Ekanti Pratiwi
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas BSI Bandung
Email : ekntprtw21@gmail.com
ABSTRAK
Stres kerja perawat IGD adalah keadaan tidak menyenangkan yang dialami perawat dan
gambaran diri dari setiap tuntutan yang didapat dari pekerjaan dan lingkungan kerja. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi stres kerja perawat IGD adalah beban kerja, hubungan
interpersonal, dan tipe kepemimpinan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang
bertugas di IGD RSU Pindad dan RS Muhammadiyah Bandung sebanyak 35 orang. Penelitian ini
menggunakan teknik total sampling. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rank
Spearman. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa tingkat stres kerja tertinggi adalah stres kerja
sedang (40%) serta ada hubungan yang signifikan secara statistik (p value <0,05) antara variabel
beban kerja dengan stres kerja (p value = 0,03) dan variabel tipe kepemimpinan dengan stres kerja
(p value = 0,04). Serta tidak ada hubungan secara statistik (p value >0,05) antara variabel hubungan
interpersonal dengan stres kerja (p value = 0,07) karena interaksi dan komunikasi antar teman
sejawat berjalan dengan baik. Saran bagi Rumah Sakit hendaknya menyesuaikan beban kerja
dengan kemampuan dan jumlah tenaga keperawatan di IGD, bagi perawat IGD tetap menjaga
hubungan interpersonal yang baik dengan teman sejawat, atasan, pasien, maupun keluarga pasien,
bagi kepala ruangan hendaknya memberi motivasi dan penghargaan serta dapat memberdayakan
bawahannya dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya stres kerja pada perawat IGD.
Kata kunci : beban kerja, faktor, hubungan interpersonal, stres kerja, tipe kepemimpinan.
ABSTRACT
The work stress of an emergency nurse was an unpleasant situation experienced by nurses and a self-image
of any demands that are obtained from work and the work environment. As for several factors that affect the work
stress of emergency department nurses are workload, interpersonal relationships, and, leadership type. The population
in this study were all nurses on duty at the ED Pindad Hospital and Muhammadiyah Hospital Bandung as many
as 35 people. This study uses a total sampling technique. Analysis of the data used in this study was the Rank
Spearman. The results of this study state that the highest level of work stress was moderate work stress (40%) and
there is a statistically specific relationship (p value <0.05) between workload variables with work stress (p value =
0.03) and leadership type variables with work stress (p value = 0.04) . Conversely there was no statistical
relationship (p value> 0.05) between the interpersonal relationship variables with work stress (p value = 0.07)
because interaction and communication between peers goes well. Suggestions for hospitals should adjust the workload
with the ability and number of nursing staff in the emergency room, for emergency nurses while maintaining good
interpersonal relationships with colleagues, superiors, patients, and patients' families, the head nurse should provide
motivation and appreciation and be able to empower his subordinates properly so as to prevent the occurrence of work
stress in emergency room nurses.
Keywords : factors, interpersonal relationships, leadership type, work stress, workload
PENDAHULUAN oleh penelitian sebelumnya dimana banyak
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 10 Juli kerja, dan merasa pekerjaannya berpengaruh
2019 di RSU Pindad didapatkan data dari 10 buruk terhadap fisik dan emosinya, 4 orang
responden 4 orang mengalami kesulitan mengatakan jam kerjanya lebih banyak dari
tidur, mudah marah, kurang konsentrasi saat yang lain, merasa jumlah pasien dan perawat
bekerja, dan bekerja lebih dari 42 jam per tidak seimbang, dan sulit mengontrol emosi,
minggu, 3 orang mengatakan merasa cemas 2 orang mengatakan merasa perawat di IGD
saat bekerja karena masih baru bekerja di masih kurang sehingga terjadi
IGD, mengalami kesulitan tidur, dan merasa ketidakseimbangan antara jumlah pasien dan
dapat dicegah dan dikurangi. sebagian kecil (3%) perawat berusia 41-50
diketahui bahwa sebanyak 13 orang atau mengalami stres kerja ringan. Sedangkan
kurang dari setengahnya (37%) mengalami pada kelompok beban kerja sedang terdapat
stres kerja berat, sebanyak 14 responden atau sebanyak 3 responden atau sebagian kecil
kurang dari setengahnya (40%) mengalami (9%) perawat mengalami stres kerja berat, 11
stres kerja sedang, dan sebanyak 8 responden responden atau kurang dari setengahnya
atau sebagian kecil (23%) mengalami stres (31%) perawat mengalami stres kerja sedang,
didapatkan hasil bahwa proporsi perawat kunjugan pasien IGD. Jumlah perawat IGD
yang mengalami stres kerja berat, sedang, dan dari masing-masing Rumah Sakit yang diteliti
ringan relatif berbeda diantara perawat yang masih belum mencukupi standar perhitungan
memiliki beban kerja berat dan sedang. kebutuhan perawat. Perhitungan kebutuhan
Kelompok beban kerja berat sebanyak 10 perawat di dua Rumah Sakit tersebut
responden atau kurang dari setengahnya menggunakan rumus Douglas dengan hasil
(29%) perawat mengalami stres kerja berat, 3 kebutuhan perawat di IGD adalah 21 orang.
responden atau sebagian kecil (9%) perawat Jumlah kunjungan pasien di RSU Pindad
mengalami stres kerja sedang, dan 4 yaitu kurang lebih 36 orang setiap shift dan di
RS Muhammadiyah Bandung jumlah p<0,05) yaitu sebesar 0,016 yang berarti ada
kunjungan pasien di IGD dapat mencapai 70- hubungan antara beban kerja dengan stres
rendah, akan menjadi penyebab munculnya penelitian Saribu (2012) didapatkan hasil
Beban kerja yang terlalu tinggi akan Abdul Manan Simatupang Kisaran berada
berlebihan, sehingga memicu terjadinya (SD=11,483) dan stres kerja berada pada
kelelahan, baik kelelahan mental maupun kategori stres kerja sedang yaitu 64,90
fisik yang dapat menyebabkan terjadinya (SD=17,426). Hasil uji korelasi Pearson
yang terlalu rendag akan menyebabkan rasa antara beban kerja dengan stres kerja perawat
jenuh dan menimbulkan kebosanan pada (r = 0,840, p = 0,000). Hal ini berbeda dengan
pekerja yang menyebabkan terjadinya hasil penelitian Erdius (2017) penelitian ini
understress (Tarigan, 2004). Hal ini didukung menemukan tidak terdapat hubungan antara
oleh penelitian Ahmadun (2017) bahwa beban kerja dengan stres kerja perawat di RS
beban kerja perawat Puskesmas Kuala Dr. H. Mohamad Rabain Muara Ehim.
Kampar menunjukkan beban kerja berat Menurut Erdius (2017) hal ini disebabkan
sebanyak 7 orang (46,7%), beban kerja karena sebagian besar usia responden pada
sedang sebanyak 2 orang (13,3%), dan beban rentang 21-35 tahun karena pada masa ini
kerja ringan sebanyak 5 orang (40, 0%). Stres kekuatan otot dan kardiorespirasi pada
kerja sedang sebanyak 7 orang (46,7%), dan Perbedaan hasil penelitian tersebut
stres kerja berat 0%. Hasil uji statistik dapat disebabkan karena perbedaan
digunakan yaitu Formula Ilyas, indikator yang diketahui bahwa proporsi perawat yang
diukur yaitu kekuatan otot dan perbandingan mengalami stres kerja berat, sedang, dan
waktu duduk dengan waktu tindakan. ringan relatif berbeda diantara perawat yang
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala memiliki hubungan interpersonal buruk dan
ruangan IGD RSU Pindad pada tanggal 29 baik. Kelompok hubungan interpersonal
Juli 2019 dikatakan bahwa beban kerja buruk ada 3 responden atau sebagian kecil
meningkat karena jumlah tenaga keperawatan (9%) perawat mengalami stres kerja berat, 2
di IGD RSU Pindad masih kurang dari responden atau sebagian kecil (5%) perawat
jumlah seharusnya, sehingga jumlah jam mengalami stres kerja sedang, dan 2
lembur meningkat, serta pembagian shift yang responden atau sebagian kecil (5%) perawat
cukup timpang karena shift pagi mulai bekerja mengalami stres kerja ringan. Sedangkan
dari jam 07.00-15.00 (8 jam) dan shift sore- pada kelompok hubungan interpersonal baik
malam mulai bekerja dari jam 15.00-07.00 (16 terdapat 10 responden atau kurang dari
jam). Sedangkan hasil wawancara dengan setengahnya (29%) perawat mengalami stres
kepala tim RS Muhammadiyah Bandung pada kerja berat, 12 responden atau kurang dari
tanggal 9 Agustus 2019 dikatakan bahwa setengahnya (35%) perawat mengalami stres
beban kerja meningkat karena jumlah kerja sedang, dan 6 responden atau sebagian
kunjungan pasien IGD lebih banyak daripada kecil (17%) perawat mengalami stres kerja
jumlah tenaga keperawatan. ringan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value
menuntut sesuatu yang diluar kemampuan akan mencegah terjadinya stres kerja.
atau wewenang perawat. Sedangkan Hubungan yang baik antar anggota dari suatu
teman sejawat atau atasan baik. Disebutkan utama dalam kesehatan individu dan
bahwa semakin baik kualitas hubungan organisasi (Andi, 2012). Hal ini didukung
mengalami stres di tempat kerja (Tarigan, sebesar 42 responden, pada hasil uji Chi
2004). Hubungan interpersonal adalah cara Square pada tingkat kepercayaan 95% atau
berkomunikasi seseorang dengan orang lain alpha 0,05 didapatkan sig (0,321)
yang bukan hanya sekedar menyampaikan isi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat didapatkan hasil tidak ada hubungan antara
persepsinya terhadap orang lain; sehingga hubungan interpersonal dengan stres kerja
makin efektif komunikasi yang berlangsung perawat dikarenakan sebagian besar (71%)
kaitannya dengan penanganan stres kerja, baik. Namun dalam penelitian Suparwati
yang muncul di ruang rawat inap dewasa ada 6 responden atau sebagian kecil (17%)
bangsal X RSU PKU Muhammadiyah Bantul perawat mengalami stres kerja berat, 3
saat wawancara dan observasi ditemukan responden atau sebagian kecil (9%) perawat
sebagian perawat ada yang tidak saling mengalami stres kerja sedang, dan 3
berinteraksi, sebagian perawat juga ada yang responden atau sebagian kecil (9%) perawat
tidak saling menghormati saat mengalami stres kerja ringan. Pada kelompok
teman yang tidak harmonis, saling tidak responden atau sebgaian kecil (17%) perawat
terbuka jika terjadi masalah (Suparwati, mengalami stres kerja berat, 8 responden atau
Berdasarkan hasil penelitian diketahui p value sebesar 0,04 artinya pada alpha 0,05
bahwa proporsi perawat yang mengalami terdapat korelasi atau hubungan antara tipe
stres kerja berat, sedang, dan ringan relatif kepemimpinan dengan stres kerja perawat.
berbeda diantara perawat yang memiliki Dengan koefisien korelasi sebesar 0,32 yang
diterapkan oleh kepala ruangan adalah tipe demokratis. Tipe kepemimpinan demokratis
keputusan ditentukan oleh kepala ruangan lain agar mau bekerja sama untuk mencapai
dan kepala ruangan jarang memberi motivasi tujuan yang telah ditetapkan bersama antara
maupun penghargaan. Hal ini sejalan dengan pemimpin dengan bawahan (Amalia, 2017).
menunjukkan adanya hubungan antara tipe 1. Perawat yang mengalami stres kerja
kepemimpinan dengan tingkat stres kerja berat sebesar 37%, stres kerja sedang
perawat karena tipe kepemimpinan otokratis sebesar 40%, dan stres kerja ringan
dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin antara beban kerja dengan tingkat stres
menentukan semua tujuan yang akan dicapai kerja perawat IGD (p value = 0,03).
Motivasi dilakukan dengan imbalan dan interpersonal dengan tingkat stres kerja
Srifatmawati.(2012).Hubungan
Interpersonal.Jakarta: Salemba
Humanika.
Sunaryo.(2004).Psikologis untuk
Keperawatan.Jakarta : EGC.Hal 218-219.
Suparwati.(2015).Hubungan Interpersonal
dengan Tingkat Stres Perawat di
Ruang Rawat Inap Dewasa RSU
PKU Muhammadiyah Bantul.Naskah
Publikasi.
Suranto.(2011).Hubungan
Interpersonal.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Umasangadji.(2019).Hubungan Gaya
Kepemimpinan Kepala Ruangan
dengan Kinerja Perawat di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit GMIM