Disusun oleh:
ERISKA PRATIWI
150070300011126
PSIK A/PROFESI NERS 2016
Kelompok 1
2017
LEUKEMIA
A. DEFINISI
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Mula-mula
dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih. Leukemia adalah jenis kanker
yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang
membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk
sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-
sel baru akan menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan
menyimpang. Sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel
lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum
tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain. Sel
abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer/darah tepi.
Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang
beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan
jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian. Disamping itu leukimia merupakan penyakit
dengan proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang secara maligna
melakukan transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum
yang normal. Pada sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin
meningkat didalam darah tepi. Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-
sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 :248).
Nama penyakit maligna yang dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit
sirkulasi (Jan Tambayong, 2000)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang
secara maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian sum-sum
yang normal (Sylvia, 2005).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel induk
hematopoietik yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen
sumsum normal (Baldy, 2006)
Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut
dalam sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (I.M Bakta, 2007).
Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum tulang
didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut ke
darah dan semua organ tubuh (Bambang, 2008).
Kanker yang terjadi akibat diferensiasi dan leukosit yang berlebihan (Sayuh Tamher.
2008).
Keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi
pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik (Muttagin, 2009).
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita. (Yayan, 2010)
Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang (Corwin, 2009).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi
di hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus
gastrointesinal, ginjal dan kulit. Leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah sehingga mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas
penderita.
B. ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan dijelaskan
secara keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
leukemia, yaitu:
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada penderita
kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih besar dari orang
normal, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis
vanCreveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen,
dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini
dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a) 2 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga
pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik, 1985; Wilson, 1991) .
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya
RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan (Wiernik, 1985). Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan
dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah
manusia. Virus lain yang dapat menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus leukemia feline,
HTLV-1 pada dewasa.
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-
Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell Leukemia . Virus ini
ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1990).
4. Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
Racun lingkungan seperti benzene.
Bahan kimia industri seperti insektisida.
Obat-obatan untuk kemoterapi.
5. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat
laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).
6. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut (LMA), namun tidak
berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis (LLK). Peningkatan resiko leukemia
ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis. Data-data pendukung radiasi
sebagai penyebab leukemia :
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima dan
Nagasaki
7. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan bahwa penderita yang
diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
8. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut
Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan
karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-
sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena)
dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang
memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dansindroma Fanconi), juga
lebih peka terhadap leukemia.
9. Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang
menyebabkan reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia (Imam Supandiman.
1997; Sylvia Anderson Price. 1995).
C. FAKTOR RESIKO
Usia
Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang. Semakin
bertambah usianya maka akan semakin berkurang imunitas tubuhnya yang akan
berpengaruh terhadap proliferasi sel abnormal ganas yang akan menyerang tubuh.
Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia. Masyarakat yang
dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun lingkungan seperti benzena dan
insektisida yang memperburuk kondisi pasien. Orang-orang dengan paparan zat kimia
(misal:benzene, Arsen, pestisida, kloram fenikol, fenil Butazon, dan agen neoplastik)
akan berisiko lebih tinggi untuk terjangkit leukemia. Kontak dengan radiasi ionisasi
disertai manifestasi leukemia (Sylvia Anderson Price. 1995). Paparan pada tingkat-
tingkat yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia.
Benzene digunakan secara luas di industri kimia begitu juga dengan Formaldehyde yang
beresiko leukemia lebih besar.
Genetik
Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak yang lahir dari
beberapa pasangan yang telah dijadikan sample penelitian terbukti bahwa anak-anak
tersebut menderita leukemia karena membawa faktor genetik dari orang tuanya.
Kelaman kongenital dengan aneuloidi, misalnya Agranulositosis congenital, sindrom Ellis
Van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan
sindrom trisomi D. Menyebabkan meningkatnya insiden leukemia limfoma. Beberapa
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin
meningkatkan resiko leukemia.
Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden leukemia lebih tinggi dari
saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai
20% pada kembar monozigot/identik (Sylvia Anderson Price. 1995).
Gaya Hidup
Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari. Orang yang terlalu
sibuk dengan kegiatannya tanpa memperhatikan waktu istirahatnya serta PHBS juga
dapat membuatnya terkena Leukemia.
Asupan Nutrisi
Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh
karena nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh untuk bekerja secara
normal, terutama agar tidak terjadi hematopoiesis abnormal. Asupan nutrisi yang kurang
baik, seperti sering mengkonsumsi bahan yang berpengawet dalam jangka lama bisa
menyebabkan leukemia.
Riwayat Penyakit
Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami anemia dan
pneumonia yang berkaitan dengan ikatan oksidasi hemoglobin, apabila tidak mencapai
standar normal yang dibutuhkan tubuh maka akan terjadi hematopoiesis abnormal.
Radiasi Ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko relative keseluruhan
untuk berkembang menjadi leukemia akut.
Efek pengobatan
Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan resiko terjangkit
leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik, kelihatannya merupakan
predisposisi terhadap leukemia.
Infeksi virus
Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T manusia pada limfosit
seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dan sempel serum penderita
leukemia sel T (Sylvia Anderson Price. 1995).
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi
menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
Sedangkan Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis
(CML)dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).
d) Perdarahan kulit :
Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada kulit/membran
mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk bercak biru/ungu yang
bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.
Petechiae
Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/ permukaan
serosa.
e) Perdarahan gusi
Hepatomegali : pembesaran Hati
Splenomegali : pembesaran Limpa
Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe
Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T
Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan saraf otak terutama
saraf VI % VII, kelainan neurologik fokai.
Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil.
(Kumala. 1998)
ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum tulang. penyakit
ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik leukemia karena sel leukemia
berpindah ke sumsum tulang yang normal. Sebagian besar pasien kehilangan
berat badan. Mereka biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik.
Mereka Nampak pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari
rendahnya jumlah trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam yang
terjadi tanpa alasan yang terbukti atau karena injuri minor. Bintik-bintik merah
dibawah kulit disebut petekie atau perdarahan yang diperpanjang dari minor cots.
Ketidaknyamanan pada tulang dan sendi mungkin terjadi. Demam juga umum
terjadi. Selain itu, leukemia limfoblas mungkin berkumpul di limfa sehingga terjadi
pembengkakan. Sel leukemia dapat tersimpan dalam otak atau spinalcord dan
menyebabkan sakit kepala atau vomiting.
F. PATOFISIOLOGI
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau
beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel induk
sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus menerus berproliferasi,
karena itu sel ini lebih potensial untuk bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka
terhadap obat toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan
bahwa pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas
yang neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh
karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan
progeni menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel
bakal hemopoetik mengalami tekanan.
Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah kelainan
genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen suatu sel
mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar
satu atau beberapa jenis sel darah dan penghambatan pembentukan sel darah lainnya
dengan akibat terjadinya anemia, trombositopenia dan granulositopenia.
Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis dan
prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik (lingkungan).
Sel masenkim stem
cell
Proliferasi SDP
imatur
Resiko infeksi
Produksi Trombositope
Infiltrasi
SDM nia
teganggu
Pembekuan
Anemi terganggu
Hati Tulang SSP Limpa a
Mual
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan
setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien
leukemia adalah meneapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia.
Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah
sakit.Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi
sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai berikut:
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada
jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua
obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera
pada pembuluh darah/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang
belakang.
Terapi
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan kambuh dan mendapatkan
masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut , pada prinsipnya
dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut :
1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberianberbagi obat
tersebut diatas, baik secara sistematik maupun intratekal sampai sel blas dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya
suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika
separuh dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14
hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX
intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi
kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan
leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang
sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
Imunoterapi
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan
yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae
bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan
tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah
diradiasi. Dengancara ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan
penderita leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua
pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-
masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama
pengobatan ini, obat-obat rumit diteruskan.
Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan
sel-sel leukemia.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :
Tes darah laboratorium akan memeriksa jumlah sel sel darah. Leukimia
menyebabkan jumlah selsel darah putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah
trombosit dan hemoglobin dalam selsel darah merah menurun. Pemeriksaan
laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda
kelainan pada hati atau ginjal.
Digunakan untuk mengetahui kadar Hb-Eritrosit, leukosit dan trombosit.
-
Hb rendah < 10 g/100 ml
(N: dewasa: Pria 13,5-18 g/dl, wanita 12-16 g/dl; anak: 6 bln-1 th 10-15 g/dl, 5-14
th 11-16 g/dl)
-
Trombositopenia < 50.000/mm
-
Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau menurun, kurang
dari 1000/mm
Apusan Darah Tepi
Digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah berupa bentuk, ukuran, maupun
warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.
Sumsum Tulang
Merupakan tes diagnostik yang sangat penting untuk mendiagnostik dan
menetapkan sel maligna. Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti sel leukosit.
Perbedaan pada pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang
Test LMA LLA LMK LLK
Darah -sel darah putih -sel darah putih -sel darah putih -meningkatkan
Tepi
normal meningkat disertai meningkat limfosit dewasa
kurang/meningkat limfositosis terutama yang kecil
-hitung sel darah -trombositopenia
bisa disertai granulosit
-anemia
putih dapat -trombositopenia
mieloblas
-anemia
-trombositopenia normal/berkurang
-anemia -trombositopenia
-anemia
Sum Hiperseluler 50% Hiperseluler disertai Jiperseluler 2%
30% limfosit
sum Mieloblas
infiltrasi limfoblas blas megakariosit
tulang
Biopsi dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang
besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop,
untuk mencari sel sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik
untuk mengetahui pakah ada sel sel leukemia di dalam sumsum tulang.
Sitogenetik Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi,
sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
Processus Spinosus dengan meggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter
perlahan lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di
sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30
menit dan dilakukan dengan anastesi local. Pasien harus berbaring selama beberapa
jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada
sel sel Leukimia atau tanda tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada sinar X ini dapat mengetahui tandatanda penyakit di dada.
Tranfusi dan Kemoterapi Leukimia
o Definisi, jenis, peran perawat: pra, intra, post, komponen darah, efek samping,
dan cara mengatasi
o Kemoterapi: efek samping, peran perawat dalam cara mengatasi
Mual Muntah
Terdapat dua cara untuk mengatasi efek samping ini. Yaitu secara farmako dan
non farmako
Farmako
Obat paling efektif untuk mual muntah adalah antagonis reseptor serotonin
(SRA). Karena agen kemoterapi menginisiasi aktivitas reseptor serotonin dalam
menimbulkan mual dan muntah. SRA yang sering digunakan yaitu ondansetron
(Zofran), granisetron (Kytril) dan dolasetron (Anzemet).
Pengkombinasian:
Dexamethasone dan Prochlorperazine direkomendasikan untuk agen
kemoterapi yang mempunyai potensi emetik ringan hingga sedang.
Dexamethasone dan metoclorpramide meski kurang efektif juga dapat
menjadi pilihan
Dexamethasone merupakan obat pilihan untuk mual muntah lambat.
Pemberiannya dilakukan bersamaan dengan SRA sebelum kemoterapi.
Non Farmako
Makan makanan yang kering.
Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3 kali
makan besar.
Hindari makanan yang berbau merangsang.
Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang rasa mual.
Makan dan minum perlahan-lahan.
Hindari makanan dan minuman terlalu manis.
Batasi cairan pada saat makan.
Tidk tiduran setelah makan lebih kurang 1 jam setelah makan.
Apabila muntah, minumlah banyak air untuk menghindari trjadinya
dehidrasi.
c. Efek Samping
Reaksi transfusi cepat reaksi hemolitik kuat, reaksi demam dan alergi,
hipervolemia, edema paru non kardiogenik, hemolisis non imun serta sepsis
bakterial.
Reaksi transfusi lambat reaksi hemolitik lambat, penyakit infeksi (Hepatitis B, C,
HIV, Malaria, toksoplasmosis).
2. Intra Transfusi.
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
Buka set pemberian darah.
Tusukkan kantong IV normal salin 0,9%.
Ketika unit ini selesai, pertahankan kepatenan vena dengan menginfuskan
normal salin.
Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.
Tutup klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.
Balik kantong darah 1-2 kali dengan perlahan untuk mendistribusikan sel
secara seksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang masuk dan
selang bawah, kemudian isi selang secara seksama dengan mengisi filter
dengan darah.
Sambungan selang transfusi darah ke kateter IV dengan mempertahankan
sterilitas. Buka klem bawah.
Pantau TTV klien.
Atur infus sesuai pesanan dokter (PRC biasanya diberikan 1,5-2 jam, WBC
diberikan 1-3 jam).
Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal salin 0,9%.
Buang semua bahan dengan tepat. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
3. Post Transfusi.
Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta respon klien
terhadap terapi darah.
Laporkan jika terjadi komplikasi.
Beri pendidikan klien cara merawat.
e. Cara Mengatasi.
Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka
dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi, dg. pemberian:
1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternative yang efektif pada
klien anemia kronis akibat penyakit nginjal kronis. Efek utama obat ini adalah
merangsang eritropoesis. Obat ini dapat diberikan secara intravena/subkutan.
2. DDAVP merupakan bentuk sintetis vasopcesn L-arginin, yaitu suatu anti diuretik
yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk menangani
kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit/trombositopenia.
Obat ini hanya dipakai pada klien dengan hemofilia A, penyakit Van Wellbrand,
serta gagal ginjal akut-kronis. Obat ini diberikan secara IV, SC dan intranasal.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Data biografi pasien
Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang pada usia
lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
c. Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat composmentis
selama belum terjadi komplikasi.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg)
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
3. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk : perhatikan bentuk kepala apakah simetris atau tidak. Biasanya pada penderita
leukemia betuk kepala simetris.
Rambut: perhatikan keadaan rambut mudah dicabut atau tidak,warna, hygiene
Nyeri tekan: palpasi nyeri tekan, ada atau tidak. Biasanya pada penderita tidak ada nyeri
tekan.
b. Pemeriksaan mata
Palpebra: perhatikan kesimetrisan kiri dan kanan
Konjungtiva : anemis atau tidak. Pada penderita leukemia akan ditemukan konjungtiva yang
anemis.
Sclera : ikterik atau tidak. Sclera penderita leukemia akan terlihat tidak ikterik.
c. Pemeriksaan hidung
Inskpeksi kesimetrisan bentuk hidung, mukosa hidung, palpasi adanya polip. Penderita
leukemia memiliki pemeriksaan hidung yang normal.
d. Pemeriksaan mulut
Inspeksi apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri ), perdarahan gusi.
Biasa papa penderita leukemia, ditemukan bibir pucat, sudut sudut bibir pecah pecah.
e. Pemeriksaan telinga
Inspeksi simetris kiri dan kanan, sirumen. Palpasi nyeri tekan. Periksa fungsi pendengaran
dan keseimbangan. Pada penderita leukemia biasanya tidak ditemukan kelainan dan bersifat
normal.
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi dan palpasi adanya pembesaran getah bening kelenjer tiroid, JVP, normalnya 5-2.
Penderita leukemia tidak mengalami pembesaran kelenjer tiroid.
g. Pemeriksaan thorak
Jantung
Inspeksi : iktus terlihat atau tidak, inspeksi kesimetrisan. Pada penderita leukemia, iktus
terlihat
Palpasi : raba iktus kordis. Normalnya, iktus teraba.
Perkusi : tentukan batas jantung.
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2, normal.
Paru paru
Inspeksi : kesimetrisan kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi, biasanya normal.
Palpasi : vokal femoris teraba, simetris kiri dan kanan.
Perkusi :
Auskultasi : biasanya bunyi nafas vesikuler.
h. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : apakah dinding abdomen mengalami memar, bekas operasi, dsb.
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : palpasi apakah ada nyeri tekan, hepar teraba atau tidak. Biasaya terdapat nyeri
tekan, dan hepar akan teraba.
Perkusi : lakukan perkusi, biasa didapat bunyi tympani untuk semua daerah abdomen
i. Pemeriksaan Ekstremitas
inspeksi kesemetrisan, palpasi adanya nyeri tekan pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya
pada penderita leukemia akan mengalami nyeri pada tulang dan persendian.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih
dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur, hitung
darah lengkap biasanya juga menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
e. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
- Mengkaji kesehatan klien secara umum.
- Menanyakan alasan klien datang ke RS dan harapannya.
- Mengkaji gambaran/pandangan klien terhadap sakit dan cara penangannya.
- Kepatuhan terhadap obat.
- Mengkaji riwayat kesehatan keluarga klien.
- Mengkaji tindakan dalam menjaga kesehatan.
3. Eliminasi
- Mengkaji pola miksi yang meliputi: frekuensi, warna, dan bau.
- Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine.
- Mengkaji apakah menggunakan alat bantu untuk berkemih.
- Mengkaji pola defekasi yang meliputi : frekuensi, warna,dan karakteristiknya.
- Apakah menggunakan alat bantu untuk defekasi.
- Mengkaji pengeluaran melalui IWL .
Manajemen energy
Tingkat kegelisahan Intervensi yang dilakukan
Klien diharapkan mampu
Tentukan pembatasan aktivitas
untuk menormalkan: fisik pasien
Nyeri Jelaskan tanda yang
Cemas menyebabkan kelemahan
Mengerang Jelaskan penyebab kelemahan
Stress Jelaskan apa dan bagaimana
Takut
aktivitas yang dibutuhkan
Kegelisahan
Nyeri otot untuk membangun energi
Meringis Monitor intake nutrisi yang
Sesak nafas adekuat
Mual Monitor respon kardiorespirasi
Muntah
selama aktivitas
Monitor pola tidur
Monitor lokasi
ketidaknyamanan/nyeri
Batasi stimulus lingkungan
Anjurkan bedrest
Lakukan ROM aktif/pasif
Bantu pasien membuat jadwal
istirahat
Monitor efek obat stimulan
dan depresan
Monitor respon oksigenasi
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Abdoerrachman MH, dkk, 2008, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI
Happy, Hayati. 2009. Pengaruh Distraksi. Jakarta: FK UI
Keliat, Anna Budi SKp, MSc., 2004, Proses Keperawatan, Jakarta: EGC.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 2003, Rencana Asuhan
Keperawatan, Jakarta: EGC
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta: EGC
Sunar, Trenggana, 2000 Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife Wells, 2008,
Standar Perawatan Pasien, volume 4, Jakarta: EGC.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC