LEUKIMIA AML
PROFESI NERS
STIKES BAITURRAHIM PROPINSI JAMBI
2021
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Leukemia proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembekuan darah ( Suriadi & Yuliani, 2010). Leukemia adalah kanker
jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit), dihasilkan
leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan
leukosit – leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh
(Betz & Sowden, 2009).
Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah
leukosit dalam bentuk seringkali rendah, sel – sel imatur ini tidak
sengaja menyerang dan menghacurkan sel darah normal atau jaringan
vaskuler (Apriany, 2016).
2. Penyebab
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (T cell leukemia lymphoma virus/HTLV).
b. Tingkat radiasi yang sangat tinggi
c. Obat – obatan imunosupresif, obat – obat karsinogenik seperti
diethylstilbestrol.
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down syndrome (Suriadi &
Yuliani, 2010).
3. Klasifikasi
Dalam istilah yang paling luas leukemia pada anak dapat
diklasifikasikan sebagai akut, kronik, kongenital. Leukemia akut
menunjukkan proliferasi maligna sel immatur (blastik). Jika proliferasi
itu sebagian melibatkan jenis sel yang lebih matur (berdiferensiasi),
leukemia itu diklasifikasikan kronik. Leukemia kongenital atau
neonatal adalah leukemia yang terdiagnosis dalam 4 minggu pertama
kehidupan bayi. Leukemia pada anak biasanya jenis limfoblastik akut
(ALL) (Apriany, 2016).
a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak – anak di
bawah umur 15 tahun. Manifestasi berupa poliferasi limfoblas
abnormal dalam sum – sum tulang dan tempat – tempat
ekstramedular.
b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia
(ANLL)
Merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari trasformasi
suatu atau beberapa sel hematopoitek. Sifat sebenarnya dari lesi
molekular yang bertanggung jawab atas sifat – sifat neoplasmik
dari sel yang berubah bentuknya tidak jelas, tapi defek krisis
adanya instrinsik dan dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut.
c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)
Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) adalah penyakit klonal sel
induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit
mieloproliferatif.
CML merupakan neoplasma pada sel tunas hematopoietik yang
berpotensi menimbulkan proliferasi progenitor granulositik.
Definisi lain menyebutkan CML merupakan suatu penyakit yang
dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dari jumlah leukosit darah,
tanpa akumulasi dari segala bentuk dan belum menghasilkan
granulosit matang.
d. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)
Usia rerata paisen saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-15%
kurang dari 50 tahun. Risiko terjadinya LLK meningkat seiring
usia. Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah , 8:1
perempuan tua.
e. Leukemia Kongenital
Leukemia kongenital sangat jarang terjadi, terdapat kurang 100
kasus yang tercatat dengan baik, dengan sebagian besar adalah
AML. Leukemia ini biasanya ditandai oleh hiperleukositosis,
hepatosplenomegeli, infiltrat kulit nodular, dan gawat napas
sekunder akibat leukositasis pulmonal. Leukemia kongenital telah
dihubungkan dengan sindromdown, sindrom turner, trisomi 9,
monosomi 7 mosaik, penyakit jantung kongenital (Apriany, 2016).
Dua bentuk penyakit leukemia yang umumnya ditemukan pada
anak – anak adalah leukemia limfoid akut (ALL) dan leukemia
nonlimfoid akut (ANLL/AML) (Wong, 2009).
4. Manifestasi Klinis
a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)
Gambaran klinis ALL cukup bervariasi, dan gejalanya dapat
tampak tersembunyi atau akut. Manifestasi klinisnyaantara lain
pucat, mudah memar, letargi, anoreksia, malaise, nyeri tulang,
nyeri perut dan perdarahan. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan hal – hal sebagai berikut : demam, keletihan, anoreksia,
pucat, petekie dan ekimosis pada kulit atau membran mukosa,
perdarahan retina, pembesaran dan fibrosis organ – organ sistem
retikuloendotelial seperti hati, limpa, dan limfonodus, berat badan
turun, nyeri abdomen yang tidak jelas, nyeri sendi dan nyeri tekan
pada tulang (Betz & Sowden 2009).
b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia
(ANLL)
Leukemia mieloblastik akut merupakan suatu kelompok penyakit
yang heterogen yang memberikan prognosis buruk. Gejala dan
tanda AML yang muncul meliputi pucat, demam, nyeri tulang, dan
perdarahan kulit serta mukosa.
Meskipun ALL dan AML tidak dapat dibedakan berdasarkan
temuan klinis sekarang, beberapa subtipe dari AML memiliki
manifestasi yang berbeda. Leukemia promielositik akut sering kali
berhubungan dengan koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan
perdarahan yang serius, sedangkan leukemia monoblastik atau
mielomonoblastik akut dapat memperlihatkan hipertrofi gusi dan
nodul kulit. Koagulasi intravaskuler diseminata terjadi lebih sering
dan lebih serius pada AML (Apriany, 2016).
c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)
CML terutama terjadi pada orang dewasa yang berusia antara 25
dan 60 tahun, insiden puncaknya terletak pada usia antara 40 dan
50, tahun. Walaupun demikian, penyakit ini dapat terjadi pada
anak, neonatus, dan orang yang sangat tua. Gejala klinik CML
tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut,
yaitu :
1) Fase kronik, terdiri atas :
a) Gejala – gejala yang berhubungan dengan
hipermetabolisme, misalnya penutrunan berat badan, badan
kelelahan, anoreksia, atau keringat malam.
b) Splenomegali hampir selalu ada dan sering kali bersifat
masif. Pada beberapa pasien, pembesaran limpa disertai
dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau gangguan
pencernaan.
c) Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardi.
d) Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan di
tempat – tempat lain akibat fungsi trombosit yang abnormal.
e) Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh
hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan
dapat menimbulkan masalah.
f) Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan
dan priapismus (Apriany, 2016).
2) Fase transformasi akut, terdiri atas :
a) Perubahan terjadi pelan – pelan dengan prodomal selama 6
bulan, disebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru
yaitu demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin
progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun,
leukositosis meningkat dan trombosit menurun dan
akhirnya menjadi gambaran leukemia akut.
b) Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara
mendadak, tanpa didahului masa prodomal, keadaan ini
disebut kritis bastik(blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat
penderita sering meninggal dalam 1 sampai 2 bulan
(Apriany, 2016).
d. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)
Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menimbulkan
gejala. Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan
limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan.
Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan
infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin mencolok
sejalan dengan perjalanan penyakitnya, dan juga limfadenopati
massifdapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk ikterus
obstruktif, disfagia uropati obstuktif, edema ekstremitas bawah.
Infeksi bakteri dan jamur sering ditemukan pada stadium lanjut
karena defisiensi imun dan neutropenia (akibat infiltrasi sum – sum
tulang, kemoterapi, atau hipersplenisme) (Apriany, 2016).
5. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi tanpa batas sel – sel darah putih yang
imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. Sel – sel imatur
ini tidak sengaja menyerang dan menghansurkan sel darah normal atau
jaringan vaskular (Betz & Sowden , 2009).
Walaupun bukan suatu tumor, sel – sel leukemia memperlihatkan sifat
neoplastik yang sama seperti sel – sel kanker yang solid. Oleh karena
itu, keadaan patologi dan menifestasi klinisnya disebabkan oleh
infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel – sel
leukemia nonfungsional. Organ – organ yang terdiri banyak pembuluh
darah, seperti limpa dan hati, merupakan organ yang terkena paling
berat (Wong, 2009).
Sel – sel leukemia berinfiltrasi kedalam sum – sum tulang,
menggantikan unsur – unsur sel yang normal, sehingga mengakibatkan
timbulnya anemia dan menghasilkan sel darah merah dalam jumlah
yang tidak mencukupi bagi tubuh (Betz & Sowden , 2009). Invasi sel –
sel leukemia kedalam sum – sum tulang secara perlahan akan
melemahkan tulang dan cenderung mengakibatkan fraktur. Karena
sel – sel leukemia menginvasi periosteum, peningkatan tekanan
menyebabkan nyeri yang hebat (Wong, 2009).
Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang
bersirkulasi. Infeksi juga lebih sering terjadi karena berkurangnya
jumlah leukosit normal. Invasi sel – sel leukemik kedalam organ –
organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan
limfadenopati (Betz & Sowden , 2009).
Limpa Splenomegali
Kelenjar limfe Limfadenopati
Sistem saraf pusat, 1. Peningkatan tekanan Sakit kepala hebat
meninges intrakranial, Muntah
pelebaran ventrikulus Iritabilitas, letargi
2. Iritasi meninges Papiledema
Akhirnya koma
Nyeri
Kaku kuduk dan
punggung kaku
Hipermetabolisme Sel – sel normal Pelisutan (atrofi)
mengalami kekurangan otot
zat gizi karena dirampas Penurunan berat
oleh sel – sel yang badan
menginvasinya Anoreksia
Keletihan
Infiltrasi
BB↓ Mk:
Ggn nutrisi < kebutuhan tubuh
6. Respon tubuh terhadap fisiologis
Sistem persarafan
Sel – sel leukemia menginvasi sistem saraf pusat yang menyebabkan
peningkatan intrakranial. Akibatnya terjadi desakan pada otak dan
selaput sehingga aliran darah ke serebral menurun , perfusi tidak
adekuat, PCO2 meningkat dan PO2 menurun, karena PO2 menurun
otak mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran pada anak.
Sistem endokrin
Adanya infiltrasi pada ektra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati dan limpa, kemudian terjadi penekanan pada ruang
abdomen sehingga tekanan intra abdomen meningkat, menimbulkan
nyeri pada pada abdomen. Nyeri abdomen dapat menghilangkan nafsu
makan pada anak.
Sistem ekstremitas
Infiltrasi pada ektra medular juga mengakibatkan nyeri pada sendi dan
tulang akibat dari susum tulang didesak oleh sel darah putih, sehingga
terjadi kelemahan tulang akibatnya tulang lunak dan lemah dapat
terjadi fraktur fisiologis.
Sistem integumen
Proliferasi sel kanker menginvasi sumsum tulang, sel normal
digantikan oleh sel kanker sehingga terjadi depresi produksi sumsum
tulang mengakibatkan penurunan trombosit. Terjadi penurunan
trombosit terjadinya trombositopenia yang dapat terjadi perdarahan
pada tubuh, salah satu perdrahan secara tidak langsung adalah terdapat
petekie pada kulit dan ruam kemerahan tanpa sebab.
Sistem penecernaan
Pencegahan sel leukemia menginvasi keorgan lain dilakukan terapi,
salah satunya kemoterapi. Obat – obat emoterapi tidak hanya
menghancurkan sel – sel kanker tetapi juga pada sel normal, sehingga
menimbulkan berbagai efek samping salah satunya meyebabakan luka
pada mulut, bibir, mual dan muntah, penurunan nafsu makan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi
berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa adanya
pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang menyebabkan
gambaran tepi monoton dan terdapat sel blas. Terdapat sel blas
dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk leukemia.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis
sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Anak dengan sel darah putih lebih dari 50.000/mm 3 adalah tanda
prognosis kurang baik. Kadar hematokrit dan hemoglobin rendah
mengindikasikan anemia. Trombosit rendah mengindikasikan
potensial perdarahan.
b. Aspirasi sumsum tulang (BMP), hiperseluler terutama banyak
terdapat sel muda
c. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel
yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit
normal, RES, granulosit.
d. Cairan serebrospinalis atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
Bila terdapat jumlah patologis dan protein, berarti suatu leukemia
meningeal. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX)
secara intratekal secara rutin pada setiap pasien yang menunjukkan
gejala tekanan intrakranial meninggi.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar hemoglobin (Hb)
kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan
perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila
terdapat tanda – tanda DIC dapat diberikan heparin (Ngastiyah,
2012).
2) Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik,
tujuannya untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan
sel kanker, kemoterapi dapat membunuh sel kanker yang telah
lepas dari sel kanker induk atau bermetastase melalui darah dan
limfe ke bagian tubuh lain. Prose kemoterapi terbagi dalam
empat fase, yaitu :
a) Terapi induksi
Yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang
dari 5% sel – sel leukemia dalam sum – sum tulang.
Hampir segera setelah diagnosis ditegakkan, trrapi induksi
dimulai dan berlangsung selama 4 hingga 6 minggu.
Obat – obatan utama yang dipakai untuk induksi pada
ALL adalah kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin,
dan L-asparaginase, dengan atau tanpa doksorubisin.
Terapi obat pada AML meliputi doksorubisin atau
daunorubisin (daunomisin) dan sitosin arabinosida.
b) Terapi profilaksis SSP
Yang mencegah agar sel – sel leukemia tidak menginvasi
SSP. Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis
melalui kemoterapi intratekal dengan metotreksat,
sitarabin, dan hidrokortison. Karena adanya kekhawatiran
terhadap terhadap efek samping iradiasi kranial, terapi ini
hanya dialakukan pada pasien – pasien yang beresiko
tinggi dan yang memiliki penyakit SSP.
c) Terapi intensifikasi (konsolidasi)
Yang menghilangkan sel – sel leukemia yang masih tersisa,
diikuti dengan terapi intensifikasi lambat (delayed
intensification), yang mencegah timbulnya klon leukemik
yang resisten. Penyuntikan intratekal yang menyertai
kemoterapi sistemik meliputi pemberian Lasparaginase,
metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin, vinkristin
dan merkaptopurin.
d) Terapi rumatan
Yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi
rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi
selesai dan berhasil dengan baik untuk memelihara remisi
selanjutnya mengurangi jumlah sel leukemia. Regimen
terapi obat kombinasi yang meliputi pemberian
merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali,
dan terapi intratekal secara periodik diberikan selama 2
tahun kemudian. Demikian juga selama terapi rumatan,
harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk
mengevaluasi respons sum – sum tulang terhadap obat –
obatan yang dilakukan.
e) Reinduksi sesudah relaps
Adanya sel – sel leukemia dalam sumsum tulang, SSP atau
testis menunjukkan terjadinya relaps atau kekambuhan
penyakit. Terapi pada anak – anak yang mengalami relaps
mengalami relaps meliputi terapi reinduksi dengan
prednison dan vinkristin, disertai pemberian kombinasi
obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif SSP dan
terapi rumatannya dilaksanakan sesuai dengan yang telah
diuraikan sebelumnya dan dilaksanakan setelah remisi.
Efek samping kemoterapi disebabkan dari efek non-spesifik
dari obat – obat sitotoksik sehingga menghambat proliferasi
tidak hanya sel – sel kanker melainkan juga sel normal. Efek
samping obat kemoterapi atau obat sitotoksik dapat berupa :
a) Sel – sel darah
Sel – sel ini melawan infeksi, membantu darah membeku,
dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika sel – sel
terpengaruh, penderita leukemia lebih mudah mengalami
infeksi, memar, perdarahan, dan rasa lemah serta lelah.
b) Sel – sel pada akar rambut
Kemoterapi dapat menimbulkan kerontokan rambut.
c) Sel – sel yang melapisi pencernaan
Kemoterapi dapat menyebabkan luka mulut dan bibir, mual
dan muntah, diare, serta penurunan nafsu makan (Maharani,
2009).
3) Terapi radiasi
Terapi radiasi (radiotherapy) dilakukan dengan menggunakan
sinar – sinar bertenaga tinggi untuk membunuh sel – sel
leukemia.pada terapiini, radiasi diarahkan pada limpa, otak,
atau bagian – bagian dari tubuh yang menjadi tempat
berkumpulnya sel – sel leukemia. Radiasi ini biasanya
diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang. Ketika pasien
menerima terapi radiasi umumnya kulit menjadi kemerahan,
kering, dan peka pada area yang dirawat (Maharani, 2009).
4) Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang sudah dilakukan untuk
penanganan anak – anak yang menderita ALL dan AML
dengan hasil yang baik. Mengingat prognosis ank-anak yang
menderita AML lebih buruk, transplantasi sumsum tulang
alogenik bisa dipertimbangkan selama remisi pertama.
Transplantasi sumsum tulang alogenik meliputi tindakan
memperoleh sumsum tulang dari donor anggota keluarga yang
histokompatibel dan cocok (Wong, 2008).
Meskipun terapi yang agresif pada kanker dimasa kanak – kanak
telah menghasilkan perbaikan yang dramatis pada angka
keberhasilan hidup, namun terdapat peningkatan kekhawatiran
mengenai efek lanjutnya. Efek lanjut yang paling menghancurkan
adalah terjadinya kelainan keganasan sekunder. Anak – anak yang
mendapatkan iradiasi kranial pada usia 5 tahun atau kurang
merupakan kelompok yang paling rentan terkena tumor otak
(Wong, 2008).
b. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan
pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis
pasien pada umumnya kurang baik, maka pendekatan psikologis
harus diutamakan. Diagnosis leukemia cenderung menimbulkan
rasa cemas pada keluarga dan pasien. Perawat merupakan sarana
untuk memberikan dukungan dan menentramkan perasaan cemas,
selain memberi penjelasan yang akurat mengenai pemeriksaan
diagnostik, prosedur dan rencana terapi.
1) Mempersiapkan anak dan keluarganya dalam menghadapi
prosedur diagnostik dan terapeutik. Anak memerlukan
penjelasan mengenai prosedur dan hasil yang diharapkan dari
prosedur tersebut.
Mencegah komplikasi mielosupresi, proses leukemia sebagian
besar agens kemoterapi menyebabkan supresi sumsum tulang
(mielosupresi). Jumlah sel darah merah yang menurun
menimbulkan permasalahan sekunder berupa infeksi,
kecenderungan perdarahan dan anemia.
Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker dimasa
anak – anak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder
karena neutropenia. Pencegahan infeksi dapat dilakukan
dengan cara mengendalikan penularan infeksi. Cara ini
meliputi pemakaian ruang rawat pribadi, membatasi
pengunjung dan petugas kesehatan yang menderita infeksi aktif
dan mencuci tangan dengan larutan antiseptik. Keadaan anak
perlu dievaluasi untuk menemukan lokasi yang berpotensi
menjadi tempat infeksi dan dipantau setiap kenaikan suhu
tubuh anak.
Komplisai lain yang sering ditemukan adalah perdarahan.
Perdarahan dapat dicegah dengan pemberian transfusi
trombosit. Kemudian perawatan mulut yang seksama
merupakan tindakan esensial karena karena sering terjadi
perdarahan gusi. Anak – anak dianjurkan untuk menghindari
aktivitas yang menibulkan trauma seperti bersepeda, memanjat
pohon, dan bermain sepatu roda.
2) Melaksanakan tindakan kewaspadaan dalam memberi dan
menangani agens kemoterapi. Banyak agens kemoterapi
bersifat vesikan (menimbulkan sklerosis) yang dapat
menimbulkan kerusakan sel yang berat. Untuk mengatasi
ektravasasi dengan cara obat – obatan kemoterapi harus
diberikan melalui slang infus. Pemberian dihentikan apabila
terlihat tanda – tanda infiltrasi seperti nyeri, rasa tersengat,
pembengkakan atau kemerahan pada tempat pemasangan
kanula infus.
3) Memberikan perawatan fisik dan dukungan emosional secara
berkesinambungan (Apriany, 2016).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS LEUKEMIA
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Biasanya leukemia
banyak diderita oleh anak yang berusia 2 sampai 5 tahun,
diamana penderita laki – laki lebih banyak dibandingkan
penderita perempuan.
b) Keluhan utama
1) Riwayat Kesehatan sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan anak demam, nafas
sesak, anak tampak bernafas cepat, terdapat petekie pada
tubuh anak, anak tampak letih. Anak meneguluh nyeri pada
ekstremitas, berkeringat pada malam hari, penurunan selera
makan, sakit kepala dan perasaan tidak enak badan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu juga mencakup riwayat
kesehatan keluarga yaitu keluarga juga mengalami
leukemia.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat kesehatan ibu saat hamil adanya pemaparan sinar-
X saat hamil muda, riwayat keluarga dengan Sindrom
down karena kelainan kromosom salah satu penyebab
terjadinya leukemia.
4) Riwayat pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan, nyeri pada ekstremitas,
anak mudah terserang infeksi.
5) Riwayat psikososial dan perkembangan
Kelainan juga dapat membuat anak mengalami gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan
karena aktivitas bermain anak dibatasi.
c) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran composmentis sampai koma
Tekanan darah hipotensi
Nadi takikardi
Suhu tubuh tinggi
Pernapasan takipnea sesak napas
2) Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang
ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening.
3) Mata
Biasanya pada pasien dengan leukemia konjungtiva anemis,
perdarahan retina.
4) Hidung
Biasanya pada hidung terjadi epistaksis.
5) Mulut
Biasanya pada wajah klien leukemiasering terjadi
perdarahan pada gusi
6) Thorax
Nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi pleura.
7) Abdomen
Biasanya pasien mengalami hepatomegali, spenomegali,
limfadenopati, nyeri abdomen
8) Kulit
Biasanya pada klien leukemia terdapat petekie pada tubuh
akibat perdarahan.
9) Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas terasa nyeri terutama pada
persendian apabila digerakkan
d) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah
Didapatkan Hb dan eritrosit menurun, leukosit rendah,
trombosit rendah.
2) Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan hampir selalu penuh dengan blastosit
abnormal dan sistem hemopoitik normal terdesak.
Aspirasi sumsum tulang (BMP) didapatkan hiperseluler
terutama banyak terdapat sel muda.
3) Lumbal punksi
Untuk mengetahui apakah sistem saraf pusat terinfiltrasi
4) Biopsi limpa
Memperlihatkan proliferasi el leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal,
RES, granulosit (Wijaya & putri, 2013).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai
tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarakan diagnosa yang ada
maka dapat disusun rencana tindakan sebagai berikut :
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan Leukemia
No Nanda NOC NIC
1 Risiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan a. Status imunitas a. Kontrol infeksi
dengan Kriteria hasil: 1. Bersihkan lingkungan
imunosupresi 1. Fungsi dengan baik setelah
gastrointestinal digunakan setiap pasien
2. Fungsi respirasi 2. Batasi pengunjung
3. Suhu tubuh 2. Tempatkan isolasi
4. Integritas kulit sesuai tindakan
5. Jumlah sel darah pencegahan yang sesuai
putih absolut 4. Ajarkan cara cuci
6. Jumlah sel darah tangan bagi tenaga
putih diferensial kesehatan
5. Anjurjan pasien dan
b. Respon pengobatan pengunjung untuk
Kriteria hasil: mencuci tangan
1. Perubahan gejala 6. Jaga lingkungan aseptik
yang diharapkan yang optimal
2. Pemeliharaan 7. Tingkatkan intake
kadar darah yang nutrisi
diharapkan 8. Berikan terapi
3. Respon perilaku antibiotik yang sesuai
yang diharapkan 9.Ajarkan pasien dan
4. Reaksi alergi anggota keluarga
5. Interaksi mengenai bagaiman
pengobatan menghindari infeksi
c. Monitot tanda-tanda
vital
1. Monitot tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernapasan
2. Pemantauan suhu tubuh
secara terus – menerus
dengan tepat
3. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipertermia
Manajemen kemoterapi
1. Monitor pemeriksaan
dan skrinning sebelum
pemberian kemoterapi
2. Monitor efek samping
dan efek toksik dari
pengobatan
3. Berikan informasi
kepada pasien dan
keluarga tentang efek
obat – obatan
kemoterapi pada sel
kanker
4. Instruksikan pasien dan
keluarga cara –
carauntuk mencegah
infeksi
5. Instruksikan pasien agar
segera melaporkan
gejala demam,
menggigil, perdarahan
hidung, memar tang
sanagt besar, BAB
berdarah
6. Instruksikan pasien dan
keluarga untuk
menghindari konsumsi
konsumsi produk yang
mengandung aspirin
7. Lakukan pencegahan
terjadinya neutropenia
dan perdarahan
8. Monitor status nutrisi
dan berat badan
c. fluid
resuscitation(resusitas
i cairan)
1. memberi dan
mempertahankan IV
2. kolaborasi dengan
dokter dalam
memberikan cairan
baik kristaloid ( RL)
dan koloid
3. mengelola cairan IV
4. mengambil specimen
darah untuk cross
metch
5. monitor respon
hemodinamik
6. monitor status oksigen
7. monitor pengeluaran
berbagai cairan tubuh
8. monitor Bun, kratinin,
total protein, dan tinkat
albumin
9. monitor oedema
pulmonary dan
kehausan
DAFTAR PUSTAKA