Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

LIMFOMA MALIGNA DI RUANGAN LONTARA 1 ATAS DEPAN


(INTERNA) RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

SYAFITRIANI UTAMI PAMILI, S.Kep


R014 191026

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) (Dr. Yuliana Syam, S.Kep.,Ns.,M.Si)

PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Limfoma atau limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik dimana sel-sel limfatik
yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T, dan histiosit menjadi abnormal
dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di
sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai
dari organ apapun.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi
dua jenis yaitu:

1. Limfoma Hodgkin (LH)


Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki
empat subtipe menurut Rye, antara lain:
a. Nodular Sclerosis
b. Lymphocyte Predominance
c. Lymphocyte Depletion
d. Mixed Cellularity
2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin
menjadi tiga kelompok utama, antara lain:
a. Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,
limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler
campuran sel belah besar dan kecil.
b. Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel
besar, limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel
besar dan kecil, dan limfoma difus sel besar.
c. Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik
sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-
Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel
Reed-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti
ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak
(multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak
jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti
“mata burung hantu” (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang
bening.

i. (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel
Reed Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin.
B. Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab
penyakit ini antara lain:
1. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
2. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,
bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
3. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
4. Faktor genetic
Berikut terdapat beberapa faktor predisposisi:

1. Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
2. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan
wanita
3. Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV
4. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena
limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal
ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik..
C. Manifestasi klinis
Tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat
dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma


Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
Anamnesis 1. Asimtomatik limfadenopati 1. Asimtomatik
2. Gejala sistemik (demam limfadenopati
intermitten, keringat malam, 2. Gejala sistemik
BB turun) (demam intermitten,
3. Nyeri dada, batuk, napas keringat malam, BB
pendek turun)
4. Pruritus 3. Mudah lelah
5. Nyeri tulang atau nyeri 4. Gejala obstruksi GI
punggung tract dan Urinary tract.
Pemeriksaan 1. Teraba pembesaran 1. Melibatkan banyak
Fisik limonodi pada satu kelenjar perifer
kelompok kelenjar (cervix, 2. Cincin Waldeyer dan
axilla, inguinal) kelenjar mesenterik
2. Cincin Waldeyer & kelenjar sering terkena
mesenterik jarang terkena 3. Hepatomegali &
3. Hepatomegali & Splenomegali
Splenomegali 4. Massa di abdomen dan
4. Sindrom Vena Cava testis
Superior
5. Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis
juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah
dimodifikasi Costwell.

Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh
Costwell

Keterlibatan/Penampakan

Stadium

I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ


ekstralimfatik (IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)

III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)

IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ


ekstralimfatik

Suffix

A Tanpa gejala B

B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

1. Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan


sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya
2. Demam intermitten > 38° C
3. Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,
atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter
transthoracal maximum pada foto polos dada PA

Gambar 2. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor


D. Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna,
yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi
karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu
sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung,
kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal
cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus
gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap
leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa
pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi
setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin,
kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.

E. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar
getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-
Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti
sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah.
Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan
untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy
untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah
bening yang membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau
respon terhadap pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang
panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum
tulang.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,
yaitu:
1. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma,
seperti limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada
resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih
menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan
untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini
lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah
banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti
radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan
antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen
spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan radioisotope
131 90
menggunakan Iodine atau Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor
secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium
limfoma itu sendiri, yaitu:
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi
3. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
1) MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
a) Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
b) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
c) Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14
d) Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2) ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus
a) Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
b) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
c) Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
d) Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
3) Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
a) Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
b) Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
c) Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
d) Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
e) Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
f) Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
g) Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of
pada minggu ke 11,12
4) BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
a) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8
b) Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
c) Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
d) Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
e) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
f) Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
g) Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:

1) ICE regimen
a) Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b) Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c) Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d) Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2) DHAP regimen
a) Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b) Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c) Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3) EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
a) Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b) Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c) Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d) Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e) Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
4. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun
akibat pemberian kemoterapi.
5. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma
tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien
mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara
kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya
sesuai dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara
autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk
selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat
menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-
hari, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan,
tanggal atau jam MRS, dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya
benjolan.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa
nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas,
gangguan penelanan, berkeringat di malam hari. Pasien biasanya
megnalami dendam dan disertai dengan penurunan BB.

4) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti
pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan
transplantasi ginjal atau jantung.

5) Riwayat kesehatan keluarga


Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang
sama dengan pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular,
penyakit turunan seperti DM, Hipertensi, dan lain-lain.
a. Data dasar pengkajian pasien
1) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada
malam hari, dan menurunnya BB.

b. Kulit, rambut, kuku


( tidak ada perubahan )

c. Kepala dan leher


Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.

d. Mata dan mulut


Tidak ada masalah/perubahan.
e. Thorak dan abdomen
Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan
pada thorak maupun abdomen.
f. Sistem respirasi
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas
karena ada benjolan.
g. Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan
saat menelan makanan, sehingga pasien sering mengalami penurunan
BB.
h. Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
i. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
j. Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang
sedang dideritanya.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening
mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji
fungsi hati / ginjal secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi
kelenjar getah bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan
tujuan menentukan stadiumnya.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2018-2020 (Herdman &
Kamitsuru, 2018) adalah :
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan, asupan diet kurang
2. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
5. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
6. Resiko infeksi
C. Rencana/intervensi keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead,
Johnson, Maas, & Swanson (2016) dan Bulechek, Butcher, Dochterman, &
Wagner (2016) adalah sebagai berikut:

Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


faktor biologis
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa Manajemen nutrisi:
teratasi dengan tujuan:  Tentukan status gizi pasien dan
kemampuan pasien untuk
Status nutrisi: memenuhi kebutuhan gizi
 Asupan gizi tidak menyimpang  Identifikasi adanya alaergi atau
dari rentang normal intoleransi makanan yang
 Asupan makanan tidak dimiliki pasien
menyimpang dari rentang normal  Monitor kalori dan asupan
 Asupan cairan tidak menyimpang makanan
dari rentang normal  Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan
 Anjurkan keluarga untuk
membawa makanan favorit
pasien sementara pasien berada di
rumah sakit
 Bantu pasien membuka kemasan
makanan, memotong makanan,
dan makan, jika diperlukan
 Tawarkan makanan ringan yang
padat gizi

Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri


NOC NIC
Status pernafasan ventilasi Pemantauan pernafasan

Mempertahankan pola nafas yang 1. Pantau frekuensi , irama dan


normal dan efektif, terbebas dari kedalamanpernapasan
sianosis, dengan gas darah arteri atau
oksimetri nadi berada dalam kisaran 2. Tinggikan kepala tempat tidur
normal jika diperbolehkan dan posisikan
klien dalam posisi miring sesuai
indikasi
3. Dorong nafas dalam jika klien
sadar
4. Auskultasi suara nafas, catat area
hipoventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan.
5. Beri oksigen tambahan melalui
cara yang tepat
Diagnosa : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolism
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa Perawatan Demam
teratasi dengan tujuan:
1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital
1. Pasien berkeringat lainnya
2. Penurunan suhu kulit 2. Monitor warna kulit dan suhu
3. Suhu tubuh dalam batas normal ( 3. Dorong konsumsi cairan
36-37.50C) 4. Anjurkan kompres hangat
4. Nadi dalam batas normal (60-100x/ 5. Tutup pasien dengan selimut atau
menit) pakaian ringan.
6. Penatalaksanaan pemberian obat
antipiretik dan cairan intravena.
Diagnosa : Nyeri akut b.d agen cedera biologis
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa Manajemen nyeri:
teratasi dengan tujuan:  Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
Kontrol nyeri : lokasi, karakteristik, durasi,
 Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas dan faktor
 Menggambarkan faktor penyebab presipitasi
nyeri  Observasi reaksi nonverbal dari
 Menggunakan tindakan ketidaknyamanan
pengurangan nyeri tanpa analgesik  Bantu pasien dan keluarga
 Menggunakan analgesik yang untuk mencari dan menemukan
direkomendasikan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat
Tingkat nyeri :
mempengaruhi nyeri seperti
 Tidak ada nyeri yang dilaporkan suhu ruangan, pencahayaan dan
 Tidak merinyit kebisingan
 Tidak ada kehilangan nafsu makan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
atau nafsu makan meningkat  Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali.

Diagnosa : Ansietas b.d perubahan status kesehatan


NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa Pengurangan kecemasan :
teratasi dengan tujuan:  Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
Tingkat kecemasan :  Berikan informasi faktual terkait
 Pasien dapat beristirahat diagnosis, perawatan, dan
 Pasien tidak mengekspresikan prognosis
wajah tegang  Mendnegarkan pasien
 Pasien sudah tidak menyampaikan  Mengkaji tanda verbal dan
rasa cemasnya secara lisan nonverval kecemasan
 Pasien sudah tidak menyampaikan  Dorong verbalisasi perasaan,
rasa takutnya secara lisan persepsi dan ketakutan
 Dukung penggunaan mekanisme
koping yang sesuai
 Instuksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi

Diagnosa : Risiko infeksi


NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa Kontrol infeksi :
teratasi dengan tujuan:  Alokasikan keseuaian luas ruang
per pasien seperti yang
Penyembuhan luka primer : diindikasikan oleh pedoman
 Drainase purulen tidak ada pusat pengendalian dan
 Drainase serosa tidak ada pencegahan penyakit
 Drainase sannguinis tidak ada  Ganti peralatan perawatan per
 Draniase serosanguinis tidak ada pasien sesuai protokol institusi
 Eritema kulit disekitarnya tidak  Batasi jumlah pengunjung
ada  Ajarkan cara cuci tangan yang
 Lebam di kulit sekitarnya tidak ada tepat kepada Pasien maupun
 Periwound edema tidak ada keluarga Pasien
 Peningkatan suhu kulit tidak ada  Anjurkan pengunjung untuk
 Bau luka busuk tidak ada mencuci tangan sebelum dan
sesudah mengunjungi Pasien
Kontrol risiko: proses infeksi :  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Pasien mampu mencari informasi kegiatan perawatan Pasien
terkait control risiko  Lakukan tindakan-tindakan
 Pasien mampu menindetifikasi pencegahan yang bersifat
faktor risiko infeksi universal
 Pasien mampu mengenali perilaku  Gunakan sarung tangan sesuai
yang berhubungan dengan risiko dengan kebijakan universal
infeksi  Gunakan sarung tangan steril
 Pasien mampu mnegenali tanda dengan tepat
dan gejala infeksi  Bersihkan kulit Pasien dengan
 Pasien mampu memonitor perilaku agen antibakteri yang sesuai
diri yang berkaitan dengan risiko  Pastikan teknik perawatan luka
infeksi yang tepat
 Pasien mampu memonitor  Dorong batuk dan bernafas dalam
lingkungan yang berkaitan dengan yang tepat
risiko infeksi  Tingkatkan intake nutrisi yang
 Pasien mampu mempraktikan tepat
strategi untuk mengontrol infeksi  Kolaborasi pemberian terapi
antibiotik yang sesuai
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya pada tim
kesehatan
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tindakan menghindari
infeksi

Perawatan area sayatan :


 Jelaskan prosedur pada Pasien
dan gunakan persiapan sensorik
 Periksa area sayatan terhadap
adanya kemerahan, bengkak, atau
tanda-tanda infeksi
 Catat krakteristik drainase
 Monitor proses penyembuhan di
area sayatan
 Bersihkan area sekitar sayatan
dengan pembersihan yang tepat
 Bersihkan mulai area yang bersih
ke area yang kurang bersih
 Gunakna kapas steril untuk
pembersihan jahitan benang luka
yang efisien, luka dalam dan
sepit, atau luka berkantong
 Bersihkan area sekitar drainase
atau pada area selang drainase
 Jaga posisi selang drainase
 Berikan plaster untuk menutupi
luka
 Berikan salep antiseptik
 Lepaskan jahitan, steples, atau
klip sesuai indikasi
 Ganti pakaian Pasien dengan
interval waktu yang tepat
 Gunakan pakaian yang sesuai
untuk melindungi sayatan
 Fasilitasi Pasien untuk melihat
luka infeksi
 Arahkan Pasien cara merawat
luka insisi selama mandi
 Arahkan Pasien untuk
meminimalkan tekanan pada area
insisi
 Arahkan pasien dan keluarga
untuk merawat luka insisi
termasuk memantau tanda dan
gejala infeksi
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)

Minuman Faktor Kelainan system Infeksi virus Toksin


beralkohol keturunan kekebalan dan bakteri lingkungan

Mengenai nodus
Perubahan status
limfa Mutasi sel limfosit kesehatan
(sejenis leukosit)

Agen cedera
Koping tidak
biologi
efektif
Limfoma
Nyeri akut maligna ansietas

Mual, muntah
Infeksi atau cedera Pembesaran nodus
jaringan medina/edema jalan nafas
Tidak mampu dalam
inflamasi memasukkan, mencerna
mengabsorpsi makanan Obstruksi trakeobronkial

Akumulasi monosit,
magrofag, sel T, dan Anoreksia Terjebaknya udara diparu
fibroblast

Nafsu makan berkurang Udara diserap oleh aliran


Pelepasan endogen dan darah
pyrogen (soitokinin)
Intake berkurang
Susunan gas dalam darah
Merangsang saraf vagus
BB menurun Oksigen lebih cepat di serap
dari nitrogen dan helium
Ketidakseimbangan Terjadi dengan cepat dan luas
Sinyal mencapai system
nutrisi
saraf pusat

dipsnea
Pembentukan Tubuh bereaksi untuk
prostaglandin perlindungan terhadap Pernapasan cepat dan dangkal
penyebaran infeksi

Merangsang hipotalamus Ketidak efektifan pola napas


meningkatkan titik Risiko infeksi
patokan suhu (sel point)

Menggigil, meningkatkan
suhu basal

Hyperthermia
DAFTAR PUSTAKA

Price, S. A., & Wilson, M. L. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Kedelapan).
Singapura: Elsevier.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC) (Keenam). Philadelphia: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (Kelima). Philadelphia: Elsevier.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran (4th ed.). Jakarta: Media Aesculapius.
Amori,2017. Jurnal Nasional: pengetahuan tepat untuk limfoma.
www.jurnalnasional /limfoma/44356.com.Diakses pada tanggal 22
September 2019.
Vinjarman. 2016. lymphoma, non-hodgkin. www.medicine.com. diakses pada
tanggal 22 September 2019

Anda mungkin juga menyukai