Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 69 TAHUN DENGAN

TUMOR PARU KANAN JENIS ? PS 70-80

DISUSUN OLEH:

Lingkan Bimoro

030.11.169

PEMBIMBING:

dr. Reni Ari Martani, Sp.P, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KARDINAH TEGAL

PERIODE 10 AGUSTUS 2015-17 OKTOBER 2015

LEMBAR PENGESAHAN
SEORANG LAKI-LAKI USIA 69 TAHUN DENGAN

TUMOR PARU KANAN JENIS ? PS 70-80

Disusun oleh:

Lingkan Bimoro

030.11.169

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kardinah, Tegal

Periode 10 Agustus 2015-17 Oktober 2015

Dipresentasikan pada tanggal : 8 Oktober 2015

Revisi tanggal : 9 Oktober 2015

Telah disetujui oleh

Mengetahui,

Koparnit Ilmu Penyakit Dalam, Dosen pembimbing,

dr. Sunarto, Sp.Pd dr. Reni Ari Martani, Sp.P, M.Kes

2
PENDAHULUAN
Kanker paru secara umum dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu
kanker paru sel kecil (small cell lung cancer) and non-small cell lung cancer
(NSCLC). NSCLC berkisar 85% dari seluruh kasus kanker paru. Secara histologi,
NSCLC dibagi menjadi adenokarsinoma, squamous cell carcinoma (SCC) dan
large cell carcinoma.(1)
Kanker paru merupakan kasus yang jarang terjadi pada awal tahun 1900-
an, namun semakin lama semakin meningkat prevalensinya. Prevalensi kanker
paru adalah urutan keda dari kanker prostat pada pria dan kanker payudara pada
wanita. Sekita akhir 1900-an, kanker paru menjadi penyebab utama dari kematian
yang sebenarnya dapat dicegah di Amerika Serikat, dan akhir-akhir ini kanker
paru mengungguli penyakit jantung sebagai penyebab kematian yang
berhubungan dengan merokok.(1)
Kanker paru merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada
laki-lakimaupun perempuan, bukan hanya di Amerika tetapi juga di negara lain.
Pada tahun 2014, penyakit ini diprediksikan telah menyebabkan 159.000 kematian
pada Amerika, lebih dari kanker kolorektal, payudara, dan prostat
dikombinasikan. Tipe kanker paru di Amerika, dan juga di negara lain, juga telah
berubah pada dekade terakhir, frekuensi adenokarsinoma meningkat, dan sel
skuamosa menurun.(1)
Sebagian besar kanker paru-paru didiagnosis pada stadium yang lanjut,
yang artinya menuju pada prognosis yang buruk. Kebutuhan untuk diagnosis
kanker paru secara dini dan pada stadium yang dapat disembuhkan meningkat.
Sebagai tambahan, sebagian besar pasien yang memiliki kanker paru adalah
perokok dan memiliki penyakit jantung dan paru, yang semakin membuat pilihan
operasi maupun terapi multimodalitas tidak dapat dilakukan.(1)
Kanker paru sering tidak dapat dideteksi, sifatnya asimtomatis hingga
penyakit itu sudah parah. Sekitar 7-10% kasus, kanker paru didiagnosis secara
tidak sengaja, pada pasien asimtomatis, ketika radiografi toraks dilakukan untuk
tujuan lainnya, yang menyatakanpenyakitnya. Beberapa tanda berkaitan paru

1
mungkin dapat ditemukan pada NSCLC. Tanda sistemik yang mungkin ditemukan
adalah berat badan turun tanpa sebab dan demam yang tidak terlalu tinggi.(1)
Karena penentuan stadium sangat menentukan terapi, maka setiap pasien
harus ditentukan stadiumnya secara adekuat. Terapi yang mungkin dilakukan
adalah operasi, kemoterapi, dan radiasi. Karena sebagian besar kanker paru sudah
tidak dapat disembuhkan dengan modalitas terapeutik, maka terapi paliatif sangat
diperlukan.(1)

2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Kecipir, Brebes
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tanggal Masuk RS : 14 September 2015
Ruangan : Rosella (Bed D6)
No. RM : 797466
Tanggal dikasuskan : 14 September 2015

II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 14 September 2015, secara autoanamnesis kepada
pasien dan alloanamnesis kepada anak pasien.

Keluhan utama : Batuk


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Paru RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 14
September 2015 dengan keluhan batuk kering yang sudah dirasa sejak 3 bulan
yang lalu. Tiga bulan yang lalu, pasien mulai merasa pusing disertai sedikit
batuk darah. Oleh karena itu, pasien datang berobat ke dokter umum, diambil
foto dada, dan dinyatakan mengalami Tuberkulosis Paru. Setelah itu pasien
direncanakan terapi 6 bulan, namun setelah terapi selama 1 bulan, pasien
tidak kunjung membaik. Maka, pasien pun berobat ke puskesmas dan
mendapatkan obat selama 2 bulan. Satu bulan kemudian, pasien pun datang
berobat ke BP4 (Badan Pengobatan Penyakit Paru-Paru), dan dari BP4
dirujuk ke Poliklinik Paru RSUD Kardinah. Dalam perjalanan selama 3
bulan, pasien merasa semakin sesak saat menarik napas. Batuk kering
dirasakan terus menerus, tidak ada perubahan walau sudah diberi obat. Ada
demam yang tidak tinggi pada perabaan. Sejak kurang dari satu bulan yang
lalu, pasien merasa kadang-kadang keluar keringat pada malam hari disertai
menggigil. Pasien merasa lemas akhir-akhir ini, namun nafsu makan yang

3
berkurang disangkal, serta berat badan yang turun pun disangkal. Tidak ada
diare, BAB dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami hal yang sama. Riwayat penyakit
paru lain disangkal, kencing manis, asma, maupun tekanan darah tinggi
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami hal yang sama, atau
memiliki penyakit paru lainnya. Tidak ada riwayat keganasan pada keluarga.

Riwayat Kehidupan Pribadi dan Ekonomi:


Pasien tinggal bersama istrinya saja, yang bekerja sebagai petani. Pasien
berobat dengan menggunakan asuransi jamkesmas. Di lingkungan sekitarnya
pasien mengaku tidak ada yang pernah atau sedang mengalami hal yang
serupa. Pasien mengaku sudah berhenti merokok selama 2 tahun, namun
sebelumnya pasien memiliki kebiasaan merokok, sejak usia 30 tahun sampai
67 tahun. Setiap harinya pasien dapat menghisap satu bungkus rokok per hari.
Riwayat meminum alkohol disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit sedang, sedikit sesak tidak pucat/sianosis.
Kesan gizi cukup.
Kesadaran : Compos Mentis GCS E4 M6 V5
Tanda vital :
 Tekanan darah : 140/70mmHg
 Nadi : 72 x/menit, reguler, isi cukup, ekual sisi kiri dan kanan
 Pernafasan : 20x/menit, irama teratur, tipe pernapasan
abdominotorakal
 Suhu : 36,5ºC

Antropometri : BB : 53 kg, TB : 170 cm, maka BMI : 18,3 kg/m2

Kepala : normocephali. Rambut berwarna hitam keabu-abuan, distribusi


merata, tidak mudah dicabut, alopesia (-), uban (+)

4
Mata : oedem palpebral (-/-), benjolan (-/-). konjungtiva pucat (-/-),
seklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor (+/+), reflek cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+), fotosensitivitas (-/-),
konjungtiva bulbi hiperemis (-/-), sekret (-/-), benjolan atau
hordeolum (-/-).

Telinga : Normotia, bentuk dan ukuran dalam batas normal, benjolan (-/-),
nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), liang telinga
lapang (+/+) serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).

Hidung : Deformitas septum nasi (-/-), nafas cuping hidung(-/-), mukosa


hiperemis(-/-), konka eutrofi (+/+), sekret (-/-), darah (-/-), benjolan
(-/-), nyeri tekan (-)

Mulut : Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), mukosa mulut berwarna
merah (+), sariawan (-), gusi bengkak (-), lidah dalam batas
normal, warna merah, lidah kotor (-), papil atrofi (-), tremor (-),
karies gigi (+), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, arkus faring
simetris.

Leher : JVP 5+2 cmH2O, trakea teraba letak ditengah, deviasi (-), kelenjar
tiroid dalam batas normal, tidak ada pembesaran. Pembesaran
kelenjar getah bening (-).

Aksila : Pembesaran kelenjdar getah bening (-/-)

Thoraks :

A. Inspeksi : Bentuk rongga dada normal, simetris. Ikterik (-), pucat (-),
sianosis (-), kemerahan (-), spider nevi (-), retraksi intercosta (-/-), sela iga
dalam batas normal tidak melebar dan tidak menyempit. Areola mamae
normal.

PARU

5
Anterior Kanan Kiri
Inspeksi Pengembangan dada saat Pengembangan dada statis
statis maupun dinamis maupun dinamis tampak
tampak simetris simetris
Palpasi Vokal fremitus teraba Vocal fremitus teraba normal,
lebih lemah, tidak tidak tertinggal saat
tertinggal saat bernapas. bernapas.
Perkusi Redup pada lapang paru Hipersonor pada seluruh
bawah lapang paru kiri
Auskultasi Suara napas trakeal (+) (1:3) Suara napas trakeal (+) (1:3)
Suara napas bronkial (+) Suara napas bronkial (+)
(1:2) (1:2)
Suaran napas sub-bronkial Suaran napas sub-bronkial
(+) (1:1) (+) (1:1)
Suara napas vesikular Suara napas vesikuler (+)
melemah (3:1)
Suara napas tambahan Suara napas tambahan
rhonki (-), wheezing (-) rhonki, wheezing (-)

Posterior Kanan Kiri


Inspeksi Pengembangan dada saat statis Pengembangan dada saat statis
maupun dinamis nampak simetris maupun dinamis nampak simetris
Palpasi Vokal fremitus teraba lebih Vokal fremitus teraba lebih
lemah, tidak tertinggal saat lemah, tidak tertinggal saat
bernapas. bernapas.
Perkusi Redup pada lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
bawah kiri
Auskultasi Suara napas trakeal (+) (1:3) Suara napas trakeal (+) (1:3)
Suara napas bronkial (+) (1:2) Suara napas bronkial (+) (1:2)
Suaran napas sub-bronkial (+) Suaran napas sub-bronkial (+)
(1:1) (1:1)
Suara napas vesikular Suara napas vesikular (+) (3:1)
Suara napas tambahan rhonki (-),
melemah
Suara napas tambahan rhonki (-), wheezing (-)
wheezing (-)

6
JANTUNG

Inspeksi Iktus kordis tidak nampak


Palpasi Ictus cordis teraba di ICS 4, 1 cm di medial linea midclavicularis
sinistra dengan diameter 0,5 cm, kuat angkat (+), thrill (-)
Perkusi Batas jantung kanan : tidak dapat ditentukan
Batas jantung kiri : ICS 5, 1 cm medial linea midklavikularis sinistra
Batas atas jantung : ICS 3, linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS 3, linea sternalis sinistra
Auskultasi Suara dasar BJ I dan BJ II reguler
Suara tambahan murmur (-), gallop (-),

ABDOMEN

Inspeksi Abdomen datar, distensi (-), ikterik (-), venektasi (-), smiling
umbilikus (-), caput medusa (-), sikatriks (-).
Auskultasi Bising usus (+) normal ± 2x/menit.
Palpasi Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), ballottement (-), Murphy sign (-)
Perkusi Timpani di keempat kuadran abdomen, hepar tidak teraba membesar,
pekak alih (-), nyeri ketuk costovertebra (-/-)

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA: Tidak dilakukan pemeriksaan

EKSTREMITAS

Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema (-) (-) (-) (-)
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)
Ikterik (-) (-) (-) (-)
Capillary refill time < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Ptekie (-) (-) (-) (-)
Nyeri tekan sendi (-) (-) (-) (-)
Motoris N N N N
Sensoris N N N N

Pemeriksaan Performance Status

7
Menurut Karnofsky Scale: 70-80, yaitu: Ada keluhan, tapi masih aktif, dan
dapat mengurus diri sendiri

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


HEMATOLOGI : 14 September 2015

CBC Hasil Nilai Rujukan Keterangan


Hemoglobin 13,1 g/dL 13,7-17,7 Menurun
Leukosit 17.100 /µL 4,4-11,3 Meningkat
Hematokrit 38,1 % 42-52 Menurun
Trombosit 421.000/µL 150-521
Eritrosit 4,5 x 106/µL 4,5-5,9
RDW 14% 11,5-14,5
MCV 85 U 80-96
MCH 29,2 Pcg 28-33
MCHC 34,4 g/dL 33-36
Diff count
Neutrofil 80,4 % 50-70 Meningkat
Limfosit 13,0 % 25-40 Menurun
Monosit 6,9 % 2-8
Eosinofil 0% 2-4 Menurun
Basofil 0,1 % 0-1
LED
LED 1 jam 65 mm/jam 0-15 Meningkat
LED 2 jam 87 mm/jam 0-25 Meningkat
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 132mg/dL 70-140
SGOT 12,5 U/L 15-40 Menurun
SGPT 6,4 U/L 10-40 Menurun
Ureum 55 mg/dL 12,8-42,8 Meningkat
Kreatinin 1.02 mg/dL 0,9-1,3
Sero Imunologi
HbsAg Negatif Negatif
HIV (Rapid Test) Negatif Negatif
Tumor Marker
CEA 304,51 ng/mL <4 Meningkat

FOTO THORAKS:

8
Identitas :
Nama : Tn. D
Umur : 65 tahun
Tanggal pengambilan:
Juli 2015
No.RM : 797466

Proyeksi foto : Thorax


PA

Deskripsi :
• Fraktur (-)
• Trakea di tengah
• CTR tidak dapat
ditentukan
• Sudut kostofrenikus
kiri lancip, kanan tumpul
• Diafragma kiri datar, kanan tidak dapat ditentukan
• Adanya opasitas homogen pada lapang paru kanan bawah
• Hiperlusen pada paru kiri
• Sela iga melebar pada paru kiri
Kesan :
Massa pulmo dextra
Efusi pleura

16 September 2015

CT SCAN THORAX TANPA KONTRAS

9
CT SCAN THORAX DENGAN
KONTRAS
Interpretasi:
Tampak bayangan konsolidasi pada pulmo kanan bawah, bentuk donut,
ireguler.
Pada kontras enhancement CT,
masa tidak enhance.
Efusi pleura (-)
Corakan paru normal, cor tidak
membesar

Kesan: Massa pulmo dextra

10
V. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Batuk kering selama 3 bulan
2. Pada pemeriksaan fisik, vocal fremitus menurun, perkusi redup pada
lapang paru kanan bawah, serta vesikuler melemah pada paru dextra.
3. Pada pemeriksaan darah ditemukan: Leukosit meningkat, Neutrofil
meningkat, LED meningkat, SGOT/SGPT menurun, serta CEA
meningkat tajam.
4. Pada foto toraks ditemukan tumor paru dextra dan PPOK dan dari CT-
scan thorax ditemukan masa pulmo dekstra.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Tuberculosis Paru
2. Efusi pleura
3. Bronkopneumoni
4. PPOK

VII. DIAGNOSIS KERJA


Tumor paru kanan jenis ? PS 70-80

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Biopsi paru : untuk mengetahui histologi dan jenis tumor
2. Sputum (BTA)
3. Spirometri

IX. DAFTAR MASALAH AKTIF


Tumor paru dextra

X. DAFTAR MASALAH PASIF


Riwayat merokok 37 tahun

XI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem I : Tumor paru kanan
Assessmet: Dipikirkan berdasarkan riwayat pasien batuk kering dan berdarah,
disertai sesak napas. Pasien juga merasa lemas, dan dalam
monitoring pasien mengeluhkan suara serak. Dari pemeriksaan
fisik ditemukan vocal fremitus yang melemah di paru kanan, suara
vesikuler melemah di paru kanan. Dari rontgen thorax ditemukan
opasitas homogen pada lapang paru kanan bawah. Dari CT scan
thoraks dengan dan tanpa kontras ditemukan massa pulmo dextra.

11
Intial plan:
Terapi :
 Terapi simtomatis:
o Pereda nyeri dan penenang:
 MST 10 mg 2x1 tab, mengandung morphin sulfate.
 Duragesic patch 1x1, mengandung fentanil (opoid)
 Alprazolam (antidepresan) 0,25 mg 2 kali sehari (0- ½ -
½)
 Ketorolac (untuk nyeri akut jangka pendek < 5hari) 2
ampul/drip
o Anti-mual: Omeprazol 20mg 1x1
o Untuk sesak:
 Etaphilline ampul (isi Acefylline piperazine) untuk
spasme bronkus, sesak. Sediaan 500mg/mL 1 ampul/drip
 Pasang O2
o Antibiotik spektrum luas: Levofloxacin 500 mg 1x1 selama 7
hari.
o Anti inflamasi: Metilprednisolon 125 mg 3 kali/hari
o Obat pereda batuk : Codein 20 mg 1x1
o Obat sakit kepala: Analsik 3x1 (mengandung metampiron
500mg dan diazepam 2 mg)
o Memperbaiki nafsu makan, menjaga fungsi hati, dan
melancarkan BAB : Curcuma 3x1 tab
 Terapi kausal : kemoterapi
 Rujuk ke bagian onkologi dan bedah
Monitorng : KU, TTV, kesadaran, berat badan, perkembangan
gejala klinis, dan CEA.
Edukasi :
 Edukasi pasien dan keluarga tentang tumor paru
 Edukasi mengenai komplikasi dan prognosis yang
mungkin terjadi
 Edukasi mengenai terapi dan efek samping yang mungkin
terjadi

XII. MONITORING

Tanggal Tanda Vital Anamnesis Problem


Senin, TD: 140/70 Batuk sejak 3 bulan  Batuk (+)
14 Sept HR: 72x/mnt
SMRS (masuk tanggal  Vocal fremitus

12
Tanggal Tanda Vital Anamnesis Problem
2015 RR: 20x/mnt 14 September 2015), mmelemah di paru
S: 36,5ºC batuk (+) kering, kanan
sesak napas (+), lemas  Vesikuler melemah di

(+). paru kanan


Selasa, TD: 140/70 Pusing (+), batuk (+),  Batuk (+)
15 Sept HR: 90x/mnt
sesak napas (+), lemas  Vocal fremitus melemah
RR: 20x/mnt
2015 di paru kanan
S: 36,8ºC (+).
 Vesikuler melemah di
paru kanan
Rabu, TD: 160/100 Mules (+), batuk (+)  Batuk (+)
16 Sept HR: 80x/mnt  Vocal fremitus melemah
kering, sesak (+),
RR: 20x/mnt
2015 di paru kanan
S: 36,5ºC lemas (+),
 Vesikuler melemah di
paru kanan
Kamis, TD: 140/70 Sesak napas (+), batuk  Batuk (+)
17 Sept HR: 90x/mnt
(+) berkurang, demam  Suara serak (+)
RR: 20x/mnt  Vocal fremitus melemah
2015
S: 36,5ºC (-), suara serak timbul
di paru kanan
sejak pagi (+)
 Vesikuler melemah di
paru kanan
Jumat, TD: 130/90 Sesak napas (+), suara  Batuk (+)
18 Sept HR:
serak (+), lemas. Sakit  Suara serak (+)
2015 95x/menit  Vocal fremitus melemah
dada sedikit
RR: 16x/mnt di paru kanan
S: 36ºC
 Vesikuler melemah di
paru kanan

XIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

13
TINJAUAN PUSTAKA

TUMOR PARU

DEFINISI
Kanker paru adalah penyakit dengan ciri khas adanya pertumbuhan sel yang
tidak terkontrol pada jaringan paru-paru.(2)

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kanker paru merupakan kanker paling sering, setelah
kanker prostat pada pria dan kanker payudara pada wanita. American Cancer
Society memproyeksikan ada 221.220 kanker pada paru dan bronkus akan
didiagnosis di Amerika Serikat pada tahun 2014, dengan 158.040 kematian.
Sekitar 85% dari kanker ini adalah NSCLC. Di Amerika Serikat, insiden kanker
paru semakin menurun sejak pertengahan tahun 1980-an. Di Inggris prevalensi
kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan Indonesia menduduki peringkat 4
kanker terbanyak, di RS Dharmais jakarta tahun 1998 menduduki peringkat ketiga
setelah kanker payudara dan rahim. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh
dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya. Karena sistem
pencacatan kita yang belum baik prevalensi pastinya belum diketahui pasti, tapi
klinik tumor dan paru di Rumah Sakit merasakan benar peningkatannya. Di
negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik denngan cepat antara lain
karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang mengkonsumsi 30%
rokok dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%).(2)

ETIOLOGI
Penyebab dari kanker paru, adalah sebagai berikut:
1. Rokok (78% pada laki-laki, dan 90% pada wanita).
Prevalensi rokok pada Amerika menurun pada 4 dekade terakhir ini. Pada
tahun 2012, diestimasikan terdapat 42,1 juta perokok aktif di Amerika
Serikat. Prevalensi perokok secara keseluruhan menurun dari 20,9% tahun

14
2005, ke 18,1% pada 2012. Secara mendunia, insiden merokok pada
negara berkembang pesat, hampir 320 juta perokok pada negara China
saja.(1)
Perkembangan kanker paru berkaitan langsung dengan jumlah
puntung rokok yang dihisap, lamanya memiliki riwayat merokok, dan
kandungan tar dan nikotin pada rokok. Resiko tentunya tinggi pada
perokok dari pada non perokok. Penelitian yang besar menemukan bahwa
perokok yang persisten memiliki 16 kali lebih beresiko untuk terkena
kanker paru, yang semakin berlipat ganda jika mulai meroko pada usia
kurang dari 16 tahun.
Walaupun merokok adalah penyebab utama dari kanker paru, baru-
baru ini ditemukan bahwa adanya perbedaan kerentanan terhadap
karsinogen antara laki-laki dan perempuan yang terpapar tembakau.
Perbedaan ini mungkin karena adanya perbedaan mekanisme perbaikan
DNA, yang walaupun masih kontroversial, ditemukan bahwa perempuan
lebih rentan untuk terjadinya adenokarsinoma dari stadium ke stadium,
perempuan dapat hidup lebih lama.
Resiko terkena kanker paru menurun dengan penghentian rokok.
Penelitian jangka lama, menunjukkan bahwa resiko tinggi menetap pada
10 tahun pertama setelah penghentian dan secara perlahan menurun hingga
2 kali lipat, sekitar 30 tahun penghentian rokok.
Rokok mengandung N-nitrosamin yang karsinogenik dan aromatik
polisiklik hidrokarbon yang dapat diinhalasi secara pasif oleh perokok
pasif. Kandungan karsinogen pada urin pada non-perokok adalah 1-5%.
Sebanyak 25% kanker paru pada non-perokok diidentifikasi sebagai
perokok pasif.
2. Paparan terhadap asbes
Paparan terhadap asbes menunjukkan kontribusi yang kuat terhadap
kanker paru, mesotelioma malignan, dan fibrosis pulmonal. Paparan asbes
dapat meningkatkan resiko pertumbuhan kanker paru sebanyak 5 kali lipat.
Rokok dan paparan asbes bekerja secara sinergis dan jika terpapar
bersamaan, resiko terkena kanker paru 80-90 kali daripada populasi
kontrol.

15
3. Paparan terhadap radium/radon
Randon adalah gas inert yang dihasilkan sebagai uranium yang hancur.
Paparan terhadap randon adalah faktor resiko kanker paru pada pekerja
tambang uranium. Sekitar 2-3% dari tumor paru diestimasikan disebabkan
oleh paparan randon. Namun pengguna uranium pada perumahan tidak
ditemukan bukti menyebabkan kanker paru.
4. Halogen ether
5. Paparan arsen
6. Paparan terhadap radioisotop
7. Polusi atmosfer
Tidak seperti keganasan lainnya, yang sebagian besar etiologinya tidak
diketahui, kanker paru dikenal sebagai penyakit yang disebabkan oleh rokok
sebanyak 90% pasien. Karena tidak semua perokok berkembang menjadi kanker
paru, dan tidak semua pasien kanker paru memiliki riwayat merokok, maka faktor
lain juga memiliki peran sebagai penyebab, baik secara mandiri ataupun berkaitan
dengan merokok. Studi oleh Bagnardi et al menemukan bahwa alkohol bukanlah
etiologi secara mandiri pada kanker paru. Faktor genetik mungkin berkontribusi
pada semua populasi, namun kontribusi faktor lain adalah spesifik pada populasi
tertentu.

PATOFISIOLOGI
Kedua paparan (secara lingkungan maupun okupasional) pada partikel agen
serta sensitivitas individu pada partikel ini berkontribusi terhadap terjadinya
kanker paru. Pada Amerika Serikat, merokok secara akatif bertanggung jawab
sekitar 90% pada terjadinya kasus kanker paru. Paparan okupasi yang bersifat
karsinogenik ada sekitar 9-15% penyebab karsinoma paru.(1)
Rokok mengandung lebih dari 300 substansi berbahaya dengan sedikitnya
40 yang diketahui poten karsinogenik. Poliaromatik hidrokarbon dan nicotine-
derived nitrosamine ketone diketahun menyebabkan kerusakan DNA pada
binatang percobaan. Benzo-A-pyrine juga terlihat menyebabkan mutasi pada p53
dan gen supresor tumor lainnya. Sebagai tambahan, penyakit paru lain seperti
PPOK, fibrosis pulmonel idiopatik, dan tuberkulosis terlihat berhubungan dengan
meningkatnya frekuensi kanker.(1)

16
Penelitian oleh Ito et al mengemukakan bahwa perubahan tipe histologik
pada kanker paru di Jepang dan Amerika berhubungan dengan perubahan tipe
rokok dari non-filter menjadi filter. Studi tersebut menyatakan bahwa perubahan
tipe sel terjadi sebagian besar pada kanker paru, yang berubah dari SCC menjadi
adenokarsinoma.(1)
Teknik molekular yang canggih telah mengidentifikasi pembesaran onkogen
dan inaktivasi dari gen tumor supresor pada NSCLC. Penemuan yang paling
penting adalah mutasi melibatkan ras onkogen. Keluarga ras onkogen mempunyai
3 anggota: H-ras, K-ras, dan N-ras. Gen ini mengkode protein pada bagian dalam
dari membran sel dengan aktivitas guanosin trifosfat dan mungkin melibatkan
transdukis sinyal. Penelitian pada manusia menyatakan aktivasi tiga ras tersebut
berkontribusi pada progresivitas tumor pada kanker paru. Mutasu ras ini terjadi
terutama pada adenokarsinoma dan ditemukan pada 30% kasus tersebut. Namun
mutasi ini tidak ditemukan pada adenokarsinoma yang berkembang pada pasien
yang tidak merokok. Abnormalitas molekular ditemukan juga pada NSCLC
termasuk mutasi pada onkogen c-myc dan c-raf pada gen tumor supresor.(1)
Penelitian Bruin dan kolega menemukan bahwa adalah periode yang lama
antara dimulainya mutasi dan gejala klinis, yang terlihat setelah mutasi baru
mengstimulasi perkembangan penyakit secara cepat. Pada beberapa perokok,
mutasi inisial terjadi ketika mereka sedang merokok sekitar 20 tahun yang lalu.
Semakin waktu berjalan, mutasi tersebut dikendalikan oleh protein yang disebut
APOBEC.(1)
Kanker paru secara umum dibagi menjadi 2 kategori utama, yaitu SCLC dan
NSCLC. NSCLC berkisar antara 85% dari semua kanker paru. NSCLC dibagi lagi
menjadi adenokarsinoma dan SCC, dan karsinoma sel besar.
1. Adenokarsinoma: terbentuk dari kelenjar mukosa bronkus, adalah kanker
NSCLC yang paling sering di Amerika Serikat, merepresentasikan 35-
40% dari semua kanker paru. Tipe ini adalah subtipe yang ditemukan
lebih banyak pada orang yang tidak merokok, yang biasanya terjadi pada
lokasi perifer dari paru, pada beberapa kasus di tempat yang dulunya
memiliki jejas, atau inflamasi.

17
Karsinoma bronkoalveolar berasalh dari pneumosit tipe II dan bertumbuh
sepanjang alveolar septa. Subtipe ini mungkin bermanifestasi sebagai
nodul perifer yang soliter, multifokal, atay bentuk pneumonik yang
berkembang cepat. Karakteristik yang ditemukan pada pasien dengan
penyakit yang sudah parah adalah sputum yang cair dan banyak
2. Karsinoma sel skuamosa: terdiri dari 25-30% dari semua kasus kanker
paru. Kalau adenokarsinoma adalah di tempat yang perifer, maka KSS ini
ditemukan pada bagian sentral dari paru. Manifestasi klasik adalah lesi
kavitas pada bronkus proksimal. Tipe ini secara histologis memiliki
karakteristik adanya mutiara keratin dan dapat dideteksi dengan uji
sitologi karena memiliki kecenderungan untuk mengelupas. Tipe ini
adalah tipe yang paling sering berhubungan dengan hiperkalsemia.
3. Karsinoma sel besar: sekitar 10-15% dari seluruh kasus kanker paru,
yang secara tipikal sebagai masa perifer yang besar pada rontgen toraks.
Secara histologis, ditemukan sel-sel yang atipik dengan nekrosis fokal,
dan tidak ditemukannya keratinisasi (seperti pada KSS) atau
pembentukan kelenjar (seperti pada adenokarsinoma).

Dengan prosedur histopatologis yang sudah berkembang dan penggunaan


mikroskop elektron, sebagian besar NSCLC yang sebelumya dikategorikan
sebagai karsinoma sel besar, diidentifikasi sebagai adenokarsinoma tidak
teridentifikasi, atau lebih jarang lagi, sebagai KSS.(1)

GELAJA KLINIS
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subjektif dan gejala objektif. Dari anamnesis
akan didapatkan keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain
yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa:
 Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
sekitar 45%-75%
 Batuk darah 57%
 Sesak napas
 Suara serak
 Sakit dada

18
 Sulit / sakit menelan
 Benjolan di pangkal leher
 Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.(1,2)

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala


klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti sudah stadium lanjut.

Gejala-gejala dapat bersifat:

 Lokal (tumor tumbuh setempat):


o Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
o Hemoptosis
o Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
o Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
o Atelektasis
 Invasi lokal
o Nyeri dada
o Dispnoe karena efusi pleura
o Invasi ke perikardium.
o Sindroma vena kava superior
o Sindrom Horner
o Suara serak, karena penekanan pada nervus laringeal rekurer
 Gejala Penyakit Metastasis
o Pada otak, tulang, hati, adrenal
o Limfadenopati servikal dan supraklavikula
 Sindrom Paraneoplastik: terdapat pada 10% kanker paru dengan
gejala:
o Sistemik: penurunan BB, anoreksia, demam
o Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
o Hipertrofi osteoartropati
o Neurologik: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
o Endokrin: sekresi berlebihan pada hormon paratiroid
(hiperkalsemia)
o Dermatoologik: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
 Asimtomatis dengan kelainan radiologis:
o Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang
terdeteksi secara radiologis
o Kelainan berupa nodul soliter(1)

19
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul akibat kompresi hebat
di otak, pembesaran hepar, atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang
tidak khas, seperti:

 Berat badan berkurang


 Nafsu makan hilang
 Demam hilang timbul
 Sindrom paraneoplastik, seperti “Hypertropic pulmonary
osteoartheopathy”, trombosis vena perifer dan neuropatia

20
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil
yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor
paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan meberikan
hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk
penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor di luar paru.
Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan
funduksopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya
fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.(2)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gambaran Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan
metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.
Pemeriksaan radiologi paru yaitu foto toraks PA/lateral, bila mungkin
CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.
a. Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat
dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm.
Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler,
disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor
juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura,
efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan
keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan
dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap
kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru

21
dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting
diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan
resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus
disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak
menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan
harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain
masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah
pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan
dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut Bila foto
toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus
diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang
atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada
tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila
cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
b. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan
kelainan di paru secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan
dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm
secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan
juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan
terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura
yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan
dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan,
keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage
juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat
dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner.
c. Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan
CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya
metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik
lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang
kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat
mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG

22
abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar
adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

2. Pemeriksaan Khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik
sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau
bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan
ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran
napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya,
berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah
berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan
tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau
kerokan bronkus.
b. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan,
misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum,
karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil
negatif.
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina)
pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan
informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan
informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk
fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus
dilakukan.

e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)


Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB
dengan bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih
kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB
dengan tuntunan CTscan.
f. Biopsi lain

23
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran
KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi
KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB
supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis
sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi
Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB
suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi
tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan
jika ada efusi pleura.
g. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura
viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan
dibiopsi.
h. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah
dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di
perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan
pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan
bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum
dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan
pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium
Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan
berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat
sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal
alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi
dalamformalin 4%.(2)

3. Pemeriksaan Invasif Lain


Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti
Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi,
torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis
dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari

24
semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis /
patologis tidak dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat
ditentukan :
1. Jenis histologis.
2. Derajat (staging).
3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi


penderita.(2)

4. Pemeriksaan Lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan
evaluasi hasil pengobatan.

CEA (Carcinoembryonic Antigen)


CEA adalah tumor marker yang paling sering digunakan untuk mendeteksi tumor
paru, namun CEA sendiri juga berhubungan dengan tumor yang lainnya. Tidak
ada tumor marker spesifik untuk kanker paru. Penggunaan tumor marker untuk
kanker paru jarang dilakukan karena kurang sensitivitasnya dan spesifitasnya,
namun kegunaan mereka pada monitoring penyakit dapat diandalkan. Beberapa
peneliti merekomendasikan penggunaan beberapa tumor marker sebagai
kombinasi untuk follow-up pasien kanker paru, namun kombinasi yang paling
berguna sekalipun masih dalam pembahasan. Beberapa tumor marker yang dapat
digunakan adalah CEA, CA-125, SCC, CYFRA21-1 dan NSE, dengan sensitivas
masing-masing adalah: CYFRA21-1: 76%, CA 125: 55%, CEA 52%, SCC 33%,
dan NSE 22%. Khusus untuk CEA sendiri, nilai rujukannya adalah < 2,5ng/ml
untuk non-perokok, dan <5ng/ml untuk perokok. Jika nilai CEA >10ng/ml,
mengindikasikan kemungkinan adanya metastasis.(4)
Pada penelitian dengan menggunakan tumor marker tersebut didapatkan
bahwa adanya hubungan CEA dan CA-125 dengan perubahan gejala klinis yang
diderita pasien. Tumor marker yang paling bisa dijadikan sebagai alat prognostik

25
adalah CEA, yaitu dalam faktor klinis (nyeri dada, dispnoe, dan hemoptosis),
ukuran tumor, ataupun analitikal (CA-125, SCC, albumin, dan LDH).
b. Pemeriksaan biologi molekuler. Pemeriksaan biologi molekuler telah
semakin berkembang, cara paling sederhana dapat menilai ekspresi
beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan kanker
paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari
pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis
penyakit.

5. Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi
histologis menurut WHO tahun 1999, tetapi untuk kebutuhan klinis
cukup jika hanya dapat diketahui:
1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma) Berbagai keterbatasan
sering menyebabkan dokter specialis Patologi Anatomi mengalami
kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat.

Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal


harusditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil
(KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer,
NSCLC)

5. Penderajatan
Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System
For Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah
tumor yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan
kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3,
sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh.

26
TNM
Stage
T N M
Occult Carcinoma Tx N0 M0
0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T2 N0 M0
II A T1 N1 M0
II B T2 N0 M0
III A T3 N2 M0
T3 N3 M0
III B Seberang T N3 M0
T4 Seberang N M0
IV Seberang T Seberang N M1

Keterangan:
T : Tumor Primer
T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari
penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak
tammpat secara radiologis atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak lebih dari 3 cm,
dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura visceral dan secara
bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus
(belum sampai ke bronkus utama). Tumor supervisial sebarang
ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus
yang meluas ke proksimal bronkus utama.
T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut:
 Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
 Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal
 Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis
obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum
mengenai seluruh paru

T3 : Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding


dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura
mediastinum, atau tumor dalam bronkus utama yang haraknya
kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tmor yang berhubungan
dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru

27
T4 : Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau
jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina,
tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit tumor
nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)


Nx : Kelenjar getah bening tak dapat dinilai
N0 : Tak terbukti keterlibatan kelenjaar getah bening
N1 : Metastasis pada kelenjar peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,
termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral
dan/atau KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/ kontralateral

M : Metastasis (anak sebar jauh)


Mx : Metastasis tak dapat dinilai
M0 : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh

6. Tampilan
Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan
obyektif yang dapat dinilai oleh dokter. Ada beberapa skala international
untuk menilai tampilan ini, antara lain berdasarkan Karnofsky Scale yang
banyak dipakai di Indonesia, tetapi juga dapat dipakai skala tampilan
WHO. Tampilan inilah yang sering jadi penentu dapat tidaknya
kemoterapi atau radioterapi kuratif diberikan.

Karnofsky WHO Batasan


90-100 0 Aktivitas normal
70-80 1 Ada keluhan, tapi masih aktif, dapat mengurus sendiri
50-60 2 Cukup aktif, namun kadang memerlukan bantuan
30-40 3 Kurang aktif, perlu perawatan

28
10-20 4 Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu dirawat di
RS
0-10 - Tidak sadar

Diagnosis banding kanker paru:

 Tumor mediastinum
 Tuberculosis paru
 Bronkopneumoni
 PPOK
 Metastasis tumor di paru
 Tuberkuloma (1,3)

PENATALAKSANAAN
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan
pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-
medis seperti fasiliti yang dimiliki rumah sakit dan ekonomi penderita juga
merupakan faktor yang amat menentukan. Indikasi pembedahan pada kanker paru
adalah untuk KPKBSK stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari
“combine modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK
stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi
bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip
pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan
KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi
atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi.
Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas
sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi
sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.(1)

PROGNOSIS

29
Angka kematian karena kaner paru tinggi. Di Eropa, survival 5 tahun sekitar
11%. Angka survival 5 tahun yang paling tinggi yang dilaporkan terdapat di
Amerika Serikat. Amerika Serikat mencatat dari tahun 2004-2010 bahwa angka
survival selama 5 tahun dari kanker paru sekitar 16,8%, yang merefleksikan
perkembangan yang membaik walaupun lambat yaitu dari 12,5 % di tahun 1975.
Namun, tingkat survival seseorang tergantung dari stage kanker paru yang
dideritanya. Estimasi survival 5 tahun berdasarkan stage penyakit adalah sebagai
berikut:

 Stage IA - 75%
 Stage IB - 55%
 Stage IIA - 50%
 Stage IIB - 40%
 Stage IIIA - 10-35%
 Stage IIIB – kurang dari 5%
 Stage IV – kurang dari 5%

PENCEGAHAN
Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang
dikandung asap rokok itu bersifat karsinogenesis. Secara epidemiologik juga
terlihat kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru, maka
tidak dapat disangkal lagi menghindarkan asap rokok adalah kunci keberhasilan
pencegahan yang dapat dilakukan. Keterkaitan rokok dengan kasus kanker paru
diperkuat dengan data bahwa risiko seorang perempuan perokok pasif akan
terkena kanker paru lebih tinggi daripada mereka yang tidak terpajan kepada asap
rokok. Dengan dasar penemuan di atas adalah wajar bahwa pencegahan utama
kanker paru berupa upaya memberantas kebiasaan merokok. Menghentikan
seorang perokok aktif adalah sekaligus menyelamatkan lebih dari seorang perokok
pasif. Pencegahan Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 3
harus diusahakan sebagai usaha perang terhadap rokok dan dilakukan terus

30
menerus. Program pencegahan seharusnya diikuti dengan tindakan nyata anti-
rokok yang melibatkan tenaga medis dan mahasiswa FK dan non-FK.(3)

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Winston W. Non-Small Cell Lung Cancer. Medscape 2015 [updated: 16


July 2015, cited: 30 September 2015] Aveailable from:
http://emedicine.medscape.com/article/279960-overview#a5
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
3. Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Nasional Penanganan
Kanker Paru versi 1,0 2015. Komite Penanggulangan Kanker. 2015.
4. Molina R, Fillella X, Auge J, Fuentes R, Bover I, Rifa J, et al. Tumor
Markers (CEA, CA 125, CYFRA 21-1, SCC dan NSE) in Patients with
Non-Small Cell Lung Cancer as an Aid in Histological Diagnosis and
Prognosis. Tumor Biology 2003;24 (4): 209-18

32

Anda mungkin juga menyukai