PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Limfoma atau limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik dimana sel-sel limfatik
yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T, dan histiosit menjadi abnormal
dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di
sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai
dari organ apapun.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi
dua jenis yaitu:
i. (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel
Reed Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin.
B. Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab
penyakit ini antara lain:
1. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
2. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,
bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
3. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
4. Faktor genetic
Berikut terdapat beberapa faktor predisposisi:
1. Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
2. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan
wanita
3. Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV
4. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena
limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal
ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik..
C. Manifestasi klinis
Tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh
Costwell
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
Suffix
A Tanpa gejala B
E. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar
getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-
Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti
sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah.
Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan
untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy
untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah
bening yang membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau
respon terhadap pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang
panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum
tulang.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,
yaitu:
1. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma,
seperti limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada
resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih
menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan
untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini
lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah
banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti
radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan
antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen
spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan radioisotope
131 90
menggunakan Iodine atau Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor
secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium
limfoma itu sendiri, yaitu:
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi
3. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
1) MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
a) Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
b) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
c) Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14
d) Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2) ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus
a) Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
b) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
c) Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
d) Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
3) Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
a) Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
b) Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
c) Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
d) Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
e) Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
f) Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
g) Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of
pada minggu ke 11,12
4) BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
a) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8
b) Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
c) Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
d) Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
e) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
f) Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
g) Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1) ICE regimen
a) Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b) Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c) Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d) Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2) DHAP regimen
a) Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b) Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c) Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3) EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
a) Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b) Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c) Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d) Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e) Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
4. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun
akibat pemberian kemoterapi.
5. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma
tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien
mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara
kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya
sesuai dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara
autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk
selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat
menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-
hari, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan,
tanggal atau jam MRS, dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya
benjolan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2018-2020 (Herdman &
Kamitsuru, 2018) adalah :
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan, asupan diet kurang
2. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
5. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
6. Resiko infeksi
C. Rencana/intervensi keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead,
Johnson, Maas, & Swanson (2016) dan Bulechek, Butcher, Dochterman, &
Wagner (2016) adalah sebagai berikut:
Mengenai nodus
Perubahan status
limfa Mutasi sel limfosit kesehatan
(sejenis leukosit)
Agen cedera
Koping tidak
biologi
efektif
Limfoma
Nyeri akut maligna ansietas
Mual, muntah
Infeksi atau cedera Pembesaran nodus
jaringan medina/edema jalan nafas
Tidak mampu dalam
inflamasi memasukkan, mencerna
mengabsorpsi makanan Obstruksi trakeobronkial
Akumulasi monosit,
magrofag, sel T, dan Anoreksia Terjebaknya udara diparu
fibroblast
dipsnea
Pembentukan Tubuh bereaksi untuk
prostaglandin perlindungan terhadap Pernapasan cepat dan dangkal
penyebaran infeksi
Menggigil, meningkatkan
suhu basal
Hyperthermia
DAFTAR PUSTAKA