1
Riki Ristanto
Prodi Keperawatan Poltekkes RS. Dr. Soepraoen Malang
rikiristanto1983@gmail.com
ABSTRAK
Latar belakang: Kondisi hipoglikemia yang berat merupakan keadaan kegawat daruratan yang
memerlukan deteksi dini dan penangan segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ tubuh.
Penangannan keadaan hipoglikemia pasien dengan diabetes tipe 2 sangat diperlukan. Tujuan dari
studi ini adalah untuk mengidentifikasi upaya pencegahan terjadinya hipoglikemia. Metodologi :
Peneliti menggunakan pendekatan kajian pustaka dalam penelitian ini. Peneliti mengumpulkan dan
menyaring artikel berbasis elektonik yang berhubungan dengan pencegahan hipoglikemia pada
sumber Sagepub, NCBI, Creative Commons Attribution License, Elsevier, BioMed Central, and
CPD Module, using ScienceDirect dan Google. Penyaringan artikel didasarkan pada bentuk artikel
dan tahun publikasi. Peneliti menggunakan literature dengan kriteria format fulltext dan terbit
antara tahun 2010 sampai dengan 2015. Analisis dilakukan dengan komparasi topic utama pada
setiap artikel dan menarik kesimpulan secara umum terhadap topic utama yang teridentifikasi.
Hasil: prinsip dasar penanggulangan hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 meliputi
monitor kadar gula darah secara mandiri secara intensif, peningkatan pengetahuan tentang upaya
pencegahan hipoglikemia dan pelibatan keluarga dalam rangkaian pengobatan.
Kesimpulan: peningkatan aktitifitas pendidikan kesehatan dalam rangka pencegahan hipoglikemia
di komunitas serta penguatan terhadap pasien merupakan tugas utama perawat.
(insulin, sulfonilurea, nateglinide, repaglinida) otak tidak memiliki cadangan glukosa. Gejala
(Cander,et al, 2012). Hipoglikemi berulang yang muncul saat terjadi hipoglikemia dapat
akan memunculkan fenomena hypoglycemic dikategorikan sebagai gejala neuroglikopenik
unawareness yaitu kondisi glukosa darah yang dan neurogenik (otonom). Gejala neuroglikopenik
rendah tetapi penderita tidak merasa apa-apa. merupakan dampak langsung dari defisit glukosa
Fenomena ini terjadi akibat menurunnya pada sel-sel neuron sistem saraf pusat, meliputi
ambang hipoglikemia seorang penderita DM perubahan perilaku, pusing, lemas, kejang,
tipe-2sehingga penderita tidak akan merasakan kehilangan kesadaran, dan apabila hipoglikemia
gejala awal hipoglikemia, yang tentunya akan berlangsung lebih lama dapat mengakibatkan
membahayakan penderita(Seaquistet al, 2013). terjadinya kematian. Gejala neurogenik (otonom)
Pada DM tipe 2 didapatkan kejadian meliputi berdebar-debar, tremor, dan anxietas
hipoglikemia berat terjadi 3 – 72 episode per (gejala adrenergik) dan berkeringat, rasa lapar,
100 pasien per tahun.Kondisi itulah yang dan paresthesia (gejala kolinergik). Gejala-gejala
menyebabkan hipoglikemia memiliki efek yang yang dialami pada kejadian hipoglikemia pada
fatal bagi penyandang diabetes melitus, di mana penderita diabetes bukan hanya mengganggu
2% – 4% kematian penderita diabetes mellitus kesehatan pasien, namun juga mengganggu
disebabkan oleh hipoglikemia (Desouza, Bolli, kehidupan psikososial dari pasien tersebut.
& Fonseca, 2010). Hipoglikemia merupakan Hipoglikemia juga dapat mengakibatkan
factor penyulit dalam pengendalian kadar gula kerusakan otak yang menetap (Cryer, 2012;
darah penderita diabetes mellitus. Meskipun Seaquist et al, 2013; Zhao et al, 2012). Pada
pasien dengan diabetes tipe 2 sering dianggap umumnya hipoglikemia dapat dicegah walaupun
berada pada risiko yang lebih rendah untuk hipoglikemia dapat
hipoglikemia, data dari Kesehatan Nasional US terjadi secara tiba-tiba dan tidak
dan Survei Wellness pada 2006-2008 terduga.Insidens hipoglikemia dapat dihindari
menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari dengan meningkatkan pemantauan gula darah
2.000 peserta survey pengguna obat anti (Zhao et al, 2012). Untuk menghindari
diabetic oral yang mengalami gejala hipoglikemia berat sebenarnya tubuh sudah
hipoglikemia dengan prevalensi 12% -30% dibekali suatu sensor hipoglikemia. Pada
(Williamset al, 2012). Jumlah penderita keadaan hipoglikemia ringan, tubuh akan
hipoglikemia pada diabetes di Indonesia senada memberikan gejala dan tanda sehingga
dengan prevalensi diabetes di Indonesia yaitu penderita akan bertindak (misalnya minum air
1,1% secara nasional dan 5,7% pada penduduk gula). Dengan melakukan tindakan sederhana
perkotaan di Indonesia. Prevalensi diabetes tersebut penderita akan terhindar dari efek
tersebut berbeda – beda di berbagai provinsi dan hipoglikemia berat. Walaupun demikian gejala
prevalensi diabetes di daerah perkotaan di Jawa dan tanda hipoglikemia harus dicatat dan selalu
Tengah sebesar 7,8%(UKK Endokrinologi Anak ditanyakan kepada penderita.Edukasi terhadap
dan Remaja, 2010). Hipoglikemia perlu pasien dan penggunaan regimenterapi insulin
dicegah pada pasien diabetes yang mendapatkan yang mendekati fisiologis dapat mengurangi
terapi pengendalian kadar glukosa darah karena frekuensi hipoglikemia (Seaquistet al, 2013).
dapat menyebabkan kematian apabila kadar gula Manajemen pencegahan hipoglikemia
darah tidak segera ditingkatkan (Zhao et al, membutuhkan pendekatan yang
2012).Kadar gula darah yang rendah pada terintegrasiyang seringkali tergantung pada
kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan pengetahuan pasien,sikap dan kemampuan,
kerusakan sel-sel otak. Hal tersebut disebabkan komunikasidokter, dan hambatan system medis
karena glukosa adalah satu-satunya sumber atau tingkat social ekonomi (Williamset al,
energi otak dan hanya dapat diperoleh dari 2012). Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
sirkulasi darah karena jaringan untuk mengkaji lebih lanjut tentang pencegahan
59 Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, Volume 3, Nomor 3, April 2015, hlm. 57-63
seimbang, Ketidakpatuhan diet (asupan Endokrinologi Anak dan Remaja (2010), upaya-
makanan tidak mencukupi, melewatkan makan) upaya pencegahan dari hipoglikemia diantaranya
adalah gunakan regimen insulin sefisiologis
dan kegiatan fisik berlebihan yang tidak
mungkin sesuai dengan pola kehidupan penderita
direncanakan merupakan salah satu penyebab
melalui penyesuaian dosis insulin berdasarkan
terjadinya hipoglikemia berulang (Hsu et al, pola makan dan jenis kegiatan (olah raga),
2013; Zhao et al, 2012).Untuk mencegah edukasi tentang teknik penyuntikan insulin, masa
hipoglikemia pada malam hari maka pasien kerja insulin, monitoring kadar glukosa secara
perlu diedukasi untuk selalu menjaga kadar gula mandiri, penyesuaian dosis insulin dan obat
tengah malam diusahakan sekitar 120-180 diabetik oral berdasarkan profil glukosa darah,
mg/dL (7-10 mmol/L). Pasien juga disarankan edukasi pasien dan orang sekitarnya untuk
waspada terhadap gejala dan tanda hipoglikemik,
untuk mengkonsumsi makanan pada malam hari
memberikan informasi mengenai pengaruh
adalah karbohidrat yang lambat dicerna seperti liburan dan olah raga pada pasien, dukungan
susu, roti, pisang, apel dan protein. Semua anak psikologis untuk meningkatkan rasa percaya disi
dan remaja penderita diabetes harus membawa pasien. Self-monitor glukosa darah merupakan
permen atau tablet glukosa yang siap dimakan salah satu upaya pencegahan yang dapat
sewaktu-waktu bila terjadi hipoglikemia dilakukan secara mandiri oleh pasien. Monitor
(Seligman et al, 2010; UKK Endokrinologi glukosa darah menggunakan sampel glukosa
perifer merupakan bagian penting dari self-
Anak dan Remaja, 2010). Melibatkan dukungan
management pada pasien diabetes terutama
keluarga mengingat pengobatan pasien dengan
DM tipe 2 merupakan pengobatan yang seumur untuk pasien yang memilikiepisodehipoglikemia.
hidup, maka sangat diperlukan adanya Upaya self-monitor glukosa darahmenuntut
dukungan manajemen diri yang mencakup pasien untuk memiliki alat penghitung kadar
pelatihan terhadap anggota keluarga yang glukosa darah secara pribadi, mampu untuk
menggunakannya
berperan terhadap perawatan pasien (Sarkar et
dan mampu menginterpretasikan hasil
al, 2010; Seaquistet al, 2013). Tidak bisa
pengukurannya (Seaquist et al, 2013).
dipungkiri bahwa keluarga juga memiliki andil Pemantauan glukosa darah memberikan
yang besar terhadap keberhasilan pengobatan evaluasi segera tentang kadar glukosa darah,
pasien dengan DM tipe 2.Tidak hanya hasilnya dapat digunakanuntuk memandu
membantu mengontrol dalam penggunaan obat- penentuan terapidanuntuk mendeteksi
obatan antidiabetik, tetapi juga membantu hipoglikemia, serta memberikan umpan balik
pada kontrol glikemik yang telah dilakukan
dalam pengontrolan diet dan pola aktivitas
sebelumnya (Shafieeetal, 2012). Pemeriksaan
pasien. Selain itu keluarga juga dapat kadar glukosadarah setelah kegiatan ekstradan
memberikan informasi mengenai pengaruh kemudian 2 jam berikutnya selalu dianjurkan
liburan dan olah raga pada pasien sekaligus karena hipoglikemiasering terjadi setelah
memberikan dukungan psikologis untuk melakukan aktivitas(Cryer, 2009;Hicks, 2013,
meningkatkan rasa percaya diri pasien Seaquist et al, 2013). Upaya self-monitor glukosa
(Seaquistet al, 2013). darah dapat membantu membatasi efektivitas
klinis dalam meningkatkan kontrol glikemik pada
pasien diabetes tipe 2 dengan menggunakan
PEMBAHASAN obat oral, penentuan diet, dan gaya hidup pasien
Pencegahan hipoglikemia memerlukan sehari-hari (Clar et al, 2010). Menurut Czupryniak
pertimbangan dari beberapa prinsip, termasuk: et al (2014), adanya penurunan kejadian
1) self-management pasien diabetes; 2) self- hipoglikemia dengan adanya upaya self-monitor
monitor glukosa darah; 3) penggunaan insulin glukosa darah, karena pasien dapat
atau obat antidiabetik lain dengan benar; 4) menggunakan alat ini untuk mendeteksi episode
pertimbangan adanya faktor risiko hipoglikemia; asimtomatik dan juga untuk mengkonfirmasi
dan 5) dukungan dan bimbingan dari petugas gejala hipoglikemia yang berulang. Dengan
kesehatan profesional (Fisher, 2010; Shafieeet demikian, ketika glukosa darah dapat terkontrol
al, 2012). Menurut UKK dengan baik, risiko
61 Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, Volume 3, Nomor 3, April 2015, hlm. 57-63
hipoglikemia dapat dicegah dan dikurangi. Upaya hidup sehari-hari, dan mencapai kontrol
kedua untuk mencegah terjadinya hipoglikemia metabolik yang baik sehingga terhindar dari
adalah pendidikan kesehatan pada pasien komplikasi hipoglikemia (Seaquist et al, 2013).
diabetes. Terbatasnya pengetahuan Proses edukasi dapat dilakukan menggunakan
pasien tetang hipoglikemia telah berbagai macam metode maupun media yang
terbuktimenjadi penghalang untukmelakukan disesuaikan dengan kondisi pasien (Fisher,
manajemen diri secara memadai 2010; Shafiee et al, 2012). Pada era teknologi
dariregimenpengobatan, dengan informasi kesehatan, maka upaya edukasi dan
kurangpemahaman instruksiobat, dosis, waktu, promosi kesehatan utamanya tentang
dan peringatan, yang dapat pencegahan hipoglikemia dapat dilakukan
menyebabkanpeningkatan risiko untuk dengan media informasi digital. Penggunaan
hipoglikemia (Sarkar et al, 2010; Punthakee portal internet maupun sosial media dapat
et al, 2012). Oleh karena itu pendidikanpada memberikan informasi yang mampu menjangkau
pasien diabetesmerupakan upaya mendasar masyarakat luas sekaligus dapat diakses
dalam pengobatan(Yong etal, 2015). Menurut kapanpun juga (Sarkar et al, 2010). Dengan
Shafieeetal (2012), pendidikan self- memanfaatkan teknologi informasi yang telah ada
management terbukti efektifdalam mengubah diharapkan dapat memberikan kesempatan yang
perilaku dengan memberikan pengaruh seluas-luasnya kepada untuk mengetahui segala
positifpada hasil akhir dari proses manajemen informasi tentang penyakit dan komplikasinya
penyakit diabetes. Pendidikan dalam kelompok serta upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
terstruktur yang ditambah dengan pendidikan komplikasi tersebut. Pembentukan sistem
individu secara intensif memiliki manfaat positif dukungan pada pasien diabetes merupakan
dalam mencegah dan mengatasi hipoglikemia intervensi penting ketiga dalam pecegahan
pada pasien diabetes tipe 2. Menurut hasil terjadinya hipoglikemia berulang. Penderita
penelitian Farida dkk. (2014), dijelaskan bahwa maupun keluarga harus disadarkan bahwa DM
adanya hubungan yang signifikan antara tipe-2 merupakan suatu
pengetahuan dan kemampuan life long disease yang keberhasilan
pasien untuk mencegah hipoglikemia. pengelolaannya sangat bergantung pada
Pengetahuan yang baik akan berdampak pada kemauan penderita dan keluarganya untuk
kemampuan pasien untuk menentukan tindakan hidup dengan gaya hidup yang sehat (Seaquist
terbaik bagi kondisi kesehatannya. Penelitian lain et al, 2013). Pembentukan sistem pendukung
menunjukkan peningkatan pengetahuan terkait (termasuk pasien, keluarga, dan tim perawatan
diabetes adalah kunci untuk mewujudkan gejala profesional) juga diperlukan untuk memberikan
hipoglikemia. Namun, meskipun pengenalan manajemen diabetes tipe-2 secara holistik
risiko dan keparahan episode terkait gejala (Yong et al, 2015). Wang et al (2014) dalam
meningkat, hipoglikemia merupakan komplikasi penelitiannya, menjelaskan bahwa adanya
umum. Dengan demikian, perhatian ditujukan suport fisik dan psikologis oleh tim perawatan
untuk pendidikan manajemen diri yang lebih baik, dapat memberikan dampak positif pada pasien
untuk meminimalkan komplikasi, dengan DM tipe-2 melalui intevensi edukasi yang
memastikan kontrol metabolik yang memadai berkelanjutan dan monitoring dalam jangka
(Giordaet al, 2014). panjang. Selain itu juga diperlukan dukungan
Diharapkan proses edukasi tersebut dari keluarga, untuk memantau komplikasi
menimbulkan pengertian dan pemahaman jangka pendek dan jangka panjang, untuk
mengenai penyakit dan komplikasinya. Selain deteksi dini dan pengelolaan hipoglikemia
itu pengetahuan akan hipoglikemia juga sangat (Shafieeet al, 2012). Dukungan ini bertujuan
penting untuk disampaikan. Mulai dari definisi untuk mengurangi kecemasan pasien dengan
hipoglikemia, bagaimana tanda dan gejalanya, meningkatkan spiritualitas, perasaan positif dan
dan pertolongan pertama yang dapat dilakukan harapan, serta ketenangan dalam pikiran.
ketika mengalami hipoglikemia. Sehingga Dukungan terbaik untuk individu dalam bentuk
pasien mampu mengembangkan sikap positif motivasi diri. Pasien yang memiliki dukungan
terhadap penyakit yang tercermin dalam pola positif memiliki ketenangan pikiran dalam
Ristanto, Pencegahan Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus 62
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/8161
91771?accountid=25704.
Shafiee, G., Mohajeri-Tehrani, M., Pajouhi, M.,
& Larijani, B. (2012). The importance of
hypoglycemia in diabetic patients. Journal of
Diabetes & Metabolic Disorders, 11(17).
doi:10.1186/2251-6581-11-17