Rizqah Auliya
Siti Ayu Nurjanah
Siti Sugihesti
Zainah Tamami
Bencana merupakan kejadian diluar kemampuan manusia, disebabkan oleh
kekuatan dari luar, terjadi secara mendadak, dapat menyebabkan kerusakan baik
jasmani maupun rohani.Bencana dapat terjadi secara individu maupun massal,
yang dapat merupakan permasalahan manusia, yang mengalami ataupun
menyaksikan
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah langkah yang berhubungan dengan analisis
bencana serta pencegahan, kesiapsiagaan, peringatan diri, penangan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU 24/2007)
Perbuatan Manusia
◦ Bencana alam yang terjadi karena ulah manusia yang tidak bertanggung
jawab. seperti penebangan hutan secara liar, penambangan liar,
pengambilan air tanah secara berlebihan dan lain-lain.
Perbuatanperbuatan tersebut lambat laun akan menyebabkan bencana
alam seperti banjir, tanah longsor, atau erosi tanah.
Menurut peraturan pemerintah no.21 th.2008 bencana dapat
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi,
tergantung banyak faktor, namun bisa mencapai 90% atau
bahkan lebih mengalami gangguan psikologis.
Abnormal Dukacita
Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali
respon pertama adalah penyangkalan. Kemudian, mati rasa
dan kadang kemarahan
Post Traumatic Depresi
depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan yang paling
umum dalam penelitan terhadap penyintas trauma. Gejala
umum depresi termasuk kesedihan, gerakan yang lambat,
insomnia (ataupun kebalikannya hipersomnia), kelelahan atau
kehilangan energi, nafsu makan berkurang (atau berlebihan
nafsu makan), kesulitan dengan konsentrasi, apatis dan
perasaan tak berdaya, anhedonia (tidak menunjukkan minat
atau kesenangan dalam aktivitas hidup), penarikan sosial,
pikiran negatif, perasaan putus asa, ditinggalkan, dan
mengubah hidup tidak dapat dibatalkan, dan lekas marah.
3. Tahap Rekonstruksi.
Selama fase ini, walaupun banyak penyintas mungkin telah
sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan
pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian
yang serius dan dapat bersifat permanen.
Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkatkan,
kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan
minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir
dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah
menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi.
Gangguan ini pada akhirnya merusak hubungan penyintas
dengan keluarga dan komunitasnya.
1. Beri kesempatan untuk beradaptasi
2. Mencari dukungan dari orang yang
berempati terhadap situasi ini
3. Mendapatkan bimbingan psikologis dari
yang terlatih
4. Membuat atau mengatur kembali rutinitas
Umum
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, status, pekerjaan, agama.
Khusus
Data Subjektif Data Objektif
◦ Menceritakan kejadian / periatiwa
yang traumatis ◦ Mengasingkan diri
◦ Merasa marah atau gusar ◦ Menangis
◦ Teringat kembali peristiwa bencana ◦ Marah
yang dialaminya
◦ Merasa tidak berguna ◦ Gelisah
◦ Menyatakan takut ◦ Menghindar
◦ Menyatakan was-was ◦ Mengasingkan diri
◦ Merasakan fikiran terganngu ◦ Depresi
◦ Tidak ingin mengingat peristiwa itu
kembali dengan menceritakannya ◦ Sulit berkomunikasi
lagi ◦ Keadaan mood terganggu
◦ Mengingkari peristiwa trauma ◦ Sesak didada
◦ Merasa malu
◦ Merasa jantung berdebar-debar
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikapoptimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur,cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik
Kessehatan mental / jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang ditandai
dengan perasaan tidak berdaya pesimistik dan dibayangi dengan masa
depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
Pengalaman kehilangan dimassa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa kanak-
kanak akan mempengaruhi individu dalam menghadapi kehilangan dimasa
dewasa Stuart-Sundeen
(yosep,2007)
Faktor Presipitasi
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial antara
lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi sseksualitas,
kehilangan keluarga dan harta benda. Individu yang kehilangan sering
menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak mampu menangis ,
marah, putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh diri atau melukai orang
lain yang akhirnya membawa pasien dalam keadaan depresi.
Suliswati (2004)
Spiritual
Keyakinan terhadap Tuhan YME
Doenges (2002)
Orang-Orang Terdekat Sosioekonomi Kultural
Status perkawinan • Pekerjaan: keuangan • Latar belakang etnis
Siapa orang terdekat • Faktor-faktor • Tingkah laku
Anak-anak lingkungan: mengusahakan
Kebiasaan pasien dalam rumah,pekeerjaan dan kesehatan, rujuk
tugas-tugas keluarga rekreasi penyakit
dan fungsi-fungsinya • Penerimaan sosial • Faktor-faktor kultural
terhadap penyakit / yang dihubngkan
Bagaimana pengaruh
kondisi, misal : dengan penyakit secara
orang-orang terdekat
PMS,HIV,Obesitas,dll umum dan respon
terhadap penyakit atau
terhadap rasa sakit
masalah
• Kepercayaan mengenai
Proses interaksi apakah
perawatan dan
yang terdapat dalam
pengobatan
keluarga
Gaya hidup keluarga,
misal: Diet, mengikuti
pengajian
Doenges (2002)
1. Berduka berhubungan dengan Aktual atau perasaan
kehilangan ditandai dengan Penolakan terhadap
kehilangan,menangis, menghindar,marah
2. Cemas berhubungan dengan perubahan status lingkungan
(bencana alam) ditandai dengan merasakan jantung berdebar-
debar, sulit berkonsentrasi, gelisah
3. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan
kehilangan (keluarga dan harta benda) ditandai dengan
mengekpresikan rasa tidak berdaya dan tidak
berguna,depresi,menghindar.
4. Resiko distress spiritual dengan faktor resiko perubahan
lingkungan bencana alam.
Diagnosa:
Berduka berhubungan dengan aktual atau perasaan kehilangan ditandai
engan penolakan terhadap kehilangan,menangis, menghindar, marah.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 kali pertemuan
diharapkan individu mengalami proses berduka secara
normal,melakukan koping terhadap kehilangan secara bertahap dan
menerima kehilangan sebagai bagian dari kehidupan yang nyata dan harus
dilalui, dengan kriteria hasil:
◦ Individu mampu mengungkapkan perasaan duka.
◦ Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai
◦ Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang
baru.
Yosep,iyus (2007)
Intervensi mandiri:
◦ Bina dan jalin hubungan saling percaya.
◦ Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
◦ Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka.
◦ Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien
◦ Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.
Intervensi Kolaborasi:
◦ Rujuk pada sumber-sumber lainnya,misalnya : Konseling, psikoteraphy.
Doenges (2002)
Evaluasi :
Mampu mengidentifikasi perasaan berduka
Klien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka
yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap
Klien mampu melalui proses berduka dengan baik
Bencana yang terjadi dapat mengakibatkan dampak bagi
yang mengalami bencana tersebut, sehingga diperlukannya
manajemen mental/psikososial pasca bencana.