Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL & PALIATIF

“ASKEP PALIATIF PADA SISTEM HEMATOLOGI & EVIDENCED BASED“

DISUSUN OLEH :

1.MEGA SILVIA NINGSIH


2.MERI SYAKILA
3.MUHAMMAD JEFRY
4.MUCHAMMAD KURNIAWAN
5.NURUL FITRI AFIFAH
6.NURRAHMAWATI
7.NUR INDAH
8.NURHASANAH FEBRIYANTI
9.NURUL HALIFAH
10.NIA APRILIA PUTRI
11.RUSTAN
12.YUMIA RIFKY HAYYUNA

PROGRAM PROFESI NERS / KELAS A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2021

1
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di
sumsum tulang belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis
darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel
kanker abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan
sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah
lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara normal, sehingga mereka
tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut
gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-
sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala
umum leukemia (Corwin, 2008)

1. Klasifikasi Leukemia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000),
dan Handayani (2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel
(limfositik atau mielositik) dan perjalan penyakit (akut atau kronik).
a. Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia
mieloid akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien
biasanya mengalami riwayat penurunan berat badan yang cepat,
memar, perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi berulang di mulut dan
tenggorokan. Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan
anemia dan trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat
meningkat atau sangat rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi
leukosit dalam organ vital.
b. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring
pertambahan usia. AML sekunder kadang terlihat pada orang yang
diobati dengan kemoterapi sitotoksik atau radioterapi.
c. Leukemia Limfoblastik Akut
ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada
anak. Akan tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan
peningkatan insidens seiring pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta
sebagian besar menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien
juga mengalami manifestasi spesifik ynag meliputi pembesaran
nodus limfe (limfadenopati), hati, dan limpa
( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
d. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak
beraturan dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua
kelompok usia, namun terutama berusia antara 40 dan 60 tahun.
e. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di
darah, sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di
jumpai pada individu berusia di atas 50 tahun.
B. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar
identik yang akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami
leukemia.
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan
bahwa penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita
leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia
pada manusia adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme
reverse transcriptase ditemukan dalam darah manusia.

C. Patofisiologis

Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi


akibat dari beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan
virus. Menurut Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak
merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia
trombositopenia. Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan
kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih
sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum
tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan
jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006).
Karena faktor-faktor ini leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus
gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih sum-
sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam
darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia.
Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya
leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila terjadi
pada hati, splenomegali, dll. (Hidayat, 2006
D. Manifestasi Klinis Leukimia
Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia
kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan
sedikit gejala sampai stadium lanjut.
1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan
koagulasi
4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti
nyeri yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan
leukemia biasanya bersifat progresif.
5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan


dapat dibedakan menjadi tiga tipe:
a) Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan
yang paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang,
menyebabkan kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah
putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala
yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia
dan terkadang akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada
pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang pucat, beberapa memar, dan
perdarahan. Demam menunjukkan adanya infeksi, walaupun pada
beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri.
Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam
yang terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
b) Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat,
dan anoreksia cukup sering terjadi.
c) Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda
infiltrasi leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin,
2009)

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia
dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya
berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau
meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya
adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas dapat
ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai
limfosit atipik. (William, 2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit
bervariasi, walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak
memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm3. Pada darah
perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang
menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada
leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk
menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien
memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis.
(William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang
hiperselular tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas
tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik
yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah:
kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena
sering terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick,
2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur
sel T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto
toraks. (Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi
darah dan trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine,
penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL
(akut limfoblastik leukemia) dengan AML (akut mieloblastik
leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan
tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL
jalur sel B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML yang
berbeda-beda. Ini berguna bagi hematolog untuk merancang terapi dan
memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna
untuk membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat
memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat
merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick,
2005)

F. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja
dengan berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan
sel leukemia. Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut
rusak dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut,
mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa
mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum
tulan. Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat
kemoterapi adalah infeksi berat. Pasien harus diterapi selama
berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan
kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase
konsolidasi.

a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L
asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat,
cytarabine dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk
mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi cranial
dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan
system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau
bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi
sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis
obat dikurangi.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan


radioterapi:
a) Prednison untuk efek antiinflamasi
b) Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase
c) Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino
untuk pertumbuhan tumor)
d) Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi
metabolism asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein
yang diperlukan yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah
e) Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
f) Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
g) Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
h) Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama
pengobatan leukemia akut
(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan
radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat
bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien
meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan
kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang
berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis
sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal
tersebut tidak dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang
diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi sumsum tulang
pasien tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik
memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan dengan
pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang
terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi
alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantsi autolog, karena sel tumor
yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi
alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T
yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa
transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat
dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat mechanism
imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam
keadaan sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau
perdarahan. Prioritas utamanya adalah resusitasi mengguakan
antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi, transfusi
trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk
mengatasi anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah
tindakan yang tepat walaupun demam yang terjadi ternyata merupakan
akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat infeksi. Lebih mudah
menghentikan pemberian antibiotic daripada menyelamatkan pasien
dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi
antibiotik. (Patrick. 2005)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF
PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA

A. Pengkajian
pada pasien leukemia meliputi :
1. Pengkajian Kesehatan
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
b. Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam
(jika disertai infeksi) juga disertai dengan sakit kepala.
c. Riwayat Perawatan Sebelumnya
d. Riwayat kelahiran anak :
Prenatal, Natal, Post natal
e. Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa
pertumbuhan dan kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.
f. Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak
yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
2. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
a. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan leukemia mengalami penurunan nafsu
makan, muntah, faringitis disfagia,penurunan rasa,distensi
abdominal dan juga pasien akan mengalami penurunan BB.
b. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, nyeri tekan perianal,darah pada
urin,penurunan haluan pada urin dan feses hitam.
c. Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan leukemia pola istirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam. Selain
itu juga didukung oleh perasaan cemas pasien terhadap
penyakitnya.
d. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien leukemiaaktivitas dan latihan mengalami
perubahan yaitu mengalami samnolen, kelelahan, kelemahan,
malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas seperti biasanya.
e. Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien leukemia biasanya mengalami menarik diri,merasa
tidak berdaya,depresi,ansietas dan takut.
f. Pola sensori kognitif
Biasanya pada pasien leukemia mengalami perubahan alam
perasaan,penurunan koordinasi,kurang konsentrasi, kacau,kebas
dan kesemutan.
g. Pola reproduksi seksual
Pada pasien leukemia mengalami perubahan libido dan perubahan
aliran menstruasi.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi
penurunan samnolen.
c. Vital sign :
1) TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal
2) Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
3) Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan
meningkat
4) Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena
demam.
5) BB : Biasanya mengalami penurunan
d. TB : Biasanya tidak mengalami masalah
e. Kepala : Bentuk kepala simetris,biasanya tidak ada nyeri tekan
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak
ikhterik,Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.
g. Hidung : Biasanya ditemukan membran mukosa pucat.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan bibir pucat, sudut- sudut
bibir mengalami pecah- pecah.
i. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
j. Paru-paru : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Abdomen : Biasanya terjadi penurunan bising usus
l. Ekstremitas : Biasanya terjadi nyeri pada tulang dan sendi

4. Pengkajian Paliatif
a. Domain 1
1) Nyeri :
Ketika mengkaji pasien sangat penting untuk mendengarkan
pasien, memperhatikan pada bahasa yang digunakan untuk
mendeskripsikan nyeri akan membantu diagnosanya. Tipe
nyeri dapat ditentukan dari obat apa yang harus digunakan.
Perhatikan detail penting selama pengkajian.
b. Domain 2 Kondisi Sosial dan Pekerjaan
1) Dukungan keluarga
Siapa yang tinggal bersama anda? Adakah anak/orang lain
yang masih tergantung pada anda? Adakah pikiran lain
mengenai hubungan dalam keluarga?
2) Dukungan emosional dan social
Apakah anda memiliki dukungan dari pihak lain? Keluarga
besar, teman, tetangga? Apakah anda memerlukan dukungan
dari pihak lain?
3) Kondisi praktikal
Apakah ada kesulitan dalam bergerak, melakukan pekerjaan?
Apakah ada pikiran lain mengenai siapa yang merawat untuk
hari kedepan, finansial?
4) Harapan pasien
Apa harapan anda mengenai tujuan perawatan?
Tempat untuk perawatan? Rumah sakit, rumah, atau tempat
lain?
c. Domain 3 Kondisi Psikologis
1) Kondisi pikiran dan suasana hati (mood)
Apakah dalam bulan terakhir anda merasakan:Merasa putus
asa atau merasa tidak berdaya? kehilangan minat? Apakah
anda merasa depresi? Apakah anda merasa tegang atau
cemas? Apakah anda pernah mengalami serangan panik?
Apakah ada hal spesifik yang anda harapkan?
2) Penyesuaian terhadap sakit
Apa pemahaman anda terhadap sakit saat ini? Gali dengan
hati-hati ekspektasi pasien
3) Sumber – sumber dan hal yang menguatkan
Apakah sumber dukungan anda? Misalnya: orang-orang,
hobi, iman dan kepercayaan
4) Total Pain (nyeri multidimensi yang tidak terkontrol)
Adakah masalah psikologis, sosial, spiritual yang dialami
yang berkontribusi terhadap gejala yang dialami?
5) Sakit sebelumnya (dapat dikaji langsung atau pada keluarga):
Adakah risiko stress psikologikal dan riwayat masalah
kesehatan mental?
d. Domain 4 Kondisi Spiritual (gunakan format HOPE)
1) H (Sources of hope/sumber dari harapan)
Apa yang memberi anda harapan (atau kekuatan, nyaman,
dan damai) pada saat sakit?
2) O (Organised religion/Organisasi agama)
Apakah anda bagian dari organisasi agama atau kepercayaan?
Dalam hal apa dan bagaimana hal tersebut mendukung anda?
3) P (Personal spirituality & practices/tindakan spiritualitas
pribadi)
Bagian apa dalam kepercayaan spiritual anda yang paing
bermakna secara pribadi?
4) E (Effect on medical care and end of life issues/ efek dari
perawatan dan isu akhir kehidupan)
Dari hal yang anda sebutkan tadi, apa yang anda harapkan
dari kami sebagai tim kesehatan untuk memfasilitasi
kebutuhan anda dalam beberapa hari ke depan ini? Bahkan
minggu atau bulan ke depan?
e. Siregar (2015) menyatakan 4 karakteristik spiritual
1) Hubungan dengan diri sendiri
Apa makna dan arti hidup anda atau apa yang anda pahami
tentang tujuan hidup? Bagaimana anda menyadari bahwa
makna dan tujuan hidup anda saat ini berdasarkan apa yang
telah anda kerjakan?
2) Hubungan dengan orang lain atau sesame
Bagaimana hubungan anda selama ini dengan orang-orang
sekitar?
3) Hubungan dengan alam
Apakah anda menyukai tentang alam? Apakah ini membuat
anda merasa tenang dan damai di saat mengalami masalah?
4) Hubungan dengan Tuhan
Apakah anda selama ini mengikuti acara keagamaan atau
berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang
membantu anda dalam dukungan keagamaan?
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap :
1) Hemoglobin : kurang dari 10 g/100 ml
2) Jumlah trombosit:biasanya sangat rendah ( kurang dari
50.000/mm)
3) Sel darah putih : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan
peningkatan sel darah putih imatur
4) PTT : memanjang
5) Asam urat serum : biasanya meningkat
6) Copper serum : meningkat
7) Zink serum : menurun
b. Darah tepi
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas
dan biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit biasanya berbanding langsung dengan
jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian
pula dengan kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan
sum-sum tulang biasanya menunjukkan sel blas yang dominan
Gejala yang terlihat dari darah tepi berdasarkan pada kelainan
sum-sum tulang berupa adanya pansitopenia, limositosis yang
kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton.
c. Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan gambaran
yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoitik patologis
sedangkan sistem lain terdesak.
d. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukimia dan sel
yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak.
e. Cairan cerebrospinal
Bila sel patologis dan protein meningkat, maka merupakn suatu
leukimia meningeal. Kedaan ini dapat terjadi setiap saat pada
perjalanan penyakit. Untuk pencegahannya adalah dengan
pemberian metotreksat (MTX).

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan
NOC :
Status Nutrisi (1004)
1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
NIC :
Manajemen Gangguan Makan (1030)
1. Tentukan pencapaian berat badan harian sesuai keinginan
2. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien (dan
orang terdekat klien dengan tepat)
3. Monitor intake/asupan dan asupan cairan yang tepat
4. Monitor asupan kalori makanan harian
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
(leukemia) NOC : Tingkat Nyeri (2102)
1) 210201 nyeri yang dilaporkan
2) 210206 ekspresi nyeri wajah
3) 210221 menggosok area yang terkena dampak
4) 210222 agitasi
5) 210209 ketegangan otot

NIC : Manajemen Nyeri

(1400)

1) Lakukan pengkajian nyeri komperhensif yang meliputi lokasi,


karakteristik, onset/durasi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus
2) Monitor kepuasan klien terhadap manajemen nyeri
3) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
4) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
5) Berikan informasi yang akurat untuk mrningkatkan pengetahuan
dan respon keluarga terhadap pengalaman nyeri
6) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekta dan tim kesehatan untuk
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri

3. Risiko infeksi berhubungan dengan leukopenia


Kriteria hasil (NOC): klien bebas dari tanda dan gejala infeksi,
mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaanya, menunjukan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam
batas normal, menunjukan perilaku hidup sehat.
Intervensi NIC:
1. Kaji tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
2. Dorong masukan nutrisi yang cukup.
3. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
4. Ajarkan keluarga cara menghindari infeksi.

4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan volume cairan aktif
Kriteria hasil (NOC): mempertahankan urine output sesuai dengan usia
dan BB, tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada
tanda tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi NIC:
1. Kaji status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
2. Monitor status nutrisi.
3. Motivasi masukan makanan dan cairan.
4. Jelaskan untuk mempertahankan catatan intake dan output yang
akurat
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan
(kemoterapi)
Kriteria hasil NOC: verbalisasi penerimaan diri,komunikasi
terbuka,mempertahankan kontak mata, tingkat kepercayaan diri
meningkat, keseimbangan dalam berpartisipasi dan mendengarkan
dalam kelompok
Intervensi NIC:
1) Anjurkan kegiatan social dan masyarakat
2) Anjurkan untuk meningkatkan kontak mata saat berkomunikasi
3) Tingkatkan berbagi masalah umum dengan orang lain
4) Minta dan harapkan komunikasi verbal
5) Berikan umpan balik positif saat pasien bersedia menjangkau orang
lain
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:


Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: P

Anda mungkin juga menyukai