Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKIMIA AML

Dosen Pembimbing : Ns.Armina,S.Kep, M.Kep. Sp.Kep.An

Oleh : Fatma Efendi Nasution


NPM : 202091109

PROFESI NERS
STIKES BAITURRAHIM PROPINSI JAMBI
2021
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Leukemia proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembekuan darah ( Suriadi & Yuliani, 2010). Leukemia adalah kanker
jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit), dihasilkan
leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan
leukosit – leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh
(Betz & Sowden, 2009).
Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah
leukosit dalam bentuk seringkali rendah, sel – sel imatur ini tidak
sengaja menyerang dan menghacurkan sel darah normal atau jaringan
vaskuler (Apriany, 2016).

2. Penyebab
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (T cell leukemia lymphoma virus/HTLV).
b. Tingkat radiasi yang sangat tinggi
c. Obat – obatan imunosupresif, obat – obat karsinogenik seperti
diethylstilbestrol.
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down syndrome (Suriadi &
Yuliani, 2010).

3. Klasifikasi
Dalam istilah yang paling luas leukemia pada anak dapat
diklasifikasikan sebagai akut, kronik, kongenital. Leukemia akut
menunjukkan proliferasi maligna sel immatur (blastik). Jika proliferasi
itu sebagian melibatkan jenis sel yang lebih matur (berdiferensiasi),
leukemia itu diklasifikasikan kronik. Leukemia kongenital atau
neonatal adalah leukemia yang terdiagnosis dalam 4 minggu pertama
kehidupan bayi. Leukemia pada anak biasanya jenis limfoblastik akut
(ALL) (Apriany, 2016).
a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak – anak di
bawah umur 15 tahun. Manifestasi berupa poliferasi limfoblas
abnormal dalam sum – sum tulang dan tempat – tempat
ekstramedular.
b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia
(ANLL)
Merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari trasformasi
suatu atau beberapa sel hematopoitek. Sifat sebenarnya dari lesi
molekular yang bertanggung jawab atas sifat – sifat neoplasmik
dari sel yang berubah bentuknya tidak jelas, tapi defek krisis
adanya instrinsik dan dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut.
c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)
Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) adalah penyakit klonal sel
induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit
mieloproliferatif.
CML merupakan neoplasma pada sel tunas hematopoietik yang
berpotensi menimbulkan proliferasi progenitor granulositik.
Definisi lain menyebutkan CML merupakan suatu penyakit yang
dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dari jumlah leukosit darah,
tanpa akumulasi dari segala bentuk dan belum menghasilkan
granulosit matang.
d. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)
Usia rerata paisen saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-15%
kurang dari 50 tahun. Risiko terjadinya LLK meningkat seiring
usia. Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah , 8:1
perempuan tua.
e. Leukemia Kongenital
Leukemia kongenital sangat jarang terjadi, terdapat kurang 100
kasus yang tercatat dengan baik, dengan sebagian besar adalah
AML. Leukemia ini biasanya ditandai oleh hiperleukositosis,
hepatosplenomegeli, infiltrat kulit nodular, dan gawat napas
sekunder akibat leukositasis pulmonal. Leukemia kongenital telah
dihubungkan dengan sindromdown, sindrom turner, trisomi 9,
monosomi 7 mosaik, penyakit jantung kongenital (Apriany, 2016).
Dua bentuk penyakit leukemia yang umumnya ditemukan pada
anak – anak adalah leukemia limfoid akut (ALL) dan leukemia
nonlimfoid akut (ANLL/AML) (Wong, 2009).

4. Manifestasi Klinis
a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)
Gambaran klinis ALL cukup bervariasi, dan gejalanya dapat
tampak tersembunyi atau akut. Manifestasi klinisnyaantara lain
pucat, mudah memar, letargi, anoreksia, malaise, nyeri tulang,
nyeri perut dan perdarahan. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan hal – hal sebagai berikut : demam, keletihan, anoreksia,
pucat, petekie dan ekimosis pada kulit atau membran mukosa,
perdarahan retina, pembesaran dan fibrosis organ – organ sistem
retikuloendotelial seperti hati, limpa, dan limfonodus, berat badan
turun, nyeri abdomen yang tidak jelas, nyeri sendi dan nyeri tekan
pada tulang (Betz & Sowden 2009).
b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia
(ANLL)
Leukemia mieloblastik akut merupakan suatu kelompok penyakit
yang heterogen yang memberikan prognosis buruk. Gejala dan
tanda AML yang muncul meliputi pucat, demam, nyeri tulang, dan
perdarahan kulit serta mukosa.
Meskipun ALL dan AML tidak dapat dibedakan berdasarkan
temuan klinis sekarang, beberapa subtipe dari AML memiliki
manifestasi yang berbeda. Leukemia promielositik akut sering kali
berhubungan dengan koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan
perdarahan yang serius, sedangkan leukemia monoblastik atau
mielomonoblastik akut dapat memperlihatkan hipertrofi gusi dan
nodul kulit. Koagulasi intravaskuler diseminata terjadi lebih sering
dan lebih serius pada AML (Apriany, 2016).
c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)
CML terutama terjadi pada orang dewasa yang berusia antara 25
dan 60 tahun, insiden puncaknya terletak pada usia antara 40 dan
50, tahun. Walaupun demikian, penyakit ini dapat terjadi pada
anak, neonatus, dan orang yang sangat tua. Gejala klinik CML
tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut,
yaitu :
1) Fase kronik, terdiri atas :
a) Gejala – gejala yang berhubungan dengan
hipermetabolisme, misalnya penutrunan berat badan, badan
kelelahan, anoreksia, atau keringat malam.
b) Splenomegali hampir selalu ada dan sering kali bersifat
masif. Pada beberapa pasien, pembesaran limpa disertai
dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau gangguan
pencernaan.
c) Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardi.
d) Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan di
tempat – tempat lain akibat fungsi trombosit yang abnormal.
e) Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh
hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan
dapat menimbulkan masalah.
f) Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan
dan priapismus (Apriany, 2016).
2) Fase transformasi akut, terdiri atas :
a) Perubahan terjadi pelan – pelan dengan prodomal selama 6
bulan, disebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru
yaitu demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin
progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun,
leukositosis meningkat dan trombosit menurun dan
akhirnya menjadi gambaran leukemia akut.
b) Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara
mendadak, tanpa didahului masa prodomal, keadaan ini
disebut kritis bastik(blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat
penderita sering meninggal dalam 1 sampai 2 bulan
(Apriany, 2016).
d. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)
Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menimbulkan
gejala. Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan
limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan.
Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan
infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin mencolok
sejalan dengan perjalanan penyakitnya, dan juga limfadenopati
massifdapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk ikterus
obstruktif, disfagia uropati obstuktif, edema ekstremitas bawah.
Infeksi bakteri dan jamur sering ditemukan pada stadium lanjut
karena defisiensi imun dan neutropenia (akibat infiltrasi sum – sum
tulang, kemoterapi, atau hipersplenisme) (Apriany, 2016).
5. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi tanpa batas sel – sel darah putih yang
imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. Sel – sel imatur
ini tidak sengaja menyerang dan menghansurkan sel darah normal atau
jaringan vaskular (Betz & Sowden , 2009).
Walaupun bukan suatu tumor, sel – sel leukemia memperlihatkan sifat
neoplastik yang sama seperti sel – sel kanker yang solid. Oleh karena
itu, keadaan patologi dan menifestasi klinisnya disebabkan oleh
infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel – sel
leukemia nonfungsional. Organ – organ yang terdiri banyak pembuluh
darah, seperti limpa dan hati, merupakan organ yang terkena paling
berat (Wong, 2009).
Sel – sel leukemia berinfiltrasi kedalam sum – sum tulang,
menggantikan unsur – unsur sel yang normal, sehingga mengakibatkan
timbulnya anemia dan menghasilkan sel darah merah dalam jumlah
yang tidak mencukupi bagi tubuh (Betz & Sowden , 2009). Invasi sel –
sel leukemia kedalam sum – sum tulang secara perlahan akan
melemahkan tulang dan cenderung mengakibatkan fraktur. Karena
sel – sel leukemia menginvasi periosteum, peningkatan tekanan
menyebabkan nyeri yang hebat (Wong, 2009).
Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang
bersirkulasi. Infeksi juga lebih sering terjadi karena berkurangnya
jumlah leukosit normal. Invasi sel – sel leukemik kedalam organ –
organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan
limfadenopati (Betz & Sowden , 2009).

Leukemia nonlimfoid akut mencakup beberapa jenis leukemia berikut


leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, dan leukemia
mielositik akut. Timbul disfungsi sum – sum tulang, yang
menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah, neutrofil, dan
trombosit. Sel – sel leukemik menginfiltrasi limfonodus, limpa, hati.
Tulang, dan sistem saraf pusat (SSP), juga organ – organ
reproduksi seperti testis. Lokasi invasi yang paling penting adalah SSP
yang terjadi sekunder karena infiltrasi leukemik dapat menyebabkan
tekanan intrakranial (Betz & Sowden , 2009).
Tabel 2.1
Patologi dan manifestasi klinis yang terkait pada leukemia

Organ atau Jaringan Akibat Manifestasi


Disfungsi sum – 1. Penurunan jumlah Pucat, letih
sum tulang eritrosit
mengakibatkan Demam
anemia
2. Penurunan jumlah
neutropenia Perdarahan (petekie)
mengakibatkan
infeksi
3. Penurunan jumlah
trombosit Kecenderungan
mengakibatkan mengalami fraktur,
kencenderungan nyeri
perdarahan
4. Invasi sum – sum
tulang mengakibatkan
kelemahan tulang,
invasi periosteum

Hati Infiltrasi, pembesaran Hepatomegali


dan akhirnya fibrosis

Limpa Splenomegali
Kelenjar limfe Limfadenopati
Sistem saraf pusat, 1. Peningkatan tekanan Sakit kepala hebat
meninges intrakranial, Muntah
pelebaran ventrikulus Iritabilitas, letargi
2. Iritasi meninges Papiledema
Akhirnya koma
Nyeri
Kaku kuduk dan
punggung kaku
Hipermetabolisme Sel – sel normal Pelisutan (atrofi)
mengalami kekurangan otot
zat gizi karena dirampas Penurunan berat
oleh sel – sel yang badan
menginvasinya Anoreksia
Keletihan

Sumber: Wong, dkk. (2009)


WOC LEUKIMIA

Kelainan kromosom Terpajan bahan- Penggunaan obat Kembar monozigot


bahan kimia imunosupresif

Proliferasi Sel Kanker

Sel Kanker Bersaing dengan Sel Normal


Untuk Mendapat Nutrisi

Infiltrasi

Tek.jaringan Sel normal diganti dengan


meningkat sel kanker

Depresi sum-sum tulang Infiltrasi Extramedular Infltrasi SSP Metabolisme

Pembesaran Limpa, meningitis Sel kekurangan


Eritrosit ↓ Leukosit Trombosit ↓ Liver,Nodus makanan
↓ Limfe,Tulang
Mk: resiko infeksi
anemia Infeksi Perdarahan kejang BB↓
Nyeri tulang
Tulang mengecil
Kontraksi Demam/ Trombositopenia Ptekie dan sendi
dan lemah
arteriol Hipertermi
Epistaksis,Pucat
Aliran k Mk: Ggn rasa nyaman nyeri
Anoreksi Penambahan darah ke
ginjal ↓ Bibir dan Mk: - Ggn integritas kulit
aMual organ jantung
membran - Resiko cidera
muntah
Oliguria Hipertensi mukosa
mulut
Gagal jantung Kering,
MK;
Kekurangan volume cairan

BB↓ Mk:
Ggn nutrisi < kebutuhan tubuh
6. Respon tubuh terhadap fisiologis
Sistem persarafan
Sel – sel leukemia menginvasi sistem saraf pusat yang menyebabkan
peningkatan intrakranial. Akibatnya terjadi desakan pada otak dan
selaput sehingga aliran darah ke serebral menurun , perfusi tidak
adekuat, PCO2 meningkat dan PO2 menurun, karena PO2 menurun
otak mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran pada anak.
Sistem endokrin
Adanya infiltrasi pada ektra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati dan limpa, kemudian terjadi penekanan pada ruang
abdomen sehingga tekanan intra abdomen meningkat, menimbulkan
nyeri pada pada abdomen. Nyeri abdomen dapat menghilangkan nafsu
makan pada anak.
Sistem ekstremitas
Infiltrasi pada ektra medular juga mengakibatkan nyeri pada sendi dan
tulang akibat dari susum tulang didesak oleh sel darah putih, sehingga
terjadi kelemahan tulang akibatnya tulang lunak dan lemah dapat
terjadi fraktur fisiologis.
Sistem integumen
Proliferasi sel kanker menginvasi sumsum tulang, sel normal
digantikan oleh sel kanker sehingga terjadi depresi produksi sumsum
tulang mengakibatkan penurunan trombosit. Terjadi penurunan
trombosit terjadinya trombositopenia yang dapat terjadi perdarahan
pada tubuh, salah satu perdrahan secara tidak langsung adalah terdapat
petekie pada kulit dan ruam kemerahan tanpa sebab.
Sistem penecernaan
Pencegahan sel leukemia menginvasi keorgan lain dilakukan terapi,
salah satunya kemoterapi. Obat – obat emoterapi tidak hanya
menghancurkan sel – sel kanker tetapi juga pada sel normal, sehingga
menimbulkan berbagai efek samping salah satunya meyebabakan luka
pada mulut, bibir, mual dan muntah, penurunan nafsu makan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi
berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa adanya
pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang menyebabkan
gambaran tepi monoton dan terdapat sel blas. Terdapat sel blas
dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk leukemia.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis
sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Anak dengan sel darah putih lebih dari 50.000/mm 3 adalah tanda
prognosis kurang baik. Kadar hematokrit dan hemoglobin rendah
mengindikasikan anemia. Trombosit rendah mengindikasikan
potensial perdarahan.
b. Aspirasi sumsum tulang (BMP), hiperseluler terutama banyak
terdapat sel muda
c. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel
yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit
normal, RES, granulosit.
d. Cairan serebrospinalis atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
Bila terdapat jumlah patologis dan protein, berarti suatu leukemia
meningeal. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX)
secara intratekal secara rutin pada setiap pasien yang menunjukkan
gejala tekanan intrakranial meninggi.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar hemoglobin (Hb)
kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan
perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila
terdapat tanda – tanda DIC dapat diberikan heparin (Ngastiyah,
2012).
2) Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik,
tujuannya untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan
sel kanker, kemoterapi dapat membunuh sel kanker yang telah
lepas dari sel kanker induk atau bermetastase melalui darah dan
limfe ke bagian tubuh lain. Prose kemoterapi terbagi dalam
empat fase, yaitu :
a) Terapi induksi
Yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang
dari 5% sel – sel leukemia dalam sum – sum tulang.
Hampir segera setelah diagnosis ditegakkan, trrapi induksi
dimulai dan berlangsung selama 4 hingga 6 minggu.
Obat – obatan utama yang dipakai untuk induksi pada
ALL adalah kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin,
dan L-asparaginase, dengan atau tanpa doksorubisin.
Terapi obat pada AML meliputi doksorubisin atau
daunorubisin (daunomisin) dan sitosin arabinosida.
b) Terapi profilaksis SSP
Yang mencegah agar sel – sel leukemia tidak menginvasi
SSP. Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis
melalui kemoterapi intratekal dengan metotreksat,
sitarabin, dan hidrokortison. Karena adanya kekhawatiran
terhadap terhadap efek samping iradiasi kranial, terapi ini
hanya dialakukan pada pasien – pasien yang beresiko
tinggi dan yang memiliki penyakit SSP.
c) Terapi intensifikasi (konsolidasi)
Yang menghilangkan sel – sel leukemia yang masih tersisa,
diikuti dengan terapi intensifikasi lambat (delayed
intensification), yang mencegah timbulnya klon leukemik
yang resisten. Penyuntikan intratekal yang menyertai
kemoterapi sistemik meliputi pemberian Lasparaginase,
metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin, vinkristin
dan merkaptopurin.
d) Terapi rumatan
Yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi
rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi
selesai dan berhasil dengan baik untuk memelihara remisi
selanjutnya mengurangi jumlah sel leukemia. Regimen
terapi obat kombinasi yang meliputi pemberian
merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali,
dan terapi intratekal secara periodik diberikan selama 2
tahun kemudian. Demikian juga selama terapi rumatan,
harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk
mengevaluasi respons sum – sum tulang terhadap obat –
obatan yang dilakukan.
e) Reinduksi sesudah relaps
Adanya sel – sel leukemia dalam sumsum tulang, SSP atau
testis menunjukkan terjadinya relaps atau kekambuhan
penyakit. Terapi pada anak – anak yang mengalami relaps
mengalami relaps meliputi terapi reinduksi dengan
prednison dan vinkristin, disertai pemberian kombinasi
obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif SSP dan
terapi rumatannya dilaksanakan sesuai dengan yang telah
diuraikan sebelumnya dan dilaksanakan setelah remisi.
Efek samping kemoterapi disebabkan dari efek non-spesifik
dari obat – obat sitotoksik sehingga menghambat proliferasi
tidak hanya sel – sel kanker melainkan juga sel normal. Efek
samping obat kemoterapi atau obat sitotoksik dapat berupa :
a) Sel – sel darah
Sel – sel ini melawan infeksi, membantu darah membeku,
dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika sel – sel
terpengaruh, penderita leukemia lebih mudah mengalami
infeksi, memar, perdarahan, dan rasa lemah serta lelah.
b) Sel – sel pada akar rambut
Kemoterapi dapat menimbulkan kerontokan rambut.
c) Sel – sel yang melapisi pencernaan
Kemoterapi dapat menyebabkan luka mulut dan bibir, mual
dan muntah, diare, serta penurunan nafsu makan (Maharani,
2009).
3) Terapi radiasi
Terapi radiasi (radiotherapy) dilakukan dengan menggunakan
sinar – sinar bertenaga tinggi untuk membunuh sel – sel
leukemia.pada terapiini, radiasi diarahkan pada limpa, otak,
atau bagian – bagian dari tubuh yang menjadi tempat
berkumpulnya sel – sel leukemia. Radiasi ini biasanya
diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang. Ketika pasien
menerima terapi radiasi umumnya kulit menjadi kemerahan,
kering, dan peka pada area yang dirawat (Maharani, 2009).
4) Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang sudah dilakukan untuk
penanganan anak – anak yang menderita ALL dan AML
dengan hasil yang baik. Mengingat prognosis ank-anak yang
menderita AML lebih buruk, transplantasi sumsum tulang
alogenik bisa dipertimbangkan selama remisi pertama.
Transplantasi sumsum tulang alogenik meliputi tindakan
memperoleh sumsum tulang dari donor anggota keluarga yang
histokompatibel dan cocok (Wong, 2008).
Meskipun terapi yang agresif pada kanker dimasa kanak – kanak
telah menghasilkan perbaikan yang dramatis pada angka
keberhasilan hidup, namun terdapat peningkatan kekhawatiran
mengenai efek lanjutnya. Efek lanjut yang paling menghancurkan
adalah terjadinya kelainan keganasan sekunder. Anak – anak yang
mendapatkan iradiasi kranial pada usia 5 tahun atau kurang
merupakan kelompok yang paling rentan terkena tumor otak
(Wong, 2008).

b. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan
pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis
pasien pada umumnya kurang baik, maka pendekatan psikologis
harus diutamakan. Diagnosis leukemia cenderung menimbulkan
rasa cemas pada keluarga dan pasien. Perawat merupakan sarana
untuk memberikan dukungan dan menentramkan perasaan cemas,
selain memberi penjelasan yang akurat mengenai pemeriksaan
diagnostik, prosedur dan rencana terapi.
1) Mempersiapkan anak dan keluarganya dalam menghadapi
prosedur diagnostik dan terapeutik. Anak memerlukan
penjelasan mengenai prosedur dan hasil yang diharapkan dari
prosedur tersebut.
Mencegah komplikasi mielosupresi, proses leukemia sebagian
besar agens kemoterapi menyebabkan supresi sumsum tulang
(mielosupresi). Jumlah sel darah merah yang menurun
menimbulkan permasalahan sekunder berupa infeksi,
kecenderungan perdarahan dan anemia.
Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker dimasa
anak – anak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder
karena neutropenia. Pencegahan infeksi dapat dilakukan
dengan cara mengendalikan penularan infeksi. Cara ini
meliputi pemakaian ruang rawat pribadi, membatasi
pengunjung dan petugas kesehatan yang menderita infeksi aktif
dan mencuci tangan dengan larutan antiseptik. Keadaan anak
perlu dievaluasi untuk menemukan lokasi yang berpotensi
menjadi tempat infeksi dan dipantau setiap kenaikan suhu
tubuh anak.
Komplisai lain yang sering ditemukan adalah perdarahan.
Perdarahan dapat dicegah dengan pemberian transfusi
trombosit. Kemudian perawatan mulut yang seksama
merupakan tindakan esensial karena karena sering terjadi
perdarahan gusi. Anak – anak dianjurkan untuk menghindari
aktivitas yang menibulkan trauma seperti bersepeda, memanjat
pohon, dan bermain sepatu roda.
2) Melaksanakan tindakan kewaspadaan dalam memberi dan
menangani agens kemoterapi. Banyak agens kemoterapi
bersifat vesikan (menimbulkan sklerosis) yang dapat
menimbulkan kerusakan sel yang berat. Untuk mengatasi
ektravasasi dengan cara obat – obatan kemoterapi harus
diberikan melalui slang infus. Pemberian dihentikan apabila
terlihat tanda – tanda infiltrasi seperti nyeri, rasa tersengat,
pembengkakan atau kemerahan pada tempat pemasangan
kanula infus.
3) Memberikan perawatan fisik dan dukungan emosional secara
berkesinambungan (Apriany, 2016).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS LEUKEMIA
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Biasanya leukemia
banyak diderita oleh anak yang berusia 2 sampai 5 tahun,
diamana penderita laki – laki lebih banyak dibandingkan
penderita perempuan.
b) Keluhan utama
1) Riwayat Kesehatan sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan anak demam, nafas
sesak, anak tampak bernafas cepat, terdapat petekie pada
tubuh anak, anak tampak letih. Anak meneguluh nyeri pada
ekstremitas, berkeringat pada malam hari, penurunan selera
makan, sakit kepala dan perasaan tidak enak badan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu juga mencakup riwayat
kesehatan keluarga yaitu keluarga juga mengalami
leukemia.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat kesehatan ibu saat hamil adanya pemaparan sinar-
X saat hamil muda, riwayat keluarga dengan Sindrom
down karena kelainan kromosom salah satu penyebab
terjadinya leukemia.
4) Riwayat pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan, nyeri pada ekstremitas,
anak mudah terserang infeksi.
5) Riwayat psikososial dan perkembangan
Kelainan juga dapat membuat anak mengalami gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan
karena aktivitas bermain anak dibatasi.
c) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran composmentis sampai koma
Tekanan darah hipotensi
Nadi takikardi
Suhu tubuh tinggi
Pernapasan takipnea sesak napas
2) Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang
ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening.
3) Mata
Biasanya pada pasien dengan leukemia konjungtiva anemis,
perdarahan retina.
4) Hidung
Biasanya pada hidung terjadi epistaksis.
5) Mulut
Biasanya pada wajah klien leukemiasering terjadi
perdarahan pada gusi
6) Thorax
Nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi pleura.
7) Abdomen
Biasanya pasien mengalami hepatomegali, spenomegali,
limfadenopati, nyeri abdomen
8) Kulit
Biasanya pada klien leukemia terdapat petekie pada tubuh
akibat perdarahan.
9) Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas terasa nyeri terutama pada
persendian apabila digerakkan
d) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah
Didapatkan Hb dan eritrosit menurun, leukosit rendah,
trombosit rendah.
2) Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan hampir selalu penuh dengan blastosit
abnormal dan sistem hemopoitik normal terdesak.
Aspirasi sumsum tulang (BMP) didapatkan hiperseluler
terutama banyak terdapat sel muda.
3) Lumbal punksi
Untuk mengetahui apakah sistem saraf pusat terinfiltrasi
4) Biopsi limpa
Memperlihatkan proliferasi el leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal,
RES, granulosit (Wijaya & putri, 2013).

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul


a. Risiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
b. Risiko perdarahan berhubungan dengan koagulasi inheren
c. Nyeri kronis berhubungan dengan pasca trauma karena gangguan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubugan dengan kurang asupan makanan
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi
h. Hipertermi berhubungan dengan sepsis
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan
j. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
(NANDA, 2015).

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai
tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarakan diagnosa yang ada
maka dapat disusun rencana tindakan sebagai berikut :

Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan Leukemia
No Nanda NOC NIC
1 Risiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan a. Status imunitas a. Kontrol infeksi
dengan Kriteria hasil: 1. Bersihkan lingkungan
imunosupresi 1. Fungsi dengan baik setelah
gastrointestinal digunakan setiap pasien
2. Fungsi respirasi 2. Batasi pengunjung
3. Suhu tubuh 2. Tempatkan isolasi
4. Integritas kulit sesuai tindakan
5. Jumlah sel darah pencegahan yang sesuai
putih absolut 4. Ajarkan cara cuci
6. Jumlah sel darah tangan bagi tenaga
putih diferensial kesehatan
5. Anjurjan pasien dan
b. Respon pengobatan pengunjung untuk
Kriteria hasil: mencuci tangan
1. Perubahan gejala 6. Jaga lingkungan aseptik
yang diharapkan yang optimal
2. Pemeliharaan 7. Tingkatkan intake
kadar darah yang nutrisi
diharapkan 8. Berikan terapi
3. Respon perilaku antibiotik yang sesuai
yang diharapkan 9.Ajarkan pasien dan
4. Reaksi alergi anggota keluarga
5. Interaksi mengenai bagaiman
pengobatan menghindari infeksi

c. Status nutrisi b. Manajemen nutrisi


Kriteria Hasil: 1. Identifikasi adanya
1. Asupan gizi alergi atau intoleransi
2. Asupan makanan makanan yang dimilki
3. Asupan cairan pasien
4. Energi 2. Instruksikan pasien
5. Rasio berat mengenai kebutuhan
badan/tinggi badan nutrisi
6. Hidrasi 3. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makanan

c. Monitot tanda-tanda
vital
1. Monitot tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernapasan
2. Pemantauan suhu tubuh
secara terus – menerus
dengan tepat
3. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipertermia

2. Risiko perdarahan NOC Pencegahan perdarahan


berhubungan a. Koagulasi darah 1. Monitor dengan ketat
dengan koagulasi Kriteria hasil: tejadinya perdarahan
inheren 1. Pembentukan 2. Monitor tanda dan gejal
bekuan perdarahan menetap
2. hemoglobin 3. Monitor komponen
3. hitung koagulasi darah
platelet/platele 4. Monitor tanda – tanda
t count vital
4. perdarahan 5. Berikan produk –
5. memar produk penggantian
6. petekie darah
7. BAB berdarah 6. Lindungi pasien dari
8. Gusi berdarah trauma yang dapat
menyebabkan
perdarahan
7. Gunakan sikat gigi yang
berbulu lembut untuk
perawatan rongga mulut
8. Berikan obat-obatan
9. Instruksikan pasien
untuk meningkatkan
makanan yang kaya
vitamin K

Manajemen kemoterapi
1. Monitor pemeriksaan
dan skrinning sebelum
pemberian kemoterapi
2. Monitor efek samping
dan efek toksik dari
pengobatan
3. Berikan informasi
kepada pasien dan
keluarga tentang efek
obat – obatan
kemoterapi pada sel
kanker
4. Instruksikan pasien dan
keluarga cara –
carauntuk mencegah
infeksi
5. Instruksikan pasien agar
segera melaporkan
gejala demam,
menggigil, perdarahan
hidung, memar tang
sanagt besar, BAB
berdarah
6. Instruksikan pasien dan
keluarga untuk
menghindari konsumsi
konsumsi produk yang
mengandung aspirin
7. Lakukan pencegahan
terjadinya neutropenia
dan perdarahan
8. Monitor status nutrisi
dan berat badan

3 Nyeri kronis NOC: NIC


berhubungan Pengetahuan Pemberian analgesik
dengan pasca : manajemen nyeri 1. Tentukan lokasi,
trauma karena Kriteria hasil: karakteristik, kualitas
gangguan 1. Tanda dan gejala dan keparahan nyeri
nyeri 2. Cek perintah pengobatan
2. Strategi untuk meliputi obat, dosis, dan
mengontrol nyeri frekuensi obat analgesik
3. Strategi untuk yang diresepkan
mengelola nyeri 3. Cek adanya alergi obat
kronis 4. Monitor tanda – tanda
4. Rejimen obat yang vital
diresepkan 5. Berikan analgesik sesuai
5. Penggunaan yang waktu
benar dari obat 6. Tentukan analgesik
yang diresepkan sebelumnya, rute
6. Pembatasan pemberian, dan dosis
aktivitas untuk mnecapai hasil
7. Tindakan – pengurangan nyeri
tindakan optimal
pencegahan 7. Evaluasi keefektifan
8. Teknik relaksasi analgesik
yang efektif
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
2. Gunakan komunikasi
terapeutik
3. Gali pegetahuan dan
kepercayaan pasien
mengenai nyeri
4. Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup
pasien
5. Berikan informasi
mengenai nyeri
6. Kendalikan faktor
lingkunganyang dapat
mempengaruhi nyeri
7. Ajarkan penggunaan
teknik nofarmakologi
8. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat

4 Ketidakseimbang NOC: NIC:


an nutrisi kurang a. Nutritional status Nutrition Management
dari kebutuhan Kriteria hasil: 1. Kaji adanya alergi
tubuh berhubugan 1. Asupan nutrisi makan
dengan kurang 2. Asupan makanan 2. Tanyakan makanan
asupan makanan 3. Asupan cairan yang disukai pasien
4. Energy 3. Kolaborasi dengan ahli
5. Berat/ tinggi badan gizi untuk menentukan
6. Hematokrit jumlah kalori dan
7. Bentuk otot nutrisi yang
8. Hidrasi dibutuhkan pasien
4. Anjurkan pasien untuk
b. Nutritional status: meningkatkan intake
food and fluid Fe
intake 5. Anjurkan pasien untuk
Kriteria hasil: meningkatkan protein
1. Asupan makanan dan vitamin C
oral 6. Berikan substansi gula
2. Asupan cairan 7. Yakinkan diet yang
slang (NGT/ OGT) diberikan mengandung
3. Asupan cairan oral tinggi serat untuk
4. Asupan cairan mencegah konstipasi
intravena (IV) 8. Berikan makan yang
Asupan nutrisi terpilih (sudah
parenteral dikonsultasikan dengan
ahli gizi
9. Monitor jumlah nutrisi
c. Nutritional status: dan kandungan kalori
nutrient intake 10. Berikan informasi
Kriteria hasil: mengenai kebutuhan
1. Asupan kalori nutrisi anak
2. Asupan protein
3. Asupan lemak Nutrition Monitoring
4. Asupan 1. BB pasien dalam batas
karbohidrat normal
5. Asupan serat 2. Monitor adanya
6. Asupan vitamin penurunan berat badan
7. Asupan mineral 3. Monitor interaksi anak
8. Asupan besi selama makan
9. Asupan kalsium 4. Monitor lingkungan
10. Asupan sodium selama makan
5. Monitor perubahan
d. Weight: body mess kulit dan monitoring
Kriteria hasil: pigmentasi
1. Berat badan 6. Monitor turgor kulit
2. Ketebalan lipatan 7. Monitor mual muntah
kulit trisep 8. Monitor kadar
3. Ketebalan lipatan albumin, total protein,
kulit subskapularis Hb dan kadar Ht
4. Persentase lamak 9. Monitor pertumbuhan
tubuh dan perkembangan
5. Lingkar kepala 10. Monitor pucat,
(cm) kemerahan dan
6. Tinggi badan (cm) kekeringan pada
7. Berat badan (kg) konjungtiva
5 Ketidakefektifan NOC: NIC
perfusi jaringan a. Circulation Status a. manajemen hipovolemi
perifer Kriteria hasil : 1. Timbang berat badan
berhubungan 2. Monitor adanya
dengan kurang 1. Systolic blood tanda – tanda dehidrasi
pengetahuan pressure dalam 3. Monitor adanya pusing
tentang proses rentang normal saat berdiri
penyakit 2. Diastolic blood 4. Monitor adanya
pressure dalam sumber – sumber
rentang normal kehilangan cairan
3. Pulse pressure 5. Monitor asupan dan
dalam rentang pengeluaran
normal 6. Monitor hasil
4. CVP dalam retang laboratorium
normal 7. Jaga kepatenan akses
5. MAP dalam IV
rentang normal
6. Saturasi O2 dalam b. Monitor neurologi
rentang normal 1. Monitor tingkat
7. Tidak asites kesadaran
b. Tissue Perfusion : 2. Monitor tanda – tanda
Peripheral vital
Kriteria hasil : 3. Monitor status
1. CRT (jari tangan pernapasan
dan kaki) dalam 4. Catat keluhan sakit
batas normal kepala
2. Suhu kulit 5. Pantau ukuran pupil,
ekstremitas dalam bentuk, kesimetrisan
rentang normal 6. Monitor reflek korna
3. Kekuatan denyut 7. Monitor paresthesia :
nadi (karotis kanan mati rasa dan
dan kiri;brachial kesemutan
kanan dan kiri;
femur kanan dan c. Terapi oksigen
kiri, radialis kanan 1. Pertahankan kepatenan
dan kiri) dalam jalan napas
rentang normal 2. Siapkan peralatan
4. Blood pressure dan oksigen
MAP dalam 3. Berikan oksigen
rentang normal 4. Monitor aliran oksigen
5. Monitor kerusakan
kulit terhadap adanya
gesekan perangkat
oksigen

d. Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, Nadi,
Suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor suara paru
5. Monitor pola
pernapasan yang
banormal
6. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit

6 Hambatan NOC NIC


mobilitas fisik Exercise Therapy:
berhubungan 1. Klien meningkat ambulatio
n
dengan kerusakan dalam aktivitas fisik 1. Monitoring vital sign
integritas struktur 2. Mengerti tujuan dari sebelum dan sesudah
tulang peningkatan latihan dan lihat respon
mobilitas pasien saat latihan
3. Memverbalisasikan 2. Konsultasikan dengan
perasaan dalam terapi fisik tentang
meningkatkan rencana ambulasi sesuai
kekuatan dan dengan kebutuhan
kemampuan 3. Kaji kemapuan pasien
berpindah dalam mobilisasi
4. Latih pasien dalam
pemenuhan kbeutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
pasien
5. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
6. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
7. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
7. Kerusakan NOC NIC
integritas kulit Tissue integrity : Skin Pressure Management
berhubungan and
dengan 1. Anjurkan pasien untuk
imunodefisiensi Mucous Membranes menggunakan
pakaianyang longgar
Kriteria hasil : 2. Hindari kerutan pada
tempat tidur
1) Integritas kulit 3. Jaga kebersihan kulit
yang baik bisa agar tetap bersih dan
dipertahankan kering
( sensasi, elastic 4. Mobilisasi pasien (ubah
sitas, temperature, posisi pasien setiap dua
hidrasi, jam sekali)
pigmentasi ) 5. Monitor kulit akan
2) Tidak ada luka / danya kemerahan
lesi pada kulit 6. Oleskan lotion atau
3) Perfusi jaringan minyak baby/baby oil
baik pada daerah yang
4) Menunjukkan tertekan
pemahaman dalam 7. Monitor aktivitas dan
proses perbaikan mobilisasi pasien
kulit dan mencegah 8. Monitor status nutrisi
terjadinya cedera pasien
berulang Memandikan pasien dengan
5) Mampu melindungi
kulit dan sabun dan air hangat
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami

8. Hipertermi NOC NIC


berhubungan Thermoregulation Fever treatment
dengan dehidrasi 1. Berkeringat saat 1. Monitor suhu sesering
panas mungkin
2. Menggigil saat 2. Monitor IWL
dingin 3. Monitor warna kulit
3. Denyut jantung dan suhu kulit
apical 4. Monitor TD, nadi dan
4. Denyut nadi apical RR
5. Pernafasan 5. monitor penurunan
6. Melaporkan suhu kesadaran
tubuh 6. monitor Intake dan
7. Peningkatan suhu output
tubuh 7. monitor WBC, HB dan
Ht
Vital sign 8. berikan antipiretik
Kriteria hasil: 9. selimuti pasien
10. berikan cairan
1. Suhu tubuh intravena
2. Seperti mendengkur 11. tingkatkan sirkulasi
3. Denyut jantung udara
4. Irama jantung
5. Tekanan darah temperature regulation
sistolik 1. monitor suhu minimal
6. Tekanan darah tiap 2 jam
diastolic 2. rencanakan monitoring
7. Tekanan nadi suhu secara kontinyu
8. Kedalaman inspirasi 3. monitor TD, Nadi, dan
RR
4. monitor warna kulit
dan suhu kulit
5. monitor tanda- tanda
hipertermi
6. tingkatkan intake dan
output
7. diskusikan dengan
keluarga pentingnya
pengaturan suhu tubuh
dan kemungkinan efek
negative dari
kedinginan
8. ajarkan cara kompres
vital sign monitoring
1. monitor TD, Nadi,
suhu dan RR
2. catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. monitor kualitas nadi
4. monitor frekuensi dan
irama pernafasan
5. monitor suara paru.
6. Monitor pola nafas
abnormal
9. Gangguan citra NOC NIC
tubuh Adaptasi
berhubungan terhadap Peningkatan harga diri
dengan program 1. Monitor pernyataan
Disabilitas Fisik pasien mengenai harga
pengobatan
Kriteria Hasil : diri
2. Tentukan kepercayaan
1. Menyampaikan diri pasien dalam hal
secara lisan penilaian diri
kemampuan untuk 3. Bantu pasien
menyesuaikan mengidentifikasi
terhadap disabilitas respon positif dari
2. Menyampaikan orang lain
secara lisan 4. Eksplorasi alasan-
penyesuaian alasan untuk
terhadap disabilitas mengkritik diri atau
3. Beradaptasi rasa bersalah
terhadap 5. Fasilitasi lingkungan
keterbatasan secara dan aktivitas-aktivitas
fungsional yang akan
4. Mengidentifikasi meningkatkan harga
cara-cara untuk diri
beradaptasi dengan 6. Sampaikan atau
perubahan hidup ungkapkan
kepercayaan diri pasien
dalam mengatasi
situasi

10. Kekurangan NOC NIC


volume cairan a. Fluid Balance a. fluid management
berhubungan (keseimbangan (manajemen cairan)
dengan cairan) 1. pantau kadar serum
kehilangan cairan Kriteria hasil: elektrolit yang
aktif. 1. Tekanan darah abnormal
2. Denyut nadi radial 2. pemberian cairan
3. Tekanan nadi 3. ambil specimen
4. Tekanan vena laboratorium untuk
central (CVP) memantau perubahan
5. Tekanan perifer tingkat cairan dan
6. Keseimbangan elektrolit (hematokrit,
masukan dan BUN, protein, sodium,
pengeluaran dalam tingkat kalium)
24 jam 4. timbang BB setiap hari
7. Berat badan (bb) dan pantau
stabil perubahannya
8. Turgor kulit 5. promosikan intake oral
9. Hematokrit misalnya memberikan
10. Membran mukosa cairan lewat mulut
lembab pasien
11. Elektrolit serum 6. monitor vital sign
7. menjaga catatan yang
b. Hydration akurat dari intake dan
Kriteria hasil: output
1. Turgor kulit 8. monitor respon pasien
2. Kelembaban terhadap terapi
membrane mukosa elektrolit yang
3. Asupan cairan ditentukan
4. Pengeluaran urine 9. memonitor tanda dan
5. Natrium serum gejala
6. Perfusi jaringan ketidakseimbangan
7. Fungsi kognitif elektrolit
10. monitor tanda dan
c. Nutritional status: gejala retensi cairan
food and Fluid
Intake b. fluid monitoring
Kriteria Hasil: (monitoring cairan)
1. Asupan makanan 1. menentukan catatan
oral dari jumlah dan jenis
2. Asupan cairan intake cairan dan
slang (NGT/ OGT) kebiasaan eliminasi
3. Asupan cairan oral 2. monitor berat badan
4. Asupan cairan 3. monitor intake dan
intravena (IV) output
5. Asupan nutrisi 4. monitor nilai serum
parenteral dan elektrolit urin
5. monitor serum albumin
dan total protein
6. monitor TD, nadi,
pernafasan
7. monitor tekanan darah
ortostatik dan
perubahan irama
jantung
8. monitor parameter
hemodinamik invasif
9. menjaga cataatan
akurat intake dan
output
10. monitor kelembaban
mukosa, turgor kulit
dan haus
11. monitor warna,
qualitas dan berat jenis
urine
12. mengelola terapi
farmakologi untuk
output cairan

c. fluid
resuscitation(resusitas
i cairan)
1. memberi dan
mempertahankan IV
2. kolaborasi dengan
dokter dalam
memberikan cairan
baik kristaloid ( RL)
dan koloid
3. mengelola cairan IV
4. mengambil specimen
darah untuk cross
metch
5. monitor respon
hemodinamik
6. monitor status oksigen
7. monitor pengeluaran
berbagai cairan tubuh
8. monitor Bun, kratinin,
total protein, dan tinkat
albumin
9. monitor oedema
pulmonary dan
kehausan
DAFTAR PUSTAKA

Apriany, Dyna. 2016. Asuhan Keperawatan Anak dengan Keganasan. Bandung :


PT Refika Aditama.

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Brawijaya Malang. Diakses dalam
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=404864&val=4γ87&titl
e=Gangguan%β0Keseimbangan%β0Elektrolit%β0%β0Sesudah%β0Kemote
rapi%β0Induksi%β0Remisi%β0pada%β0Anak%β0dengan%β0%β0Leukem
ia%β0Limfoblastik%β0Akut, diakses tanggal 5april 2021.
Wolley. Gunawan. Warouw. (2016).

Perubahan status gizi pada anak dengan


leukemia limfoblastik akut selama pengobatan. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, nomor 1 diakses dalam
Poltekkes Kemenkes Padang
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=4γβ0γ1&val=1001&titl
e=Perubahan%β0status%β0gizi%β0pada%β0anak%β0dengan%β0leukemia
%β0limfoblastik%β0akut%β0selama%β0pengobatan, diakses tanggal 5 april 2021.

Anda mungkin juga menyukai