HEMAPTOE
DI RUANG 27 RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG
DEPARTEMEN MEDIKAL
Disusun oleh:
ERISKA PRATIWI
150070300011126
PSIK A/PROFESI NERS 2016
Kelompok 1
2017
1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Penyakit
Batuk darah atau yang dalam istilah kedokteran disebut dengan hemoptisis
adalah ekspetorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring
atau perdarahan yang keluar ke saluran napas di bawah laring. Batuk darah
merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar. Maka penyebabnya harus segera
ditemukan dengan pemeriksaan yang seksama. (Dzen, 2009)
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau
perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah
dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan
hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic
fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker
paru dan abses. Hemoptisis masifa dalah batuk darah antara >100 sampai >600
mL dalam waktu 24 jam. (Rahman, 2009)
B. Etiologi
Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok
yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular.
Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis,
bronkiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis
mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia
diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan,
diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis.
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena
jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.
2
4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
5. Bisa berlangsung beberapa hari
6. Penyebabnya : kelainan paru
D. Patofisiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan
hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk
memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis
dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma
Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan
pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya
aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan
autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang
merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal
dari perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar
seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada
Goodpastures syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari
cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis
disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini
4
E. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan
oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan syok hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke
dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. X-foto
Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal dengan atau
tanpa adanya infiltrat. Gambaran milier atau bercak
kalsifikasi.
b. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB.
Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan
cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-
turut yaitu sewaktu pagi sewaktu.
c. Pemeriksaan mantoox test
Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.
G. Clinical Pathway
Terlampir
5
H. Penatalaksanaan Medis
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis
yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner
dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan
penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran
napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan
hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel.
Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring
( Trendelendburg/lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi
yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
c. Batuk secara perlahanlahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran
saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
e. Pemberian obatobat penghenti perdarahan (obatobat hemostasis),
misalnya
f. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang
terjadi.
6
h. Pemberian oksigen.
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
a. Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
b. Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan
operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe
yang berulang dapat dicegah.
Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut :
a. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
b. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
c. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi
selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk
darah tersebut tidak berhenti.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan
dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari
segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa
torakoplasti.
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode
yang mungkin digunakan adalah :
7
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi : Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
b. Keluhan Utama: Pasien hemaptoe ditandai dengan sesak nafas, batuk dan
berat badan menurun.
c. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien hemaptoe sering panas lebih dari dua
minggu sering batuk yang disertai dengan darah, anoreksia, lemah, dan
berkeringat banyak pada malam hari
d. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien mempunyai riwayat tertentu seperti
penyakit jantung, TBC dll.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: biasanya keluarganya mempunyai penyakit
menular atau tidak menular.
f. Riwayat psikososial
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis pasien dengan
timbul gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap
penyakitnya, meliputi : perumahan yang padat, lingkungan yang kumuh dan
kotor, keluarga yang belum memahami tentang kesehatan.
2. Pengkajian 11 Pola fungsional Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, dan
kebiasaan olahraga. Setelah masuk rumah sakit biasanya kebiasaan
merokoknya berhenti.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
8
Sebelum sakit biasanya nafsu makan tidak terganggu, tetapi setelah masuk
rumah sakit nafsu makan menurun, diet khusus / suplemen, fluktasi berat
baan dan anoreksia.
3. Pola Eliminasi
Pada saat sebelum dan setelah masuk rumah sakit umumnya pasien tidak
mengalami gangguan eleminasi
4. Pola Aktivitas
Sebelum masuk rumah sakit pasien masih segar bugar dan bisa melakukan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Tetapi setelah masuk rumah
sakit aktivitas dasar pasien terganggu seperti makan minum, toileting,
berpakaian, dll.
5. Pola Istirahat Tidur
Umumnya pasien mengalami gangguan pola tidur / istirahat setelah masuk
rumah sakit, beda dengan sebelum masuk rumah sakit. Manusia normalya
tidur >6 jam per hari, setelah masuk rumah sakit hanya bisa tidur 1-4 ja
6. Pola Kognitif-Persepsi
Sebelum dan setelah masuk rumah sakit, umumnya pasien tidak mengalami
gangguan pada indera
7. Pola Peran Hubungan
Hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar cukup baik
sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk rumah sakit biasanya
hubungan dengan orang-orang sekitar semakin bertambah karena pasien
sakit membutuhkan perhatian orang sekitar
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Untuk pasangan suami istri yang biasanya melakukan seksualitas secara
teratur, namun ketika sakit pola seksualitas akan terganggu
9. Pola Koping Toleransi Stress
Penyebab stres, koping terhadap stres, dan pemecahan masalah. Sebelum
masuk rumah sakit sudah banyak pikiran misalnya tentang sosial-ekonomi
ditambah lagi ketika manusia masuk rumah sakit pikiran tersebut bisa
menambah dua kali lipat
10. Pola Keyakinan Nilai
Sebelum masuk rumah sakit pasien rajin sholat dan beribadah kepada
Tuhannya, tetapi setelah masuk rumah sakit mungkin pasien hanya bisa
beribadah lewat doa-doa dan cara sholat yang duduk maupun tiduran di
tempat tidur
11. Pola Konsep diri
9
rentang normal, tidak ada dingin dibagian g. Obat koagulan diberikan untuk
suara napas abnormal) leher dan dada menghentikan perdarahan dan obat
c)Mampu mengidentifikasi klien golongan antitusif untuk mengurangi
dan mencegah faktor yang 7. Berikan batuk pada klien melalui penekanan
dapat menghambat jalan pengobatann pusat saraf batu
napas. seperti obat
koagulan dan
antitusif
2. 2. Nyeri akut b.d agen injuri Pain Level Pain Management 1. Pengkajian menyeluruh pada nyeri
(fisik) ditandai dengan Pain Control termasuk lokasi, karakteristik,
perubahan nafsu makan, Tujuan : Setelah 1. Lakukan pengkajian durasi, frekuensi penting untuk
perubahan respiratory diberikan asuhan menyeluruh pada menentukan penyebab utama nyeri
rate, melaporkan nyeri keperawatan 1 x 2 jam nyeri meliputi dan pengobatan yang efektif
secara verbal ditandai diharapkan nyeri yang PQRST 2. Nyeri akut sebaiknya dikaji saat
dengan: dirasakan klien berkurang. 2. Kaji adanya nyeri secara istirahat (penting untuk
DS : Kriteria hasil : rutin, biasanya dilakukan kenyamanan) dan selama bergerak
a) Mampu mengontrol (penting untuk fungsi dan
Laporan secara verbal pada pemeriksaan TTV
nyeri (tahu penyebab menurunkan risiko terjadinya
DO : dan selama aktivitas dan
nyeri, mampu kardiopulmonari dan
1. Posisi untuk menahan istirahat
menggunakan teknik 3. Minta klien untuk tromboembolitik pada klien)
nyeri
2. Tingkah laku berhati- nonfarmakologi untuk menjelaskan pengalaman 3. Memperoleh riwayat nyeri individu
hati mengurangi nyeri, nyeri sebelumnya, membantu untuk mengidentifikasi
3. Gangguan tidur mencari bantuan) keefektifan intervensi faktor potensial yang mungkin
4. Kurang fokus b) Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi keinginan pasien
manajemen nyeri, respon
5. Perubahan dalam tonus berkurang dengan untuk melaporkan nyeri, seperti
pengobatan analgetik
12
otot mungkin lemah menggunakan termasuk efek samping, intensitas nyeri, respon klien
6. Tingkah laku ekspresif manajemen nyeri dan informasi yang terhadap nyeri, cemas,
( gelisah, merintih) c) Mampu mengenali nyeri dibutuhkan farmakokinetik dari analgesik
7. Perubahan dalam nafsu (skala, intensitas, 4. Manajemen nyeri akut 4. Manfaat dari pendekatan ini adalah
makan dan minum frekuensi, dan tanda dengan pendekatan dosis efektif terendah dari setiap
nyeri) multimodal obat bisa diberikan, hasilnya efek
d) Menyatakan rasa 5. Jelaskan pada klien samping dapat diminimalkan seperti
nyaman setelah nyeri mengenai pendekatan terjadinya oversedasi dan depresi
berkurang. manajemen nyeri, respirasi
termasuk intervensi 5. untuk meningkatkan kemampuan
farmakologi dan kontrol nyeri adalah klien
nonfarmakologi. memahami nyeri secara alami
6. Minta klien untuk dengan baik, pengobatannya dan
menjelaskan nafsu peran klien dalam mengontrol nyeri
makan, eliminasi, dan 6. Strategi perilaku-kognitif dapat
kemampuan untuk menjadi sumber kontrol diri klien,
istirahat dan tidur keberhasilan personal, dan
7. Sebagai tambahan berpartisipasi aktif dalam
administrasi obat pengobatannya sendiri
analgesik, dukung klien
untuk menggunakan
metode nonfarmakologi
untuk membantu
mengontrol nyeri, seperti
distraksi, imaginary,
13
4. Discharge Planning
1. Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk
mengkonsumssi obat yang telah diberikan pihak rumah
sakit sampai batas pemakaian
2. Untuk sementara, anjurkan kepada pasien dan keluarga
agar mengatur posisi tidur pasien dirumah dengan posisi
supinasi (terlentang)
3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk membatasi
aktivitas pasien hemaptoe (bedrest)
4. Anjurkan kepada keluarga untuk mengantar pasien ke
rumah sakit untuk kontrol sesuai anjuran
15
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran pathway
uberculosis, Pneumonia, Bronklektasis, Brokitis, Abses paru), Neoplasma ( Karsinoma Paru, Adenoma), Lain-lain (Trombo emboli paru,
Terhirup orang sehat Terjadi robekan pembuluh darah pada paru-paru Distensi abdomen
Ansietas, takut