Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN KASUS

KARSINOMA KOLOREKTAL

PEMBIMBING
dr. Arnold H Harahap, SpPD, K-GEH, FINASIM

Disusun oleh :
Ainun Naimah
Madinatul Munawwaroh

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya
kami dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus ini yang berjudul
Karsinoma Kolorektal.
Makalah referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik di stase Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan
penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1

dr. Arnold H Harahap, SpPD, K-GEH, FINASIM selaku pembimbing

diskusi topik ini.


2 Semua dokter dan staf pengajar di SMF Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
3 Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah preaentasi kasus
ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik
dan

saran

yang

membangun

guna

penyempurnaan

makalah

presentasi kasus ini sangat kami harapkan.


Demikian,

semoga

makalah

presentasi

kasus

ini

dapat

bermanfaat bagi kita semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu
pengetahuan kita, terutama dalam bidang penyakit dalam.

Jakarta, April 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh
keganasan pada traktus gastrointestinal. Insidensi keganasan kolorektal meningkat
setelah usia 50 tahun. Karsinoma rektum lebih banyak terjadi pada laki-laki, sedangkan
karsinoma kolon lebih banyak terjadi pada wanita. Delapan puluh persen karsinoma
kolorektal terjadi sporadik dan dua puluh persen terjadi pada pasien dengan riwayat
keluarga karsinoma kolorektal. Telah ditemukan kasus baru karsinoma kolorektal
sebanyak 1.4 juta dengan kematian sebanyak 694.000 pada tahun 2012. Di Amerika
Serikat, setiap tahunnya terdapat sekitar 134.490 kasus baru yang didiagnosis sebagai
kanker usus besar, diantaranya ada 95.270 kasus yang termasuk dalam kanker
kolorektal, dan 49.190 dari penduduk Amerika tersebut meninggal akibat kanker yang
dideritanya. Deteksi dini dan tatalaksana dengan cepat dan tepat akan menurunkan
angka kematian akibat kanker ini.1
Meskipun keberhasilan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara
cepat dan sangat maju, tetapi hanya sedikit saja yang meningkatkan harapan hidup
pasien.

Kunci

utama

keberhasilan

penanganan

keganasan

kolorektal

adalah

ditemukannya karsinoma dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara
bedah kuratif. Namun sayang sebagian besar penderita di Indonesia datang dalam
stadium lanjut sehingga angka survival rendah, terlepas dari terapi yang diberikan.
Penderita datang ke rumah sakit sering dalam stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala
awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang terjadi. Terapi bedah paling efektif
bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir. Bila sudah terjadi metastasis,
prognosis menjadi buruk, karena pilihan terapi mungkin hanya paliatif saja.2

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1.

2.2.

IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik
Nama
Jenis Kelamin
Tempat / Tanggal Lahir
Usia
Agama
Alamat

: 00939555
: Tn. A
: Laki-laki
: Selawi, 08 Agustus 1950
: 65 tahun 7 bulan
: Islam
: Jl. Anggrek III C 57/7 Baenda Baru, Pamulang,

Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Status Pernikahan
Masuk IGD RSF
Masuk Rawat Inap RSF

Tangerang Selatan
: Sarjana
: Pensiunan pegawai swasta
: Menikah
: 06 Maret 2016
: 07 Maret 2016

ANAMNESIS
Data diperoleh berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 21
Maret 2016 pukul 14.00 dan data rekam medik.

Keluhan Utama
Keluar darah dari anus sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan keluar
perdarahan dari anus sejak 1 hari SMRS. Darah berwarna merah segar, terdapat
gumpalan darah, tidak terdapat feces, dengan volume banyak membasahi satu
lembar sarung yang dipakai pasien. Perdarahan terjadi 3 kali. Sebelum terjadi
perdarahan pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kiri bawah dan nyeri
punggung dekat anus. Setelah keluar perdarahan yang ketiga kali pasien merasa
sesak, tubuh pasien keringat dingin dan lemas serta nyeri pada anus lalu pasien
dibawa keluarga ke RS kemudian dirujuk ke RSF. Saat di IGD RSF pasien
didiagnosis syok hipovolemik karena perdarahan, kemudian pasien mendapat
terapi cairan RL 500 ml/6 jam, transfusi PRC, inj Transamin 3x1 ampul dan vit
K 3x1 ampul. Keluhan tidak disertai demam, muntah darah atau buang air besar

kehitaman seperti aspal maupun mencret. Pasien mengeluhkan mual namun tidak
muntah. Keluhan ini terjadi pertama kali.
Pasien telah didiagnosis menderita kanker rektum sejak 8 bulan SMRS.
Awalnya pasien mengeluh sering BAB mencret lebih dari 3 kali sehari,
konsistensi cair, berwarna terdapat ampas dan lendir, tidak terdapat darah dan
tidak berbau. Pasien minum obat Diatab untuk menghentikan BAB kemudian
pasien tidak BAB selama beberapa hari. Pasien pernah BAB dengen feces
berukuran kecil-kecil, keluar sedikit-sedikit, berwarna hitam seperti kotoran
kambing. Terdapat benjolan pada perut bagian kiri bawah pasien sebesar telur
puyuh. Pasien dibawa ke RSUD Tangsel, dilakukan pemeriksaan USG
didapatkan tumor rectum lalu pasien dirujuk ke RSF dan disarankan untuk
operasi namun pasien menolak. Sejak saat itu pasien tidak melanjutkan
pengobatan, hanya dirumah dan menjaga pola makan. Perut pasien menjadi
kembung dan terasa begah, badan terasa lemas dan cepat lelah. Pasien masih bisa
kentut. Riwayat keluar benjolan dari anus saat mengedan disangkal. Pasien
masih mau makan dan minum. Terdapat penurunan berat badan mancapai 20 kg
dalam 8 bulan terakhir.
Sejak 5 bulan terakhir pasien BAK anyang-anyangan, harus mengedan
saat BAK dan harus menunggu sampai urin keluar, terkadang nyeri, pancaran
urin lemah, setelah BAK merasa tidak puas dan pasien terbangun 2-3 kali saat
malam hari untuk BAK. Pasien juga mengeluhkan nyeri punggung kiri yang
hilang timbul. Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal.
Saat ini pasien sudah hari perawatan ke 15, masih keluar bercak
perdarahan dari anus dan masih merasa nyeri pada anus dan nyeri pada perut
bagian kiri bawah. Selama dirawat pasien telah 5 kali transfusi darah. Tidak ada
demam. Nafsu makan baik. Pasien diberikan terapi Morfin 3x sehari setiap hari
untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien dirawat bersama dengan TS bedah digestif
dan TS bedah urologi dan direncanakan operasi miles procedure, sistoskopi K/P
TURBT tanggal 29 Maret 2016.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis dan alergi disangkal.
Pasien pernah menderita flek paru, mendapat pengobatan selama 9 bulan dan
6

telah dinyatakan sembuh oleh dokter. Pasien memiliki riwayat batu empedu 10
tahun yang lalu, menjalani terapi alternatif dengan mengkonsumsi buah dan
garam inggris dan telah dinyatakan sembuh. Riwayat penyakit jantung, stroke,
penyakit ginjal dan tumor sebelumnya disangkal. riwayat operasi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit keganasan, darah tinggi, kencing manis, penyakit
jantung, penyakit paru, alergi dan stroke pada anggota keluarga disangkal oleh
pasien.

Riwayat Sosial
Pasien dahulu bekerja sebagai pegawai swasta, saat ini sudah pensiun.
Riwayat merokok, konsumsi alcohol dan obat-obatan disangkal. Pasien seharihari jarang mengkonsumsi sayuran dan buah dan gemar makan-makanan
berlemak. Olahraga kadang-kadang.

2.3.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 Maret 2016 di bangsal IRNA Teratai
ruang 507, RSUP Fatmawati pukul 14.00 WIB.
A. Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Skala nyeri
BB
TB
BMI
Keadaan Gizi

: Tampak sakit sedang, tampak kesakitan


: Compos Mentis
: VAS 5-6
: 41 kg
: 165 cm
: 15 kg/m2
: Gizi kurang

B. Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi

: 100/70 mmHg
: 80 kali/menit, reguler, isi cukup

Pernapasan

: 20 kali/menit, regular

Suhu
SpO2

: 37 C, suhu aksila
: 99%

C. Kepala dan Leher


Bentuk kepala

: Normocephali.

Rambut

: Hitam, terdapat uban tersebar merata, tidak mudah

Wajah
Mata

dicabut
: Simetris
: Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, edema
palpebra tidak ada, pupil bulat isokor, diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak

Telinga

langsung +/+
: Normotia, tidak hiperemis, liang telinga lapang,
serumen -/-, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan aurikula

Hidung

-/-, nyeri tekan retroaurikula -/: tidak ada deviasi septum dan napas cuping hidung,
kavum nasi lapang, sekret -/-, darah -/-, tidak ada

Mulut

hipertrofi konka
: Mukosa bibir lembab, hygienitas baik, Sudut bibir
simetris saat diam, bicara dan tersenyum, tidak ada

Tenggorok

gangguan bicara, tidak ada gusi berdarah,


: uvula terletak ditengah, arkus faring simetris, tonsil
T1-T1 tenang

Leher
Inspeksi : massa, keloid, scar tidak ada, tidak tampak deviasi trakea, tidak

tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran KGB.


Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah,

JVP 5-2 cmH2O.


D. Thorax
Paru
Inspeksi
: pergerakan dada tampak simetris saat statis dan dinamis, retraksi

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

sela iga (-), barrel chest (-)


: vokal fremitus pada paru kanan dan kiri sama
: sonor pada seluruh lapang paru
: vesikular di kedua lapang paru, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi

:Ictus cordis tidak terlihat


:Ictus cordis teraba setinggi ICS 5, 1 jari medial dari linea
midclavikularis kiri

:Batas jantung kanan setinggi ICS 4 linea sternalis kanan, Batas

Perkusi

jantung kiri setinggi ICS 5, 1 jari medial linea midclavicularis


kiri
Auskultasi

: bunyi jantung I dan II normal reguler, murmur (-), gallop (-)

E. Abdomen
Inspeksi

: Datar, tampak benjolan pada regio iliaca sinistra, tidak ada

Auskultasi
Palpasi

pelebaran vena
: Bising usus (+) normal, bruit (-)
: Nyeri tekan regio iliaca sinistra (+), teraba massa pada regio

iliaca sin, berjumlah 1, ukuran 4x3x3 cm, permukaan rata, batas tegas,
terfiksir, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba, Ballotement -/-, undulasi
(-), nyeri tekan suprasimfisis (-).
Perkusi
: Timpani, redup di regio iliaka sinistra, Shifting dullness (-)
F. Kulit
: tampak kering, dekubitus (-)
G. Rektum/anus :
Inspeksi : tampak massa berbenjol-benjol, hiperemis (+)
Pemeriksaan colok dubur : TSA lemah, mucosa licin, ampulla tidak kolaps,
teraba massa 1 cm dari ACL pada jam 6 dan 3 cm dari ACL pada jam 12-4
konsistensi keras, terfiksir, menutupi hampir seuluruh lumen, nyeri tekan
(+). Prostat sulit diraba. Sarung tangan: feces (+), darah (+)
H. Punggung
: hematom (-), tidak terlihat benjolan, tidak ada nyeri pada tulang
belakang, nyeri ketok CVA -/I. Genitalia
: tidak terdapat kelainan
J. Ekstremitas : Akral hangat, capilary refill time (CRT) <2 detik, tidak ada
edema
2.4 Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
Pemeriksaan

Hasil
06/03/2016

08/03/2016

10/03/2016

8,3
27
16,1
622
4,46

6,9
22
11,9
412
3,33

9,3
29
11,4
478
4,23

16/03/2016

Nilai rujukan
17/03/2016

21/03/16

8,9
30
10,0
432
4,12

9,8
32
21,6
298
4,37

HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit

13.2-17.3 g/dl
33-45 %
5.0-10.0 ribu/ul
150-440 ribu/ul
4,40-5.90 juta/ul

VER
HER
KHER
RDW
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
Protein total
Albumin
Globulin
FUNGSI GINJAL
Ureum darah
Kreatinin darah

61,3
18,6
30,3
14,6

66,6
20,7
31
17,9

69,3
22,5
32,5
21,4

73,0
21,5
29,5
21,4

73,7
22,4
30,3
21,3

23
23

0-34 U/l
0-40 U/l
6,00-8,00 g/dl
3,40-4,80 g/dl
2,5-3,0 g/dl

6,2
3,5
2,7

19

20-40 mg/dl
0.6-1.5 mg/dl

1,2
GDS
Asam Laktat
HBA 1C
PCT-Q semi
kuantitatif

80.0-100.0 fl
26.0-34.0 pg
32.0-36.0 g/dl
11.5-14.5 %

116
6,4
8

70-140
0,5-2,2 mmol/L
4.5-6.3 %
2-10: risiko tinggi menja
berat

ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida

120
4,16
92

130
4,24
105

128
4,42
103

135-147 mmol/L
3.10-5.10 mmol/L
95-108 mmol/L

Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Luc
HEMOSTASIS
APTT
Kontrol APTT
PT
Kontrol PT
INR
D-dimer
Golongan darah

0
0
94
2
3
0
31,9
30,7
14,2
13,6
1,06
200

0-1%
1-3%
50-70%
20-40%
2-8%
<4,5%
26,3 40.3
11.5 14.5
-

B/Rh+

<300 ng/ml

PENANDA
TUMOR
CEA

6,5

<5 ng/ml

AGD
pH

7.370-7.440

10

PCO2
PO2
BP
HCO3
O2 saturasi
BE
Total CO

35.0-45.0 mmHg
83.0-108.0 mmHg
21.0-28.0 mmol/L
95.0-99.0 %
-2.5-2.5 mmol/L
19.0-24.0 mmol/L

B. CT Scan whole abdomen dengan dan tanpa kontras (15/03/2016)


Kesan:
- Massa memenuhi lumen rektum sepanjang 13,13 cm, 3,4 cm dari ACL,
meluas ke subkutis regio anal, pre-rektal fat, dinding posterior buli, curiga
menginfiltrasi prostat dan menginfiltrasi urter

distal kiri dengan

limfadenopati paraobturator kiri dan peri kaput pankreatikus serta metstasis


-

hepar, sesuai T4bN1M1b


Dilatasi CBD, duktus hepatikus komunis dan duktus intrahepatik ec

limfadenopati peri kapsul pankreatikus


Hidronefrosis dam hidroureter kirie c infiltrasi massa ke urter distal
Kesuraman pada omentum dan mesenterium, DD/peritoneal karsinomatosis
Hipertrofi prostat

11

C. Kolonoskopi (17/03/2016)
Hasil :
- Berbatasan dengan anus, terlihat masa tumor berbenjol-benjol, berdarah,
hampir menutupi seluruh lumen
- Dilakukan biopsi untuk pemeriksaan PA
12

Kesimpulan : Tumor rektum (maligna?)

2.4.

Resume
Pasien laki-laki 65 tahun datang ke RSUP Fatmawati dengan hematoskezia sejak
1 hari SMRS. Perdarahan terjadi 3x dan membasahi sarung yang dipakai pasien.
Nyeri abdomen (+) regio iliaca sinistra, nyeri punggung kiri (+) hilang timbul, nyeri
pada anus (+), Mual (+). Riwayat perubahan pola defekasi (+). Pasien merasa ada
benjolan di perut kiri bawah sebesar telur puyuh dan perut terasa begah, flatus (+).
Terdapat penurunan berat badan 20 kg sejak awal sakit. Pasien telah didiagnosis ca
rektum 8 bulan yang lalu namun menolak untuk operasi. Sejak 5 bulan terakhir
muncul gejala LUTS berupa hesistancy, frekuensi, BAK mengedan, disuria,
pancaran urin lemah, BAK tidak lampias, dan nokturia. Selama perawatan pasien
diberi terapi Morfin 3x10 mg untuk mengatasi nyeri. Pasien rawat bersama dengan
TS bedah digestif dan bedah urologi untuk tatalaksana lebih lanjut. Pasien jarang
konsumsi sayur dan buah, gemar makan makanan berlemak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, tampak
kesakitan, VAS 5-6. Keadaan gizi kurang (IMT 15 kg/m2), konjungtiva pucat
(+),teraba massa pada regio iliaca sin, berjumlah 1, ukuran 4x3x3 cm, permukaan
rata, batas tegas, terfiksir, nyeri tekan (+). Pada rectal touche teraba massa 1 cm dari
ACL pada jam 6 dan 3 cm dari ACL pada jam 12-4 konsistensi keras, terfiksir,
menutupi hampir seuluruh lumen, nyeri tekan (+), darah (+).
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan anemia mikrositik hipokrom,
leukositosis, hiponatremia dan peningkatan marker CEA. CT scan whole abdomen
didaparkan massa pada rectum sesuai T4bN1M1b, hidronefrosis dan hidroureter
13

sinistra ec infiltrasi massa ke urter distal, dan hipertrofi prostat. Pemeriksaan


kolonoskopi didapatkan tumor rektum suspek maligna.
2.5.
1.
2.
3.
4.
5.

Daftar Masalah
Hematoskezia ec Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain
Hidronefrosis + hidroureter sinistra
BPH
Anemia mikrositik hipokrom
Hiponatremia hipoosmolar euvolemi

2.6.

Penatalaksanaan
Rencana Miles procedure dan sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah digestif dan

bedah urologi
Tatalaksana di IRNA:
- Transfusi PRC 250 cc
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
- Avodart 1 x 0,5 mg po
- Harnal 1x0,4 po
1.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : malam
Ad Sanationam :malam
1.9 Follow up
22/03/2016
Subjektif
Objektif

Nyeri pada anus dan perut, BAB terakhir 1 hari yang lalu warna
coklat kehitaman, terdapat bercak darah, tidak ada lendir, tidak
berbau, konsistensi lunak.
KU: TSS, tampak kesakitan. Kesadaran: CM. VAS: 5-6
TD : 95/70 mmHg FN : 88 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,2oC

14

Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru

: vesikuler, ronkhi basah kasar -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan iliaca sinistra
(+), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Lab 22/03/16:
Hb/Ht/Leukosit/Trombosit/Eritrosit: 10,1/32/13.400/262.000/4,40
VER/HER/KHER/RDW: 72,2/22,9/31,7/20,9
Ureum/kreatinin: 47/1,0, Na/K/Cl: 127/4,21/106
pH: 7,506
PCO2: 26,6
PO2: 100
BP: 754,0
HCO3: 20,6
Sat O2: 98,1
BE: -0,9
Total Co2:21,4
Assessment

Planning

1.
2.
3.
4.
5.

Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain


Hidronefrosis + hidroureter sinistra
BPH
Anemia mikrositik hipokrom
Hiponatremia hipoosmolar euvolemi

RDx:
- periksa elektrolit post koreksi
- rencana sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah urologi tgl
29/03/2016
RTh:
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
- Avodart 1 x 0,5 mg po
15

Harnal 1x0,4 po

23/03.2016
Subjektif

Pasien masih nyeri pada anus. Nyeri perut berkurang. Tidak bisa
BAB sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluh nyeri dan bengkak
pada tangan kiri tempat infus

Objektif

KU: TSS, tampak kesakitan. Kesadaran: CM. VAS: 5-6


TD : 100/75 mmHg FN : 82 x/menit RR : 18 x/menit T : 36oC
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru

: vesikuler, ronkhi basah kasar -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema + pada tangan kiri
Assessment

Planning

1.
2.
3.
4.
5.

Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain


Hidronefrosis + hidroureter sinistra
BPH
Anemia mikrositik hipokrom
Hiponatremia hipoosmolar euvolemi
6. Flebitis manus sinistra
7. Konstipasi ec ?

RDx:
- periksa elektrolit post koreksi
- rencana sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah urologi tgl
29/03/2016
RTh:
- Ganti infus ke tangan kanan
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
16

Avodart 1 x 0,5 mg po
Harnal 1x0,4 po
Laxadin 3 x CI

24/03/2016
Subjektif

OS massih nyeri pada anus. Nyeri perut tidak ada. Belum bisa BAB
sejak 4 hari yang lalu. Mual muntah tidak ada. Perut terasa penuh.

Objektif

KU: TSS, tampak kesakitan. Kesadaran: CM. VAS: 3-4


TD : 90/70 mmHg FN : 78 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,3oC
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru

: vesikuler, ronkhi basah kasar -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba, teraba fecal mass
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Assessment

Planning

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain


Hidronefrosis + hidroureter sinistra
BPH
Anemia mikrositik hipokrom
Hiponatremia hipoosmolar euvolemi
Konstipassi ec ?

RDx:
- periksa elektrolit post koreksi
- rencana sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah urologi tgl
29/03/2016
RTh:
- IVFD :
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
- Avodart 1 x 0,5 mg po
17

Harnal 1x0,4 po
Laxadin 3 x CI

28/03/2016
Subjektif

OS kemarin BAB >3 sehari jika minum susu. BAB sedikit-sedikit,


konsistensi lembek, ampas (+), lendir (-), bercak darah (-),
kemudian pasien diberi susu Proten, BAB jadi mampet.. Nyeri pada
anus (+), jika pasien duduk terasa nyeri. BAK anyang-anyangan
tiap 30 menit sekali

Objektif

KU: TSS, tampak kesakitan. Kesadaran: CM. VAS: 3-4


TD : 90/70 mmHg FN : 78 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,3oC
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, tidak cekung

Mulut

: mukosa basah

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru

: vesikuler, ronkhi basah kasar -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Lab 27/03/16:
Na/K/Cl: 124/4,06/100
Assessment

Planning

1.
2.
3.
4.
5.
RDx:

Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain


Hidronefrosis + hidroureter sinistra
BPH
Anemia mikrositik hipokrom
Hiponatremia hipoosmolar euvolemi dalam koreksi

- periksa ulang elektrolit acc operasi bila Na > 125


- rencana sistoskopi k/p TURBT oleh TS bedah urologi besok

RTh:
- IVFD :
NaCl 3% 500 ml./24 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morphin 3 x 10 mg po
18

Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
Transamin 3 x 1 amp iv
Vitamin K 3 x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Avodart 1 x 0,5 mg po
Harnal 1x0,4 po
Laxadin 3 x CI

29/03/2016
Subjektif

Pasien post operasi sistoskopi TURBT oleh TS bedah urologi,


masih dalam anestesi spinal. OS semalam diberi obat Yal melalui
anus dari TS bedah untuk melancarkan BAB. Setelah dimasukkan
obat, OS BAB 1x warna kuning encer, lendir (-), darah (-). Demam
(-). BAK melalui kateter

Objektif

KU: TSS. Kesadaran: CM.


TD : 100/70 mmHg FN : 80 x/menit RR : 18 x/menit T : 36,5oC
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru

: vesikuler, ronkhi basah kasar -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Genitalia : terdapat kassa pada penis, tidak ada rembesan darah
Lab 28/03/16:
Na/K/Cl: 125/4,25/103
Assessment

Planning

1. Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain


2. Hidronefrosis + hidroureter sinistra
3. BPH
4. Anemia mikrositik hipokrom
5. Hiponatremia hipoosmolar euvolemi dalam koreksi
RTh: Instruksi post op:
- Cefoperazone 1 x 2 gr iv
- Dexketoprofen 3 x 1 mg iv
- Ranitidine 2 x 1 amp iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
19

Vit K 3 x 1 amp iv
Cek H2TL post op
Bedrest s/d 12 jam post op
Diet cair jika bising usus baik

30/03/2016
Subjektif

Nyeri di anus (+). BAB 1x warna kehijauan, konsistensi cair, ampas


(+), lendir (-), darah (-). BAK melalui kateter, urin jernih. Setelah
operasi pasien merasa nyeri pada perut dan demam. Pasien
direncanakan operasi dengan dokter bedah digestif dan dokter
bedah urologi besok.

Objektif

KU: TSS, tampak kesakitan. Kesadaran: CM. VAS: 5-6


TD : 110/70 mmHg FN : 72 x/menit RR : 18 x/menit T : 37,7oC
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru

: vesikuler, ronkhi basah kasar -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium


dan umbilikus, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik
(+)
Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Genitalia : terdapat kassa pada penis, tidak ada rembesan darah
Lab 29/03/16:
Hb/Ht/Leukosit/Trombosit/Eritrosit: 11,2/37/11.900/423.000/5,19
VER/HER/KHER/RDW: 71,7/21,6/30,1/20,2
Na/K/Cl: 128/4,62/104
Lab 30/03/16:
Ureum/kreatiin: 41/0,9
GDS: 111
Na/K/Cl: 128/4,86/103
Hasil PA 21/03/16: Tubular adenoma rectum, displasia ringan
Assessment

1. Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cncer pain


20

2.
3.
4.
5.
6.
Planning

Post op TURBT hari ke 1


Hidronefrosis + hidroureter sinistra
BPH
Anemia mikrositik hipokrom
Hiponatremia hipoosmolar euvolemi

RTh:
-

Rencana operasi explorasi ureter kiri + insersi DJ stent kiri


k/p partial sistektomi oleh TS bedah urologi dan Miles
procedure oleh TS bedah digestif besok sedia PRC 500
cc, FFP 750 cc
- IVFD :
NaCl 0,8% 500 ml./8 jam
Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Cefoperazone 1 x 2 gr iv
- Dexketoprofen 3 x 1 mg iv
- Ranitidine 2 x 1 amp iv
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vit K 3 x 1 amp iv
- Morphin 3 x 10 mg po
- Avodart 1 x 0,5 mg po
- Harnal 1x0,4 po
- Laxadin 3 x CI

01/04/2016
Subjektif

Pasien post operasi dirawat di ICU. Keluhan nyeri di tempat


operasi. BAK melalui urostomy bag. BAB melalui colostomy bag.
Makan minum melalui NGT.

Objektif

KU: TSS. Kesadaran: CM. VAS: 5-6


TD : 90/60 mmHg FN : 110 x/menit RR : 20 x/menit T : 37oC
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Hidung

: Terpasang NGT produksi coklat kehijauan

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru

: vesikuler, ronkhi basah kasar -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan positif, hepar
dan lien tidak teraba. Terpasang colostomy bag produksi coklat,
ampas (+), darah (-), lendir (-). Terpasang urostomy bag

21

Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2 dtk, edema -/Genitalia : terdapat kassa pada penis, tidak ada rembesan darah
Lab 31/03/16:
Hb/Ht/Leukosit/Trombosit/Eritrosit: 6,7/20/12.800/163.000/2,59
VER/HER/KHER/RDW: 78,2/26/33,2/18
Na/K/Cl: 133/3,16/113
PCT-Q semi-kuantitatif: <0,5
Assessment
Planning

1. Post radikal sistektomi + ureterocutaneostomi + Miles


procedure hari ke 1
2. Anemia normositik normokrom
RTh: Instruksi post operasi (31/03/16):
- Monitor tanda vital
- Transfusi PRC 500 ml
- Bila pasien sadar penuh beri diet cair 6 x 50 cc
- IVFD Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Transamin 3 x 500 mg iv
- Vit K 3 x 10 mg iv
- Vit C 1 x 1 gr 1v
- Adona 3 x 1 amp iv
- Meropenem 3 x 1 gr iv
- Metronidazole 1 x 1,5 gr iv
- Omeprazole 2 x 40 mg iv

22

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.5 KARSINOMA KOLOREKTAL
1. Definisi
Karsinoma Kolorektal adalah istilah yang diberikan kepada keganasan yang
berkembang pada kolon atau rektum. Keganasan ini merupakan keganasan saluran
pencernaan terbanyak. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran
pencernaan. Lebih jelasnya kolon berada dibagian proksimal usus besar dan rektum
di bagian distal sekitar 5-7 cm diatas anus. Jenis keganasan yang terbanyak adalah
adenokarsinoma. Lokasi tersering di rectum, sigmoid, kolon asenden dan kolon
desenden.

Metastasis

dapat

terjadi

secara

limfogen,

hematogen

dan

perkontinuitatum.1,4

2. Epidemiologi
Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh
keganasan pada traktus gastrointestinal. Insidensi keganasan kolorektal meningkat
setelah usia 50 tahun. Karsinoma rektum lebih banyak terjadi pada laki-laki,
sedangkan karsinoma kolon lebih banyak terjadi pada wanita. Delapan puluh persen
karsinoma kolorektal terjadi sporadik dan 20% terjadi pada pasien dengan riwayat
keluarga karsinoma kolorektal. Telah ditemukan kasus baru karsinoma kolorektal
sebanyak 1.4 juta dengan kematian sebanyak 694.000 pada tahun 2012. Di Amerika
Serikat, setiap tahunnya terdapat sekitar 134.490 kasus baru yang didiagnosis
sebagai kanker usus besar, diantaranya ada 95.270 kasus yang termasuk dalam
kanker kolorektal, dan 49.190 dari penduduk Amerika tersebut meninggal akibat
kanker yang dideritanya. 2
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk.
Dewasa ini kanker kolorektal menjadi salah satu kanker yang banyak tejadi di
Indonesia. Data yang dikumpulkan dari pusat kanker menunjukkan bahwa kanker

23

kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering tedapat pada
pria maupun wanita. 2

Gambar 1. Angka kejadian kasus baru karsinoma kolorektal

24

Gambar 2.Kasus kanker di Indonesia

Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi anatomi nya

Gambar 3 : Daerah yang paling sering terkena karsinoma kolon

25

3. Etiologi dan Faktor Risiko


Secara umum kanker selalu dihubungkan dengan: bahan bahan kimia,
bahan bahan radioaktif, dan virus. Umumnya kanker kolon terjadi dihubungkan
dengan faktor genetik dan lingkungan. Serta dihubungkan juga dengan faktor
predisposisi diet rendah serat, kenaikan berat badan dan intake alkohol.5
Faktor risiko kanker kolon
1. Kanker kolorektal sporadik (88-94%)
-

Usia tua

Jenis kelamin laki-laki

Cholecystectomy

Ureterocolic anastomosis

Faktor hormonal : nulliparitas, usia tua kehamilan pertama, menopause


dini

Faktor lingkungan:
o Diet tinggi daging, lemak dan rendah serat, folat dan kalsium
o Gaya hidup
o Obesitas
o Diabetes mellitus
o Merokok
o Riwayat terpajan radiasi

26

o Intake tinggi alkohol


-

Riwayat tumor sporadik


o Riwayat polip kolorektal
o Riwayat kanker kolorektal (risiko 1,5-3% terkena kanker untuk yang
kedua kalinya dalam waktu 5 tahun)
o Riwayat endometriosis, kanker payudara dan kanker ovarium

Riwayat kanker kolorektal dalam keluarga (20%)


Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
tedekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan
untukmenderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada
keluarganya.

2. Kanker kolorektal pada Inflamatory bowel disease (1-2%)


-

Kolitis ulseratif

Colitis crohns
Pasien yang menderita penyakit crohn mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan
dengan kolitis ulseratif.

3. Kanker kolorektal herediter (5-10%)


-

Sindrom poliposis : Familial adenomatous polyposis (FAP), sindrom


gardner, sindrom turcot, attenuated adenomatous polyposis coli, sindrom
flat adenoma, hereditery non-polyposis colorectal cancer (HNPCC),
27

sindrom hamartoma poliposis (sindrom peutz-jeghers, sindrom juvenil


poliposis, sindrom cowden).

4. Patogenesis 5,6
Dua jalur inisiasi pembentukan dan progresi tumor adalah:1
a. Loss of heterozygosity (LOH) (80%): delesi kromosomal dan aneuploidi
tumor, yakni defek gen APC, mutasi K-ras (proto-onkogen), mutasi DCC
(gen supresor tumor), dan mutasi p53 (gen supresor tumor).
b. Replication error (RER) (20%): kesalahan perbaikan saat replikasi DNA

28

Gambar 4. Karsinogenesis kanker kolorektal (Sabiston, 2007). Ket: APC, adenomatous polyposis coli.
DCC, deleted in colorectal carcinoma; Tumor suppressor gen (DCC, p53, APC)

Histopatologi perkembangan karsinoma kolorektal

Gambar 5: Perkembangan karsinoma kolorektal

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :
a. Tipe Polipoid atau Vegetatif
Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol
ditemukan terutama di sekum dan kolon ascenden. Tipe ini merupakan
pertumbuhan yang berasal dari papiloma simpel atau adenoma.
b. Tipe Skirous (Scirrhous)
Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala
obstruksi, terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum. Disini
terjadi reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras
serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk
membentuk napkin ring.
c. Tipe Ulseratif
Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap
lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak
maligna.

29

Gambar 6 : Gambaran anatomis karsinoma kolorektal

5. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk
colok dubur, dan pemeriksaan penunjang lainnya:2

Anamnesis
Anamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa

diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anus (darah
segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam
keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker
payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat,
banyak lemak). Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan
pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi.
Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena
semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang
menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar.
Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang
merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar.
Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai
adanya proses patologis pada colorektal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya
yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan

30

makin lama makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase
lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar.

Gambar 7. Gejala karsinoma kolorektal


Kolon asenden
Anemia dan kelemahan

Kolon kiri
Perdarahan tidak masif

Darah samar di feses

Darah

dan

lendir

Rektum dan sigmoid


Perdarahan rectum masif
di

feses

Darah dan lendir di feses (makroskopik)


Perubahan

Perubahan pola defekasi

bergantian dengan konstipasi serta feces

konstipasi, massa feces semisolid

seperti kotoran kambing

Dyspepsia

Gejala

Mirip gejala divertikulitis: demam, nyeri,

Perasaan kurang enak di perut

partial/total rasa penuh di perut

gejala obstruktif

kanan bawah

dan nyeri yg meningkat

Kembung, mulas, anoreksia, BB turun

Massa feces agak cair

dan

tanda

Massa perut kanan bawah

obstruksi

pola

defekasi

(samar/makroskopik)

diare

Pasca defekasi, perasaan tidak puas atau


rasa penuh
Penemuan tumor pada colok dubur

Foto Rontgen perut khas

Foto Rontgen khas

Penemuan

Temuan kolonoskopi

Penemuan kolonoskopi

rektosigmoidoskopi

tumor

pada

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyait okal,
mengidentifikasi metastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut
berperan dalam pengobatan. Area supraklavicula harus dipalpasi untuk
31

memeriksa adanya kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan


abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas operasi,
penonjolan massa, darm kontur, darm steifung. Palpasi dilakukan untuk
meraba massa, pembesaran hepar, asites atau nyeri tekan abdomen. Perkusi
terdapat perubahan suara dari timpanike redup jika terdapat massa.
Pemeriksaan colok dubur
Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin
dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat
dijangkau oleh jari, sehingga pemeiksaan ini merupakan cara yang baik
untuk mendiagnosa kanker kolon. Pemeriksaan colok dubur atau rectal
toucher dipakai untuk menilai tonus dari muskulus sfingter ani, ampula
rektum, mukosa dan massa. Tonus sfingter ani dinilai kuat atau lemah,
ampula rektumnya kolaps atau tidak dan isinya, mukosa dinilai
permukaannya apakah kasar, licin atau berbenjol benjol, dan dinilai
apakah teraba massa, lokasinya, batasnya dan permukaannya. Kemudian
dinilai juga apakah terdapat perdarahan.
Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah pertama,
keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas tumor
untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran
yang diukur dari ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer,
mobilitas atau fiksasi lesi.

Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi
Konfimasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.
Jika

terdapat

sebuah

obstruksi

sehingga

tidak

memungkinkan

dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna. Biopsi


biasanya dilakukan dengan endoskopi.
b. CEA Screening
CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai
screening

kanker

kolorektal.

Meningkatnya

nilai

CEA

serum,
32

bagaimanaoun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai


CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari
penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam.
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes
ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA
sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah
tumor

primer

berhubungan

dengan

meningkatnya

nilai

CEA.

Peningkatkan nilai CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari


metastase karena sel tumor yng bermetastase sering mengakibatkan
naiknya nilai CEA.
c. Barium Enema
Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single
contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara
dan barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi
mukosa yang

lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa

mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1 cm). Akan tampak filling
defect berbentuk anular atau apple core, dinding usus rigid, dan mukosa
rusak. DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96%
dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk
mendeteksi polips di Rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada
DCBE 1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema (SCBE)
1/10.000.

Gambar 8. Barium enema double contras

d. Endoskopi
33

Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena


3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan
untuk mempunyai polip premaligna.
e. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi
angulasi dari rektosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya
instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari kanker kolon.
Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai
evaluasi seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika
digunakan bersama sama dengan occult blood test.
f. Kolonoskopi
Prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan
tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Kolonoskopi
merupakan gold standart diagnosis karsinoma kolorektal. Kolonoskopi
umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam
mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka
biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli
patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya.Tingkat sensitivitas
colonoscopy dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal
adalah 95%. Namun

tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur

pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi, dan


kompetensi operator. Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma
colorectal antara 3-61/10.000 pemeriksaan, dan angka kejadian
perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan.

34

Gambar 9. Pemeriksaan kolonoskopi

g. Tes Occult Blood


Terdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan tes
occult blood untuk screening, karena semua sumber perdarahan akan
menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan berdarah secara
intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan menghasilkan tes
yang false negatif. Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin, jumlah
tes, interval tes adalah faktor yang akan mempengaruhi keakuratan dari
tes occult blood tersebut. Efek langsung dari tes occult blood dalam
menurunkan mortalitas dari berbagai sebab masih belum jelas dan efikasi
dari tes ini sebagai screening kanker kolorektal masih memerlukan
evaluasi lebih lanjut.
h. CT scan
CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon
pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar
adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan
sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai
CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT
scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien
dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan stage dari lesi
sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi
tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi
pembesaran kelenjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. Penggunaan
CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi
metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.
i. MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering
digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan
menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada

35

CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke


hepar.
j. Sistoskopi: apabila dicurigai invasi keganasan ke kandung kemih.

6. Diagnosis Banding Karsinoma Kolorektal

7. Klasifikasi dan Stadium


Stadium dari karsinoma kolorektal merupakan salah satu faktor yang
penting untuk menentukan prognosis. Dukes tahun 1932 mengembangkan
klasifikasi yang dipakai sampai sekarang. Di samping itu AJCC dan UICC juga
menetapkan klasifikasi berdasarkan TNM system. Untuk menentukan apakah

36

suatu tindakan bersifat kuratif atau paliatif biasa digunakan Dukes staging atau
Astler-Coller modification staging.1,2,7
1. Klasifikasi Dukes
A : Tumor terbatas pada dinding mukosa
B : Tumor menginvasi menembus dinding mukosa
C : Keterlibatan kelenjar limfe lokal dan regional
D : Metastase Jauh
2. Klasifikasi Dukes modifikasi Astler Coller. Membagi karsinoma kolorektal
berdasarkan gambaran histologis, sebagai berikut :
A : Tumor hanya pada lapisan mukosa.
B1 : Tumor sampai lapisan muskularis propria
B2 : Tumor menginvasi menembus lapisan muscularis propria
C1 : Tumor B1 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening
C2 : Tumor B2 dan di temukan anak sebar pada kelenjar getah bening
D : Metastasis jauh
3. Stadium berdasarkan sistem TNM (AJCC: American Joint Committee of
Cancer edisi 7)
pT-Tumor Primer (T)
pTx : Tumor primer tidak dapat dinilai
pTo : Tidak ada tumor primer yangdapat ditemukan
37

pTis : Karsinoma in situ (mukosa), intra epitel atau ditemukan sebatas


lapisan mukosa saja.
pT1 : Tumor menginvasi submukosa.
pT2 : Tumor menginvasi lapisan muskularis propria.
pT3 : Tumor menembus muskularis propria hingga lapisan serosa atau
jaringan perikolika/perirektal belum mencapai peritoneum.
pT4a : Tumor menginvasi ke permukaan peritoneum visceral.
pT4b: Invasi tumor secara langsung atau melekat pada organ atau struktur
lain.
pN-Kelenjar limfe regional (N)
pNx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai.
pNo : Tidak ada metastasis ke kelenjar regional.
pN1 : Ditemukan metastasis ke 1 3 kelenjar getah bening regional.
pN1a : Metastasis di 1 kelenjar getah bening regional.
pN1b : Metastasis di 2-3 kelenjar getah bening regional.
pN1c : Deposisi tumor di lapisan submukosa, mesenterium, atau jaringan
perikolik/perirectal tanpa peritoneum, tidak ada metastasis kelenjar getah
bening regional.
pN2 : Ditemukan metastasis ke 4 atau lebih kelenjar getah bening.
pN3 : Metastasis ke 7 atau lebih kelenjar limfe sepanjang percabangan
vaskuler.

38

p-M Metastasis jauh (M)


pMx : Metastasis tidak dapat dinilai.
pMo : Tidak ada metastasis jauh.
pM1 : Ditemukan metastasis jauh.
pM1a : Metastasis terbatas pada 1 organ/tempat (seperti hati, paru, ovarium,
kelenjar limfe non-regional).
pM1b : Metastasis pada lebih dari 1 organ/tempat atau peritoneum.
4. Pengelompokan stadium histologi (G) karsinoma kolorektal (AJCC edisi 7)
G1 : berdiferensiasi baik
G2: berdiferensiasi sedang
G3: berdiferensiasi buruk
G4: tidak berdiferensiassi
5. Klasifikasi histologi
k. Adenokarsinoma
l. Adenokarsinoma musinosum
m. Signet ring cell carcinoma

39

Gambar 10. Staging karsinoma kolorektal

8.

Penatalaksanaan 7
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan
utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif
maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak
memberikan manfaat kuratif.

40

Kemoterapi yang menunjukkan efektivitas sebagai terapi adjuvant pada


kanker kolon juga bermanfaat sebagai adjuvant pada kanker rectal. Kombinasi
neoadjuvant (preoperasi) radiasi (4500-5040 cGy) dengan 5-FU/leucovorin (dan
ditambah yang baru oxaliplatin) dapat mengurangi ukuran massa (down-staging)
dan juga dapat mengeradikasi tumor secara komplit pada 25% kasus.

Terapi spesifik bergantung pada stadium tumor:


Stadium 0 (Tis, N0, M0): eksisi local, reseksi tumor secara en bloc
apabila eksisi transanal tak dapat dilakukan
Stadium I (T1-2, N0, M0): reseksi, kemoradiasi adjuvant untuk pasien
risiko tinggi yang menolak reseksi radikal
Stadium II (T3-4, N0, M0): reseksi mesorektal total, kemoradiasi
Stadium III (setiap T, N1, M0): kemoterapi dan radiasi pra dan
pascaoperasi, reseksi radikal
Stadium IV (setiap T, setiap N, M1): reseksi hepar apabila terdapat
metastasis; prosdur paliatif, reseksi radikal untuk kontrol nyeri dan
perdarahan; terapi local (kauter, ablasi laser) untuk kontrol perdarahan
atau pencegahan obstruksi, kolostomi.

Gambar 11. Penatalaksanaan karsinoma kolon

Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai


keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Terapi
standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
Pembedahan
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal
maupun jauh. Penatalaksanaan objektif dari karsinoma kolon adalah dengan
41

membuang tumor primer bersama dengan suplai limfovaskularnya. Pada tumor


sekum ataupun ascendens, dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian
anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga
hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon
transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon
descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi
sigmoid dan pada rectum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada
tumor rectum sepertiga tengah dilakukan amputasi rectum melalui reseksi
abdominoperineal Quenu Miles. Anus turut dikeluarkan.
Hemikolektomi kanan

Hemikolektomi kiri

Hemikolektomi kanan extended

Reseksi kolon transversum

42

Reseksi kolon sigmoid

Kanker rektum
Lesi pada rektum sebaiknya dibedakan dan tidak disatukan dengan

kanker kolon karena adanya perbedaan dalam pola kelainan lokal dan strategi
penanganannya. Tindakan operasi bagi kanker yang letaknya di rektum
membutuhkan beberapa pertimbangan khusus. Dimana dikenal istilah Rule of
Third.
o Lesi pada bagian atas ( > 12 cm di atas anus) dilakukan tindakan reseksi
sepanjang abdominal dengan anastomosis antara kolon sisi kiri dengan
rektum yang tersisa (Low anterior resection).
o Lesi pada bagian tengah (7 12 cm di atas anus) dilakukan reseksi low
anterior dengan menggunakan alat stapling sirkuler pada anastomosisnya.
43

o Lesi pada bagian bawah ( < 7 cm), dipertimbangkan beberapa pilihan


antara lain :
o Reseksi rektum, anus dan spinkter ani dengan mengkombinasi
pendekatan abdominal dan perineal yang disertai dengan
kolostomi (reseksi abdominoperineal, disebut juga prosedur
Miles).
o Reseksi rektum distal dengan menggunakan pendekatan transanal,
reseksi dilakukan pada rektum proksimal dengan pendekatan
abdominal, atau anastomosis antara kolon dengan distal rektum
melalui anus.
o Eksisi lokal dan radioterapi kontak dapat digunakan sebagai
pilihan terapi terutama bagi kanker rektum yang memiliki peluang
metastase kecil, contohnya : lesi superfisial, bergerak bebas pada
pemeriksaan digital, tumor differensiasi baik, tumor yang terbatas
pada dinding rektal, terdeteksi dengan ultrasound endorektal,
tidak terabanya pembesaran kelenjar limfe rektorektal.

9. Prognosis 2

10. Nyeri Kanker (cancer pain) 1


Nyeri pada kanker dibagi menjadi 3 kelompok:
44

a. Nyeri somatik: nyeri yang timbul akibat kerusakan jaringan, misalnya


metastasis tulang
b. Nyeri visceral: nyeri yang timbul akibat kerusakan oragn dalam tubuh seperti
nyeri perut karena pembesaran hati pada kanker hati atau kanker lain yang
metastasis ke hati. Atau nyeri dada karena mengenai pleura dan sebagainya.
c. Nyeri neurognenik: nyeri yang berhubungan dengan kerusakan atau
gangguan saraf
Klasifikasi nyeri kanker ditentukan berdasarkan VAS (Visual Analog Scale),
yaitu:
a. Nyeri ringan: yaitu nyeri dengan nilai VAS 1-4
b. Nyeri sedang: yaitu nyeri dengan nilai VAS 5-6
c. Nyeri berat: yaitu nyeri dengan nilai VAS 7-10
Tatalaksana nyeri kanker berdasarkan WHO yaitu dengan step ladder:
a. Nyeri ringan (VAS 1-4), obat yang dianjurkan: asetaminofen, OAINS
b. Nyeri sedang (VAS 5-6), obat yang dianjurkan: obat kelompok pertama dan
ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein, tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10), obat yang dianjurkan: kelompok opioid kuat seperti
morfin, fentanyl dan sebagainya
Obat adjuvant diberikan mendampingi obat anti nyeri untuk membantu
mengurangi nyeri. Yang termasuk golongan obat adjuvan antara lain
Kortikosteroid, Gabapentin, Amitriptilin, dan Bifosfonat. Jika diduga penyebab
nyerinya neurogenic maka diberikan gabapentin. Jika nyeri somatik diberikan
OAINS ditambah bifosfonat. Efek samping morfin antara lain konstipasi, mual,
mengantuk, hingga depresi napas. Pemakaian morfin tidak ada dosis maksimal
karena relative aman, dapat mengontrol nyeri dan tidak menimbulkan adiksi jika
digunakan dengan benar. Sepanjang morfin tidak menimbulkan efek samping,
penggunaannya tidak perlu dicemaskan.
2.6 PERDARAHAN SALURAN CERNA
Perdarahan saluran cerna dapat bermanifesfasi dalam 5 cara yaitu dengan
hematemesis, melena, hematosezia, perdarahan saluran cerna yang tersembunyi (occult
gastrointestinal bleeding), dan gejala kehilangan darah atau anemia. 8
45

1. Klasifikasi
Perdarahan

saluran

cerna

dapat

dibagi

berdasarkan

tempat

sumber

perdarahan,yaitu : 8,9
a. Perdarahan saluran cerna atas
Lokasi perdarahan saluran cerna atas terletak di atas ligamentum treitz yaitu
bagian duodenum, lambung serta esophagus.
b. Perdarahan saluran cerna bawah
Sedangkan lokasi perdarahan saluran bawah terletak bawah ligamentum
treitz meliputi illeum, yeyenum, colon, rectum dan anus
c. Perdarahan saluan cerna samar (obscure)
Perdarahan saluran cerna berulang akut atau kronik yang tidak diketahui
sumbernya.

2. Tanda dan gejala


a. Hematemesis
Hematemesis adalah muntah darah, baik terang atau darah yang berubah
warna (yang disebut muntah 'ampas kopi'), karena darah bercampur dengan asam
lambung. 9
b. Melena
Melena adalah tinja berwarna hitam dengan bau khas, merupakan hasil dari
degradasi darah oleh bakteri enterik. Melena dapat terbentuk sedikitnya 50-200
ml darah. Melena timbul bilamana hemoglobin telah dikonversi menjadi hematin
atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Pada melena umumnya
sumber perdarahan berada di proksimal ligamentum treitz, namun melena juga
dapat terjadi di usus halus dan di distal colon assenden bila terjadi perlambatan
motilitas. Lebih proksimal lokasi perdarahan dalam saluran cerna lebih besar
kemungkinan terjadinya melena. 9,10
Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol, Lycorice,
obat-obat yang mengandung besi dapat menyebabkan feces menjadi hitam. Oleh
karena itu diperlukan tes guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin.10
46

Kejadian melena setelah beberapa hari pada perburukan epigastrik atau


dengan nyeri abdomen atas dapat menunjukan adanya penyakit ulkus peptikum.
Sedangkan muntah atau muntah yang kuat diikuti dengan hematemesis atau
melena menunjukkan adanya Mallory-Weiss tears. Perdarahan saluaran cerna
atas yang masif dan tidak nyeri pada pasien dengan sirosis menunjukan
perdarahan berasal dari gastroesofagel varises. 9
c. Hematochezia
Hematochezia adalah keluarnya darah merah terang atau merah marun dari
rectum dan biasanya menunjukkan sumber perdarahan di saluran cerna yang
lebih rendah, meskipun perdarahan saluran cerna atas besar juga dapat
menyebabkan hematochezia karena darah tidak cukup lama berada di dalam
saluran cerna untuk membentuk melena.10
Hampir 80% perdarahan dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan
tidak berpengaruh pada tekanan darah, seperti pada perdarahan hemoroid, polip
kolon, kanker kolon atau colitis. Terdapat 15% pasien dengan perdarahan berat
dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah yang biasarya berasal dari
bagian proksimal dan terminal ileum. 10
Pasien dengan perdarahan akut saluran cerna menunjukan efek hemodinamik
dari perdarahan seperti pusing, sinkop ortostatik, takipneu, dan takikardia. Pada
perdarahan yang masif dihubungkan dengan gejala syok hipovolemik seperti
akral dingin, lembab, takikardia, takipneu, flat vena jugularis, dan mungkin
hipotensi. 10
Hematochezia yang timbul bersama dengan adanya nyeri abdomen dapat
menunjukan adanya colitis iskemik terutama pada orangtua atau orang yang
memiliki faktor risiko kardiovaskular. 10
d. Darah samar
Darah samar timbul bila ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah
warna feces. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan tes guaiac.10
3. Pemeriksaan awal

47

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran cerna adalah menentukan
beratnya

perdarahan

dengan

memfokuskan

pada

status

hemodinamik.

Pemeriksaannya antara lain meliputi: 1) tekanan darah dan nadi posisi baring, 2)
perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3) ada tidaknya vasokontriksi perifer,
4) pernapasan, 5) tingkat kesadaran dan 6) produksi urin.
Pendarahan yang signifikan secara klinis mengarah pada perubahan postural
denyut jantung atau tekanan darah, tachypnea, takikardia, dan hipotensi. Perubahan
hemodinamik yaitu penurunan tekanan darah ortostatik lebih dari 10 mmHg
biasanya menunjukkan penurunan volume darah lebih dari 20%. Tekanan darah
sistolik kurang dari 100 mmHg biasanya menunjukkan <30% penurunan volume
darah. 8,9

4. Faktor risiko
Pasien yang signifikan mengalami perdarahan saluran cerna umumnya adalah
orang tua dan berjenis kelamin laki-laki dibandingkan orang yang tidak mengalami
perdarahan saluran cerna. Demikian pula pada individu yang mengkonsumsi
alcohol, tembakau, aspirin, NSAID, dan antikoagulan memiliki risiko lebih besar
mengalami perdarahan saluran cerna.
Pada penelian dari netherland, vanleerdam dan kawan-kawan menemukan 71%
pasien dengan usia lebih dari 60 tahun dengan perdarahan akut saluran cerna dan
24% pasien yang berusia lebih dari 80 tahun. 10
Tabel 3.1 Karakteristik Individu Dengan Peningkatan Faktor Risiko Terjadinya Perdarahan
Saluran Cerna Akut.
Peningkatan usia
Jenis kelamin laki-laki
Tidak menikah (vs. menikah)
Status kesehatan
penyakit kardiovaskular
Diabetes mellitus
Penyakit renal
Tingkat aktifitas fisik rendah.

48

meningkatnya jumlah penggunaan obat


penggunaan antikoagulan oral
(Kaplan RC, Heckbert SR, Koepsell TD, et al. Risk factors for hospitalized gastrointestinal bleeding among older
persons.
Cardiovascular Health Study Investigators. J Am Geriatr Soc. 2001; 49:126-133.) (Kim, Lawrence T. 2006)

Vreeburg dan kawan-kawan menemukan 85% pasien mempunyai penyakit


kronik penyerta dengan perdarahan saluran cerna. Faktor risiko independen pada
perdarahan saluran cerna akut antara lain adanya penyakit kardivaskular, penyakit
ginjal, penyakit paru obstruktif kronik dan sirosis. 10
Vreeburg juga meneliti 951 pasien dengan perdarahan saluran cerna atas, 41%
pasien mempunyai riwayat menggunakan NSAID ataupun aspirin. Pengunaan juga
merupakan faktor risiko penting pada perdarahan saluran cerna.

5. Penyebab
Penyebab paling sering pada perdarahan akut saluran cerna atas adalah penyakit
ulkus peptikum (31%-58%), gastritis (9%-30%), dan gastroesofageal varises (3%23%). Sedangkan penyebab yang paling sering pada perdarahan akut saluran cerna
bawah adalah divertikulosis (24%-47%), colitis (6%-26%), neoplasma (9%-17%),
dan angiodisplasia (2%-12%). 8,9
Tabel 3.2 Diferensial Diagnosis Pada Akut Perdarahan Saluran Cerna Atas Berdasarkan Tempat
Anatomis
Esophagus

Duodenum

Esophagitis

Peptic ulcer disease

Reflux
Infectious (fungal, viral)
Esophageal varices
Neoplasms
Stomach
Peptic ulcer disease
Gastric ulcer
Gastroesophageal varices
Portal gastropathy

Duodenal ulcer
Arteriovenous malformation
Neoplasms
Duodenal adenocarcinoma
Pancreatic adenocarcinoma
Carcinoid tumors
Dieulafoy ulcers
Aortoduodenal fistula
Diverticula

49

Dieulafoy ulcer

Hepatopancreatic-biliary

Arteriovenous malformation

Hemobilia

Neoplasms

Pancreatitis-induced

GI stroma tumors
Lymphoma
Adenocarcinoma
Carcinoid tumors
Mallory-Weiss tear
Stress gastritis

(Kim, Lawrence T. 2006)


Tabel 3.3 Diferensial Diagnosis Pada Akut Perdarahan Saluran Cerna Bawah Berdasarkan
Tempat Anatomis
Small Intestine
NSAID-induced ulcers
Diverticula
Meckel's diverticula
Pseudodiverticula
Neoplasms
Lymphoma
GI Stroma tumors
Adenocarcinoma
Carcinoid tumor
Inflammation
Crohn disease
Radiation enteritis
Ischemic enteritis
Infectious enteritis
Arteriovenous malformations
Aortoenteric fistula

Colon and Rectum


Diverticulosis
Colitis
Crohn disease
Ulcerative colitis
Radiation colitis
Infectious colitis
Ischemic colitis
Neoplasms
Adenocarcinoma
GI Stromal tumors
Lymphoma
Carcinoid tumors
Arteriovenous malformation
Iatrogenic
Polypectomy sites
Benign rectal diseases
Hemorrhoids
Rectal ulcers

NSAID, nonsteroidal antiinflammatory


drug.

(Kim, Lawrence T. 2006)

50

Gambar 12. Frekuensi relatif penyebab terbanyak perdarahan saluran cerna atas (A) dan
perdarahan saluran cerna bawah (B) di United States. (Kim, Lawrence T. 2006

6. Evaluasi awal dan resusitasi


Dua buah akses intravena dengan jarum berdiameter besar (1418 gauge) harus
ditempatkan dalam vena perifer dan resusuitasi volume intravascular dimulai dengan
cairan salin isotonic dan resusitasi volume kristaloid. Pengambilan darah untuk
pemeriksaan cross-match, hitung darah lengkap dengan jumlah platelet, elektrolit,
fungsi hati, profil koagulasi. Hal ini penting untuk menegaskan gajala yang timbul,
nilai hematokrit atau hemoglobin tidak akurat merefleksikan banyaknya darah yang
hilang. Estimasi tingkat keparahan perdarahan harus berdasarkan pada parameter
klinis. 11
Pasien dengan perdarahan yang massif seharusnya mendapat PRC untuk mengisi
volume intravascular dan kapasitas pembawaan O 2. Penentu untuk tranfusi darah
atau produk darah tergantung pada kebutuhan individu pasien dan penyebab
perdarahannya. Risiko dari produk darah (infeksi dan alergi) harus dibandingkan
dengan risiko apabila tidak diberikan tranfusi (anemia, kapasitas pembawaan O2
berkurang, koagulopati). 11
Algoritma 3.1. Langkah diagnostik dalam evaluasi perdarahan akut saluran cerna
atas.

51

Algoritma 3.2. Langkah diagnostik dalam evaluasi perdarahan akut saluran cerna
bawah.

Algoritma 3.3. Penatalaksaan pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian


bawah

52

7. Pendekatan diagnosis
Setelah pemulihan sirkulasi volume darah, langkah berikutnya adalah
identifikasi sumber perdarahan sehingga terapi definitive dapat dilakukan. Bila pada
pasien terdapat hematemesis, lokalisasi perdarahan pada esophagus, lambung, dan
duodenum sehingga esophagogastro-duodenoscopy (EGD) dapat dilakukan segera
untuk mengidentifikasi sumber perdarahan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
antara lain: 11

Gastric Aspiration

53

Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Nasogastric Tube
(NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak
aktif,aspirat berwarna merah menandakan perdarahan masif. Seperti halnya
warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas pasien.
Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak
duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.

Endoscopy

(Esophagogastroduodenoscopy,

Colonoscopy,

Enteroscopy,

Wireless Capsule Endoscopy)

Selective Visceral Arteriography


Angiografi perlu dilakukan, mengingat insidensi tertinggi terjadinya
perdarahan saluran cerna bagian atas adalah pada pasien dengan usia lebih
atau sama dengan 60 tahun, yang biasanya telah mengidap penyakit penyerta,
diantaranya adalah stroke, penyakit pembuluh darah, insuffisiensi renal.
Kondisi ini akan meningkatkan risiko komplikasi dari prosedur. Jadi,
angiografi dilakukan pada pasien dengan perdarahan yang sedang
berlangsung dengan tanda-tanda yang jelas.

Nuclear Scintigraphy. Dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan aktif.


Pemeriksaan ini sangat sensitif dan dapat mendeteksi perdarahan <1
ml/menit.

Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal ligamentum Treitz
dan dengan kolonoskopi memberikan hasil negative, maka dapat dilakukan
pemeriksaan enteroskopi atau endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas
angiodisplasia di usus halus. Pada kasus perdarahan berat yang tidak memungkinkan
kolonoskopi, dapat dilakukan angiografi yang terlebih dahulu diperiksa dengan
schintigraphy. Barium enema dapat bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus
mengobati intususepsi.10

8. Pendekatan penatalaksanaan

Resusitasi dan stabilisasi hemodinamik.

Prosedural intervensi seperti :


54

Endoscopic hemostatic therapy

Angiography embolization

Colonoscopic removal of bleeding polyp or mass

Surgical resection if necessary

Targeted medical therapy.11

9. Komplikasi
-

Syok hipovolemik dan kerusakan organ yang menyusul.


Komplikasi terkait tranfusi darah, seperti infeksi yang didapat atau reaksi

transfusi.
Komplikasi terkait prosedur intravena, seperti perforasi dan infeksi.11

10. Prognosis
Pada kebanyakan pasien (80%) dengan perdarahan saluran cerna mengalami
penghentian perdarahan secara spontan, dan pada sebaian pasien yang tidak
mengalami perdarahan spontan atau yang mengalami perdarahan berulang
mempunyai risiko besar untuk menderita komplikasi dan mendapatkan perawatan
khusus di rumah sakit. Hal ini membutuhkan kontrol operatif untuk menghentikan
perdarahan atau meninggal.8
Beberapa system klasifikasi telah dikembangkan untuk memisahkan pasien
dengan risiko rendah terhadap pasien dengan risiko tinggi perdarahan akut saluran
cerna atas dan bawah. Parameter klasifikasi meliputi perdarahan terus-menerus,
tekanan darah sistolik rendah, peningkatan protrombin time, status mental yang tidak
menentu, dan penyakit yang menyertai. Di Indonesia, angka mortalitas akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%, sementara akibat perdarahan
saluran cerna bagian bawah adalah 3,6%.8,11

BAB IV
ANALISA KASUS

55

1. Hematoskezia ec Ca rectum stadium T4bN1M1b dengan cancer pain


Dasar diagnosis:
o Anamnesis: Pasien mengalami hematokezia 1 hari SMRS, terjadi 3x
perdarahan dengan volume darah tiap perdarahan membasahi sarung
yang dipakai pasien. Terdapat nyeri pada anus yang masih dirasakan
pasien meskipun sudah mendapat terapi Morfin 3x10 mg untuk
menanggulangi nyeri. Pasien didiagnosis ca rektum 8 bulan SMRS
namun menolak dioperasi. Pasien merasa ada benjolan di perut sebesar
telur puyuh. Terdapat riwayat perubahan pola defekasi (diare menjadi
konstipasi lalu feces seperti kotoran kambing) dan penurunan berat badan
20 kg sejak 8 bulan. Pasien sering merasakan mual dan kembung.
o Pemeriksaan fisik: Pada abdomen teraba massa pada regio iliaca sin,
berjumlah 1, ukuran 4x3x3 cm, permukaan rata, batas tegas, terfiksir,
nyeri tekan (+). Pada rectal touche teraba massa 1 cm dari ACL pada jam
6 dan 3 cm dari ACL pada jam 12-4 konsistensi keras, terfiksir, menutupi
hampir seuluruh lumen, nyeri tekan (+), darah (+)
o Pemeriksaan penunjang: peningkatan marker CEA (6,5 ng/ml), CT scan
whole abdomen didaparkan massa pada rectum sesuai T4bN1M1b dan
infiltrasi massa ke urter distal. Pemeriksaan kolonoskopi didapatkan

tumor rektum suspek maligna.


o Hasil PA 21/03/16: Tubular adenoma rectum, displasia ringan
Assesment:
Dipikirkan pasien Ca rektum dengan cancer pain. Berdasarkan
kepustakaan disebutkan bahwa insidensi karsinoma kolorektal meningkat pada
usia diatas 50 tahun dan Ca rectum lebih banyak terjadi pada laki-laki hal ini
sesuai dengan pasien ini yang berusia 65 tahun berjenis kelamin laki-laki.
Karsinoma kolorektal bermanifestasi dengan adanya perubahan pola defekasi
baik berupa diare ataupun konstipasi serta feces seperti kotoran kambing
(change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar sering disertai
lendir), nyeri anus dan penurunan berat badan. Terdapat pula gejala kembung
seperti yang dialami pasien. Faktor risiko yang ada pada kasus ini adalah
kebiasaan konsumsi makanan rendah serat, namun sering konsumsi makanan
berlemak, sedangkan faktor risiko individu dan riwayat keganasan keluarga
56

disangkal. Peningkatan CEA pada pasien ini mendukung adanya ca kolorektal.


Hasil CT scan whole abdomen didapatkan massa memenuhi lumen rektum
sepanjang 13,13 cm, 3,4 cm dari ACL, meluas ke subkutis regio anal, prerektal fat, dinding posterior buli, curiga menginfiltrasi prostat dan menginfiltrasi
urter distal kiri dengan limfadenopati paraobturator kiri dan peri kaput
pankreatikus serta metstasis hepar, gambaran ini sesuai T4bN1M1b berdasarkan
klasifikasi TNM oleh AJCC edisi 7. Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan
kolonoskopi yang merupakan gold standart pemeriksaan untuk mendiagnosis ca
rektum dengan ditemukannya massa tumor rektum berbenjol-benjol, memenuhi
hampir seluruh lumen. Penatalaksanaan tumor pada kasus ini dilakukan adalah
tindakan operatif oleh TS bedah digestif yang kemudian akan dilanjutkan dengan
kemoterapi. Pada pasien terlebih dahulu dilakukan perbaikan keadaan umum.
Pasien mengalami cancer pain dengan derajat nyeri sedang (VAS 5-6)
setelah diberikan terapi Morfin. Berdasarkan pilihan terapi cancer pain yang
dikeluarkan WHO, nyeri derajat sedang harusnya diberikan terapi opioid ringan
seperti kodein atau tramadol. Pada pasien ini telah diberikan Tramadol namun
masih nyeri, sehingga diputuskan untuk diberikan obat golongan opioid kuat
yaitu Morfin 3x10 mg untuk menanggulangi nyeri.
Rencana diagnosis :
- Bone scan
- Rontgen thorax
Tatalaksana:
- Terapi pembedahan sesuai TS bedah digestif (operasi Miles procedure)
- Clinimix + Ivelip 1100 + Tutofusin 500 ml 4 tpm
- Diet cair 6 x 150 cc
- Tramadol 200 mg drip/24 jam
- Morfin 3 x 10 mg po
- Transamin 3 x 1 amp iv
- Vitamin K 3 x 1 amp iv
- Vitamin C 3 x 1 amp iv
2. Hidronefrosis + hidroureter sinistra
Dasar diagnosis:
o Anamnesis: Pasien merasakan nyeri di punggung kiri hilang timbul
o Pemeriksaan fisik: Tidak ada yang mendukung, Ballotement -/-, nyeri

ketok CVA -/-

57

o Pemeriksaan

penunjang:

CT

scan

whole

abdomen

didapatkan

hidronefrosis dan hidroureter sinistra ec infiltrasi massa ke urter distal,

infiltrasi massa ke dinding posterior buli.


Assesment:
Dipikirkan pasien mengalami hidronefrosis dan hidroureter sinistra karena
infiltrasi massa tumor rektum ke urter distal. Pasien hanya mengeluhkan nyeri
punggung kiri hilang timbul namun dari pemeriksaan fisik tidak ada yang
bemakna. Untuk pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut pasien dirawat gabung

dengan TS bedah urologi.


Tatalaksana:
Tatalaksana sesuai TS bedah urologi (sistoskopi k/p TURBT, sistektomi,
ureterokutaneostomi)

3. BPH
Dasar diagnosis:
o Anamnesis: Sejak 5 bulan terakhir pada pasien muncul gejala LUTS
berupa hesistancy (saat BAK harus menunggu sampai urin keluar),
frekuensi (sering BAK), BAK mengedan, disuria, pancaran urin lemah
BAK tidak lampias, dan nokturia.
o Pemeriksaan fisik: RT: prostat sulit diraba karena ada massa rektum
o Pemeriksaan penunjang: CT scan whole abdomen didapatkan hipertrofi
prostat

Assesment:
Dipikirkan pasien dengan BPH dimana insidensinya meningkat seiring
bertambahnya usia. Manifestasi klinis pada BPH adalah adanya gejala LUTS
(lowe urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritasi.
Gejala obstruksi antara lain hesistancy, BAK mengedan, pancaran urin lemah,
BAK tidak lampias, miksi ganda kurang dari 2 jam dari waktu BAK sebelumnya,
dribbling (menetes pada akhir miksi). Gejala iritasi atara lain frekuensi (sering

BAK), urgensi (tidak dapat menahan BAK), nokturia, dan inkontinensia.


Rencana diagnosis :
Prostat Spesific Antigen (PSA),
58

Tatalaksana:
Tatalaksana sesuai TS bedah urologi:
- Avodart 1 x 0,5 mg po
- Harnal 1x0,4 po

4. Anemia mikrositik hipokrom


Dasar diagnosis:
o Anamnesis: Pasien mengatakan badan terasa lemas dan cepat lelah.
Terdapat riwayat perdarahan dari anus dan riwayat transfusi PRC.
o Pemeriksaan fisik: konjungtiva anemis
o Pemeriksaan penunjang: hasil laboratorium terdapat penurunan Hb,

eritrosit, VER, HER, dan KHER


Assesment:
Dipikirkan pasien anemia mikrositik hipokrom curiga karena penyakit kronik.
Pada penyakit kronik terjadi inflamasi kronik dimana terjadi peningkatan
hepcidin yang menyebabkan penurunan produksi eritrosit karena penurunan
utilisasi besi. Sitokin yang diproduksi menyebabkan sekuestrasi makrofag
sehingga uptake besi kedalam sel makrofag meningkat, sehingga kadar besi
serum menurun dan

TIBC juga menurun. Sitokin juga menyebabkan

peningkatan desktruksi eritrosit di limpa dan menekan produksi eritropoietin di


ginjal. Gejala dan tanda anemia yang ada pada pasien ini berupa lemas dan
mudah lelah serta konjungtiva pucat. Untuk kepentingan operasi, pasien perlu

perbaikan keadaan umum dengan target Hb >10 mg/dl.


Rencana diagnosis:
Periksa serum iron, feritin, TIBC, Urinalisa, EKG
Tatalaksana:
Transfusi PRC 250 ml

5. Hiponatremia hipoosmolar euvolemi


Dasar diagnosis:
o Anamnesis: tidak ada gejala yang mendukung, tidak ada gejala dehidrasi
o Pemeriksaan fisik: tidak ada tanda yang mendukung, tidak ada tanda
dehidrasi
o Pemeriksaan penugjang: penurunan kadar Natrium darah (120 mmol/L

130 mmol/L 128 mmol/L), GDS 116 mg/dl, ureum 19 mg/dl


Assesment:
59

Dipikirkan pasien mengalami hiponatremia karena keganasan. Berdasarkan


perhitungan osmolaritas darah pada pasien ini didapatkan 265,3 mOsm, sehingga
disebut hipoosmolar. Pada pasien ini tidak didapatkan tanda dehidrasi dan urine
output masih baik, sehingga pasien ini euvolemi. Perhitungan koreksi natrium

pada pasien ini:


Koreksi Na = (Na target Na awal) x BB x 0,6
(135 128) x 41 x 0,6 = 172,2
Tatalaksana:
NaCl 0,9% 500 ml/8 jam

60

DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah, Murdani. Tumor Kolorektal Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: EGC
2. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Hal : 14-18, 36-42. 1994.
3. Brunicardi, F. Charles, Anderson, Dana K, et al. Schwartzs Principles of
Surgery. Ed 8th. 2004
4. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery. Ed 18th. Elsevier Inc. 2007
5. Pezzoli A, Metarese V, Rubini M, et al. Colorectal cancer screening: Result of a
5-year program in asymptomatic subject at increased risk. Digestive and Liver
Disease. 2007
5. Durondi S, Banerjea A. Colorectal cancer: early diagnosing and predisposing
causes. Surgery 2006: 24; 131-136
6. Way LW, Doherty GM. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Edisi ke 11.
International Edition. The McGraw-Hill Company. 2003. Halaman 716 25.
7. Bruce D. Greenwald, MD. Carcinoma colon. Associate Professor of Medicine.
University of Maryland
8. Laine L. Gatrointestinal bleeding. In : Fauci, Anthony S, et al. Harrisons
Principles of Internal M edicine. 17th ed. New York : McGraw-Hill. 2008
9. Kim, Laurence T, et al. Greenfields Surgery: scientific principles and practice.
Acute gastrointestinal hemorrhage. Lippincott Williams & wilkins. 4th ed. 2006.
P 1050-1063
10. Abdullah, Murdani. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah (Hematokezia)
dan Perdarahan Samar (Occult). Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: EGC
11. Scottish intercollegiate guidelines network. Management of Acute Upper and
Lower Gastrointestinal Bleeding. 2008.
12.

61

Anda mungkin juga menyukai