Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKIMIA PADA ANAK

A. DEFINISI
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain
(Mansjoer, 2002).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal.
Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara
normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia
disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum
leukemia (Corwin, 2008)
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa
leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
Sel darah normal, sel darah terbentuk di sumsum tulang. Tulang sumsum adalah
bahan yang lembut di tengah sebagian besar tulang. Belum menghasilkan sel darah
yang disebut sel batang dan ledakan. Sebagian besar sel darah matang di sumsum
tulang dan kemudian pindah ke pembuluh darah. Darah mengalir melalui pembuluh
darah dan jantung disebut darah perifer. Sumsum tulang membuat berbagai jenis darah
sel. Setiap jenis memiliki fungsi khusus:
a. Sel darah putih membantu melawan infeksi
b. Sel darah merah membawa oksigen ke jaringan seluruh tubuh
c. Trombosit membantu gumpalan darah terbentuk bahwa kontrol perdarahan
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi
proliferasi di llllllhati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis,
seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.

B. ETIOLOGI
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetic
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko tinggi
bila kembaran yang lain mengalami leukemia. Insiden leukemia pada anak-anak
penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan
pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga
meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis
kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia
Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.31
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam
keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita
naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko
untuk menderita LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam
darah manusia. Tetapi ada Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan
leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase
ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan
di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang
menyebabkan leukemia pada binatang.31 Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa
virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan
retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel
pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi
tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia
dan Amerika Serikat.
C. TANDA DAN GEJALA
a) Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing,
sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi,
nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada
sternum, tibia dan femur.
b) Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh
sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk
purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari
100 ribu/mm) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada
dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu
hiperurisemia dan hipoglikemia.
c) Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat
badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin
parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada
fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan
limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung
lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat,
petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.

D. KLASIFIKASI
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani (2008),
klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau mielositik) dan perjalan
penyakit (akut atau kronik).
1) Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia mieloid akut
(AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL).Pasien biasanya mengalami riwayat
penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi
berulang di mulut dan tenggorokan.Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan
anemia dan trombositopenia.Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah.Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.
2) Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring pertambahan usia.
AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati dengan kemoterapi
sitotoksik atau radioterapi.
3) Leukemia Limfoblastik Akut
ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak. Akan
tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens seiring
pertambahan usia. Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta
sebagian besar menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami
manifestasi spesifik ynag meliputi pembesaran nodus limfe (limfadenopati), hati,
dan limpa ( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
4) Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan dari sel
darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia, namun terutama
berusia antara 40 dan 60 tahun.
5) Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit.Sel ini terakumulasi di darah, sumsum
tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada individu berusia di
atas 50 tahun.

E. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia memperlihatkan gejala klinis yang mencolok.Leukemia kronis
berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai
stadium lanjut.
1) Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2) Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3) Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
4) Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin mingkat,
nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat progresif.
5) Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan konsumsi
kalori oleh sel-sel neoplastik.
6) Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke
organ-organ limfoid dapat terjadi.
7) Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1) Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling
umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari
anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah
trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat
anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia
dan terkadang akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan
fisis ditemukan kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam
menunjukkan adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat
disebabkan oleh leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita
menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2) Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3) Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

F. PATHWAY
Terlampir
G. PATOFISIOLOGI
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut Corwin
(2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti
satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel
anak yang abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia
trombositopenia.Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang
menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke
berbagai organ seperti sum-sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga
mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat,
2006).Karena faktor-faktor ini leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan
klonal.Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga
menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab
berbagai gejala umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan.
Proses masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila
terjadi pada hati, splenomegali, dll. (Hidayat, 2006).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan
jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal
atau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas).
(Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm 3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3.Neutropenia
(jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering
dijumpai.Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
Terdapat tumor
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
padapenyekresi GH di
(William, 2004) hipofisis anterior

a. Leukemia nonlimfositik akut


Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya Kelebihanhormonpertumbu
neutropenia,
han
anemia, da trombositopenia.Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat
didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi
Peningkatanpemecahankar
3
100.000/mm .Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas.Diagnosis pasti
bohidratdan protein

ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang


menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%.Seperti pada leukemia limfoblastik
akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya
leukemia.Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada
saat didiagnosis. (William, 2004)
b. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan.Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai
maturasi mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat
adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan
trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia)
dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel
blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada
30% kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel
B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna
bagi hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis
kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang
penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

I. PENATALAKSANAAN
1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia.Tetapi dengan
metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping
seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada
mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum
tulan.Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah
infeksi berat.Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3
tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.
a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase.Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis

Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke
otak.Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi

Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi


dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.Secara
berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk
menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.Jika terjadi surpresi
sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat
dikurangi.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:


1. Prednison untuk efek antiinflamasi
2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
selama metaphase
3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat
sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel
yang cepat membelah
5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik
yang menekan sumsum tulang yang kuat.
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan
leukemia akut

(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang

Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan
radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat
autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis
tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan kembali.Selain itu, dapat jug bersifat
alogenik, yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi
dengan dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal
tersebut tidak dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali
akan mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima
transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan
relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa
sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T
yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi
alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki
kemungkinan sembuh akibat mechanism imunologis.

3. Resusitasi

Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan
infeksi, transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk
mengatasi anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang
tepat walaupun demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu
sendiri dan bukan akibat infeksi.Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic
daripada menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan
tanpa terapi antibiotik. (Patrick. 2005)

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA
B. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG:
Nyeri tulang, nyeri sendi, , nyeri dada ,rambut rontok, tidak ada nafsu makan, BB
turun, mudah lelah, lemas, pusing, sesak, perdarahan di sclera dan mulut, lambung,
mimisan, stomatitis, demam, keringat malam, petechie, ekimosis,hematuria,anemia,
hematemesis, epitaksis.
C. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
 RIWAYAT KELAHIRAN (PRENATAL,NATAL,POST NATAL)
 RIWAYAT IMUNISASI
 RIWAYAT KECELAKAAN / CEDERA
 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU: adanya riwayat mendapat obat imuno supresif,
obat-obatan kardiogenik seperti diethylstilbrestol

D. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG:


Anak dengan down syndrome dan sindrom fanconi biasanya beresiko mengalami
leukimia karena adanya kelainan kromosom yang lebih peka terhadap leukimia.
E. RIWAYAT HOSPITALISASI
F. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA:
Keluarga menderita penyakit yang sama dan pada anak kembar monozygot dimana
salah satu menderita leukimia maka saudara kembarnya akan lebih beresiko
menderita leukimia
G. PEMERIKSAAN FISIK
 KEADAAN UMUM : lethargis
 TTV: TD dan N meningkat saat anak nyeri dan saat kekurangan cairan. Suhu
meningkat, panas tidak turun dalam jangka waktu lama walaupun diberi antipiretik.
RR biasanya bertambah atau sesak
 TB,BB.IMT,LILA: rendah biasanya anak malas makan dan mual muntah
 KULIT DAN KUKU: pucat,petechie,ekimosis
 RAMBUT : allopecia
 MATA : konjungtiva anemis, sclera kemerahan
 MULUT: stomatitis, kering
 HIDUNG : epitaksis
 KEPALA DAN LEHER : limphadenopati
 JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH : mulai timbul masalah saat anak mendapat
kemoterapi
 ABDOMEN : perut membesar karena ada pembesaran hepar, pembesaran ginjal,
hematemesis, adanya nyeri tekan
 SISTEM MUSKULOSKELETAL : nyeri tulang biasa dijumpai pada
sternum,tibia,dan femur
 SISTEM NEUROLOGI : sakit kepala, gerakan involunter otot, iritabiitas,
papilledema
 GENITALIA : bila terjadi invasi sel leukimia sampai ke testis maka tidak bisa
dilakukan kemoterapi karena sel tersebut akan tumbuh lagi. Jika dilakukan radiasi
maka akan terjadi perubahan dari sperma dan produksinya dikemudian hari.

H. POLA AKTIVITAS – LATIHAN


Aktivitas terganggu, anak lemas, malas bermain, mudah lelah, penurunan
kemampuan aktvitas.
I. POLA NUTRISI-METABOLIK
Adanya mual muntah, penurunan berat badan secara signifikan, tidak ada nafsu
makan, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung.
J. POLA ELIMINASI
Adanya hematuria, diare, hematosesia.

K. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT


Pola tidur terganggu karena anak pusing, gerakan involunter otot, papilledema, nyeri
tulang.
L. KOGNITIF DAN PERSEPTUAL
Tergantung umur anak.
M. PERSEPSI DIRI
Tergantung umur anak
N. HUBUNGAN PERAN
Tergantung umur anak
O. TATALAKSANA MEDIS
 Remission induction : kortikosteroid
 Intensification/consolidation therapy : tergantung tipe leukimia
 Maintenance : untuk mecegah remisi dan penurunan jumlah sel leukosit
 Central Nervous System Prophylactic Therapy : intrathecal methotrexate atau
triple intrathecal hemotherapy
 Reinduction after relapse
 Bone Marrow Transplantation

P. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah tepi : adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan
gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast, yang merupakan gejala
patogonomik untuk leukimia
 Pemeriksaan sumsum tulang : dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan
gambaran yang monoton yaitu terdiri dari limfopoetik patologis sedangkan system
lain terdesak (apabila sekunder).
 Pemeriksaan lain :
 Biopsy limpa
 Kimia darah : elektrolit, BUN, Kreatinin, SGOT/SGPT
 Cairan cerebrospinal
 Sitogenik

Q. DISCHARGE PLANNING
1. Menghindari infeksi dengan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut
2. Menghindari perdarahan dengan meminimalisir benturan pada tubuh
3. Jaga asupan makanan dengan diit modifikasi untuk menaikkan berat badan
4. Anjurkan menaati jadwal kemoterapi
5. Menaikkan imunitas tubuh dengan diit yang tepat dan suplemen.
6. Mengurangi aktifitas berlebihan
7. Anjurkan orangtua untuk mencari informasi tentang penyakit anaknya.
8. Ajarkan orangtua tentang kewaspadaan adanya perdarahan di semua bagian
tubuh, dan tanda – tanda meningeal lainya seperti penurunan kesadaran.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada anak dengan Leukimia :
 Nyeri akut/kronis b.d agen cedera biologis (neoplasma)
 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan berat badan
dengan asupan makan tidak adekuat, stomatitis.
 Intoleransi aktivitas b.d keletihan
 Resiko perdarahan b.d gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, koagulasi
inheren (trombositopenia)
 Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer dan sekunder yang tidak adekuat
 Ansietas b.d defisit pengetahuan
3.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
Nyeri akut/kronis b.d agen cedera Pain Control : Pain Management :
biologis (neoplasma)  Mengenali kapan nyeri terjadi 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
 Menggambarkan faktor penyebab lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
 Menggunakan tindakan pengurangan nyeri intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus
tanpa analgesik 2. Observasi petunjuk non verbal mengenai
 Menggunakan analgesik yang ketidaknyamanan
direkomendasikan 3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab,
 Melaporkan nyeri yang terkontrol berapa lama nyeri dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan dari prosedur
Pain Level : 4. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
 Nyeri yang dilaporkan mempengaruhi
 Frekuensi napas 5. Kurangi factor yang dapat mencetuskan nyeri
 Denyut nadi radial 6. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (terapi
 Tekanan darah bermain, terapi aktivitas)
7. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
Medication Administration
1. Ikuti prosedur lima benar
2. Beritahukan klien mengenai jenis obat, alas an
pemberian obat, hasil yang diharapkan, efek
3. Monitor TTV
4. Dokumentasikan pemberian obat dan respon klien
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan Hidrasi Management cairan 157
cairan aktif
1. Menilai turgor kulit baik, membran mukosa 1. Monitor intake dan output pasien
lembab 2. Monitor status dehidrasi ( mukosa kering, tidak ada
2. Menilai intake dan output cukup airmata )
3. Menilai perfusi jaringan baik ( nadi perifer 3. Monitor status hemodinamik ( TTV, CRT, akral )
4. Monitor adanya indikasi kelebihan / kekurangan
kuat, akral hangat, CRT 2 detik )
cairan
4. Pasien tidak kehausan, bola mata tidak 5. Pasang kateter
cekung 6. Berikan cairan 10cc/BB secepatnya bila terjadi tanda –
5. Tidak ada penurunan tekanan darah dan tanda hipovolemia
kenaikan denyut jantung. 7. Jaga kepatenan IV line
6. Tidak ada peningkatan hematokrit 8. Berikan cairan rumatan dengan tepat
7. Warna urine jernih, jumlah 1cc/BB/ jam 9. Berikan diuretik bila perlu
8. Tidak ada peningkatan BUN/KREATININ 10. Tingkatkan asupan per oral
9. Tidak ada penurunan kesadaran/ rethargis. 11. Monitor inbalance elektrolit
Termoregulasi 12. Lakukan pemberian koloid 10 cc/ BB bila perlu
1. Tidak ada hipotermia/ hipertermia 13. Berikan tranfusi sesuai kebutuhan pasien
2. Pasien tidak merinding/ berkeringat 14. Periksa hasil laboratotium tentang koagulasi dan
3. Pasien nyaman dengan suhu tubuhnya darah rutin dan BUN/Kreatinin.
4. Pasien tidak menggigil Perawatan demam 355
1. Memeriksa suhu dan tanda vital lainnya
2. Monitor warna kulit dan suhu
3. Berikan antipiretik
4. Tutup pasien dengan selimut tipis
5. Dorong konsumsi cairan
6. Berikan oksigen
7. Berikan tepid sponge
8. Berikan cairan intravena yang tepat untuk pasien
demam
9. Lembabkan bibir dan mukosa hidung
10. Monitor kesadaran pasien

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : Management nutrisi 197


kebutuhan tubuh b.d penurunan berat
Status nutrisi : 553 1. Tentukan status gizi pasien
badan dengan asupan makan tidak
adekuat, stomatitis. 1. asupan makanan dan cairan 2. Identifikasi adanya alergi makanan
2. Asupan makanan secara oral adequat 3. Ajarkan pada pasien tentang kebutuhan nutrisi
3. Asupan makan secara tube feeding 4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
adequat dibutuhkan
4. Asupan cairan secara oral adequat 5. Atur diit pasien
5. Asupan cairan intravena adequat 6. Anjurkan pasien untuk duduk tegak saat makan
6. Asupan nutrisi parenteral adequat 7. Bantu pasien membuka kemasan makanan,
Pengetahuan : management berat badan 370 memotong makanan dan makan.
1. Pasien bisa mencapai BB ideal 8. Ajarkan pada pasien tentang cara sterilsasi makanan
2. Massa indeks tubuh yang optimal dan menyiapkan makan.
3. Pasien mengetahui cara mendapatkan BB Bantuan peningkatan berat badan 78
ideal 1. Lakukan pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui
4. Mempunyai nafsu makan yang baik penyebab penurunan berat badan
5. Intake cairan yang adequat 2. Lakukan penimbangan BB tiap hari di jam yang sama
6. Pasien tahu kapan harus mendapatkan 3. Diskusikan bersama tentang penyebab penurunan BB
bantuan dari tenaga kesehatan 4. Monitor mual dan muntah
berhubungan dengan nutrisinya. 5. Berikan obat – obatan anti emetik dan analgetik bila
7. Berikan modifikasi makanan sedikit tapi perlu
sering 6. Kaji penyebab mual muntah
7. Monitor asupan kalori setiap hari
8. Monitor nilai albumin
9. Dukung peningkatan asupan kalori
10. Sediakan asupan kalori yang TKTP
11. Lakukan oral higiene
12. Berikan istirahat yang cukup
13. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya :
suapi pasien
14. Pasang NGT/OGT jika dibutuhkan
15. Berikan nutrisi parenteral jika pasien tidak mampu
lewat enteral
16. Ciptakan lingkungan yang teraupetik
17. Sajikan makanan yang menarik
18. Sediakan suplemen makanan jika perlu
19. Ajarkan pada pasien dan keluarga untuk membeli
makanan yang bergizi dan murah.
Intoleransi aktivitas b.d keletihan Activity Tolerance : Activity therapy :
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas 1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi
hidup harian (ADL) melalui aktivitas spesifik
Energy conservations : 2. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi
 Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat kelemahan dalam level aktivitas tertentu
Fatigue Level: 3. Instruksikan klien dan keluarga untuk melaksanakan
 Kegiatan sehari-hari (ADLs) aktifitas yang diinginkan maupun yang telah
Rest diresepkan
 Jumlah istirahat 4. Fasilitasi aktivitas pengganti pada saat klien memiliki
 Pola istirahat keterbatasab waktu, ebergi, maupun pergerakan
 Kualitas istirahat dengan cara berkonsultasi pasa terapis fisik,okupasi
atau rekreasi
5. Bantu aktivitas fisik secara teratur sesuai dengan
kebutuhan
Energy Management:
1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
kelelahan sesuai konteks usia dan perkembangan
2. Perbaiki defisit status fisiologis sebagai prioritas
utama
3. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai pengelolaan
kegiatan dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
Self Care Assistance :
1. Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan
perawatan diri mandiri
2. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal
sehari-hari sesusai batas kemampuan
3. Dorong ke,andiriran,tetapi bantu ketika pasien tidak
mampu melakukannya
4. Ajarkan orangtuan/keluarga untuk mendukung
kemandirian dengan membantu hanya ketika pasien
tak mampu melakukan
Sleep enchamcement :
1. Bantu meningkatkan jam tidur jika diperlukan
2. Kelompokkan kegiatan perawatan untuk
meminimalkan jumlah jam terbangun
3. Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk mendukung
tidur
Resiko perdarahan b.d gangguan Keparahan kehilangan darah 148 Pengurangan perdarahan 319
gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
1. Pasien tidak kehilangan darah lebih dari 10 1. Identifikasi penyebab perdarahan
koagulasi inheren (trombositopenia)
cc/BB/ jam 2. Monitor perdarahan secara ketat
2. Tidak ada penurunan Hb dan Hct 3. Monitor jumlah dan sifat kehilangan darah
3. Tidak ada hematosesia, hematomeses, 4. Perhatikan kadar hematokrit dan hemoglobin sebelum
hematuria dan perdarahan lambung dan sesudah kehilangan darah
4. Tidak ada perdarahan konjungtiva, sklera, 5. Monitor tanda – tanda vital
mulut, hidung. 6. Monitor status cairan/ balance cairan
5. Tidak ada nyeri tekan dan distensi pada 7. Monitor faktor koagulasi
abdomen 8. Monitor fungsi neurologis
6. Konjungtiva tidak anemis 9. Periksa perdarahan yang keluar dari selaput lendir,
7. Kulit dan membran mukosa tidak pucat mata, hidung, telinga, mulut, anus.
Koagulasi darah 226 10. Monitor tanda dan gejala perdarahan persistent ( baik
1. Nilai PTT/APTT normal yang tampak ataupun tersembunyi )
2. Nilai CT/ BT normal 11. Pertahankan akses vena
3. Nilai Hb diatas 8 gr/dL 12. Lakukan transfusi darah, berikan sesuai kebutuhan.
4. Nilai trombosit lebih dari 150.000 13. Lakukan pemeriksaan laboratorium hematest semua
5. Waktu pembekuan/ ACT normal produk yang keluar dari tubuh
6. Pembentukan bekuan bagus. 14. Evaluasi respon psikologis pasien terhadap
7. Nilai HCT lebih dari 25 perdarahan.
Management kemoterapi 189
1. Monitor pemeriksaan dan skrining sebelum
kemoterapi
2. Anjurkan aktifitas untuk mengurangi faktor resiko
3. Monitor efek samping dan efek toksik dari kemoterapi
4. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
efek kemoterapi terhadap sel leukimia
5. Berikan informasi tentang efek kemoterapi terhadap
sumsum tulang belakang
6. Ajarkan pasien cara mencegah infeksi dengan cuci
tangan, menjaga kebersihan dan isolasikan.
7. Ajarkan pada pasien untuk melaporkan ketika ada
infeksi gigi, demam, perdarahan, dan memar.
8. Ajarkan pasien untuk menghindari produk aspirin
9. Lakukan pencegahan terjadinya neutropeni dan
perdarahan
10. Berikan obat – obatan untuk mengurangi efek
samping dari kemoterapi ( anti emetik )
11. Kurangi stimulus terhadap ketidaknyamanan seperti
kebisingan, bau, dan stimulus cahaya yang berlebihan
12. Ajarkan tehnik relaksasi
13. Tawarkan modifikasi diit
14. Berikan kemoterapi pada malam hari, untuk
mengurangi efek mual,muntah.
15. Yakinkan asupan yang cukup untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan elektrolit
16. Monitor tanda – tanda vital
17. Monitor status nutrisi dan berat badan
18. Monitor tanda – tanda infeksi di rongga mulut
19. Anjurkan untuk melakukan oral higiene/gosok gigi
20. Ajarkan pasien menjaga kesehatan giginya
21. Ajarkan pasien menggunakan nistatin untuk
mengontrol infeksi jamur
22. Ajarkan pasien untuk menghindari suhu yang ekstrim
23. Catat jumlah rambut rontok sesuai dengan terapi yang
diberikan pasien
24. Bantu pasien menyiasati kerontokan rambut dengan
wig
25. Ajarkan pasien untuk keramas dan menyisir rambut
dengan lembut dan sarung bantal dari bahan lembut
untuk mencegah kerontokan rambut
26. Ikuti petunjuk pemberian kemoterapi sebelum, waktu
tindakan dan setelah tindakan.

Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh Immune Status : Infection Control :


primer dan sekunder yang tidak adekuat  Fungsi gastrointestinal 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan
 Fungsi respiratory pasien
 Integritas kulit 2. Lakukan tindakan-tindakan pendegahan yang bersifat
universal
Medication Response : 3. Batasi jumlah pengunjung
 Efek terapeutik yang diharapkan 4. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
Risk Control : gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada
 Mengenali factor resiko penyedia kesehatan
 Memonitor factor resiko 5. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai bagaimana
 Menggunakan fasiitas kesehatan sesuai menghindari infeksi
dengan kebutuhan 6. Berikan terapi antibitoik yang sesuai
 Mengenali perubahan status kesehatan Medication management :
1. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tindakan dan
efek samping yang diharapkan dari obat
2. Monitor efek samping obat

Ansietas b.d defisit pengetahuan Anxiety Level : Anxiety Reduction :


 Perasaan gelisah berkurang 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Iritabilitas berkurang 2. Jelaskan semua prosedur pengobatan
 Kesulitan berkonsentrasi berkurang 3. Berikan informasi factual terkait diagnosis, perawatan,
 Rasa cemas yang dilaporkan berkurang dan prognosis
Coping : 4. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan
 Mengidentifikasi pola koping efektif
 Mengidentifikasi pola koping tidak efektif Coping Enchancement :
 Mencari informasi terpercaya tentang 1. Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah dengan
diagnosis cara yang konstruktif
 Mencari informasi terpercayat tentang 2. Dukung keterlibatan keluarga
pengobatan
 Menggunakan strategi koping yang efektif
PATHWAY
Kurang Ansietas
pengetahuan

Sel neoplasma
berproliferasi
LEUKIMIA dalam sumsum
tulang

Infiltrasi sumsum tulang Penyebaran ekstramedular Sel onkogen

Melalui sitem limfatik Pertumbuhan berlebih


Melalui sirkulasi darah

Pembesaran hati & limpa Nodus limfe Kebutuhan nutrisi meningkat

Hepatosplenomegali Limfadenopati
Hipermetabolisme

Penekanan ruang abdomen Peningkatan tekanan


intra abdomen Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Sel normal digantikan
oleh sel kanker Nyeri

Depresi produk sumsum Defisit vol cairan


tulang

Penurunan eritrosit anemia


Resiko perdarahan

Penurunan trombosit Trombositopenia Kecenderungan perdarahan

Penurunan fungsi leukosit


Daya tahan tubuh turun Resiko Infeksi

Infiltrasi periosteal Kelemahan tulang

Tulang lunak dan lemah Stimulasi saraf C (nociceptor)

Intoleransi aktifitas
Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika

Axton,Shaaron. 2009. Pediatric Nursing Care Plans for The Hospitalized Child 3rd edition.
New Jersey. Pearson Education Inc

Bulechek, Gloria et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NOC) 5th edition.
Singapura. Elsevier Inc

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .
Hardman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017 Ed 10. Diterjemahkan oleh Budi Anna Keliat. Jakarta. EGC

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.

Hockenberry,Marry. 2015. Wong’s Nursing Care of Infants and Children 10th edition.
Canada. Elsevier

Morhead,Sue et all. 2013. NOC and NIC LINKAGES to NANDA –I And Clinical Conditions :
Supporting Critical Reasoning And Quality Care 3rd Edition. Riverport Lane. Mosby Inc

Potts,Nicki L et all. 2012. Pediatric Nursing : Caring for Children and Their Families 3rd
Edition.New York. Delmar Cengage Learning

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai