Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN

Leukemia adalah poliferasi tak teratur atau akumulasi sel-sel darah


putih dan sumsum tulang, menggantikan elemen-elemen sum-sum normal
(Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth edisi 2 hal 336)

Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh poliferasi


abnormal dari sel-sel nematopoietik (Patofisiologi edisi 4 Sylvia A . Price hal
248)

Leukemia adalah nama kelompok penyakit yang di karakteristikkan


oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi
(Patofisiologi untuk keperawatan dr. Jan Tamboyan hal 80)

Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk system


hematopoietik yang mengakibatkan poliferasi sel-sel darah putih tidak
terkontrol dan pada sel-sel darah merah namun sangat jarang (Rencana
Asuhan Keperawatan Onkologi Danielle Gale, Rn, MS hal 183)

Dari pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa leukemia


adalah suatu poliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan
terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

1.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi leukemia biasanya di dasarkan pada:
a. Perjalanan dan lamanya penyakit
 Leukemia akut
Di hubungkan dengan awitan (omset) cepat, jumlah leukosit tidak
matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositupenia
berat, demm tinggi, lesi infektif pada mulut dan tenggorok,
perdarahan dalam area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital,
dan infeksi berat. Pemeriksaan laboritorium menunjukkan beberapa
derajat anemia dan trombositopenia, leukemia akut ini sesuai
dengan jenis sel yang terlibatdan kematangan sel tersebut.

1
 Leukemia menahun

Merupakan 35% sampai 50% dari semua kasus leukemia. Awitan


dari penyakit ini di karakteristikkan oleh awitan bertahab dan
leukosit yang lebih matang, penyakit ini paling banyak mengenai
orang dewasa dan lansi. Perjalanan penyakit berlangsung lebih
lambat dari pada leukemia akut. Analisis laboratorium biasanya
menunjukkan sel leukemik yang terdiferensiasi baik yang dapat di
klasifikasikansebagai imfositik atau granulositik.

 Leukemia kronik
Didasarkan nya pada di temukan nya sel darah putih matang yang
menyolok – granulosit (leukemia granulositik/mielositik) atau
limfosit (leukemia limfositik)

b. Jenis sel dan jaringan abnormal yang terkait, kategori besar berdasarkan
sal jaringan adalah

 Mieloid yang mencakup granulosit (neutrofil, eusinofil dan basofil)


 Monosit
 Limfositik

1.3 ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukimia, yaitu (sibuea,2009)
a. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (Tcellleukimia-lhymohoma virus/HLTV).
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diet hystilbestrol
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar mono zigot
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom

2
1.4 PATOFISIOLOGI
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi
akibat dari beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan
virus.

Menurut Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak


merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.
Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang
menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang
menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum tulang dan mengganti unsur
sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk
mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini leukimia
disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-
sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar
sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai
gejala umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul
pendarahan. Proses masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan
hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali, dll. (Hidayat, 2006).

3
1.5 PATHWAY
Faktor genetic sinar
radioaktif virus

Leukemia

Proliferasi abnormal pada sel darah putih

Peningkatan jumlah leukosit imatur/abnormal

Masuk sumsum tulang belakang Masuk ke organ tubuh

Menghambat semua sel darah


lain di sumsum tulang belakang Pembesaran Nyeri
limfa dan hati tulang/persendian

Gagal atau terganggunya produksi sel

Nyeri

Sel darah Trombosit Sel darah putih


merah menurun normal menurun
menurun
Anemia Terjadi Kekebalan tubuh
gangguan menurun
pembekuan
Lemas,
darah
lelah, tidak Resiko
bersemang infeksi
Resiko
at
Keletihan pendarahan

4
1.6 TANDA DAN GEJALA
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.
Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme.Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum,
tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA
dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu
hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita
LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau
olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan
dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase
krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat
kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan
terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi
ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan
demam yang disertai infeksi.

5
1.7 MANIFESTASI KLINIS
Leukemia memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia
kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan
sedikit gejala sampai stadium lanjut.

a. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia


b. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
c. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan
koagulasi
d. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti
nyeri yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan
leukemia biasanya bersifat progresif.
e. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
f. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
g. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat


dibedakan menjadi tiga tipe:
a. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang
paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang,
menyebabkan kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah
putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala
yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia
dan terkadang akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada
pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang pucat, beberapa memar, dan
perdarahan. Demam menunjukkan adanya infeksi, walaupun pada
beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri.
Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam
yang terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
b. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat,
dan anoreksia cukup sering terjadi.
c. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda
infiltrasi leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin,
2009)

6
1.8 KOMPLIKASI
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen
darah yang laintertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses
metabolisme (terjadigranulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia
juga menginvasi tulang disekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang.
Proliferasi sel leukemia dalam organmengakibatkan pembesaran limpa atau
hepar.
a. Kegagalan sumsum tulang merupakan hipofungsi sumsum tulang primer
sehinggaterjadi penurunan produksi semua unsur sel hemopoietik
(pansitopeni). Kegagalan susmsum tulang merupakan ketidaksanggupan
sumsum tulang membentuk sel-seldarah. Kegagalan tersebut disebabkan
kerusakan primer stem sel mengakibatkan anemia, leukopenia dan
trombositopenia.
b. Kelelahan (f a t i g u e )
Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah,maka
anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari keadaan
anemiatersebut. Proses terapi LGK juga dapat meyebabkan penurunan
jumlah sel darahmerah.
c. Pendarahan (bleeding )
Penurunan jumlah trombosit dalam darah(trombositopenia) pada
keadaan LGK dapat mengganggu proses hemostasis.Keadaan ini dapat
menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari
gusi, ptechiae, dan hematom.
d. Rasa sakit (p a i n )
Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi.Keadaan
ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit
abnormalyang berkembang pesat.
e. Pembesaran Limpa (splenomegali)
Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saatkeadaan LGK
sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah
besar, bahkan beresiko untuk pecah.
f. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting)
Beberapa pasien dengankasus LGK memproduksi trombosit
secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan,kadar trombosit yang
berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkanclot yang
abnormal dan mengakibatkan stroke.

7
g. Infeksi
Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal,
tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan
pasien menjadilebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK
juga dapat menurunkankadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga
sistem imun tidak efektif.

1.9 Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


a. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi
sitotoksik menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja
dengan berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel
leukemia.Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak
dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual,
muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan
kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.Salah satu
konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi
berat.Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-
3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase
penatalakasanaan kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase
proflaksis, fase konsolidasi.

 Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L
asparaginase.Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
 Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine
dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel
leukemia ke otak.Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan system saraf pusat.
 Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan

8
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadap pengobatan.Jika terjadi surpresi sumsum
tulang, maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat
dikurangi.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:


 Prednison untuk efek antiinflamasi
 Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase
 Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino
untuk pertumbuhan tumor)
 Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism
asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan
yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah
 Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
 Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
 Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
 Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama
pengobatan leukemia akut (Hidayat, Aziz. 2008)

b. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi
dan radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi
dapat bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien
meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan
kembali.Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang
berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat
tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali
akan mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang
menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantasi
autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan
relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi autolog,
karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada

9
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa
sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat
karena limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru
menunjukan bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis
rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat
mechanism imunologis.
c. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada
dalam keadaan sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau
perdarahan. Prioritas utamanya adalah resusitasi mengguakan antibiotic
dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi, transfusi trombosit atau
plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia.
Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat
walaupun demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit
itu sendiri dan bukan akibat infeksi.Lebih mudah menghentikan
pemberian antibiotic daripada menyelamatkan pasien dengan syok dan
septicemia yang telah diberikan tanpa terapi antibiotik. (Patrick. 2005)
d. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang
ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat.
Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.

1.10 Perawatan Paliatif


1. Pengertian
Ungkapan “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu ”pallium” yang
artinya adalah menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif
ditujukan untuk menutupi atau menyembunyikan keluhan pasien dan
memberikan kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan tidak mungkin
disembuhkan (Muckaden, 2011).
Menurut Children’s Hospice and Palliative Care Coalition’s Professional
Advisory Comitte, (2007) perawatan paliatif pada anak merupakan filosofi
dan organisasi perawatan, sistem yang terstruktur dalam memberikan
perawatan pada anak dengan keluarganya. Tujuan perawatan paliatif adalah
melindungi dan memperbaiki atau mengatasi keluhan dan memaksimalkan
kualitas hidup anak pada semua tingkatan usia, dan dukungan pada anggota
keluarganya (Coyle & Fereel, 2010).

10
Sedangkan The Royal College of Paediatrics and Child Health (RCPCH)
dan Asscosiation for Children (ACT) dengan kondisi terminal anak dan
keluarganya, mengartikan bahwa perawatan paliatif merupakan pendekatan
aktif dan total dalam merawat anak, menerima aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual. Pendekatan secara aktif menunjukan perawatan yang tidak hanya
menghentikan tindakan. Semuanya ditujukan untuk mengatasi pada semua
keluhan yang dialami meliputi keluhan fisik, emosi, dan spiritual.
Word Health Organization (WHO) menekankan bahwa dalam
memberikan pelayanan paliatif harus berpijak pada pola sebagai berikut 1)
meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses
yang normal, 2) tidak mempercepat atau menunda kematian, 3)
menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, 4) menjaga
keseimbangan psikologis dan spiritual, 5) mengusahakan agar penderita
tetap aktif sampai akhir hayatnya, 6) mengusahakan dan membantu
mengatasi suasana duka cita pada keluarga (Djauzi, et al, 2003).
2. Pola Pelayanan Perawatan Paliatif (WHO)
a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses
yang normal
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
e. mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir hanyat
mengusahakan dan membantu mengatasi suasana duka cita pada keluarga.

3. Prinsip Dasar Perawatan Paliatif


Dalam memberikan perawatan paliatif sangat penting memperhatikan
prinsip-prinsipnya. Commitee on Bioethic and Committee on Hospital Care
(2000) mengembangkan untuk pengamanan praktik dan standar minimum
dalam meningkatkan kesejahteraan anak dengan kondisi hidup yang terbatas
dan keluarganya, dengan tujuan memberikan dukungan yang efektif selama
pengobatan, dan memperpanjang kehidupan. Prinsip dasarnya terintegrasi
pada model perawatan paliatif yang meliputi
a. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya.
Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghargai dan
menghormati keingingan anak dan keluarga. Sesuai dengan prinsip
menghormati maka informasi tentang perawatan paliatif harus disiapkan
untuk anak dan orangtua, yang mungkin memilih untuk mengawali
program perawatan paliatif. Kebutuhan-kebutuhan keluarga harus

11
diadakan/disiapkan selama sakit dan setelah anak meninggal untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi cobaan berat.
b. Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif
yang pantas.
Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka
petugas kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang
sesuai untuk meningkatkan kualitas hidup anak, terapi lain meliputi
pendidikan, kehilangan dan penyuluhan pada keluarga, dukungan teman
sebaya, terapi musik, dan dukungan spiritual pada keluarga dan saudara
kandung, serta perawatan menjelang ajal.
c. Mendukung pemberi perawatan (caregiver).
Pelayanan keperawatan yang profesional harus didukung oleh tim
perawatan paliatif, rekan kerjanya, dan institusi untuk penanganan
proses berduka dan kematian. Dukungan dari institusi seperti
penyuluhan secara rutin dari ahli psikologi atau penanganan lain.
d. Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif
pada anak.
Penyuluhan pada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan
perawatan anak dan nilai perawatan paliatif serta usaha untuk
mempersiapkan serta memperbaiki hambatan secara ekonomi.
Perawatan paliatif pada anak merupakan area kekhususan karena
sejumlah anak dan sebagian kecil anak yang masih kecil meninggal serta
kebutuhannya akan perawatan paliatif lebih ke pemberian jangka panjang,
gambaran kematian penyakitnya berbeda, perawatan yang dibutuhkan
tidak hanya kebutuhan fisik anak tetapi juga kebutuhan, emosi, pendidikan
dan kebutuhan sosial, serta keluarganya, anak- anak akan tumbuh dan
berkembang secara fisik dan emosi sehingga dalam memberikan perawatan
pada anak harus dilatih secara khusus sesuai yang dianjurkan (Cooke &
McNamara, 2008).
4. Tim Paliatif
Perawatan paliatif pendekatannya melibatkan berbagai disiplin yang
meliputi pekerja sosial, ahli agama, perawat, dokter (dokter ahli atau dokter
umum) dalam merawat anak kondisi terminal/sekarat dengan membantu
keluarga yang berfokus pada perawatan yang komplek meliputi masalah
fisik, emosional, sosial dan spiritual (Hockenberry & Wilson, 2005).
Anggota tim yang lain adalah ahli psikologis, fisioterapi, dan okupasi
terapi. Masing-masing profesi terlibat sesuai dengan masalah yang dihadapi

12
penderita, dan penyusunan tim perawatan paliatif disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan tempat perawatannya. Anggota tim perawatan
paliatif dapat memberikan kontribusi sesuai dengan keahliannya (Djauzi, et
al, 2003).
Tim paliatif harus mempunyai keahlian yang cukup sebagai dokter,
perawat, pekerja sosial atau pemuka agama, minimal ketrampilan dalam
memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan fisik maka dokter dan
perawat harus mendukung dan selalu siap untuk anak dan keluarga selama
24 jam dalam sehari serta 365 hari dalam setahun, menjamin perawatan
berdasarkan pedoman yang kontinyu untuk perawatan di rumah, rumah
sakit dan hospice serta merencanakan strategi secara objektif, serta
memberikan dukungan dan pengawasan langsung pada caregiver.
5. Tempat Perawatan Paliatif
Menurut Muckaden (2011) dalam memberikan perawatan paliatif harus
dimulai saat didiagnosa dan diberikan selama mengalami sakit dan
dukungan untuk berduka. Penatalaksanaan awal secara total oleh tim
paliatif akan memfasilitasi ke perawatan yang terbaik. Tempat perawatan
paliatif dapat dilaksanakan rumah sakit, hospice, atau di rumah anak.
Keluarga dan anak agar dihargai dalam memilih tempat yang disukainya
untuk mendapatkan perawatan bila memungkinkan. Tempat perawatan
dibutuhkan pada pelayanan yang tepat dengan fasilitas kesehatan,
homecare atau sarana ke hospice terdekat. Tempat perawatan paliatif dapat
dilaksanakan :
a. Di rumah sakit
Perawatan di rumah sakit diperlukan jika anak harus mendapat
perawatan yang memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau
peralatan khusus. Pemberian perawatan paliatif harus memperhatikan
kepentingan anak dan melaksanakan tindakan yang diperlukan
meskipun prognosis anak memburuk serta harus mempertimbangkan
manfaat dan resikonya sehingga perlu meminta dan melibatkan
keluarga.
b. Di Hospice
Perawatan anak yang berada dalam keadaan tidak memerlukan
pengawasan ketat atau tindakan khusus serta belum dapat dirawat di
rumah karena memerlukan pengawasan tenaga kesehatan. Perawatan
hospice dapat dilakukan di rumah sakit, rumah atau rumah khusus
perawatan paliatif, tetapi dengan pengawasan dokter atau tenaga
kesehatan yang tidak ketat atau perawatan hospice homecare yaitu

13
perawatan di rumah dan secara teratur dikunjungi oleh dokter atau
petugas kesehatan apabila diperlukan.
c. Di rumah
Pada perawatan di rumah, maka peran keluarga lebih menonjol
karena sebagian perawatan dilakukan oleh keluarga, dan keluarga atau
orangtua sebagai caregiver diberikan latihan pendidikan keperawatan
dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin dilakukan bila anak tidak
memerlukan alat khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak
mungkin dilakukan oleh keluarga.
6. Peran perawat di perawatan paliatif
Hockenberry dan Wilson (2009) menyatakan bahwa perawatan anak
meliputi setiap aspek pertumbuhan dan perkembangan anak serta
keluarganya. Fungsi perawat bervariasi tergantung pada area kerjanya,
pendidikan serta tujuan karirnya. Menurut Matzo dan Sherman (2006)
peran perawat paliatif meliputi
a. Praktik di klinik
Perawat memamfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan
mengevaluasi keluhan serta nyeri. Perawat dengan anggota tim
berbagai keilmuan mengembangkan dan mengimplementasikan
rencana perawatan secara menyeluruh. Perawat mengidentifikasikan
pendekatan baru untuk mengatasi nyeri yang dikembangkan
berdasarkan standar perawatan di rumah sakit untuk melaksanakan
tindakan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan keperawatan, maka
keluhan sindroma nyeri yang komplek dapat perawat praktikan
dengan melakukan pengukuran tingkat kenyamanan disertai dengan
memanfaatkan inovasi, etik dan berdasarkan keilmuannya.
b. Pendidik
Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek, etik dan diskusi
tentang penatalaksaan keperawatan di klinik, mengkaji anak dan
keluarganya serta semua anggota tim menerima hasil yang positif.
Perawat memperlihatkan dasar kelimuan/pendidikannya yang
meliputi mengatasi nyeri neuropatik, berperan mengatasi konflik
profesi, mencegah dukacita, dan resiko kehilangan. Perawat pendidik
dengan tim lainnya seperti komite dan ahli farmasi, berdasarkan
pedoman dari tim perawat paliatif maka memberikan perawatan yang
berbeda dan khusus dalam menggunakan obat-obatan intravena untuk
mengatasi nyeri neuropatik yang tidak mudah diatasi.

14
c. Peneliti.
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan
pertanyaan penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditujukan
pada pertanyaan-pertanyaan penelitian. Perawat dapat meneliti dan
terintegrasi pada penelitian perawatan paliatif.
d. Bekerjasama (Collaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota/staf dalam mengkaji bio- psiko-
sosial-spiritual dan penatalaksanaannya. Perawat membangun dan
mempertahankan hubungan kolaborasi dan mengidentifikasi sumber
dan kesempatan bekerja dengan tim perawatan paliatif, perawat
memfasilitasi dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
anggota dalam pelayanan, kolaborasi perawat/dokter dan komite
penasihat. Perawat memperlihatkan nilai-nilai kolaborasi dengan anak
dan keluarganya, dengan tim antar disiplin ilmu, dan tim kesehatan
lainnya dalam memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
e. Penasihat (Consultant)
Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim
perawatan paliatif dan komite untuk menentukan tindakan yang sesuai
dalam pertemuan/rapat tentang kebutuhan-kebutuhan anak dan
keluarganya.
Menurut Benzart, et al (2011) selama anak dirawat dengan kondisi
yang membutuhkan tindakan seumur hidup dan perawat sebagai tim
dari perawatan paliatif, maka keluarga akan berkonsultasi pada
perawat tentang perawatan paliatif. Dalam hal ini perawat dapat
memberikan dukungan pada keluarga saat kondisi anaknya kritis serta
memberikan informasi tentang prognosis penyakit, mengatasi
keluhan-keluhan, menjelaskan tujuan perawatan dan dukungan
psikososial serta dukungan spiritual

1.11 Diagnosa Keperawatan yang di ambil

a. Nyeri Kronis b,d agens pencedera


b. Resiko perdarahan b.d Gangguan koagulasi (trombositopenia)
c. Resiko infeksi b.d Ketidak adekuatan pertahanan tubuh skunder
d. Kelelahan b.d Kondisi fisiologis (Penyakit kronis)

15
NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Nyeri kronis b.d Nyeri: Kontrol nyeri Manajemen Nyeri :


agens pencedera
Setelah dilakukan 1.1 Lakukan
tindakan keperawatan pengkajian nyeri
selama x 24 jam komprehensif yang
diharapkan nyeri teratasi meliputi
dengan indikator : karakteristik,
onset/durasi,freku
 Menggunakan ensi,kualitas,intensi
Analgesik yang di tas atau berat nyeri
rekomendasikan dan faktor
dari skala (5) pencetusnya
menjadi skala (3) 1.2 Gali bersama
 Melapor nyeri pasien faktor-
yang terkontrol faktor yang dapat
dari skala (5) menurunkan atau
menjadi skala (3) memperberat nyeri
1.3 Ajarkan prinsip
Keterangan : menejemen nyeri
1.4 Berikan informasi
1. Tidak pernah mengenai nyeri,
menunjukan seperti penyebab
2. Jarang nyeri,berapa lama
menunjukkan nyeri akan di
3. Kadang-kadang rasakan, dan
menunjukkan antisipasi dari
4. Sering ketidak nyamanan
menunjukkann akibat prosedur
menunjukkan 1.5 Berikan individu
5. Secara penurun nyeri yang
konsistekann optimal dengan
menunjukkan resep analgesik
1.6

16
2 Resiko Keparahan Kehilangan Pencegahan Perdarahan :
Perdarahan b.d Darah:
2.1 Monitor dengan
Gangguan
Setelah dilakukan ketat risiko
koagulasi
tindakan keperawatan terjadinya
(trombositopenia)
selama x 24 jam perdarahan pada
diharapkan Resiko pasien
pendarahan teratasi
2.2 Lindungi pasien
dengan indikator :
dari trauma yang
 Kehilangan darah dapat
yang terlihat dari menyebabkan
skala (2) menjadi perdarahan
Skala (4)
2.3 Gunakan sikat gigi
Keterangan :
yang berbulu
1. Berat lembut untuk
2. Cukup berat perawatan rongga
3. Sedang mulut
4. Ringan
2.4 Berikan obat-
5. Tidak ada
obatan jika
diperlukan

2.5 Instruksikan pasien


untuk menigkatkan
makanan yang kaya
vitamin K

2.6 Instruksikan pasien


dan keluarga untuk
memonitor tanda
perdarahan dan
mengambil
tindakan yang tepat
jika terjadi
perdarahan
(misalnya,lapor
kepada oerawat)

17
3 Resiko Tinggi Kontrol Infeksi : Kontrol Infeksi :
Infeksi b.d Ketidak
Setelah dilakukan 3.1 Alokasikan
adekuatan
tindakan keperawatan kesesuaian luas
pertahanan tubuh
selama x 24 jam ruang perpasien,
skunder
diharapkan Resiko seperti yang di
infeksi teratasi dengan indikasikan oleh
indikator : pedoman pusat
pengendalian dan
 Mengidentifikasik pedoman penyakit
an faktor resiko
dari skala (4) 3.2 Bersihkan
menjadi skala (2) lingkungan dengan
 Mengenali faktor baik setelah di
resiko individu gunakan untuk
dari skala (4) setiap pasien
menjadi (2)
3.3 Cuci tangan
Keterangan :
sebelum dan
1. Tidak pernah sesudah kegiatan
menujukkan perawatan pasien
2. Jarang
3.4 Pakai pakaian
menunjukkan
ganti atau jubah
3. Kadang-kadang
saat menangani
menunjukkan
bahan-bahan yang
4. Sering
infeksius
menunjukkan
5. Secara Konsisten 3.4 Berikan antibiotok
menunjukkan yang sesuai

3.5 Ajarkan Pasien


dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
dan kapan
melaporkannya
kepada penyedia
perawatan
kesehatan

18
4 Keletihan b.d Kelelahan: Efek yang Manajemen Energi :
Kondisi fisiologis Menggangu
4.1 Kaji status
(Penyakit kronis)
Setelah dilakukan fisiologis pasien
tindakan keperawatan yang
selama x 24 jam menyebabkan
diharapkan Keletihan kelelahan sesuai
teratasi dengan dengan konteks
indikator : usia dan
perkembangan
 Penrunan energi
dari skala (2) 4.2 Perbaiki difisit
menjadi skala (4) status fisiologis
 Gangguan dengan (misalnya,
aktivitas sehari- kemoterapi yang
hari dari skala (2) menyebabkan
menjadi skala (4) anemia) sebagai
Keterangan : priorotas utama

1. Berat 4.3 Monitor


2. Cukup berat intake/asupan
3. Sedang nutrisi untuk
4. Ringan mengetahui
5. Tidak ada sumber energy
yang adekuat

4.4 Konsulkan dengan


ahli gizi mengenai
cara meningkatkan
asupan energi dari
makanan

4.5 Ajarkan pasien


mengenai
pengelolaan
kegiatan dan
teknik manajemen
waktu untuk
mencegah

19
kelelahan

4.6 Ajurkan periode


istirahat dan
kegiatan secara
bergantian

20
BAB II
LATIHAN SOAL

2.1 SOAL PILIHAN GANDA


1. Di hubungkan dengan awitan (omset) cepat, jumlah leukosit tidak
matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositupenia berat,
demam tinggi, lesi infektif pada mulut dan tenggorok, perdarahan dalam
area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital, dan infeksi berat.
Merupakan klasifikasi dari Leukimia ?
A. Leukemia akut
B. Leukemia menahun
C. Leukemia kronik
D. Jawaban B benar
E. A dan C salah

2. Kegagalan sumsum tulang, mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada,
infeksi dan perdarahan. Merupakan tanda dan gejala dari ?
A. Leukemia Limfositik Akut
B. Leukemia Mielositik Akutiy
C. Leukemia Limfositik Kronik
D. Leukemia Granulositik
E. Leukemia Mielositik Kronis

3. Apa saja penyebab dari leukemia, KECUALI?


A. Faktor Genetik
B. Faktor Herediter
C. Faktor Lingkungan
D. Kelainan kromosom
E. Radiasi
4. Apa klasifikasi leukemia berdasarkan sel jaringan?
A. Leukemia akut
B. Leukemia menahun
C. Leukemia kronis
D. Monosit
E. Genetik

21
5. Leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan terlalu banyaknya……..
dalam tubuh?
A. Trombosit
B. Leukosit
C. Eritrosit
D. Limfosit
E. Plasma darah
6. Klien mengalami anemia, demam tinggi, lesi infektis pada mulut dan
tenggorokan. tanda dan gejala diatas termasuk dalam leukemia jenis?
A. Leukemia akut
B. Leukemia menahun
C. Leukemia kronik
D. Leukemia limfostik
E. Leukemia gronulostik
7. Jenis pemberian kemoterapi dan radioterapi seperti apa yang dapat
menghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut?
A. Prednisone
B. Vinkristin
C. Asparaginase
D. Siklofosfamid
E. Daurnorubisin
8. Komplikasi apa yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia, KECUALI?
A. Kelelahan
B. Kegagalan sumsum tulang belakang
C. Rasa sakit
D. Mual muntah berlebihan
E. Stroke
9. Klien mengalami penurunan berat badan , sering berkeringat, dan
anoreksia cukup sering terjadi?
‘’dari data diatas jenis gejala seperti apa yang mengenai klien tersebut’’
A. Gejala kegagalan sumsum tulang belakang
B. Gejala sistemik berupa malaise
C. Gejala local
D. Gejala neofativ
E. Gejala progresif

22
10. Pada penderita leukemia limfostik akut, biasanya akan mengalami nyeri
tulang yang bisa dijumpai pada tulang bagian?
1. Femur
2. Tibia
3. Sternum.
4. patela
A. 1, 4, dan 2
B. 2, 3, dan 4
C. 1, 2, dan 3
D. 3, 1, dan 4
E. 4 dan 2

2.2 soal essay


1. Pengombatan kemoterapi sitotoksik yaitu menggunakan kombinasi obat
multiple.Obat sitotoksik ini bekerja dengan berbagai mekanisme namun
semuanya dapat menghancurkan sel leukemia.Tetapi dengan metode ini
beberapa sel normal juga ikut rusak yang menyebabkan efek samping
seperti
Jawaban:
kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan
pada mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel
sumsum tulang

2. Penatalaksanaan medis seperti apa yang diberikan pada penderita leukemia?


Jawaban:
Yaitu dengan melaksanakan Kemoterapi, transplantasi sumsum tulang belakang,
resusitasi dan terapi suportif

3. Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor
Jawaban:
faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus.

23
4. Apa saja tanda dan gejala utama pada Leukemia Mielositik Akut?
Jawaban:
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang.

5. Komplikasi apa saja yang terjadi pada leukemia?


Jawaban:
 Kegagalan sumsum tulang
 Kelelahan (f a t i g u e )
 Pendarahan (bleeding )
 Rasa sakit (p a i n )
 Pembesaran Limpa (splenomegali)
 Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting)
 Infeksi

6. Diagnosa apa yang akan muncul pada penyakit leukemia?


Jawaban:
• Nyeri Kronis b,d agens pencedera
• Resiko perdarahan b.d Gangguan koagulasi (trombositopenia)
• Resiko infeksi b.d Ketidak adekuatan pertahanan tubuh skunder
• Kelelahan b.d Kondisi fisiologis (Penyakit kronis)

7. Apa manifestasi klinis dari leukemia


Jawaban:
a. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
b. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
c. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan
koagulasi
d. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti
nyeri yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan
leukemia biasanya bersifat progresif.
e. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan
peningkatan konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
f. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
g. Gejala system saraf pusat dapat terjadi.

24
8. Apa fase penatalakasanaan kemoterapi dari leukemia?
Jawaban:
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.

9. Kenapa pada kasus leukemia di mana produksi sel darah putih yang
abnormal/berlebih tetapi daya tahan tubuh seseorang itu semakin
menurun. Bukannya fungsi sel darah putih sebagai antibody tubuh?
Jawaban:
Pada kasus Leukemia, sel darah putih tidak merespon signal
yang diberikan, dimana melakukan produksi yang berlebihan tidak
terkontrol yang kemudian keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan
di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang
abnormal ini bila berlebihan malah dapat mengganggu fungsi normal sel
lainnya.

10. Apa yang dilakukan pada transplantasi sumsum tulang pada


penderita leukemia, dan bagaimana pasca operasi itu ? Apakah
penderita harus mengkonsumsi obat secara terus menerus ?
Jawaban:
transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana
sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang
sehat. sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis
titinggi kemoteterarapi atatau teterarapi raradidiasi. selain itu,
transplantatasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah
yang rusak karena kanker. transplantasi sumsum tulang dapat
menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. hal
ini disebut transplantasi sumsum tulang autologus. transplantasi
sumsum tulang juga dapat diperoleh dari orang lain. Bila didapat
dari kembar identik, dinamakan transplantasi syngeneic. sedangkan
bila didapat dari bukan kembar identik, misalnya dari saudara
kandung, dinamakan transplantasi allogenik. sekarang ini,
transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan secara
allogenik.
Alasan utama mengapa penting dilakukannya transplantasi
sumsum tulang pada pasien leukemia adalah agar pasien tersebut
dapat diberikan pengobatan dengan kemoterapi dosis tinggi dan
atau terapi radiasi. untuk mengerti kenapa transplantasi sumsum

25
tulang diperlukan, perlu mengerti pula bagaimana kemoterapi dan
terapi radiasi bekerja. Kemoterapi dan terapi radiasi secara umum
mempengaruhi sel yang membelah diri secara cepat. mereka
digunakan karena sel kanker membelah diri lebih cepat
dibandingkan sel yang sehat. namun, karena sel sumsum tulang
juga membelah diri cukup sering, pengobatan dengan dosis tinggi
dapat merusak sel-sel sumsum tulang tersebut. tanpa sumsum
tulang yang sehat, pasien tidak dapat memproduksi sel-sel darah
yang diperlukan. sumsum tulang sehat yang ditransplantasikan
dapat mengembalikan kemampuan memproduksi sel-sel darah yang
pasien perlukan. efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu
kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena
pengobatan kanker dosis tinggi. hal ini dapat ditanggulangi dengan
pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah
anemia. Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang,
kemungkinan pasien sembuh sebesar 70-80%, tapi masih
memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan
transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.

26
BAB III
KUNCI JAWABAN
1) A
2) A
3) C
4) D
5) B
6) A
7) E
8) D
9) B
10) C

27
DAFTAR PUSTAKA

Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth edisi 2 hal 336

Patofisiologi edisi 4 Sylvia A . Price hal 248

Patofisiologi untuk keperawatan dr. Jan Tamboyan hal 80

Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi Danielle Gale, Rn, MS hal 183

Handayani, W dan Haribowo, A.S 2008. “Buku Ajar Asuhan Keperawatan


pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi”. Salemba medika:
Jakarta.

Corwin, Elizabet J. 2009. Buku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Davey, Patrick. 2005. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia. A,dkk.


Jakarta: Erlangga

Suriadi & Yuliana, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung
seto.

Aziz, A Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai