadi hematopoiesis abnormal.

Radiasi Ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko relative keseluruhan
untuk berkembang menjadi leukemia akut.

Efek pengobatan
Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan resiko terjangkit
leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik, kelihatannya merupakan
predisposisi terhadap leukemia.

Faktor penyakit yang didapat


Penyakit yang didapat dengan resiko terkena leukemia mencakup mielofibrosis,
polisitemia vera, dan anemia refraktori sideroblastik. Mieloma multipel dan penyakit
Hodgkin juga menunjukkan peningkatan resiko terhadap terjadinya penyakit ini
(Tambayong, 2000).

Infeksi virus
Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T manusia pada limfosit
seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dan sempel serum penderita
leukemia sel T (Sylvia Anderson Price. 1995).

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi
menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
Sedangkan Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis
(CML)dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).

Klasifikasi secara khususnya:


Leukemia Akut (Mansjoer, 2001)
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal. Jumlahnya berlebihan, serta dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. (Haribowo, 2008).
Leukemia akut dihubungkan dengan awitan (onset) cepat, jumlah leukosit tidak
matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositopenia berat, demam tinggi,
lesi infektif pada mulut dan tenggorok, perdarahan dalam area vital, akumulasi leukosit
dalam organ vital dan infeksi berat. (Tambayong, 2000).
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal.
Leukemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal.
Menurut maturasinya menjadi akut dan kronis, sedang tipe sel asal dibedakan berdasarkan
mielositik dan limfositik.

1. Luekemia Limfositik Akut (ALL)


Dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak (75-
80%), laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4tahun, setelah
usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Leukemia yang
mengenai stem sel hematopoietik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid:
monosit, granulosit (Basofil, Neutrofil, dan Eusinofil), eritrosit dan trombosit. Penyakit ini
juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun/lebih.
Keganasan klonal dari sel-sel perkusor limfoit. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas
berasal dari limfoit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia jenis ini adalah
leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Lebih sering terjadi pada anak laki-
laki (Handayani, 2008).

Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :


L1 Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak-anak. ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84%
dari ALL.
L2 Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1.
ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa. Sel lebih besar, inti ireguler, kromatin
bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari
ALL.
L3 Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt, yaitu
sitoplasma basofil dengan banyak vakuola dan hanya merupakan 1% dari ALL.
Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk .
Gejala klinisnya : gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi purpura,
nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada
pemeriksaan fisik didapat splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan pada tulang dada,
ekimosis, dan perdarahan retina.

2. Leukemia Mielogenus Akut (AML)


Mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid:
monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat
terkena, insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Insiden AML kira-kira 2-
3/100.000 penduduk, LMA lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85%) daripada
anak-anak (15%). Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.
Gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah, pucat, nafsu
makan hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, serta infeksi dan pembesaran
kelenjar getah bening, limpa, hati, dan kelenjar mediastinum. kadang-kadang juga
ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut monoblastik dan
mielomonolitik.

Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Leukemia Mielogenus


Akut (AML) terbagi menjadi 8 tipe :
Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia 3%)
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengandiferensiasi minimal.
M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi 15%-20%)
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari
kasus AML.Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer
rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2
dengan granula, dimana tipe 1dominan di M1.
M2 ( Akut Myeloid Leukemia 25%-30%)
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebihdari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 90 %. Tapi
lebih dari 50 % dari jumlah sel-selsumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia 5%-10%)
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat,
stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-
kadang berlobul. Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit
mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated
Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini.
M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia 20%)
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan
cara 20% dari selyang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi
yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain
dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel
yang bukan eritroit, disebutdengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien-pasien dengan
AML type M4 mempunyai responterhadap kemoterapi-induksi standar.
M4Eo, Leukemia Mielomonositikdengan Eosinofil Abnormal (5%-10%).
M5 ( Acute Monocytic Leukemia 2%-9%)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit,dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan
adalah monoblas,sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang
terjadi dan hasil perawatannyacukup baik.
M6 ( Erythroleukemia 3%-5%)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaranmorfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi
abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini
terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6
disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jikasel leukemik kurang dari 30% dari sel yang
bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanyakambuhan terhadap kemoterapi-induksi
standar .
M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia 3%-12%)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998;
Wetzler danBloomfield, 1998 )Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan
dalam sistem keganasan sel stemmieloid. Namun lebih banyak sel normal
dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebihringan. CML jarang menyerang
individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengangambaran AML tetapi tanda
dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,
peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa,
limpamembesar.Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan
mengenai individu usia 50sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak
menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan
penyakit lain.
E. MANIFESTASI KLINIS
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur/akumulasi sel darah putih dalam
sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga proliferasi di hati, limfa,
dan nodus limfatikus, serta invasi organ nonhematologis, seperti meningitis, traktus
gastrointestinal, ginjal dan kulit.
1. Leukemia Akut (National Cancer Institute , 2008)
Limfosit imatur berproliferasi di sumsum tulang & jaringan perifer, serta terakumulasi
elisana. Hal diatas mengakibatkan adanya gangguan pada perkembangan sel
normal. Leukemia akut juga memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Gejala
leukemia akut dapat digolongkan menjadi 3 besar, yaitu:
a) Gejala kegagalan sumsum tulang:
Anemia menimbulkan gejala pucat, lemah, letargi(kesadaran menurun),
pusing, sesak, nyeri dada.
Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga
mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai syok septik. Pasien
sering menunjukkan gejala infeksi/perdarahan/keduanya pada waktu
diagnosis.
Trombositopenia menimbulkan easy bruisisng, perdarahan mukosa, seperti
perdarahan gusi, epistaksis, ekimusis, (perdarahan dalam kulit), serta
perdarahan saluran cerna dan sistem saluran kandung kemih.
Anoreksia adalah tidak adanya/hilangnya selera makan.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam sirkulasi
(jumlahnya melebihi 200.000/mm) dapat menunjukkan gejala hiperviskositas.
Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan, kebingungan dan
dispenia yang memerlukan leukoforensis segera (pembuangan leukosit melalui
pemisah sel).

b) Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:


Kaheksia
Keringat malam (gejala hipermetabolisme)
Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
Demam dan banyak keringat

c) Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain, seperti:


Nyeri tulang & nyeri sternum karena infark tulang (infiltrate subperiosteal)
karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia.
Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali
Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
Sindrom menigeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.

d) Perdarahan kulit :
Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada kulit/membran
mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk bercak biru/ungu yang
bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.
Petechiae
Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/ permukaan
serosa.

e) Perdarahan gusi
Hepatomegali : pembesaran Hati
Splenomegali : pembesaran Limpa
Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe
Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T
Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan saraf otak terutama
saraf VI % VII, kelainan neurologik fokai.
Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil.
(Kumala. 1998)

ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum tulang. penyakit
ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik leukemia karena sel leukemia
berpindah ke sumsum tulang yang normal. Sebagian besar pasien kehilangan
berat badan. Mereka biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik.
Mereka Nampak pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari
rendahnya jumlah trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam yang
terjadi tanpa alasan yang terbukti atau karena injuri minor. Bintik-bintik merah
dibawah kulit disebut petekie atau perdarahan yang diperpanjang dari minor cots.
Ketidaknyamanan pada tulang dan sendi mungkin terjadi. Demam juga umum
terjadi. Selain itu, leukemia limfoblas mungkin berkumpul di limfa sehingga terjadi
pembengkakan. Sel leukemia dapat tersimpan dalam otak atau spinalcord dan
menyebabkan sakit kepala atau vomiting.

Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan neutropenia dan


trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak
pada membrane mukosa , abses perirektal, pneumonia septicemia disertai
menggigil, demam, takikardi, takipnea. Komplikasi ini bertanggung jawab atas
tingginya angka kematian yang berhubungan dengan leukemia akut. Penyebab
infeksi paling umum: staphilokokus, streptococcus dan bakteri gram negatif usus,
serta berbagai spesies jamur.
Trombositopenia mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan dengan
petekie, epitaksis (perdarahan hidung), hematoma pada membrane mukosa,
serta pendarahan saluran cerna dan system saluran kemih. Anemia bukan
merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang (120
hari). Jika terdapat anemia akan ditemukan pusing dan gejala kelelahan dan
dipnea waktu kerja fisik disertai pucat yang nyata (Sylvia Anderson Price. 1995).

LMA (Muttaqin, 2009)


LMA tidak selalu dijumpai Leukositosis
Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA , 15% leukosit normal dan
35% mengalami netropenia
Sel-sel Blast dalam jumlah signifikan ditemukan di darah tepi terlihat pada
85% penderita LMA
Gejala klinisnya : lelah, pucat, anoreksia, anemia, petekie, perdarahan, nyeri
tulang, infeksi & limfadenopati, Hepatomegali, splenomegali, hipertrofi gusi,
dll.

2. Leukemia Kronis (National Cancer Institute, 2008)


Leukemia kronis tidak menampilkan gejala yang spesifik tetapi gejala yang dapat
juga menjadi gejala penyakit lain seperti demam tidak tinggi, letih, keringat dingin,
perut sering merasa tidak enak dan adakalanya terdapat juga pembesaran limfa.
Kadangkala juga terjadi kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun.
Biasanya gejala-gejala ringan tersebut berlangsung selama 6-8 bulan.

F. PATOFISIOLOGI
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau
beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel induk
sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus menerus berproliferasi,
karena itu sel ini lebih potensial untuk bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka
terhadap obat toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan
bahwa pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas
yang neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh
karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan
progeni menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel
bakal hemopoetik mengalami tekanan.
Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah kelainan
genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen suatu sel
mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar
satu atau beberapa jenis sel darah dan penghambatan pembentukan sel darah lainnya
dengan akibat terjadinya anemia, trombositopenia dan granulositopenia.
Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis dan
prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik (lingkungan).
Sel masenkim stem
cell

Sumsum Sel blast Jar mieloid


tulang

Proliferasi SDP
imatur

Mekanisme Akumulasi Hematopoiesi


imun s terganggu
terganggu

Resiko infeksi
Produksi Trombositope
Infiltrasi
SDM nia
teganggu
Pembekuan
Anemi terganggu
Hati Tulang SSP Limpa a

Hepatomeg Sistem Perdarahan


limpadenop
ali neurologi ati
terganggu Resiko syok
Penekanan
hipovolemik
sel syaraf
Sakit
kepala, Penurunan
suplai O2 Gangguan
Pengeluara diplopia, perfusi
n penlihatan jaringan
bradikinin kabur perifer
Pucat, lesu,
Nyeri
Nyeri Resiko dyspnea,
akut
tulan injuri letargi
g
Ketidaknya Intoleransi
manan pd Aktivitas
perut

Mual

Nafsu Intake Ketidakseimbangan


makan kalori tidak nutrisi kurang dari
menurun adekuat kebutuhan tubuh
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Farmakologis

Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan
setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien
leukemia adalah meneapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia.
Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah
sakit.Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi
sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai berikut:
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada
jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua
obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera
pada pembuluh darah/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang
belakang.

Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :


a. Fase induksi Dimulasi
4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikanterapi
kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam
sumsum tulangditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabinedan hydrocotison melaui
intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapiirradiasi kranial
dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistemsaraf
pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisisdan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara
berkala,mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsumtulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikansementara atau dosis obat dikurangi.

2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).


Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
3. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat tau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rudidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan sebagainya. Umunya sitostatika diberikan
dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hatibila jumlah leukosit kurang
dari 2.000/mm3. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi)
dalam kamar yang suci hama.

Penatalaksanaan Non Farmakologi


Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi,
radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus
sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-
sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh
darah besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di
rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari
infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel
darah putih dalam jumlah yang memadai.
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang
rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi
sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
Transplantasi sumsu tulang dapat menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang
masih sehat. Hal ini disebuttransplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi
sumsum tulang juga dapat diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik,
dinamakan transplantasi syngeneic. Sedangkan bila didapat dari bukan kembar identik,
misalnya dari saudara kandung, dinamakan transplantasi allogenik. Sekarang ini,
transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan secara allogenik.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan infeksi
dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis tinggi. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah
anemia. Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien
sembuh sebesar 70-80%, tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak
dilakukan transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.
Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit saat ini adalah
transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang belakang dan darah perifer serta darah
tali pusat bayi.
a. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang
Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah transplantasi stem cell
sumsum tulang belakang yang digunakan untuk mengobati leukimia dan kanker lain
yang termasuk penyakit keganasan darah. Leukimia adalah kanker sel-sel darah atau
leukosit. Seperti sel-sel darah merah lain, leukosit dibuat dalam sumsum tulang
belakang melalui sebuah proses yang dimulai dengan stem cell dewasa multipoten
(dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel penting dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan
ke dalam aliran darah dimana mereka bekerja untuk melawan infeksi dalam tubuh.
Disebut leukimia ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi abnormal menjadi kanker.
Sel-sel abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan dapat mengganggu fungsi organ
lain.
Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal pada pasien
dan membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada tempatnya. Satu cara untuk lakukan
ini melalui kemoterapi menggunakan obat yang keras untuk mencari dan membunuh sel-
sel abnormal.Ketika kemoterapi sendiri tidak dapat menghancurkan sel-sel abnormal,
tenaga medis kadang lebih memilih transplantasi sumsum tulang belakang.Pada
transplantasi sumsum tulang belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien
tergantikan dengan donor sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang
belakang pasien dan leukosit abnormal pertama-tama dihancurkan menggunakan
kombinasi terapi dan radiasi. Selanjutnya, sampel donor sumsum tulang belakang yang
mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke dalam aliran darah pasien. Jika
transplantasi sukses, stem cell akan berpindah ke sumsum tulang belakang pasien dan
memproduksi leukosit sehat yang baru untuk menggantikan sel-sel abnormal.

b. Stem Cell Darah Perifer


Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang belakang,
sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah. Stem cell darah perifer
multipoten dapat digunakan seperti sumsum tulang belakang untuk mengobati leukemia,
kanker lain dan berbagai gangguan darah.Stem cell dari darah perifer lebih mudah untuk
dikumpulkan dibandingkan dengan stem cell sumsum tulang belakang yang harus
diekstrak dari dalam tulang. Hal ini yang membuat stem cell darah perifer merupakan
pilihan pengobatan yang tidak seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena
ternyata, stem cell darah perifer jumlahnya sedikit dalam aliran darah sehingga
mengumpulkan untuk melakukan transplantasi dapat menimbulkan masalah.
c. Stem Cell Darah Tali Pusat
Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat ini akan
dibuang. Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem cell multipoten ditemukan
dalam tali pusat terbukti berguna dalam mengobati beberapa jenis masalah kesehatan
yang sama pada pasien yang diterapi dengan stem cell sumsum tulang belakang dan
darah perifer. Transplantasi stem cell darah tali pusat lebih sedikit untuk ditolak
dibandingkan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer. Hal ini mungkin
disebabkan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer belum berkembang
sehingga dapat dikenali dan diserang oleh kekebalan tubuh resipien.Juga, karena darah
tali pusat baru memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang berkembang, sehingga risiko kecil
sel-sel yang ditransplantasi akan menyerang tubuh resipien, sebuah masalah yang
disebut penyakit graft versus host.Baik keanekaragaman dan ketersediaan stem cell
darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi transplantasi.Terapi stem
cell seakan menjadi titik terang dalam dunia gelap yang dihadapi para penderita penyakit
keganasan darah seperti multiple myeloma, chronic lymphatic leukemia,dan thallasemia
mayor. Tapi ternyata, tidak hanya mereka melainkan penderita penyakit lainnya juga
dapat disembuhkan karena terapi stem cell di luar negeri telah terbukti berhasil
mengobati penyakit, infark miokard jantung, stroke, alzheimer, dan lain-lain.

Terapi
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan kambuh dan mendapatkan
masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut , pada prinsipnya
dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut :
1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberianberbagi obat
tersebut diatas, baik secara sistematik maupun intratekal sampai sel blas dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya
suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika
separuh dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14
hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX
intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi
kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan
leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang
sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

Imunoterapi
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan
yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae
bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan
tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah
diradiasi. Dengancara ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan
penderita leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua
pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-
masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama
pengobatan ini, obat-obat rumit diteruskan.

Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan
sel-sel leukemia.

Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut


Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi hasilnya kurang
baik. Rejimen yang tersering digunakan untuk AML adalah kombinasi tiha obat citosin
arabinosida, daunoribisin dan 6-tioguanin. Kasus semua subtipe AML (FAB m1-m6)
diobati serupa (kecuali bahwa DIC mungkin ada pada varian promielositik (M 3) dan
piatelet concentrates dan plasma beku segar untuk memlengkapi faktora pembekuan,
digunakan sampai dicapai remisi).
1. Angka remisi lebih rendah (60% - 80%).
2. Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.
3. Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang selektivitas antara sel
leukaemik dan sel sumsum tulang normal.
4. Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang intensif dibutuhkan
dan kematian dini biasa terjadi, khususnya pada pasien diatas 50 tahun.
5. Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang jelas, dan jarang bertahan
hidup lama.
Profilaksis SSP biasa tidak diberika pada AML, walaupun kekambuhan meningeal
(meningeal relapse) memang terjadi pada beberapa kasus, teristimewa pada anak-anak
dan dewasa muda, dimana metotreksat intratekal dapat digunakan sebagai profialiktik.
Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang
besar akanmengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknyasel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang
diarahkan ke seluruh tubuh.(Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang).
Terapi Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia.
Sinar berenergi tinggi ini ditunjukkan terhadap limfa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
Transplantasi Sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
karena kanker dengan sumsum tulang yang sehat.
Terapi Suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit leukemia dan
mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia
dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :
Tes darah laboratorium akan memeriksa jumlah sel sel darah. Leukimia
menyebabkan jumlah selsel darah putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah
trombosit dan hemoglobin dalam selsel darah merah menurun. Pemeriksaan
laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda
kelainan pada hati atau ginjal.
Digunakan untuk mengetahui kadar Hb-Eritrosit, leukosit dan trombosit.
-
Hb rendah < 10 g/100 ml
(N: dewasa: Pria 13,5-18 g/dl, wanita 12-16 g/dl; anak: 6 bln-1 th 10-15 g/dl, 5-14
th 11-16 g/dl)
-
Trombositopenia < 50.000/mm
-
Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau menurun, kurang
dari 1000/mm
Apusan Darah Tepi
Digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah berupa bentuk, ukuran, maupun
warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.
Sumsum Tulang
Merupakan tes diagnostik yang sangat penting untuk mendiagnostik dan
menetapkan sel maligna. Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti sel leukosit.
Perbedaan pada pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang
Test LMA LLA LMK LLK
Darah -sel darah putih -sel darah putih -sel darah putih -meningkatkan
Tepi
normal meningkat disertai meningkat limfosit dewasa
kurang/meningkat limfositosis terutama yang kecil
-hitung sel darah -trombositopenia
bisa disertai granulosit
-anemia
putih dapat -trombositopenia
mieloblas
-anemia
-trombositopenia normal/berkurang
-anemia -trombositopenia
-anemia
Sum Hiperseluler 50% Hiperseluler disertai Jiperseluler 2%
30% limfosit
sum Mieloblas
infiltrasi limfoblas blas megakariosit
tulang
Biopsi dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang
besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop,
untuk mencari sel sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik
untuk mengetahui pakah ada sel sel leukemia di dalam sumsum tulang.
Sitogenetik Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi,
sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
Processus Spinosus dengan meggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter
perlahan lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di
sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30
menit dan dilakukan dengan anastesi local. Pasien harus berbaring selama beberapa
jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada
sel sel Leukimia atau tanda tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada sinar X ini dapat mengetahui tandatanda penyakit di dada.
Tranfusi dan Kemoterapi Leukimia
o Definisi, jenis, peran perawat: pra, intra, post, komponen darah, efek samping,
dan cara mengatasi
o Kemoterapi: efek samping, peran perawat dalam cara mengatasi

I. Peran Perawat dalam Kemoterapi


1. Efek Samping Kemoterapi.
Depresi
Mual
Muntah
Diare
Rambut rontok
Masalah kulit
Nafsu makan berkurang
Gangguan otot dan saraf
2. Penanganan Efek Samping
Depresi
Olahraga dapat membantu melepaskan berbagai zat kimia tubuh yang
melawan depresi dan stress.
Manjakan diri dengan berlibur sejenak dapat mengurangi tingkat depresi.
Resep anti depresan dapat mengurangi gejala emosional dan fisik akibat
depresi sehingga memungkinkan pasien untuk fokus pada perawatan dan
pemulihan.
Konseling pribadi dapat membantu pasien dan keluarga mereka mengatasi
berbagai kestabilan emosi, kekhawatiran dan kesulitan yang menyertai kanker
dan kemoterapi

Mual Muntah
Terdapat dua cara untuk mengatasi efek samping ini. Yaitu secara farmako dan
non farmako
Farmako
Obat paling efektif untuk mual muntah adalah antagonis reseptor serotonin
(SRA). Karena agen kemoterapi menginisiasi aktivitas reseptor serotonin dalam
menimbulkan mual dan muntah. SRA yang sering digunakan yaitu ondansetron
(Zofran), granisetron (Kytril) dan dolasetron (Anzemet).
Pengkombinasian:
Dexamethasone dan Prochlorperazine direkomendasikan untuk agen
kemoterapi yang mempunyai potensi emetik ringan hingga sedang.
Dexamethasone dan metoclorpramide meski kurang efektif juga dapat
menjadi pilihan
Dexamethasone merupakan obat pilihan untuk mual muntah lambat.
Pemberiannya dilakukan bersamaan dengan SRA sebelum kemoterapi.
Non Farmako
Makan makanan yang kering.
Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3 kali
makan besar.
Hindari makanan yang berbau merangsang.
Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang rasa mual.
Makan dan minum perlahan-lahan.
Hindari makanan dan minuman terlalu manis.
Batasi cairan pada saat makan.
Tidk tiduran setelah makan lebih kurang 1 jam setelah makan.
Apabila muntah, minumlah banyak air untuk menghindari trjadinya
dehidrasi.

Kehilangan Rambut/Rambut Rontok.


Tidak semua kemoterpai dapat menyebabkan rmabut rontok. Keluhan ini
biasanya timbul 21 hari dari kemoterapi pertama kali. Efek samping ini dapat
diatasi dengan penggunaan wig ataupun penutup kepala seperti topi.
Diare
Dapat diatasi dengan:
Minum air dalam jumlah banyak. Air diminum dalam suhu kamar.
Mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil 6-8 kali per hari.
Hindari makanan terlalu manis.
Hindari susu penuh selama diare.
Berikan makanan sumber serat larut air.
Nafsu Makan Berkurang
Tekankan pada diri pasien bahwa makan adalah bagian yang penting
dalam program pengobatan.
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan.
Mengkonsumsi makanan lebih sering dari biasanya. Makanlah dalam 1-2
jam sekali.
Hindari bau makan yang menyengat.
Menyediakan makan dalam porsi kecil.
Menyediakan selalu makanan favorit untuk menggugah selera.
Tambahkan bahan yang mengandung energi dan protein tinggi ke dalam
makanan seperti susu, mentega, telur.

PERAN PERAWAT dalam KEMOTERAPI


Perawat harus mengetahui syarat-syarat pemberian obat kemoterapi, yaitu:
- Perawat harus mengetahui keadaan umum pasien, dimana keadaan pasien
harus cukup baik.
- Penderita cukup mengerti terhadap pengobatan dan mengetahui efek samping
yang akan terjadi setelah pengobatan.
Perawat harus mengetahui prosedur-prosedur pemberian obat kemoterapi yang
terdiri dari :
- Persiapan pasien antara lain:
o Pemeriksaan fisik, pemeriksaan Lab, evaluasi status mentak, riwayat medis,
riwayat medikasi, riwayat keluarga.
o Periksa protokol dan program terapi yang digunakan, serta waktu pemberian
obat sebelumnya.
o Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
o Informed consent (persetujuan antara pasien untuk dilakukan pengobatan).
o Sisipkan obat sitostatika yang akan dilakukan oleh staf farmasi dan dilakukan
diruangan tertutup.

Perawat harus mengetahui cara pemberian pengobatan kemoterapi, yaitu:


- Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis cairan, volume cairan, cara pem
- berian, waktu pemberian dan akhir pemberian.
- Menggunakan alat proteksi yang sesuai, agar terindungi dari percikan obat
kemoterapi karena obat kemoterapi merupakan jenis obat keras.
- Lakukan teknik aseptik dan antiseptik.
- Pasang pengulas plastik yang dilapisi kertas absorbsi dibawah daerah tusukan
infus.
- Obat anti mual diberikan setengah jam sebelum pemberian antibeoplastik
(primperan, zoran, kitril secara IV) karena dampak kemoterapi adalah mual dan
muntah.
- Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9%.
- Beri obat kanker secara perlahan sesuai program.
- Bila selesai bilas kembali dengan NaCl 0,9%.
- Semua alat yang sudah dipakai dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diikat
serta diberi etiket.
- Buga gaun kemudian rendam dengan deterjen: bila disposible masukkan ke
dalam kantong plastik kemudian diikat dan diberi etiket, kirim ke
incinerator/bakaran.
- Catat semua prosedur.
- Awasi keadaan umum pasien, monitor tensi, nadi dan RR tiap setengah jam dan
awasi tanda-tanda ekstrawasi.
Perawat waijb memberikan informasi mengenai efek samping kemoterapi.
Perawat melakukan evaluasi pada pasien setelah dilakukan kemoterapi:
- Evaluasi kemajuan klinik setelah pemberian obat.
- Mengenali adanya efek samping.
- Evaluasi teknik yang digunakan.

PERAN PERAWAT dalam TRANSFUSI


a. Definisi
Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).
b. Jenis dan Isi
1. Darah Utuh.
Darah utuh terbagi atas:
Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua faktor
pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).
Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor
pembekuan, kecuali faktor labil (FV).
Simpan (24-batal simpan) mengandung erotrosit, albumin, dan faktor
pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.
2. PRC
PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama penyimpanan,
atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang.
Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar
Hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15 ml.
Mempunyai pembawa oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap.
Waktu penyimpanan sama dengan darah lengkap.
3. Trombosit Konsentrat
Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1 unit/kg
BB.
4. Plasma Segar Beku.
Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT yang
kurang dari 1,5 kali normal. Serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.
5. Cyro Pregipitate.
Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilia, penyakit non Wille brand dan
afibrinogemia.

c. Efek Samping
Reaksi transfusi cepat reaksi hemolitik kuat, reaksi demam dan alergi,
hipervolemia, edema paru non kardiogenik, hemolisis non imun serta sepsis
bakterial.
Reaksi transfusi lambat reaksi hemolitik lambat, penyakit infeksi (Hepatitis B, C,
HIV, Malaria, toksoplasmosis).

d. Peran Perawat Dalam Transfusi


Terbagi atas Pre Transfusi, Intra Transfusi dan Post Transfusi.
1. Pre Transfusi.
Mempersiapkan bahan dan alat.
Tetapkan bahwa klien telah menandatangani format persetujuan.
Buat alur IV dengn kateter besar.
Gunakan selang penginfus yang memiliki filter, selang juga harus memiliki set
pemberian tipe Y dengan filter.
Gantung wadah cairan normal salin 0,9 yang akan diberikan setelah infus
darah,
Dapatkan riwayat transfusi darah.
Dapatkan riwayat transfusi klien.
Tinjau ulang program dokter.
Periksa dengan tepat prouk darah dan klien yang mendapat komponen darah.
Ukur TTV dalam 30 menit sebelum pemberian transfusi. Laporkan adanya
peningkatan suhu pada dokter.
Minta klien melaporkan segera gejala (menggigil, sakit kepala, gatal,
kemerahan dan nyeri punggung).
Minta klien berkemih/mengosongkan wadah penampung urine.

2. Intra Transfusi.
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
Buka set pemberian darah.
Tusukkan kantong IV normal salin 0,9%.
Ketika unit ini selesai, pertahankan kepatenan vena dengan menginfuskan
normal salin.
Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.
Tutup klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.
Balik kantong darah 1-2 kali dengan perlahan untuk mendistribusikan sel
secara seksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang masuk dan
selang bawah, kemudian isi selang secara seksama dengan mengisi filter
dengan darah.
Sambungan selang transfusi darah ke kateter IV dengan mempertahankan
sterilitas. Buka klem bawah.
Pantau TTV klien.
Atur infus sesuai pesanan dokter (PRC biasanya diberikan 1,5-2 jam, WBC
diberikan 1-3 jam).
Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal salin 0,9%.
Buang semua bahan dengan tepat. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

3. Post Transfusi.
Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta respon klien
terhadap terapi darah.
Laporkan jika terjadi komplikasi.
Beri pendidikan klien cara merawat.

e. Cara Mengatasi.
Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka
dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi, dg. pemberian:
1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternative yang efektif pada
klien anemia kronis akibat penyakit nginjal kronis. Efek utama obat ini adalah
merangsang eritropoesis. Obat ini dapat diberikan secara intravena/subkutan.
2. DDAVP merupakan bentuk sintetis vasopcesn L-arginin, yaitu suatu anti diuretik
yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk menangani
kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit/trombositopenia.
Obat ini hanya dipakai pada klien dengan hemofilia A, penyakit Van Wellbrand,
serta gagal ginjal akut-kronis. Obat ini diberikan secara IV, SC dan intranasal.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Data biografi pasien

Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang pada usia
lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa.

b. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Riwayat kesehatan sekarang pada penyakit leukemia klien biasanya lemah, lelah,
wajah terlihat pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda
anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda-tanda leucopenia yaitu
demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura,
perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu
limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya
hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami gangguan
hematologis serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot.

c. Pemerikasaan Fisik

1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat composmentis
selama belum terjadi komplikasi.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg)
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
3. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk : perhatikan bentuk kepala apakah simetris atau tidak. Biasanya pada penderita
leukemia betuk kepala simetris.
Rambut: perhatikan keadaan rambut mudah dicabut atau tidak,warna, hygiene
Nyeri tekan: palpasi nyeri tekan, ada atau tidak. Biasanya pada penderita tidak ada nyeri
tekan.
b. Pemeriksaan mata
Palpebra: perhatikan kesimetrisan kiri dan kanan
Konjungtiva : anemis atau tidak. Pada penderita leukemia akan ditemukan konjungtiva yang
anemis.
Sclera : ikterik atau tidak. Sclera penderita leukemia akan terlihat tidak ikterik.
c. Pemeriksaan hidung
Inskpeksi kesimetrisan bentuk hidung, mukosa hidung, palpasi adanya polip. Penderita
leukemia memiliki pemeriksaan hidung yang normal.
d. Pemeriksaan mulut
Inspeksi apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri ), perdarahan gusi.
Biasa papa penderita leukemia, ditemukan bibir pucat, sudut sudut bibir pecah pecah.
e. Pemeriksaan telinga
Inspeksi simetris kiri dan kanan, sirumen. Palpasi nyeri tekan. Periksa fungsi pendengaran
dan keseimbangan. Pada penderita leukemia biasanya tidak ditemukan kelainan dan bersifat
normal.
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi dan palpasi adanya pembesaran getah bening kelenjer tiroid, JVP, normalnya 5-2.
Penderita leukemia tidak mengalami pembesaran kelenjer tiroid.
g. Pemeriksaan thorak
Jantung
Inspeksi : iktus terlihat atau tidak, inspeksi kesimetrisan. Pada penderita leukemia, iktus
terlihat
Palpasi : raba iktus kordis. Normalnya, iktus teraba.
Perkusi : tentukan batas jantung.
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2, normal.
Paru paru
Inspeksi : kesimetrisan kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi, biasanya normal.
Palpasi : vokal femoris teraba, simetris kiri dan kanan.
Perkusi :
Auskultasi : biasanya bunyi nafas vesikuler.
h. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : apakah dinding abdomen mengalami memar, bekas operasi, dsb.
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : palpasi apakah ada nyeri tekan, hepar teraba atau tidak. Biasaya terdapat nyeri
tekan, dan hepar akan teraba.
Perkusi : lakukan perkusi, biasa didapat bunyi tympani untuk semua daerah abdomen
i. Pemeriksaan Ekstremitas
inspeksi kesemetrisan, palpasi adanya nyeri tekan pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya
pada penderita leukemia akan mengalami nyeri pada tulang dan persendian.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih
dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur, hitung
darah lengkap biasanya juga menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
e. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
- Mengkaji kesehatan klien secara umum.
- Menanyakan alasan klien datang ke RS dan harapannya.
- Mengkaji gambaran/pandangan klien terhadap sakit dan cara penangannya.
- Kepatuhan terhadap obat.
- Mengkaji riwayat kesehatan keluarga klien.
- Mengkaji tindakan dalam menjaga kesehatan.

2. Nutrisi dan Metabolik


- Mengkaji intake makanan dan cairan klien.
- Mengkaji gambaran komposisi makan.
- Mengkaji nafsu makan, dan factor-faktor yang mempengaruhi nafsu makan.
- Mangkaji makanan kesukaan, pantangan atau alergi yang ada.
- Mengkaji apakah menggunakan suplemen makanan.
- Mengkaji apakah menggunakan obat diet tertentu.
- Mengkaji perubahan berat badan yang terjadi.
Biasanya klien dengan leukemia mengalami penurunan nafsu makan, sehingga berat
badannya juga menurun.

3. Eliminasi
- Mengkaji pola miksi yang meliputi: frekuensi, warna, dan bau.
- Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine.
- Mengkaji apakah menggunakan alat bantu untuk berkemih.
- Mengkaji pola defekasi yang meliputi : frekuensi, warna,dan karakteristiknya.
- Apakah menggunakan alat bantu untuk defekasi.
- Mengkaji pengeluaran melalui IWL .

4. Aktivitas dan Latihan


- Mengkaji gambaran aktivitas sehari-hari klien sebelum dan sesudah merasakan sakit.
- Pola olahraga yang biasa dilakukan.
- Mengkaji aktivitas yang dilakukan waktu senggang.
Biasanya klien mengalami kelelahan, dan tidak dapat beraktivitas dengan baik.
5. Tidur dan Istirahat
- Mengkaji pola tidur klien yang meliputi lama waktu tidur, dan keefektifan.
- Mengkaji apakah mempunyai kebiasaan sebelum tidur.
- Menanyakan apakah mengalami kesulitan dalam tidur.
- Mengkaji kebiasaan jam berapa tidur dan bangun klien.
Biasanya tidur klien terganggu karena penyakit yang dideritanya.
6. Kognitif dan Persepsi
- Mengkaji kemampuan membaca, menulis dan mendengar klien.
- Menanyakan pada klien atau keluarga apakah mengalami kesulitan dalam mendengar.
- Mengkaji apakah klien menggunakan alat bantu lihat atau dengar.
- Mengkaji apakah ada keluhan pusing atau sebagainya.
Biasanya klien sering mengalami pusing.
7. Persepsi Diri- Konsep Diri
- Mengkaji bagaimana gambaran diri klien.
- Mengkaji apakah sakit yang ia alami mengubah gambaran diri klien.
- Hal-hal apa saja yang membebani pikiran klien.
- Mengkaji apakah klien sering merasa cemas, depresi, dan takut.
Biasanya klien merasa cemas dan takut jika penyakitnya tidak bisa disembuhkan.
8. Peran Hubungan
- Mengkaji pekerjaan klien.
- Apakah hubungan yang dijalin klien dengan rekan kerja, keluarga dan lingkungan sekitar
berjalan dengan baik.
- Apa yang menjadi peran klien dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana penyelesaian konflik dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana keadaan ekomoni klien.
- Apakah dalam lingkungan klien mengikuti kegiatan social.

9. Seksualitas dan Reproduksi


- Mengkaji bagaimana hubungan klien dengan pasangan.
- Mengkaji apakah klien menggunakan alat bantu atau alat pelindung saat melakukan
hubungan seks.
- Mengkaji apakah terdapat kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan seks.
Biasanya pada wanita, siklus menstruasinya tidak teratur, karena terjadinya perdarahan.
10. Koping Toleransi Stress
- Mengkaji apa yang menjadi visi klien kedepan.
- Mengkaji apakah klien biasa mendapatkan apa yang diinginkannya.
- Mengkaji sejauh mana klien harus berusaha untuk mendaptkan apa yang diinginkan.
- Mengkaji bagaimana penanganan klien tentang stress yang mungkin ia hadapi.

11. Nilai- Kepercayaan


- Mengkaji agama klien.
- Sejauh mana ia taat pada agama yang ia anut.
- Mengkaji sejauh mana agama/ nilai yang ia percayai mempengaruhi kehidupannya.
- Mengkaji apakah agama atau nilai kepercayaan merupakan hal yang penting dalam
kehidupan klien.
Perumusan NANDA, NOC, NIC
No. Diagnosa (NANDA) Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. 1 Resiko infeksi b.d Status imun IInfection control
Tempatkan anak dalam ruangan
penurunan sistem Klien diharapkan mampu:
khusus untuk meminimalkan
kekebalan tubuh Tidak adanya infeksi
terpaparnya anak dari sumber
berulang
Tidak adanya tumor infeksi
Status pencernaan dari skala Anjurkan pengunjung untuk

yang diharapkan mencuci tangan yang baik


Gunakan teknik aseptik untuk
Status pernapasan dari skala
seluruh prosedur invasif
yang diharapkan
Monitor tanda vital anak
Berat badan dalam batas Evaluasi keadaan anak
normal terhadap tempat-tempat
Suhu tubuh normal
Tidak adanya kelelahan munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum,
secara terus menerus
Jumlah sel darah putih ulserasi mukosa, masalah gigi.
dalam batas normal Infection Protection
Status nitrusi Monitor tanda dan gejala
Klien diharapkan mampu infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit,
menormalkan:
WBC
Pemasukan nutrisi Monitor kerentanan terhadap
Pemasukan makanan dan
infeksi
cairan Batasi pengunjung
Energi
Masa tubuh
Berat badan Manajemen nutrisi
Intervensi yang dilakukan :
Tanyakan apakah pasien
mempunyai alergi terhadap
makanan.
Pastikan makanan kesukaan
pasien.
Dorong kenaikan pemasukan
zat besi makanan, dengan
tepat.
Dorong kenaikan pemasukan
protein, zat besi, vitamin C,
dengan tepat.
Berikan pasien dengan protein
tinggi, kalori tinggi, nutrisi
makanan cemilan dan
minuman itu bisa dengan
mudah mengonsumsi denagn
tepat.
Ajarkan pasien bagaimana
menafkahkan buku harian
makanan, sesuai dengan
kebutuhan.
Kontrol catatan pemasukan
untuk kandungan nutrisi dan
kalori.

2. 2 Resiko perdarahan b.d Pembekuan darah Pencegahan perdarahan


trombositopenia Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan :
menormalkan : Monitor kemungkinan
Gumpalan pembentukan terjadinya perdarahan pada
Waktu protrombin pasien
Hb
Perdarahan Catat kadar HB dan Ht setelah
Memar pasien mengalami kehilangan
Petechiae
banyak darah
Pantau gejala dan tanda
timbulnya perdarahan yang
berkelanjutan 9cek sekresi
pasien baik yang terlihat
maupun yang tidak disadari
perawat)
Pantau factor koagulasi,
termasuk protrombin (Pt),
waktu paruh tromboplastin
(PTT), fibrinogen, degradasi
fibrin, dan kadar platelet dalam
darah)
Pantau tanda-tanda vital,
osmotic, termasuk TD
Atur pasien agar pasien tetap
bed rest juka masih ada
indikasi pendarahan
Atur kepatenan/ kualitas
produk / alat yang
berhubungan dengan
perdarahan
Lindungai pasien dari hal-hal
yang menimbulkan trauma dan
bias menimbulkan perdarahan
Jangan lakukan injeksi
Gunakan sikat gigi yang
lembut untuk perawatan oral
pasien
Gunakan alat ukur elektrik
yang memiliki pinggiran tepi
saat pasien mencukur
Hindari tindakan invasive
Cegah memasukkan sesuatu
kedalam lubang daerah yang
mengalami perdarahan
Hindari pengukuran suhu
secar rectal
Jauhkan alat-alat berat
disekitar pasien
Instruksikan pasien untuk
menghindari/ menjauhi aspirasi
atau anti koagulan yang lain
Instruksikan pasien untuk
menghindar aspirin/
antikoagulan yang lain
Instruksikan pasien untuk
emngkonsumsi makanan yang
mengandung vit K
Cegah terjadi konstipasi
Ajarkan pasien dan keluarga
untuk mengenali tanda-gejala
terjadinya perdarahan dan
tindakan pertama untuk
penanganan selama perdarahan
berlangsung

3. 3 Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas


b.d kelemahan umum Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
(anemia) untuk menormalkan: Kolaborasi dengan terapis
Saturasi oksigen ketika dalam merncanakan dan
beraktivitas memonitor program aktivitas
Denyut nadi
ketika Tingkatkan komitmen pasien
beraktivitas dalam beraktivitas
Bantu mengekplorasi aktivitas
Laju pernapasan ketika
beraktivitas yang bemanfaat bagi pasien
Tekanan darah sistolik Bantu mengidentifikasi
Tekanan darah diastolic sumberdaya yang dimiliki
Pemeriksaan EKG
Warna kulit dalam beraktivitas
Kekuatan tubuh atas Bantu pasien/keluarga dalam
Kekuatan tubuh bawah beradaptasi dengan lingkungan
Bantu menyusun aktivitas fisik
Daya tahan
Pastikan lingkungan aman
Klien diharapkan mampu
untuk pergerakan otot
untuk menormalkan: Jelaskan aktivitas motorik
Kinerja dari rutinitas untuk meningkatkan tonus otot
Aktivitas Berikan reinforcemen positif
Konsentrasi selama beraktivitas
Kepulihan energy setelah
Monitor respon emosional,
beraktivitas fisik, sosial dan spiritual
Tingkat oksigen darah

Manajemen energy
Tingkat kegelisahan Intervensi yang dilakukan
Klien diharapkan mampu
Tentukan pembatasan aktivitas
untuk menormalkan: fisik pasien
Nyeri Jelaskan tanda yang
Cemas menyebabkan kelemahan
Mengerang Jelaskan penyebab kelemahan
Stress Jelaskan apa dan bagaimana
Takut
aktivitas yang dibutuhkan
Kegelisahan
Nyeri otot untuk membangun energi
Meringis Monitor intake nutrisi yang
Sesak nafas adekuat
Mual Monitor respon kardiorespirasi
Muntah
selama aktivitas
Monitor pola tidur
Monitor lokasi
ketidaknyamanan/nyeri
Batasi stimulus lingkungan
Anjurkan bedrest
Lakukan ROM aktif/pasif
Bantu pasien membuat jadwal
istirahat
Monitor efek obat stimulan
dan depresan
Monitor respon oksigenasi
pasien

4. 4 Nyeri b.d agen cedera Tingkat Kecemasan : Mengurangi rasa cemas:


biologis (efek Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
fisiologis dari untuk : Tenangkan klien dan
leukemia) Menghindari perasaan melakukan pendekatan.
Kaji perspektif situasi stress
gelisah.
Menghindari serangan panik klien.

Menghindari Rasa cemas Berikan informasi faktual
yang berlebihan. mengenai diagnosis, terapi, dan
Mengontrol tekanan darah. prognosis.
Mengontrol peningkatan Bantu pasien untuk untuk
denyut nadi. meminimalisir rasa cemas yang
Mengontrol peningkatan
timbul.
jumlah pernafasan. Kaji tanda-tanda kecemasan
Menghindari hal-hal yang
baik secara verbal maupun non
bisa mengganggu tidur.
verbal.
Tingkatan nyeri
Menajemen nyeri
Klien diharapkan mampu
Intervensi yang dilakukan:
untuk:
Ajarkan klien tentang
Mengendalikan rasa nyeri.
Mengontrol diri dari bagaimana cara mengontrol
kehilangan nafsu makan. rasa nyeri.
Ajarkan klien teknik-teknik
relaksasi.
Ajarkan klien bagaimana cara
menghindari diri dari rasa
cemas.
5. 5 Ketidakseimbangan Status Nutrisi Mengontrol nafsu makan:
nutrisi kurang dari Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukuan:
kebutuhan tubuh b.d untuk menormalkan: Anjurkan asupan kalori yang
faktor
biologi Pemasukan nutrisi sesuai dengan kebutuhan dan
(anoreksia) Pemasukan makanan gaya hidup.
Pemasukan cairan Kontrol asupan nutrisi dan
Energy
Berat badan kalori.
Tonus otot Anjurkan kepada klien untuk
Hidrasi mengkonsumsi nutrisi yang
cukup.
Nafsu makan
Pengontrolan nutrisi
Klien diharapkan mampu
Intervensi yang dilakukuan:
untuk menormalkan:
Tanyakan apakah pasien
Menyeimbangkan nafsu
mempunyai alergi terhadap
makan
makanan
Menyeimbangkan Pasokan
Tentukan makanan pilihan
cairan tubuh
Menyeimbangkan Pasokan pasien
Tentukan jumlah kalori dan
nutrisi tubuh
jenis zat makanan yang
Weight gain behavior :
diperlukan untuk memenuhi
Klien diharapkan mampu :
nutrisi, ketika berkolaborasi
Mengidentifikasi penyebab
dengan ahli makanan, jika
kehilangan berat badan
Memilih sebuah target sehat diperlukan
Tunjukkan intake kalori yang
berat badan.
Mengidentifikasi tepat sesuai tipe tubuh dan
pemasukan kalori gaya hidup
Memilihara suplai nutrisi Timbang berat badan pasien

makanan dan minuman yg pad jarak waktu yang tepat


adekuat Terapi Nutrisi
Meningkatkan nafsu makan Intervensi yang dilakukan :
Monitor pemasukan cairan dan
makanan dan menghitung
pemasukan kalori sehari-hari
Bantu pasien membentuk
posisi duduk yang benar
sebelum makan
Ajarkan pasien dan kelurga
tentang memilih makanan
6. 6 Kerusakan integritas Intregitas jaringan : kulit dan Pengawasan kulit
kulit b.d zat kimia membran mukosa Intervensi yang dilakukan:
(kemoterapi, Klien diharapkan
mampu Amati warna kulit, kehangatan
radioterapi) menormalkan : (suhu), bengkak, getaran,
Temperatur tekstur kulit, udem.
Sensasi Pantau area yang tidak
Elastisitas berwarna dan memar kulit serta
Pigmentasi
Warna membran mukosa.
Ketebalan Pantau kelainan kekeringan
Jaringan bebas lesi. dan kelembaban kulit.
Catat perubahan kulit atau
membran mukosa.
Periksa keketatan pakaian.
Pantau warna kulit.
Pantau suhu kulit.
Instruksikan anggota
keluarga / pemberi perawatan
tentang tanda tanda dari
kerusakan kulit.
7 Resiko cedera: Risk control Environment Management
perdarahan b.d
penurunan jumlah Kriteria hasil : Sediakan lingkungan yang
leukosit aman untuk klien
Klien terbebas dari cedera Identifikasi kebutuhan
Klien mampu menjelaskan keamanan pasien sesuai
cara mencegah cedera kondisi fisik
Klien mampu menjelaskan Menghindarkan linmgkungan
factor resiko dari yang berbahaya
limgkungan atau perilaku Menyediakan tempat tidur
personal yang nyaman dan bersih
Mampu meodifikasi gaya Memberikan penerangan
hidup untuk mencegah injury yang cukup
Mampu mengenali Menganjurkan keluarga untuk
perubahan status kesehatan menemani klien

DAFTAR PUSTAKA
Abdoerrachman MH, dkk, 2008, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI
Happy, Hayati. 2009. Pengaruh Distraksi. Jakarta: FK UI
Keliat, Anna Budi SKp, MSc., 2004, Proses Keperawatan, Jakarta: EGC.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 2003, Rencana Asuhan
Keperawatan, Jakarta: EGC
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta: EGC
Sunar, Trenggana, 2000 Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife Wells, 2008,
Standar Perawatan Pasien, volume 4, Jakarta: EGC.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai