PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
a) Tujuan Umum
- Untuk memenuhi tugas laporan kasus pada stase Ilmu Penyakit Paru.
b) Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus
hemoptoe, dan bronkopneumonia.
- Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksanaan yang tepat pada
kasus hemoptoe dan bronkopneumonia..
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemoptoe
2.1.1 Definisi Hemoptoe
Hemoptoe adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal dari saluran
nafas di bawah pita suara. Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang
paling sering terjadi diantara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat kegawatan dari
hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor:
a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran pernapasan.
Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi, akan tetapi
ditentukan oleh refleks batuk yang berkurang atau terjadinya efek psikis dimana pasien
takut dengan perdarahan yang terjadi.
1. Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila jumlah
perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24 jam
2. Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila jumlah
perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam.
c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa
hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan yang gawat, oleh karena baik
bagian jalan napas maupun bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya akibat terjadinya obstruksi total.
3
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
Pasien Pasien
Hemoptisis Hemoptisis
Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya, dengan
insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya
terjadi pada umur 30-50 tahun kebanyakan 40-60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif
terapi.
4
b. Neoplasma
1) Karsinoma paru.
2) Adenoma.
c. Lain-lain
2) Mitral stenosis.
a) ASD
b) VSD
4) Trauma dada
5
d. Perubahan pada tekanan darah
2. Aspirasi
Aspirasi adalah suatu keadaan dimana masuknya bekuan darah maupun sisa-sisa
darah ke dalam jaringan paru bersamaan dengan inspirasi, di mana mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a. Meliputi bagian yang luas dari paru
b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih halus
c. Selain darah dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan lambung ke dalam paru
oleh karena penutupan epiglotis yang tidak sempurna
d. Dapat diikuti dengan infeksi sekunder
3. Renjatan Hipovolemik
Renjatan hipovolemik adalah salah satu bentuk daripada renjatan hemoragik yang
disebabkan oleh perubahan metabolisme sebagai berikut:
a. Asidosis metabolik, di mana kadar asam laktat meningkat lebih dari nilai normal.
b. Terjadinya penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang disebabkan oleh kontraksi
dari vasa aferen dan vasa eferen, dimana ditandai dengan retensi natrium dan
tingginya ureum darah.
c. Terdapatnya vasokontriksi sebagai usaha untuk memobilisasi darah.
d. Pada jangka panjang dapat terjadi reaksi kompensasi.
6
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.
Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial.
Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam
alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
+ Batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif
empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darah yang lebih besar. Biasanya pada kanker paru,
pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari
saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptisis selain
terjadi vasokontriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak
7
selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Kriteria dari jumlah darah
yang dikeluarkan selama hemoptisis juga mempunyai kelemahan oleh karena:
a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan
cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang
sesungguhnya.
b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan, bersama-sama dengan tinja, sehingga
tidak ikut terhitung.
c. Sebagian dari darah masuk ke dalam paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh:
Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik.
Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan
adanya iskemia miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik
jantung, maupun aliran darah serebral.
Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:
a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis
b. Lamanya perdarahan
c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi
d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, dan kesadaran.
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa perdarahan
tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau
gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah dan
bukan muntah darah.
8
.
6 pH Alkalis Asam
9 Tinja Blood test (-) / Benzidine Blood test (+) / Benzidine test (+)
test (-)
3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah sedikitnya
600 ml dalam 24 jam).
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
9
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari
250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya
masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari
250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam
yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah:
a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.
b. Lamanya perdarahan.
c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.
e. Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik.
f. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
2. Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui perkiraan penyebab.
a. Panas merupakan tanda adanya peradangan.
b. Auskultasi :
1) Kemungkinan menonjolkan lokasi.
2) Ronchi menetap, whezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca, bekuan
darah.
c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru
d. Clubbing : bronkiektasis, neoplasma
3. Pemeriksaan penunjang
10
Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita
hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.
Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab sebagian
penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks. Pemeriksaan dahak
baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat diambil dari dahak dengan
pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung).
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus untuk
penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan. Sebaiknya dilakukan
sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi
perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya
merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan,
bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat
perdarahan di samping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop
fiberoptik dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi
perdarahan.
11
2. Mencegah obstruksi saluran napas
a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.
b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan bronkoskopi.
3. Menghentikan perdarahan
a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade perdarahan.
b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support kardiopulmoner dan
mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama
kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
1. Terapi konservatif
Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan dalam posisi
duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang terasa menyumbat saluran
nafas. Dapat dibantu dengan pengisapan darah dari jalan nafas dengan alat pengisap. Jangan
sekali-kali disuruh menahan batuk.
Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan dalam posisi
tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan, dan sedikit trendelenburg untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Kalau masih dapat penderita disuruh batuk bila
terasa ada darah di saluran nafas yang menyumbat, sambil dilakukan pengisapan darah
dengan alat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang tube endotrakeal. Batuk-batuk yang terlalu
banyak dapat mengakibatkan perdarahan sukar berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat
diberikan Codein10 - 20 mg. Penderita batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan,
sehingga kadang-kadang berusaha menahan batuk. Untuk menenangkan penderita dapat
diberikan sedatif ringan (Valium) supaya penderita lebih kooperatif.
12
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
c. Menghentikan perdarahan
2. Terapi pembedahan
Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masih yang
sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti. Fungsi paru adekuat tidak ada
kontraindikasi bedah.
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi ini
dilakukan atas pertimbangan:
1. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
2. Berbagai hal menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan yang masif menurun
dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi. Etiologi dapat dihilangkan sehingga
faktor penyebab terjadinya hemoptisis yang berulang dapat dicegah.
13
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptosis, yaitu ditentukan oleh tiga
faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptosis dapat menimbulkan renjatan
hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan
paru yang sehat bersama inspirasi.
Penyulit hemoptisis yang biasanya didapatkan :
1. Bahaya utama batuk darah ialah terjadi penyumbatan trakea dan saluran napas, sehingga
timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita tidak tampak anemis tetapi sianosis, hal ini
sering terjadi pada batuk darah masif (600-1000 cc/24 jam).
2. Pneumonia aspirasi merupakan salah satu penyulit yang terjadi karena darah terhisap ke
bagian paru yang sehat.
3. Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagian distal akan kolaps dan terjadi
atelektasis.
4. Bila perdarahan banyak, terjadi hipovolemia. Anemia timbul bila perdarahan terjadi
dalam waktu lama.
Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptosis
yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang menentukan
prognosis :
1. Tingkatan hemoptisis: hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis
yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
4. Hemoptisis <200 ml/24 jam prognosa baik
5. Profuse massive >600 cc/24 jam prognosa jelek 85% meninggal.
2.2 Bronkopneumonia
2.2.1 Definisi
14
Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan bawah, yang
melibatkan parenkim paru-paru, termasuk alveoli dan struktur pendukungnya.
Bronkopneumonia adalah proses inflamatori permukaan bagian bawah yang mengenai
parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing. Definisi lain bronkopneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia
adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratoris dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur maupun parasit.
2.2.2 Etiologi
Beberapa penyebab bronkopneumonia adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan
protozoa. Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan, cairan, muntah atau
inhalasi kimia, merokok dan gas. Bakteri penyebab bronkopneumonia meliputi :
1. Bakteri gram positif
a. Streptococcus pneumonia (biasanya disertai influenza).
b. Staphylococcus (kuman masuk melalui darah atau aspirasi, sering menyebabkan infeksi
nasokomial).
2. Bakteri gram negatif
a. Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak dan menyebabkan
gangguan jalan nafas kronis).
b. Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infeksi luka, luka bakar, trakeostomi, dan infeksi
saluran kemih).
c. Klebseila pneumonia (insiden pada penderita alkoholis).
3. Bakteri anaerob (masuk melalui aspirasi oleh karena gangguan kesadaran, gangguan
menelan).
4. Bakteri atipikal (insiden mengingat pada usia lanjut, perokok dan penyakit kronis).
2.2.3 Patofisiologi
15
Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman pathogen masuk
ke mukus jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-
paru. Bila mekanisme pertahanan seperti sistem transport mukosilia tidak adekuat, maka
kuman berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas,
sebagai respon peradangan akan terjadi hipersekresi mukus dan merangsang batuk.
Mikroorganisme berpindah karena adanya gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian
cairan alveoli akan melindungi mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran
organisme ke alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran darah di paru
sebagian meningkat yang diikuti peradangan vaskular dan penurunan darah kapiler
Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi kapasitas paru,
penurunan produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan compliance dan menimbulkan
atelektasis serta kolaps alveoli. Sebagai tambahan proses bronkopneumonia menyebabkan
gangguan ventilasi okulasi partial pada bronkhi dan alveoli, menurunkan tekanan oksigen
arteri, akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri banyak yang tidak mengandung oksigen
sehingga terjadi hipoksemia arteri.
Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang disebut endogenus
pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai hipotalamus, maka suhu tubuh akan
meningkat dan meningkatkan kecepatan metabolisme. Pengaruh dari meningkatnya
metabolisme adalah penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai
akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah karena dehidrasi, panas
dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan melalui kulit (keringat) dan saluran
pernafasan sehingga menyebabkan dehidrasi.
2.2.5. Penatalaksanaan
16
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal
itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan :
a. Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti Ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intervensi.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan
hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di Rumah Sakit.
2.2.6 Komplikasi
Empiema, atelektasis, emfisema, meningitis, efusi pleura, abses paru, pneumothoraks,
gagal napas dan sepsis.
BAB III
17
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Satpol PP
No. RM : 030560
3.2. Anamnesa
18
- Riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun yang lalu, hipertensi terkontrol, obat
yang diminum yaitu amlodipin.
- Riwayat diabetes melitus disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
Merokok
Narkoba : Disangkal
Alkohol : Disangkal
19
b. Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB.
c. Leher
- Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid.
- JVP 5-2 cmH2O
d. Paru
Inspeksi :
- Stasis : Dinding dada sama kiri dan kanan
- Dinamis : pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Ekspirasi memanjang (-/-) , ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
e. Jantung dan Pembuluh darah
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada 2 jari lateral linea midclavicularis
sinistra RIC V, kuat angkat.
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Reguler, Bising jantung (-) Gallop (-).
f. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit, siaktrik (-), venektasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising usus normal (+) normal.
g. Ekstremitas : Akral hangat, edema(-), sianosis (-)
Darah Rutin :
Hb :14,8 g/dl
Ht : 43,4 %
Faal Ginjal
20
Mtabolisme karbohidrat
3.5 Diagnosis
Diagnosa Banding:
Non Medikamentosa :
- Bed Rest
- Kurangi Berbicara
- Diet TKTP
Medikamentosa
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Injeksi asam traneksamat 3x500 mg
- Injeksi Vit K 3x1
- Vitamin C 3 x 50 mg
- Paracetamol 3x500 mg
- Amoksisilin 3x500 mg
- Amlodipin 1x5 mg
Pemeriksaan Anjuran:
- Ro Thorak
- Pemeriksaan BTA Sputum
- Pemeriksaan sensitivitas dan Kultur Kuman
- Bronkoskopi
- CT Scan
FOLLOW UP PASIEN
Jumat , 24 maret 2017
Anamnesis :
21
Sesak nafas tidak ada
Demam tidak ada
Batuk Berdarah ada, darah sebanyak sendok teh, berwarna merah segar.
Batuk ada, berdahak, dahak berwarna putih, dan dapat dikeluarkan
Nyeri dada ada, nyeri dirasakan saat batuk.
Nafsu makan baik
BAB/BAK normal.
Objek :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : CMC
TTV
TD : 180/110 mmHg
Nadi : 65 kali/menit
Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,6 oC
Paru:
Inspeksi : Stasis : Dinding dada sama kiri dan kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Ekspirasi memanjang (-/-) , ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Terapi :
Medikamentosa :
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Injeksi asam traneksamat 3x500 mg
- Injeksi Vit K 3x1
- Vitamin C 3x50 mg
- Amoksisilin 3x500 mg
- Amlodipin 1x5 mg
22
Anjuran :
- Bed Rest
- Kurangi Berbicara
- Diet TKTP
Objek :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : CMC
TTV
TD : 160/100 mmHg
Nadi : 64 kali/menit
Nafas : 19 kali/menit
Suhu : 36,4 oC
Paru:
Inspeksi : Stasis : Dinding dada sama kiri dan kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Ekspirasi memanjang (-/-) , ronkhi (+/+) di apeks paru, wheezing (-/-)
Terapi :
Medikamentosa :
23
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Asam traneksamat 3x500 mg
- Injeksi Vit K 3x1
- Vitamin C 3 x 50 mg
- Amoksisilin 3x500 mg
- Amlodipin 1x5 mg
Anjuran :
- Bed Rest
- Kurangi Berbicara
- Diet TKTP
Objek :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : CMC
TTV
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 65 kali/menit
Nafas : 19 kali/menit
Suhu : 36,4 oC
Paru:
Inspeksi : Stasis : Dinding dada sama kiri dan kanan.
Dinamis : pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan.
24
Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan.
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Ekspirasi memanjang (-/-) , ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Terapi :
Medikamentosa :
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Asam traneksamat 2x250 mg
- Injeksi Vit K 3x1
- Vitamin C 3x50 mg
- Amoksisilin 3x500 mg
- Amlodipin 1x5 mg
Anjuran :
- Bed Rest
- Kurangi Berbicara
- Diet TKTP
Objek :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : CMC
TTV
TD : 140/100 mmHg
25
Nadi : 64 kali/menit
Nafas : 19 kali/menit
Suhu : 36,4 oC
Paru:
Inspeksi : Stasis : Dinding dada simetris kiri dan kanan
Dinamis : pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Ekspirasi memanjang (-/-) , ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Terapi :
Medikamentosa :
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Paracetamol 3x500 mg
- Amoksisilin 3x500 mg
- Amlodipin 1x5 mg
Anjuran :
- Bed Rest
- Kurangi Berbicara
- Diet TKTP
- Pasien Boleh Pulang
26
DAFTAR PUSTAKA
27