DEFINISI
Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih, adalah penyakit neoplastik yang ditandai
dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietic yang secara maligna melakukan transportasi, yang menyebabkan penekanan
dan penggantian unsure sumsum yang normal (Greek dkk, 1999). (Patofisiologis:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6, Vol.1.
Sylvia A.prince, Lorraine M.wilson. penerbit Buku Kedokteran EGC)
Leukemia ialah keganasam hematolik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (naturation arrest) pada berbagai
tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang,
kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. (Hematologi klinik ringkas, Prof.Dr.I Made Bakta, Jakarta ; EGC, 2006 ).
B. KLASIFIKASI (Buku Ajar PATOLOGI II Ed.4. Robbins dan kumar, penerbit buku kedokteran EGC), (Buku saku, Robbins, dasar
patologi penyakit, penerbit buku kedokteran EGC)
Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui predesposisi genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatanya memainkan
peran. Jarang ditemukan leukimia familial, tetapi kelihatanya terdapat insiden leukimia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang
terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik). Individu dengan kelainan kromosom, seperti
sindrom down, kelihatanya mempunyai insiden leukimia akut, dua puluh kali lipat.
Faktor lingkungan berupa pajanan dengan radiasi pergion dosis tinggi disertai manifestasi leokimia yang timbul bertahun-tahun
kemudian.Zat-zat kimia (misal,benzen arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen antineoplastik) dikaikan dengan frekwensi
yang meningkat, khusunya agen-agen alkil.
D. Kedaan klinik (Buku Ajar PATOLOGI II Ed.4. Robbins dan kumar, penerbit buku kedokteran EGC)
1. Leukemia akut
Manifestasi klinik leokimia akut dan kronik sangat berbeda. Bentuk akut memiliki awal serangan yang mendadak, dahsyat,
sedangkan leokimia kronik bermula gejala samar-samar. Gambaran utama klinik leokimia akut sebagai akibat depresi fungsi sumsum
norrmal dan meliputi (1) demam, biasanya penceminan infeksi, (2) mudah lelah, karena anemi, dan (3) perdarahan
2. Leukemia meloid kronik
Awal serangannya biasanya lamban dengan gejala tidak has (yaitu mudah lelah, kelemahan, dan berat badan menyusut). Kadang-
kadang gejala pertama berupa perasaan tidak enak didaerah perut disebabkan oleh splenomegali hebat yang has dalam keadaan ini.
Temuan laboratorium sangat penting dalam pembuatan diagnosis.
3. Leokemi limfosit kronik
Penderitanya sering tanpa mengalami gejala. Bila ada gejala sifatnya tidak has dan meliputi mudah lelah, penyusutan berat badan dan
anoreksi karena sel B leokemi tidak berfungsi, penderita sering mengalami hipogamaglobulinemi dan kepekaannya terhadap infeksi
kuman meningkat. Lifadenopati genaralisata dan hepatos plenomegali terdapat pada 50 sampa 60% kasus.
Gejala umum dari leukemia kronis atau akut bisa meliputi:
a. Pembengkakan kelenjar getah bening (di leher atau ketiak) yang biasanya tidak sakit
b. Demam atau berkeringat di malam hari
c. Sering infeksi
d. Merasa lemah atau lelah
e. Pendarahan dan mudah memar (gusi berdarah, bercak keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
f. Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (karena hati/pancreas bengkak)
g. Berat badan turun drastic tanpa sebab jelas
h. Nyeri pada tulang atau sendi
E. Patofisologis (Buku Ajar PATOLOGI II Ed.4. Robbins dan kumar, penerbit buku kedokteran EGC)
1. Leukemia akut
Penelitian morfologi dan kinetik sel menunjukkan bahwa pada leukemia akut terdapat halangan differensiasi sel-sel induk leukemi
dan bahwa blasleukemi memiliki masa pembentukan lebih lama. Jadi penimbunan blasleukemi akut akibat kegagalan maturasi
menjadi fungsional akhir, bukan karena klorifirasi cepat sel-sel yang mengalami transformasi. Bila blas leukemi tertimbun dalam
sumsum, supresi pada sel-sel induk hematopoiesis normal terjadi melalui mekanisme penuh rahasia. Hipotesis sederhana berdasarkan
bergerombolnya sel ganas tampaknya tidak begitu. Supresi sel induk hematopoiesis normal pada leukemi akut memiliki dua
pengertian klinik yang penting. (1) manifestasi utama sebagai akibat kekurangan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit
normal, (2) tujuan pengobatan mengurangi populasi klon leukemi sedemikian untuk memberi kesempatan kembali sel-sel induk
normal, yang oleh laju proliferasinya yang lebih cepat dapat mengambil alih beberapa sel induk leukemi yang bertahan hidup.
a. Pemeriksaan Fisik: memeriksa pembengkakan kelenjar getah bening, limpa, atau hati.
b. Pemeriksaan darah: Laboratorium akan melakukan hitung darah lengkap untuk memeriksa jumlah sel darah putih, sel darah
merah, dan platelet. Leukemia menyebabkan jumlah sel darah putih sangat tinggi. Juga seringkali ditemukan rendahnya tingkat
trombosit dan hemoglobin dalam sel darah merah.
c. Biopsi: Biopsi adalah satu-satunya cara pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada dalam sumsum tulang Anda. Hal ini
memerlukan anestesi lokal untuk membantu mengurangi rasa sakit. Dokter akan mengambil beberapa sumsum tulang dari tulang
pinggul atau tulang besar lainnya. Ada dua cara yang umum digunakan.
- Aspirasi sumsum tulang: menggunakan jarum berongga tebal, yang diambil hanya sumsum tulang.
- Biopsi sumsum tulang: menggunakan jarum berongga sangat tebal untuk mengangkat sepotong kecil tulang dan sumsum
tulang.
b. Spinal Tap: Dokter Anda dapat mengambil beberapa cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di dalam dan sekitar
otak dan sumsum tulang belakang). Dokter menggunakan jarum panjang tipis untuk mengeluarkan cairan dari tulang
punggung bagian bawah. Prosedur ini memakan waktu sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Anda harus
berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan untuk meneliti adanya sel-
sel leukemia atau tanda-tanda lain dari masalah.
c. X-ray Dada: X-ray dapat menunjukkan pembengkakan kelenjar getah bening atau tanda-tanda lain dari penyakit di dalam
dada.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah
sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat
diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal
sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
3. Kemoterapi:
a) Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b) Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia
ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c) Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
d) Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan
seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
H. Komplikasi (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Vol. 2 E/8, penerbit buku kedokteran EGC).
Komplikasi leukimia meliputi pendarahan dan impeksi, yang merupakan penyebab kematian utama. Pembetukan batu ginjal, anemia,
dan masalah gastro intestinal merupakan kamplikasi lain. Resiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defesiaense trombosit
(trombositopenia). Angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petikia (bintik perdarahan kemerahan atau kabuan
besar ujung jarum di permukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami perdarahan berat jika jumlah trombositnya turun sampai dibawah
20.000 per mm3. Dengan alasan yang tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan.
Karena kekurangan granulosit matur dan normal,pasien selalu dalam keadaan terancam infeksi. Kemungkinan terjadi infeksi
meningkat sesuai derajat netropenia, sehingga jika granulosit berada dibawah 100/ml darah sangat mungkin terjadi infeksi sistemik.
Disfungsi imun mempertinggi resiko infeksi.
Penghancuran sel secara besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi akan meningkatkan kadar asam urat membuat
pasien rentan mengalami pembentukan batu ginjal dan polip ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah
kristalisasi asamurat dan pembentukan batu. Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat filtrasi leukosit abnormal keorgan abdominal
selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual, muntah, diare, dan lesi mukosa mulut.
Gangguan
genetik virus Zat kimia radiasii Kegagaglan Lemah perfusi
a anemia dan
pembuluh eritrosit jaringan
pucat
Depresi
Ploriferasi abnormal sel Limfosit Resiko infeksi
imune
leukosit hematur
Kegagalan
sumsum tulang
belakang
leukimia
akut
kronik
Penekanan
hemopoesis
Resiko infeksi Penurunan antibodi
Manifestasi kelinis
hipertalasemi Kegagalan sumsum
proliferasi
tulang belakang
Pembesaran limfe Penumpukan darah Penumpukan
infeksi Anemia Perdarahan
di limfa darah dihati dan berat dan infeksi
(splenomegali) badan
hepatomegali turun
Limfa denopati
Hambatan
mobilitas fisik
Nyeri pada perut Ketidak
Benjolan di daerah kanan atas seimbangan
kelenjar limfa (bagian nutrisi kurang
kepala) dari
lemas
kebutuhan
Gangguan citra
tubuh
Nyeri akut
Intoleran aktifitas
Analisa Data :
Pengelolaan Cairan: peningkatan keseimbangan cairan dan pencegahan komplikasi akibat dari kadar
cairan yang tidak normal atau diluar harapan.
Aktivitas Keperawatan:
Pengkajian:
1. Memantau status hidrasi (misalnya, kelembapan membrane mukosa, keadekuatan nadi, dan tekanan
darah ortostatik).
2. Memantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya, kadar
hematocrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan jenis urine).
3. Timbang berat badan dan pantau kemajuannya.
4. Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran.
Pendikan untuk pasien/keluarga :
5. Menganjurkan pasien untuk mengimformasikan perawat bila haus.
Aktivitas kolaboratif:
6. Mengatur kesediaan produk darah untuk transfusi,bila perlu.
7. Memberikan ketentuan penggantian nasogastric berdasarkan haluaran, sesuai dengan kebutuhan.
8. Memberikan terapi IV, sesuai dengan anjuran.
Aktivitas lain:
9. Meningkatkan asupan oral, sesuai dengan keinginan.
10. Memasang kateter urine, bila diperlukan.
11. Memberikan cairan, sesuai dengan keinginan.
Pengelolaan Energi: pengaturan penggunaan energy untuk merawat atau mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi.
Aktivitas keperawatan:
Pengkajian:
1. Menentukan penyebab keletihan (misalnya, karena keperawatan, nyeri dan pengobatan)
2. Memantau respons kardio respiratori terhadap aktivitas (misalnya, takikardia, disritmialain, dispnia,
diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensirespirasi).
3. Memantau respon oksigen (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi).
4. Memantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energi.
5. Memantau/mendokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya waktu tidur.
Pendidikan untuk pasien/keluarga:
6. Mengajarkan kepada pasien dan orang yang penting bagi pasien tentang teknik perawatan diri yang
akan meminimalkan konsumsio ksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk
melakukan AKS).
7. Mengajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Aktivitas kolaboratif:
8. Merujuk pada ahli gizi untuk merencanakan makanan untuk meningkatkan asupan makanan yang
tinggi energi.
Aktivitas lain:
9. Membantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas.
10. Merencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.
11. Membantu dengan aktivitas fisik teratur (misalnya, ambulasi, transfer, berubah posisi, dan
perawatan personal) sesuai kebutuhan.
12. Membatasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi.
13. Membantu pasien untuk memantau diri dengan membuat dan menggunakan dokumentasi tertulis
tentang catatan asupan kalori dan energi, sesuai kebutuhan.
EVALUASI :
S:
- An. Y mengeluh lemah
O:
1. Frekuensi nadi dan irama dalam rentang yang
diharapkan.
12345
2. Frekuensi dan irama napas dalam rentang yang
diharapkan.
12345
3. Kewaspadaan mental dan orientasi kognitif tidak ada
gangguan.
12345
4. Elektrolit serum(misalnya, natrium, kalium, kalsium,
dan magnesium) dalam batas normal.
12345
5. Serum dan PH urine dalambatas normal.
12345
A: teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4, & 5
S: tidak terkaji
O:
1. Menyadari keterbatasan energi.
12345
2. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
12345
3. Tingkat daya tahana dekuat untuk beraktivitas.
12345
A: teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1, 2, 3