Anda di halaman 1dari 6

Konsep pemberantasan korupsi, berbagai strategi dan upaya pemberantasan korupsi

Pendahuluan

Pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Indonesia pasca
reformasi. Berbagai upaya telah ditempuh, baik untuk mencegah maupun memberantas
tindak pidana korupsi (tipikor) secara serentak oleh pemegang kekuasaan eksekutif (melalui
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah), legislatif, serta yudikatif.
Upaya-upaya itu mulai membuahkan hasil: itikad pemberantasan korupsi terdorong ke
seluruh Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya keuangan/aset negara
yang terselamatkan pada setiap tahunnya dalam pencegahan dan penuntasan kasus korupsi.
Sejumlah institusi pelaksana dan pendukung pemberantasan korupsipun terbentuk, antara lain
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Presiden juga telah menerbitkan sejumlah instruksi dan arahan untuk pencegahan dan
pemberantasan korupsi (PPK), misalnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi. Melalui Inpres ini, Presiden mengamanatkan berbagai
langkah strategis, diantaranya berupa Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi
Tahun 2004-2009. Dokumen yang dimaklumatkan sebagai acuan bagi para pihak di
pemerintahan Pusat dan Daerah dalam memberantas korupsi ini menekankan pada upayaupaya pencegahan dan penindakan, selain juga sebagai pedoman bagi pelaksanaan
monitoring (pemantauan) dan evaluasi.
Di tingkat kebijakan pemerintah, berlangsung dinamika menarik. Pada satu sisi, terjadi
pembentukan dan konsolidasi kelembagaan; sementara di sisi lain, masyarakat makin sadar
dan kritis akan pentingnya pemberantasan korupsi. Hal ini bukan saja telah diakomodasi
dalam RAN Pemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009, sejumlah daerah bahkan sudah
mengembangkan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi secara swakarsa. Pantaslah
kiranya jika ada daerah yang memelopori inovasi kebijakan yang terbukti mampu mencegah
praktik korupsi di birokrasi pemerintahan.
Pemberantasan korupsi di Indonesia telah menarik perhatian dunia internasional. Indonesia,
melalui Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2006, telah meratifikasi United Nations
Convention against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti korupsi,
UNCAC) 2003. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang dikaji
oleh Negara Peserta lainnya di dalam skema UNCAC. Upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia diperbandingkan dengan klausul-klausul di dalam UNCAC melalui kajian analisis
kesenjangan (gap analysis study). Hasil kajiannya menunjukkan bahwa, sejumlah
penyesuaian perlu segera dilakukan untuk memenuhi klausul-klausul di dalam UNCAC,
terkhusus bidang kriminalisasi dan peraturan perundang-undangan.

Pencegahan Korupsi
Prioritas pimpinan KPK yang baru adalah lebih banyak lagi melakukan tindakan pencegahan
dibandingkan KPK periode yang lalu dapat dimengerti. Dalam Konvensi Perserikatan
Bangsa- Bangsa tentang Pemberantasan Korupsi (United Nations Convention against
Corruption/ UNCAC) yang sudah diratifikasi dengan Undang- Undang No 7/2006,jelas sekali
diatur masalah pencegahan tindak pidana korupsi dari Pasal 5 sampai Pasal 14.
UNCAC mengupayakan pencegahan korupsi dengan memperbaiki transparansi dan
meningkatkan integritas birokrasi pemerintahan. Untuk itu setiap negara disarankan memiliki
lembaga pemberantasan korupsi yang efektif, birokrasi yang transparan, peningkatan
partisipasi masyarakat,dan memperbaiki lembaga pemerintah, termasuk peradilan dan sektor
swasta mengenai kode etik,pelaporan kasus korupsi, benturan kepentingan dan pengadaan
barang dan jasa, dan pencegahan tindak pidana pencucian uang.
Khusus untuk Indonesia, menurut Laporan Gap Analysis yang dibuat oleh tim ahli yang
berasal dari dalam dan luar negeri yang dibentuk KPK, terdapat empat masalah
penting untuk dilakukan pencegahan korupsi, yaitu memperjelas tanggung jawab
pencegahan korupsi, reformasi birokrasi terutama di sektor penegakan hukum dan peradilan,
perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa, dan pencegahan tindak pidana pencucian uang.
KPK dan lembaga lain seperti Komisi Ombudsman Nasional,Kementerian Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemeneg PAN) memiliki tanggung jawab utama di bidang
pencegahan korupsi ini. Mengenai reformasi birokrasi, kita sudah memulainya, misalnya
Meneg PAN sudah mengoordinasikan penyusunan rancangan undang-undang tentang
administrasi pemerintahan. Pengadaan barang dan jasa juga diupayakan memperbaiki, antara
lain dengan mengumumkan pengadaan barang dan jasa dari masing-masing instansi baik
melalui aplikasi LPSE, dan SIRUP.
Untuk pencegahan pencucian uang, tim ahli ini juga menaruh perhatian pada Pusat Pelaporan
dan Analisis (PPATK) yang belum memiliki pegawai tetap dan banyak menggunakan
pegawai dari instansi lain. Sehubungan dengan masalah kepegawaian ini,sudah pernah
diusulkan agar kepala PPATK diberikan kewenangan sebagai pembina pegawai negeri sipil
dengan merevisi satu pasal pada Peraturan Pemerintah No 9/2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Walaupun upaya ini sudah dilakukan bertahun- tahun dengan mengomunikasikannya kepada
Presiden, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dan menterimenteri dan pejabat terkait, tetapi
sampai sekarang belum sepenuhinya berhasil. Dengan memperbanyak pencegahan, high cost
economy dapat ditekan dan korban yang meluas di masyarakat dapat dikurangi.
Penindakan korupsi tetap dilanjutkan sebagai salah satu upaya untuk menimbulkan efek jera
kepada pelaku dan efek pencegahan bagi orang lain. Sejarah membuktikan pemberantasan
korupsi yang dilakukan hanya dengan penindakan dan tidak disertai pencegahan berupa
perbaikan sistem tidak akan pernah memberantas korupsi dengan baik.
Korupsi akan terus tumbuh dan berulang kembali apabila upaya perbaikan sistem sebagai
salah satu upaya pencegahan tidak dilakukan. Akhirnya, energi akan habis untuk melakukan
pemberantasan korupsi ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini mengutamakan upaya-upaya pencegahan
korupsi melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan kampanye yang melibatkan berbagai pihak.

Peringatan Hari Anti Korupsi internasional di Istana Negara Jakarta, mengatakan upaya
pencegahan dapat mengurangi potensi terjadi korupsi dan kerugian negara dibandingkan bila
korupsi itu sendiri telah terjadi.
"Mengingatkan kembali kejahatan korupsi sudah memasuki kehidupan bernegara, merusak
ekonomi, merusak penegakan hukum dan akhirnya juga merusak struktur sosial," pentingnya
upaya pencegahan korupsi agar tidak terjadi korupsi. Pencegahan melalui pembenahan
kelembagaan mutlak diperlukan, kita harus pikirkan langkah antisipasi".
KPK mengembangkan sebuah sistem yang disebut dengan sistem integritas nasional (SIN).
Sistem yang akan dikembangkan dan masuk dalam rencana kerja KPK 2011-2023 tersebut
adalah sistem yang berlaku secara nasional dan melibatkan seluruh pilar bangsa.
"Ini dimaksudkan seluruh pilar bangsa dapat mendorong adanya transparansi," Meski belum
menjelaskan secara detail bagaimana sistem ini berjalan, dengan sistem ini maka tindak
kejahatan korupsi dapat dicegah sejak awal dan melibatkan semua pihak 332 kasu, sejak
2004-2012 lembaga itu sudah menangani 332 kasus dengan pelaku yang beragam dari mulai
anggota legislatif baik di pusat maupun daerah, kepala lembaga, unsur kementerian, bupati,
gubernur, walikota, duta besar, penegak hukum dan pengusaha.
Keuangan negara yang berhasil diselamatkan dari sektor hulu migas sejak 2009-2012 Rp152
triliun sementara keuangan negara dari sektor pengalihan hak negara di 25 kementerian sejak
2009-2011 yang berhasil diselamatkan sebanyak Rp2 triliun.
Strategi dan Upaya Pemberantasan Korupsi
Pemerintah serius menangani korupsi secara konkret. Salah satu implementasinya adalah
terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Tahun 2012. Inpres ini merupakan lanjutan Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. Dalam dua Inpres ini, Pemerintah
mengimplementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nation Convention Against
Corruption (UNCAC). Keenam strategi itu adalah: Pencegahan pada Lembaga Penegak
Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindakan; Harmonisasi Peraturan
Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama Internasional; dan
Pelaporan. Targetnya, pada 2014 Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index
(CPI) Indonesia dapat mencapai angka 5,0.

Sebagai catatan, per 2010 CPI Indonesia tercatat 2,8. Sementara pada 2011 sudah naik
menjadi 3,0. Di negara ASEAN, CPI Indonesia lebih baik daripada Vietnam (2,9), Filipina
(2,6), Laos (2,2), Kamboja (2,1), dan Myanmar (1,5). Tapi CPI Indonesia masih di bawah
Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4). Yang harus dicatat,
Indonesia sudah mencatat kemajuan yang luar biasa dan mengalami kenaikan tertinggi dalam
periode 2004 hingga 2011. Pada 2004 CPI Indonesia hanya 2,0. "Jadi dalam kurun waktu
tujuh tahun ada kenaikan satu full percentage point, ini kenaikan yang sangat signifikan.
1.Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang
ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi,
merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi martir bagi para pelaku
tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi
Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
governance.
Membangun kepercayaan masyarakat
Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar
Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi
2.Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia,
antara lain sebagai berikut :
Upaya pencegahan (preventif)
Upaya penindakan (kuratif)
Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa
Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Upaya Pencegahan (Preventif)
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa
dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.

Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab
yang tinggi.
Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa
contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda
NAD (2004).
Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan
liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara
Rp 10 milyar lebih (2004).
Dugaan korupsi pada penyalahgunaan
fasilitaspreshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI
(2004).
Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi
Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa

Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke
tingkat pusat/nasional.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan
negara dan aspek-aspek hukumnya.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang
yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat
untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengahtengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas
korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi
korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi
organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi
tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang
membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta
sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia.
IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan,
Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

Daftar Pustaka
Artiningrum, Kurniasih; Nugroho, 2012, Etika Perilaku Profesional Sarjana, Graha Ilmu,
Yogayakarta
Srijanti, Purwanto, Artiningrum, 2007, Etika Membangun Sikap Profesionalisme Sarjana,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi (2011), Pendidikan Anti Korupsi untuk
Perguruan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai