KARSINOMA KOLOREKTAL
PEMBIMBING
dr. Arnold H Harahap, SpPD, K-GEH, FINASIM
Disusun oleh :
Ainun Naimah
Madinatul Munawwaroh
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya
kami dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus ini yang berjudul
Karsinoma Kolorektal.
Makalah referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik di stase Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan
penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1
saran
yang
membangun
guna
penyempurnaan
makalah
semoga
makalah
presentasi
kasus
ini
dapat
bermanfaat bagi kita semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu
pengetahuan kita, terutama dalam bidang penyakit dalam.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh
keganasan pada traktus gastrointestinal. Insidensi keganasan kolorektal meningkat
setelah usia 50 tahun. Karsinoma rektum lebih banyak terjadi pada laki-laki, sedangkan
karsinoma kolon lebih banyak terjadi pada wanita. Delapan puluh persen karsinoma
kolorektal terjadi sporadik dan dua puluh persen terjadi pada pasien dengan riwayat
keluarga karsinoma kolorektal. Telah ditemukan kasus baru karsinoma kolorektal
sebanyak 1.4 juta dengan kematian sebanyak 694.000 pada tahun 2012. Di Amerika
Serikat, setiap tahunnya terdapat sekitar 134.490 kasus baru yang didiagnosis sebagai
kanker usus besar, diantaranya ada 95.270 kasus yang termasuk dalam kanker
kolorektal, dan 49.190 dari penduduk Amerika tersebut meninggal akibat kanker yang
dideritanya. Deteksi dini dan tatalaksana dengan cepat dan tepat akan menurunkan
angka kematian akibat kanker ini.1
Meskipun keberhasilan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara
cepat dan sangat maju, tetapi hanya sedikit saja yang meningkatkan harapan hidup
pasien.
Kunci
utama
keberhasilan
penanganan
keganasan
kolorektal
adalah
ditemukannya karsinoma dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara
bedah kuratif. Namun sayang sebagian besar penderita di Indonesia datang dalam
stadium lanjut sehingga angka survival rendah, terlepas dari terapi yang diberikan.
Penderita datang ke rumah sakit sering dalam stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala
awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang terjadi. Terapi bedah paling efektif
bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir. Bila sudah terjadi metastasis,
prognosis menjadi buruk, karena pilihan terapi mungkin hanya paliatif saja.2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1.
2.2.
IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik
Nama
Jenis Kelamin
Tempat / Tanggal Lahir
Usia
Agama
Alamat
: 00939555
: Tn. A
: Laki-laki
: Selawi, 08 Agustus 1950
: 65 tahun 7 bulan
: Islam
: Jl. Anggrek III C 57/7 Baenda Baru, Pamulang,
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Status Pernikahan
Masuk IGD RSF
Masuk Rawat Inap RSF
Tangerang Selatan
: Sarjana
: Pensiunan pegawai swasta
: Menikah
: 06 Maret 2016
: 07 Maret 2016
ANAMNESIS
Data diperoleh berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 21
Maret 2016 pukul 14.00 dan data rekam medik.
Keluhan Utama
Keluar darah dari anus sejak 1 hari SMRS.
kehitaman seperti aspal maupun mencret. Pasien mengeluhkan mual namun tidak
muntah. Keluhan ini terjadi pertama kali.
Pasien telah didiagnosis menderita kanker rektum sejak 8 bulan SMRS.
Awalnya pasien mengeluh sering BAB mencret lebih dari 3 kali sehari,
konsistensi cair, berwarna terdapat ampas dan lendir, tidak terdapat darah dan
tidak berbau. Pasien minum obat Diatab untuk menghentikan BAB kemudian
pasien tidak BAB selama beberapa hari. Pasien pernah BAB dengen feces
berukuran kecil-kecil, keluar sedikit-sedikit, berwarna hitam seperti kotoran
kambing. Terdapat benjolan pada perut bagian kiri bawah pasien sebesar telur
puyuh. Pasien dibawa ke RSUD Tangsel, dilakukan pemeriksaan USG
didapatkan tumor rectum lalu pasien dirujuk ke RSF dan disarankan untuk
operasi namun pasien menolak. Sejak saat itu pasien tidak melanjutkan
pengobatan, hanya dirumah dan menjaga pola makan. Perut pasien menjadi
kembung dan terasa begah, badan terasa lemas dan cepat lelah. Pasien masih bisa
kentut. Riwayat keluar benjolan dari anus saat mengedan disangkal. Pasien
masih mau makan dan minum. Terdapat penurunan berat badan mancapai 20 kg
dalam 8 bulan terakhir.
Sejak 5 bulan terakhir pasien BAK anyang-anyangan, harus mengedan
saat BAK dan harus menunggu sampai urin keluar, terkadang nyeri, pancaran
urin lemah, setelah BAK merasa tidak puas dan pasien terbangun 2-3 kali saat
malam hari untuk BAK. Pasien juga mengeluhkan nyeri punggung kiri yang
hilang timbul. Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal.
Saat ini pasien sudah hari perawatan ke 15, masih keluar bercak
perdarahan dari anus dan masih merasa nyeri pada anus dan nyeri pada perut
bagian kiri bawah. Selama dirawat pasien telah 5 kali transfusi darah. Tidak ada
demam. Nafsu makan baik. Pasien diberikan terapi Morfin 3x sehari setiap hari
untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien dirawat bersama dengan TS bedah digestif
dan TS bedah urologi dan direncanakan operasi miles procedure, sistoskopi K/P
TURBT tanggal 29 Maret 2016.
telah dinyatakan sembuh oleh dokter. Pasien memiliki riwayat batu empedu 10
tahun yang lalu, menjalani terapi alternatif dengan mengkonsumsi buah dan
garam inggris dan telah dinyatakan sembuh. Riwayat penyakit jantung, stroke,
penyakit ginjal dan tumor sebelumnya disangkal. riwayat operasi disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien dahulu bekerja sebagai pegawai swasta, saat ini sudah pensiun.
Riwayat merokok, konsumsi alcohol dan obat-obatan disangkal. Pasien seharihari jarang mengkonsumsi sayuran dan buah dan gemar makan-makanan
berlemak. Olahraga kadang-kadang.
2.3.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 Maret 2016 di bangsal IRNA Teratai
ruang 507, RSUP Fatmawati pukul 14.00 WIB.
A. Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Skala nyeri
BB
TB
BMI
Keadaan Gizi
B. Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
: 100/70 mmHg
: 80 kali/menit, reguler, isi cukup
Pernapasan
: 20 kali/menit, regular
Suhu
SpO2
: 37 C, suhu aksila
: 99%
: Normocephali.
Rambut
Wajah
Mata
dicabut
: Simetris
: Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, edema
palpebra tidak ada, pupil bulat isokor, diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
Telinga
langsung +/+
: Normotia, tidak hiperemis, liang telinga lapang,
serumen -/-, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan aurikula
Hidung
-/-, nyeri tekan retroaurikula -/: tidak ada deviasi septum dan napas cuping hidung,
kavum nasi lapang, sekret -/-, darah -/-, tidak ada
Mulut
hipertrofi konka
: Mukosa bibir lembab, hygienitas baik, Sudut bibir
simetris saat diam, bicara dan tersenyum, tidak ada
Tenggorok
Leher
Inspeksi : massa, keloid, scar tidak ada, tidak tampak deviasi trakea, tidak
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
E. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
pelebaran vena
: Bising usus (+) normal, bruit (-)
: Nyeri tekan regio iliaca sinistra (+), teraba massa pada regio
iliaca sin, berjumlah 1, ukuran 4x3x3 cm, permukaan rata, batas tegas,
terfiksir, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba, Ballotement -/-, undulasi
(-), nyeri tekan suprasimfisis (-).
Perkusi
: Timpani, redup di regio iliaka sinistra, Shifting dullness (-)
F. Kulit
: tampak kering, dekubitus (-)
G. Rektum/anus :
Inspeksi : tampak massa berbenjol-benjol, hiperemis (+)
Pemeriksaan colok dubur : TSA lemah, mucosa licin, ampulla tidak kolaps,
teraba massa 1 cm dari ACL pada jam 6 dan 3 cm dari ACL pada jam 12-4
konsistensi keras, terfiksir, menutupi hampir seuluruh lumen, nyeri tekan
(+). Prostat sulit diraba. Sarung tangan: feces (+), darah (+)
H. Punggung
: hematom (-), tidak terlihat benjolan, tidak ada nyeri pada tulang
belakang, nyeri ketok CVA -/I. Genitalia
: tidak terdapat kelainan
J. Ekstremitas : Akral hangat, capilary refill time (CRT) <2 detik, tidak ada
edema
2.4 Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
06/03/2016
08/03/2016
10/03/2016
8,3
27
16,1
622
4,46
6,9
22
11,9
412
3,33
9,3
29
11,4
478
4,23
16/03/2016
Nilai rujukan
17/03/2016
21/03/16
8,9
30
10,0
432
4,12
9,8
32
21,6
298
4,37
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
13.2-17.3 g/dl
33-45 %
5.0-10.0 ribu/ul
150-440 ribu/ul
4,40-5.90 juta/ul
VER
HER
KHER
RDW
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
Protein total
Albumin
Globulin
FUNGSI GINJAL
Ureum darah
Kreatinin darah
61,3
18,6
30,3
14,6
66,6
20,7
31
17,9
69,3
22,5
32,5
21,4
73,0
21,5
29,5
21,4
73,7
22,4
30,3
21,3
23
23
0-34 U/l
0-40 U/l
6,00-8,00 g/dl
3,40-4,80 g/dl
2,5-3,0 g/dl
6,2
3,5
2,7
19
20-40 mg/dl
0.6-1.5 mg/dl
1,2
GDS
Asam Laktat
HBA 1C
PCT-Q semi
kuantitatif
80.0-100.0 fl
26.0-34.0 pg
32.0-36.0 g/dl
11.5-14.5 %
116
6,4
8
70-140
0,5-2,2 mmol/L
4.5-6.3 %
2-10: risiko tinggi menja
berat
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
120
4,16
92
130
4,24
105
128
4,42
103
135-147 mmol/L
3.10-5.10 mmol/L
95-108 mmol/L
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Luc
HEMOSTASIS
APTT
Kontrol APTT
PT
Kontrol PT
INR
D-dimer
Golongan darah
0
0
94
2
3
0
31,9
30,7
14,2
13,6
1,06
200
0-1%
1-3%
50-70%
20-40%
2-8%
<4,5%
26,3 40.3
11.5 14.5
-
B/Rh+
<300 ng/ml
PENANDA
TUMOR
CEA
6,5
<5 ng/ml
AGD
pH
7.370-7.440
10
PCO2
PO2
BP
HCO3
O2 saturasi
BE
Total CO
35.0-45.0 mmHg
83.0-108.0 mmHg
21.0-28.0 mmol/L
95.0-99.0 %
-2.5-2.5 mmol/L
19.0-24.0 mmol/L
11
C. Kolonoskopi (17/03/2016)
Hasil :
- Berbatasan dengan anus, terlihat masa tumor berbenjol-benjol, berdarah,
hampir menutupi seluruh lumen
- Dilakukan biopsi untuk pemeriksaan PA
12
2.4.
Resume
Pasien laki-laki 65 tahun datang ke RSUP Fatmawati dengan hematoskezia sejak
1 hari SMRS. Perdarahan terjadi 3x dan membasahi sarung yang dipakai pasien.
Nyeri abdomen (+) regio iliaca sinistra, nyeri punggung kiri (+) hilang timbul, nyeri
pada anus (+), Mual (+). Riwayat perubahan pola defekasi (+). Pasien merasa ada
benjolan di perut kiri bawah sebesar telur puyuh dan perut terasa begah, flatus (+).
Terdapat penurunan berat badan 20 kg sejak awal sakit. Pasien telah didiagnosis ca
rektum 8 bulan yang lalu namun menolak untuk operasi. Sejak 5 bulan terakhir
muncul gejala LUTS berupa hesistancy, frekuensi, BAK mengedan, disuria,
pancaran urin lemah, BAK tidak lampias, dan nokturia. Selama perawatan pasien
diberi terapi Morfin 3x10 mg untuk mengatasi nyeri. Pasien rawat bersama dengan
TS bedah digestif dan bedah urologi untuk tatalaksana lebih lanjut. Pasien jarang
konsumsi sayur dan buah, gemar makan makanan berlemak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, tampak
kesakitan, VAS 5-6. Keadaan gizi kurang (IMT 15 kg/m2), konjungtiva pucat
(+),teraba massa pada regio iliaca sin, berjumlah 1, ukuran 4x3x3 cm, permukaan
rata, batas tegas, terfiksir, nyeri tekan (+). Pada rectal touche teraba massa 1 cm dari
ACL pada jam 6 dan 3 cm dari ACL pada jam 12-4 konsistensi keras, terfiksir,
menutupi hampir seuluruh lumen, nyeri tekan (+), darah (+).
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan anemia mikrositik hipokrom,
leukositosis, hiponatremia dan peningkatan marker CEA. CT scan whole abdomen
didaparkan massa pada rectum sesuai T4bN1M1b, hidronefrosis dan hidroureter
13
Daftar Masalah
Hematoskezia ec Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain
Hidronefrosis + hidroureter sinistra
BPH
Anemia mikrositik hipokrom
Hiponatremia hipoosmolar euvolemi
2.6.
Penatalaksanaan
Rencana Miles procedure dan sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah digestif dan
bedah urologi
Tatalaksana di IRNA:
- Transfusi PRC 250 cc
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
- Avodart 1 x 0,5 mg po
- Harnal 1x0,4 po
1.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : malam
Ad Sanationam :malam
1.9 Follow up
22/03/2016
Subjektif
Objektif
Nyeri pada anus dan perut, BAB terakhir 1 hari yang lalu warna
coklat kehitaman, terdapat bercak darah, tidak ada lendir, tidak
berbau, konsistensi lunak.
KU: TSS, tampak kesakitan. Kesadaran: CM. VAS: 5-6
TD : 95/70 mmHg FN : 88 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,2oC
14
Mata
Leher
Paru
Jantung
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan iliaca sinistra
(+), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Lab 22/03/16:
Hb/Ht/Leukosit/Trombosit/Eritrosit: 10,1/32/13.400/262.000/4,40
VER/HER/KHER/RDW: 72,2/22,9/31,7/20,9
Ureum/kreatinin: 47/1,0, Na/K/Cl: 127/4,21/106
pH: 7,506
PCO2: 26,6
PO2: 100
BP: 754,0
HCO3: 20,6
Sat O2: 98,1
BE: -0,9
Total Co2:21,4
Assessment
Planning
1.
2.
3.
4.
5.
RDx:
- periksa elektrolit post koreksi
- rencana sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah urologi tgl
29/03/2016
RTh:
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
- Avodart 1 x 0,5 mg po
15
Harnal 1x0,4 po
23/03.2016
Subjektif
Pasien masih nyeri pada anus. Nyeri perut berkurang. Tidak bisa
BAB sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluh nyeri dan bengkak
pada tangan kiri tempat infus
Objektif
Leher
Paru
Jantung
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema + pada tangan kiri
Assessment
Planning
1.
2.
3.
4.
5.
RDx:
- periksa elektrolit post koreksi
- rencana sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah urologi tgl
29/03/2016
RTh:
- Ganti infus ke tangan kanan
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
16
Avodart 1 x 0,5 mg po
Harnal 1x0,4 po
Laxadin 3 x CI
24/03/2016
Subjektif
OS massih nyeri pada anus. Nyeri perut tidak ada. Belum bisa BAB
sejak 4 hari yang lalu. Mual muntah tidak ada. Perut terasa penuh.
Objektif
Leher
Paru
Jantung
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba, teraba fecal mass
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Assessment
Planning
1.
2.
3.
4.
5.
6.
RDx:
- periksa elektrolit post koreksi
- rencana sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah urologi tgl
29/03/2016
RTh:
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
- Avodart 1 x 0,5 mg po
17
Harnal 1x0,4 po
Laxadin 3 x CI
28/03/2016
Subjektif
Objektif
Mulut
: mukosa basah
Leher
Paru
Jantung
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Lab 27/03/16:
Na/K/Cl: 124/4,06/100
Assessment
Planning
1.
2.
3.
4.
5.
RDx:
RTh:
- IVFD :
NaCl 3% 500 ml./24 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
18
Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
Transamin 3 x 1 amp iv
Vitamin K 3 x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Avodart 1 x 0,5 mg po
Harnal 1x0,4 po
Laxadin 3 x CI
29/03/2016
Subjektif
Objektif
Leher
Paru
Jantung
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Genitalia : terdapat kassa pada penis, tidak ada rembesan darah
Lab 28/03/16:
Na/K/Cl: 125/4,25/103
Assessment
Planning
Vit K 3 x 1 amp iv
Cek H2TL post op
Bedrest s/d 12 jam post op
Diet cair jika bising usus baik
30/03/2016
Subjektif
Objektif
Leher
Paru
Jantung
2.
3.
4.
5.
6.
Planning
RTh:
-
01/04/2016
Subjektif
Objektif
Hidung
Leher
Paru
Jantung
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan positif, hepar
dan lien tidak teraba. Terpasang colostomy bag produksi coklat,
ampas (+), darah (-), lendir (-). Terpasang urostomy bag
21
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Genitalia : terdapat kassa pada penis, tidak ada rembesan darah
Lab 31/03/16:
Hb/Ht/Leukosit/Trombosit/Eritrosit: 6,7/20/12.800/163.000/2,59
VER/HER/KHER/RDW: 78,2/26/33,2/18
Na/K/Cl: 133/3,16/113
PCT-Q semi-kuantitatif: <0,5
Assessment
Planning
22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.5 KARSINOMA KOLOREKTAL
1. Definisi
Karsinoma Kolorektal adalah istilah yang diberikan kepada keganasan yang
berkembang pada kolon atau rektum. Keganasan ini merupakan keganasan saluran
pencernaan terbanyak. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran
pencernaan. Lebih jelasnya kolon berada dibagian proksimal usus besar dan rektum
di bagian distal sekitar 5-7 cm diatas anus. Jenis keganasan yang terbanyak adalah
adenokarsinoma. Lokasi tersering di rectum, sigmoid, kolon asenden dan kolon
desenden.
Metastasis
dapat
terjadi
secara
limfogen,
hematogen
dan
perkontinuitatum.1,4
2. Epidemiologi
Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh
keganasan pada traktus gastrointestinal. Insidensi keganasan kolorektal meningkat
setelah usia 50 tahun. Karsinoma rektum lebih banyak terjadi pada laki-laki,
sedangkan karsinoma kolon lebih banyak terjadi pada wanita. Delapan puluh persen
karsinoma kolorektal terjadi sporadik dan 20% terjadi pada pasien dengan riwayat
keluarga karsinoma kolorektal. Telah ditemukan kasus baru karsinoma kolorektal
sebanyak 1.4 juta dengan kematian sebanyak 694.000 pada tahun 2012. Di Amerika
Serikat, setiap tahunnya terdapat sekitar 134.490 kasus baru yang didiagnosis
sebagai kanker usus besar, diantaranya ada 95.270 kasus yang termasuk dalam
kanker kolorektal, dan 49.190 dari penduduk Amerika tersebut meninggal akibat
kanker yang dideritanya. 2
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk.
Dewasa ini kanker kolorektal menjadi salah satu kanker yang banyak tejadi di
Indonesia. Data yang dikumpulkan dari pusat kanker menunjukkan bahwa kanker
23
kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering tedapat pada
pria maupun wanita. 2
24
25
Usia tua
Cholecystectomy
Ureterocolic anastomosis
Faktor lingkungan:
o Diet tinggi daging, lemak dan rendah serat, folat dan kalsium
o Gaya hidup
o Obesitas
o Diabetes mellitus
o Merokok
o Riwayat terpajan radiasi
26
Kolitis ulseratif
Colitis crohns
Pasien yang menderita penyakit crohn mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan
dengan kolitis ulseratif.
4. Patogenesis 5,6
Dua jalur inisiasi pembentukan dan progresi tumor adalah:1
a. Loss of heterozygosity (LOH) (80%): delesi kromosomal dan aneuploidi
tumor, yakni defek gen APC, mutasi K-ras (proto-onkogen), mutasi DCC
(gen supresor tumor), dan mutasi p53 (gen supresor tumor).
b. Replication error (RER) (20%): kesalahan perbaikan saat replikasi DNA
28
Gambar 4. Karsinogenesis kanker kolorektal (Sabiston, 2007). Ket: APC, adenomatous polyposis coli.
DCC, deleted in colorectal carcinoma; Tumor suppressor gen (DCC, p53, APC)
Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :
a. Tipe Polipoid atau Vegetatif
Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol
ditemukan terutama di sekum dan kolon ascenden. Tipe ini merupakan
pertumbuhan yang berasal dari papiloma simpel atau adenoma.
b. Tipe Skirous (Scirrhous)
Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala
obstruksi, terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum. Disini
terjadi reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras
serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk
membentuk napkin ring.
c. Tipe Ulseratif
Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap
lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak
maligna.
29
5. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk
colok dubur, dan pemeriksaan penunjang lainnya:2
Anamnesis
Anamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa
diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anus (darah
segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam
keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker
payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat,
banyak lemak). Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan
pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi.
Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena
semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang
menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar.
Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang
merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar.
Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai
adanya proses patologis pada colorektal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya
yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan
30
makin lama makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase
lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar.
Kolon kiri
Perdarahan tidak masif
Darah
dan
lendir
feses
Dyspepsia
Gejala
gejala obstruktif
kanan bawah
dan
tanda
obstruksi
pola
defekasi
(samar/makroskopik)
diare
Penemuan
Temuan kolonoskopi
Penemuan kolonoskopi
rektosigmoidoskopi
tumor
pada
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyait okal,
mengidentifikasi metastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut
berperan dalam pengobatan. Area supraklavicula harus dipalpasi untuk
31
Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi
Konfimasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.
Jika
terdapat
sebuah
obstruksi
sehingga
tidak
memungkinkan
kanker
kolorektal.
Meningkatnya
nilai
CEA
serum,
32
primer
berhubungan
dengan
meningkatnya
nilai
CEA.
mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1 cm). Akan tampak filling
defect berbentuk anular atau apple core, dinding usus rigid, dan mukosa
rusak. DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96%
dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk
mendeteksi polips di Rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada
DCBE 1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema (SCBE)
1/10.000.
d. Endoskopi
33
34
35
36
suatu tindakan bersifat kuratif atau paliatif biasa digunakan Dukes staging atau
Astler-Coller modification staging.1,2,7
1. Klasifikasi Dukes
A : Tumor terbatas pada dinding mukosa
B : Tumor menginvasi menembus dinding mukosa
C : Keterlibatan kelenjar limfe lokal dan regional
D : Metastase Jauh
2. Klasifikasi Dukes modifikasi Astler Coller. Membagi karsinoma kolorektal
berdasarkan gambaran histologis, sebagai berikut :
A : Tumor hanya pada lapisan mukosa.
B1 : Tumor sampai lapisan muskularis propria
B2 : Tumor menginvasi menembus lapisan muscularis propria
C1 : Tumor B1 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening
C2 : Tumor B2 dan di temukan anak sebar pada kelenjar getah bening
D : Metastasis jauh
3. Stadium berdasarkan sistem TNM (AJCC: American Joint Committee of
Cancer edisi 7)
pT-Tumor Primer (T)
pTx : Tumor primer tidak dapat dinilai
pTo : Tidak ada tumor primer yangdapat ditemukan
37
38
39
8.
Penatalaksanaan 7
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan
utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif
maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak
memberikan manfaat kuratif.
40
Hemikolektomi kiri
42
Kanker rektum
Lesi pada rektum sebaiknya dibedakan dan tidak disatukan dengan
kanker kolon karena adanya perbedaan dalam pola kelainan lokal dan strategi
penanganannya. Tindakan operasi bagi kanker yang letaknya di rektum
membutuhkan beberapa pertimbangan khusus. Dimana dikenal istilah Rule of
Third.
o Lesi pada bagian atas ( > 12 cm di atas anus) dilakukan tindakan reseksi
sepanjang abdominal dengan anastomosis antara kolon sisi kiri dengan
rektum yang tersisa (Low anterior resection).
o Lesi pada bagian tengah (7 12 cm di atas anus) dilakukan reseksi low
anterior dengan menggunakan alat stapling sirkuler pada anastomosisnya.
43
9. Prognosis 2
1. Klasifikasi
Perdarahan
saluran
cerna
dapat
dibagi
berdasarkan
tempat
sumber
perdarahan,yaitu : 8,9
a. Perdarahan saluran cerna atas
Lokasi perdarahan saluran cerna atas terletak di atas ligamentum treitz yaitu
bagian duodenum, lambung serta esophagus.
b. Perdarahan saluran cerna bawah
Sedangkan lokasi perdarahan saluran bawah terletak bawah ligamentum
treitz meliputi illeum, yeyenum, colon, rectum dan anus
c. Perdarahan saluan cerna samar (obscure)
Perdarahan saluran cerna berulang akut atau kronik yang tidak diketahui
sumbernya.
47
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran cerna adalah menentukan
beratnya
perdarahan
dengan
memfokuskan
pada
status
hemodinamik.
Pemeriksaannya antara lain meliputi: 1) tekanan darah dan nadi posisi baring, 2)
perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3) ada tidaknya vasokontriksi perifer,
4) pernapasan, 5) tingkat kesadaran dan 6) produksi urin.
Pendarahan yang signifikan secara klinis mengarah pada perubahan postural
denyut jantung atau tekanan darah, tachypnea, takikardia, dan hipotensi. Perubahan
hemodinamik yaitu penurunan tekanan darah ortostatik lebih dari 10 mmHg
biasanya menunjukkan penurunan volume darah lebih dari 20%. Tekanan darah
sistolik kurang dari 100 mmHg biasanya menunjukkan <30% penurunan volume
darah. 8,9
4. Faktor risiko
Pasien yang signifikan mengalami perdarahan saluran cerna umumnya adalah
orang tua dan berjenis kelamin laki-laki dibandingkan orang yang tidak mengalami
perdarahan saluran cerna. Demikian pula pada individu yang mengkonsumsi
alcohol, tembakau, aspirin, NSAID, dan antikoagulan memiliki risiko lebih besar
mengalami perdarahan saluran cerna.
Pada penelian dari netherland, vanleerdam dan kawan-kawan menemukan 71%
pasien dengan usia lebih dari 60 tahun dengan perdarahan akut saluran cerna dan
24% pasien yang berusia lebih dari 80 tahun. 10
Tabel 3.1 Karakteristik Individu Dengan Peningkatan Faktor Risiko Terjadinya Perdarahan
Saluran Cerna Akut.
Peningkatan usia
Jenis kelamin laki-laki
Tidak menikah (vs. menikah)
Status kesehatan
penyakit kardiovaskular
Diabetes mellitus
Penyakit renal
Tingkat aktifitas fisik rendah.
48
5. Penyebab
Penyebab paling sering pada perdarahan akut saluran cerna atas adalah penyakit
ulkus peptikum (31%-58%), gastritis (9%-30%), dan gastroesofageal varises (3%23%). Sedangkan penyebab yang paling sering pada perdarahan akut saluran cerna
bawah adalah divertikulosis (24%-47%), colitis (6%-26%), neoplasma (9%-17%),
dan angiodisplasia (2%-12%). 8,9
Tabel 3.2 Diferensial Diagnosis Pada Akut Perdarahan Saluran Cerna Atas Berdasarkan Tempat
Anatomis
Esophagus
Duodenum
Esophagitis
Reflux
Infectious (fungal, viral)
Esophageal varices
Neoplasms
Stomach
Peptic ulcer disease
Gastric ulcer
Gastroesophageal varices
Portal gastropathy
Duodenal ulcer
Arteriovenous malformation
Neoplasms
Duodenal adenocarcinoma
Pancreatic adenocarcinoma
Carcinoid tumors
Dieulafoy ulcers
Aortoduodenal fistula
Diverticula
49
Dieulafoy ulcer
Hepatopancreatic-biliary
Arteriovenous malformation
Hemobilia
Neoplasms
Pancreatitis-induced
GI stroma tumors
Lymphoma
Adenocarcinoma
Carcinoid tumors
Mallory-Weiss tear
Stress gastritis
50
Gambar 12. Frekuensi relatif penyebab terbanyak perdarahan saluran cerna atas (A) dan
perdarahan saluran cerna bawah (B) di United States. (Kim, Lawrence T. 2006
51
Algoritma 3.2. Langkah diagnostik dalam evaluasi perdarahan akut saluran cerna
bawah.
52
7. Pendekatan diagnosis
Setelah pemulihan sirkulasi volume darah, langkah berikutnya adalah
identifikasi sumber perdarahan sehingga terapi definitive dapat dilakukan. Bila pada
pasien terdapat hematemesis, lokalisasi perdarahan pada esophagus, lambung, dan
duodenum sehingga esophagogastro-duodenoscopy (EGD) dapat dilakukan segera
untuk mengidentifikasi sumber perdarahan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
antara lain: 11
Gastric Aspiration
53
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Nasogastric Tube
(NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak
aktif,aspirat berwarna merah menandakan perdarahan masif. Seperti halnya
warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas pasien.
Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak
duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.
Endoscopy
(Esophagogastroduodenoscopy,
Colonoscopy,
Enteroscopy,
Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal ligamentum Treitz
dan dengan kolonoskopi memberikan hasil negative, maka dapat dilakukan
pemeriksaan enteroskopi atau endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas
angiodisplasia di usus halus. Pada kasus perdarahan berat yang tidak memungkinkan
kolonoskopi, dapat dilakukan angiografi yang terlebih dahulu diperiksa dengan
schintigraphy. Barium enema dapat bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus
mengobati intususepsi.10
8. Pendekatan penatalaksanaan
Angiography embolization
9. Komplikasi
-
transfusi.
Komplikasi terkait prosedur intravena, seperti perforasi dan infeksi.11
10. Prognosis
Pada kebanyakan pasien (80%) dengan perdarahan saluran cerna mengalami
penghentian perdarahan secara spontan, dan pada sebaian pasien yang tidak
mengalami perdarahan spontan atau yang mengalami perdarahan berulang
mempunyai risiko besar untuk menderita komplikasi dan mendapatkan perawatan
khusus di rumah sakit. Hal ini membutuhkan kontrol operatif untuk menghentikan
perdarahan atau meninggal.8
Beberapa system klasifikasi telah dikembangkan untuk memisahkan pasien
dengan risiko rendah terhadap pasien dengan risiko tinggi perdarahan akut saluran
cerna atas dan bawah. Parameter klasifikasi meliputi perdarahan terus-menerus,
tekanan darah sistolik rendah, peningkatan protrombin time, status mental yang tidak
menentu, dan penyakit yang menyertai. Di Indonesia, angka mortalitas akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%, sementara akibat perdarahan
saluran cerna bagian bawah adalah 3,6%.8,11
BAB IV
ANALISA KASUS
55
57
o Pemeriksaan
penunjang:
CT
scan
whole
abdomen
didapatkan
3. BPH
Dasar diagnosis:
o Anamnesis: Sejak 5 bulan terakhir pada pasien muncul gejala LUTS
berupa hesistancy (saat BAK harus menunggu sampai urin keluar),
frekuensi (sering BAK), BAK mengedan, disuria, pancaran urin lemah
BAK tidak lampias, dan nokturia.
o Pemeriksaan fisik: RT: prostat sulit diraba karena ada massa rektum
o Pemeriksaan penunjang: CT scan whole abdomen didapatkan hipertrofi
prostat
Assesment:
Dipikirkan pasien dengan BPH dimana insidensinya meningkat seiring
bertambahnya usia. Manifestasi klinis pada BPH adalah adanya gejala LUTS
(lowe urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritasi.
Gejala obstruksi antara lain hesistancy, BAK mengedan, pancaran urin lemah,
BAK tidak lampias, miksi ganda kurang dari 2 jam dari waktu BAK sebelumnya,
dribbling (menetes pada akhir miksi). Gejala iritasi atara lain frekuensi (sering
Tatalaksana:
Tatalaksana sesuai TS bedah urologi:
- Avodart 1 x 0,5 mg po
- Harnal 1x0,4 po
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah, Murdani. Tumor Kolorektal Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: EGC
2. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Hal : 14-18, 36-42. 1994.
3. Brunicardi, F. Charles, Anderson, Dana K, et al. Schwartzs Principles of
Surgery. Ed 8th. 2004
4. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery. Ed 18th. Elsevier Inc. 2007
5. Pezzoli A, Metarese V, Rubini M, et al. Colorectal cancer screening: Result of a
5-year program in asymptomatic subject at increased risk. Digestive and Liver
Disease. 2007
5. Durondi S, Banerjea A. Colorectal cancer: early diagnosing and predisposing
causes. Surgery 2006: 24; 131-136
6. Way LW, Doherty GM. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Edisi ke 11.
International Edition. The McGraw-Hill Company. 2003. Halaman 716 25.
7. Bruce D. Greenwald, MD. Carcinoma colon. Associate Professor of Medicine.
University of Maryland
8. Laine L. Gatrointestinal bleeding. In : Fauci, Anthony S, et al. Harrisons
Principles of Internal M edicine. 17th ed. New York : McGraw-Hill. 2008
9. Kim, Laurence T, et al. Greenfields Surgery: scientific principles and practice.
Acute gastrointestinal hemorrhage. Lippincott Williams & wilkins. 4th ed. 2006.
P 1050-1063
10. Abdullah, Murdani. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah (Hematokezia)
dan Perdarahan Samar (Occult). Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: EGC
11. Scottish intercollegiate guidelines network. Management of Acute Upper and
Lower Gastrointestinal Bleeding. 2008.
12.
61