Pembimbing:
dr. Anggun Sangguna, Sp.PD
Disusun oleh :
Laras Asia Cheria
030.10.157
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo periode 5 Januari 2015 14 Maret 2015
Disusun oleh:
Laras Asia Cheria
030.10.157
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Anggun Sangguna, Sp.PD selaku dokter
pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo
waktu. Laporan kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSAL
Mintohardjo dengan judul Sirosis Hepatis Dekompensata.
Besar harapan penyusun bahwa laporan kasus ini dapat berguna bagi semua
kalangan pada umumnya dan praktisi medis khususnya. Dalam kesempatan ini
penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. Anggun Sangguna Sp.PD
selaku pembimbing Penyakit Dalam di RSAL Mintohardjo dan Semua pihak yang
telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan.
Penyusun menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna karena
kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta, oleh karena itu penyusun mengharapkan
banyak kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga akan menjadi bahan
kajian selanjutnya demi pembelajaran untuk mencapai laporan kasus yang baik di
kemudian hari. Apabila dalam referat ini terdapat kesalahan dan hal yang kurang
berkenan, tanpa bermaksud menyinggung, penyusun mengucapkan maaf dengan
segenap kerendahan hati. Akhir kata selamat membaca dan semoga memberi manfaat.
Jakarta, Febuari 2015
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
BAB II Laporan Kasus
BAB III Analisa Kasus
BAB IV Tinjauan Pustaka
BAB V Kesimpulan
Daftar Pustaka
3
4
5
6
20
23
39
40
BAB I
PENDAHULUAN
Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. 1 Sirosis
merupakan akhir dari perubahan patologis dari berbagai macam penyakit hati. Istilah
sirosis pertama kali dikemukakan oleh Laennec pada tahun 1826. Berasal dari istilah
yunani scirrhus dan digunakan untuk menjelaskan tekstur hati yang seperti jeruk
yang terlihat pada saat autopsy.
Banyak bentuk cedera hati yang ditandai dengan fibrosis. Fibrosis
didefinisikan sebagai penumpukan komponen matriks ekstraselular (ex, kolagen,
glikoprotein, proteoglikan) berlebihan pada hati. Respons terhadap cedera hati yang
seperti ini berpotensi untuk reversibel. Namun, pada kebanyakan pasien, sirosis
merupakan proses yang bersifat irreversibel. Progresi cedera hati menjadi sirosis
dapat berlangsung dalam minggu sampai tahun. Seringkali terjadi, antara temuan
histologis dan gambaran klinis tidak sesuai. Beberapa pasien sirosis asimtomatis
dengan tingkat harapan hidup yang tinggi, sementara pasien lain mengalami berbagai
macam gejala berat dari penyakit hati tahap akhir dengan tingkat survival terbatas.2
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Di Negara maju, hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit yang datang ke dokter, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan
secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat autopsi.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian
Penyakit Dalam.1
BAB II
LAPORAN KASUS
Tanda tangan:
: 12-47-11
2.1 Identitas
Nama
: Tn. TW
Usia
: 56 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 17 Januari 2015 pukul 12.00 WIB
di bangsal P. Sangeang, RSAL Dr. Mintohardjo.
Keluhan Utama
Keluhan tambahan
adanya benjolan. Perut dan kedua kaki membesar tidak disertai adanya nyeri dada,
jantung berdebar, mudah berkeringat, tangan gemetar.
Selain itu, pasien merasa perut begah setiap setelah makan, cepat kenyang dan
hanya dapat menghabiskan setengah porsi makanan dari biasanya. Pasien juga merasa
lemas pada seluruh tubuhnya. Mual dan muntah serta penurunan berat badan
disangkal.
Pasien juga batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dahak mudah
dikeluarkan berwarna putih bening dan tidak berbau. Pasien belum mengkonsumsi
obat batuk, hanya berusaha mengurangi batuk dengan banyak minum air putih. Batuk
darah dan keringat malam disangkal.
Pasien mengeluh adanya demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu, demam
kadang dirasakan lebih meningkat saat malam hari. Demam tidak diukur
menggunakan termometer, hanya dirabarasakan saja. Bercak-bercak merah pada
badan, mimisan, dan perdarahan gusi disangkal. Pasien mengeluh BAK kuning pekat
seperti teh sejak 1 minggu terakhir dan tidak nyeri saat BAK.
Pasien pernah dirawat inap pada Februari tahun lalu karena adanya keluhan
muntah darah segar dan BAB darah serta kulit yang berwarna kekuningan. Kemudian
telah dilakukan Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM dan didapatkan varises
esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat. Sejak saat itu baru
diketahui bahwa pasien memiliki hepatitis C.
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/90 mmHg
Nadi
Pernafasan
: 20 kali/menit
Suhu badan
: 36,7 C
Tinggi badan
: 170 cm
Berat badan
: 75 kg
Status gizi
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (+), sianosis
(-), spider naevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan rambut normal.
Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi biasa, warna rambut putih, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-/-), endophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), konjunctiva palpebra
pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor, reflek cahaya langsung/tidak langsung
(+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan
processus mastoideus (-)
Mulut
Sariawan (-), tonsil T2/T2, gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi
papil (-), stomatitis (-), bau pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5+2)
cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)
Thorax
Bentuk normal, retraksi (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-)
Paru:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri: linea
midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: tegang, nyeri tekan regio hipokondriak kanan (+), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
Perkusi
Auskultasi
Kesan
: Ascites
Genital
Ekstremitas
Ekstremitas atas :
nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (+),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), eritema palmaris (-), akrosianosis(-)
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (+) pada kedua tungkai,
jaringan parut (-), pigmentasi normal, jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), akrosianosis (-)
2.4 Pemeriksaan Penunjang
10
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Darah Rutin
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Protein Total
Total Protein
Albumin
Globulin
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
9500
2,79
9,9
28
36000
/L
juta/L
g/dL
%
ribu/L
5000 10000
4,6 6,2
14 16
42 48
150000 450000
25
12
U/l
U/l
<35
<55
4,5
1,6
2,9
g/dL
g/dL
g/dL
6,4 8,3
3,5 5,2
2,6 3,4
24
1,1
mg/dL
mg/dL
17 43
0,7 1,3
Foto Thorax
Kesan : Jantung LVH, paru-paru normal.
USG
Tampak udara usus meningkat, organ abdomen tidak tervisualisasi dengan baik.
Hati
: Bentuk ireguler, struktur parenkim padat kasar. Tak jelas adanya lesi fokal.
Tampak dikelilingi oleh anekhoik yang cukup luas.
KE
: Besar dan bentuk baik, dinding sebagian menebal (1,13 cm). tak tampak
batu/sludge.
: Besar kedua ginjal normal. Cortex dan medulla baik. Tak tampak batu /
penebalan kedua kalises.
11
2.5 Diagnosis
Sirosis hepatis dekompensata
2.6 Tatalaksana
IVFD RL 14 tpm
Inj. Lasix 2x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
2.7 Prognosis
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: dubia ad malam
: ad malam
: dubia ad malam
2.8 Resume
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada hari Sabtu, 15 Januari
2015 pukul 19.00 WIB. Pasien mengeluhkan perut dan kedua kaki membesar sejak 1
minggu yang lalu. Pasien merasa perut begah setiap setelah makan, cepat kenyang
dan hanya dapat menghabiskan setengah porsi makanan dari biasanya. Lemas pada
12
seluruh tubuh, batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dahak mudah dikeluarkan
berwarna putih bening dan tidak berbau. Demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu,
demam kadang dirasakan lebih meningkat saat malam hari. BAK kuning pekat seperti
teh sejak 1 minggu terakhir. Pasien pernah dirawat inap pada Februari tahun lalu
karena adanya keluhan muntah darah segar dan BAB darah serta kulit yang berwarna
kekuningan. Hasil Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM dan didapatkan varises
esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran CM, TD 110/90 mmHg, N
84x/menit, RR 20x/menit, S 36,7 C, BMI 25,95 (overweight). Kulit ikterik, mata
skera ikterik +/+, batas kiri jantung dan paru bergeser ke linea midclavicula sinistra
ICS V, abdomen cembung, nyeri tekan hipokondriak kanan, shifting dullness (+),
edema tungkai +/+. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan eritrosit,
Hb, Ht, pansitopenia, penurunan total protein dan albumin. Foto thorax kesan jantung
LVH. USG didapatkan sirosis hepatis, kolesistitis, ascites, meteorismus.
Follow Up 17/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 100/0 mmHg, 37.20C,
72x/m, 20x/m.
13
Mata : SI +/+
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Ext : edema tungkai +/+
Lab:
A : Sirosis hepatis dekompensata
GDS : 78 (n=<200)
P : IVFD D5% 8 tpm
Bil. total : 7,52 mg/dL (n= 0,1-1,2)
Inj. Lasix 1x1 ampul
Bil. direk : 4,56 (n= <0,5)
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Bil. indirek : 2,96 (n= <0,7)
Ambroxol 3x1
Alkali Phospat : 159 (n= <258)
KSR 2x1
Total protein : 7,4 (n= 6,4-8,3)
Curcuma 3x1
Albumin : 1,7 (n= 3,5-5,2)
Urdafalk 3x1
Globulin : 5,7 (n= 2,6-3,4)
Spinorolaktone 1x25mg
A : Sirosis hepatis dekompensata
Vip albumin 3x2
P : IVFD RL 8 tpm
Levofloxacine 1x500mg
Inj. Lasix 1x1 ampul
Lactulac syr 3xC1
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Follow Up 18/1/2015
Follow Up 19/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK the, malam kurang tidur.
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 110/70 mmHg, 360C,
O : CM, TSS, 110/80 mmHg, 37.20C,
76x/m, 20x/m.
72x/m, 20x/m.
Mata : SI +/+
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
Abd : cembung, tegang, NTE (-),
14
Follow Up 20/1/2015
Follow Up 21/1/2015
S : Demam, nafsu makan menurun,
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 140/80 mmHg, 37.20C,
O : CM, TSS, 110/70 mmHg, 37,9 0C,
88x/m, 20x/m.
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 102 cm
BB : 75 kg, LP : 102 cm
Mata : SI +/+
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
15
Follow Up 22/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK the.
O : CM, TSS, 100/70 mmHg, 37,9 0C,
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 101 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Lab:
Total protein : 6,6 g/dl (n=6,4-8,3)
Albumin : 1,6 (n=3,5-5,2)
Globulin : 5 (n=2,6-3,4)
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Follow Up 23/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 140/80 mmHg, 37.20C,
84x/m, 20x/m.
BB : 75 kg, LP : 100 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
16
Follow Up 24/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 130/90 mmHg, 37,9 0C,
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 101 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Lab:
Eritrosit : 3,07 jt
Hb : 10,4
Ht : 30
Trombosit : 31000
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Follow Up 25/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C,
84x/m, 20x/m.
BB : 75 kg, LP : 99 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg
17
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg
Follow Up 26/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 130/90 mmHg, 37,9 0C,
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 98 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Venflon
Lasix 1x1 tab
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Ranitidine 2x1 tab
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg
Furosemid 2x1 tab
Follow Up 27/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C,
84x/m, 20x/m.
BB : 75 kg, LP : 99 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Venflon
Lasix 1x1 tab
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Propanolol 2x10mg
Furosemid 2x1 tab
Metil prednisolon 3x4mg
Follow Up 28/1/2015
Follow Up 29/1/2015
18
19
Follow Up 29/1/2015
S : BAK teh, bengkak berkurang.
O : CM, TSS, 120/70 mmHg, 37,9 0C, 76x/m, 20x/m
BB : 70 kg, LP : 93 cm
Mata : SI +/+ minimal
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, NTE (-), timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+ minimal
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Curcuma 3x1
Urdafalk 2x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x4
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg
OMZ 2x1 tab
Vit. K 3x1 tab
Rawat jalan
BAB III
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa diagnosis pada pasien ini yaitu sirosis hepatis. Pada pasien ini
termasuk dalam sirosis hepatis dekompensata, yaitu sirosis hati aktif karena telah
terdafat menifestasi klinis yang jelas seperti ascites, edema tungkai, ikterus, badan
lemas, nafsu makan berkurang, perut kembung, BAK warna kuning pekat, riwayat
hematemesis dan melena 1 tahun yang lalu.
Ascites terjadi karena adanya hipertensi porta yang mengakibatkan adanya
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotik
20
koloid akibat hipoalbumin (1,6 g/dL). Selain itu juga dikarenakan adanya retensi
natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Hal ini juga berakibat
terhadap adanya bengkak pada kedua tungkai. Kelebihan cairan dalam rongga
peritoenum ini membuat pasien kurang nafsu makan, mudah kenyang dan perut terasa
kembung sehingga pasien merasa lemas.
Ikterus terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin plasma yang
lebih dari 30 mol/L dimana kadar bilirubin plasma yang normal maksimal 17
mol/L (1ml/dL). Awalnya sklera menguning dan jika konsentrasinya semakin
meningkat kulit juga akan berubah menjadi kuning, dan warna urin menjadi pekat.
Pada pasien didapatkan konsentrasi bilirubin total 7,52 mg/dL.
Hematemesis dan melena yang pernah ada dalam riwayat penyakit dahulu
pasien terjadi karena adanya ruptur pada vena esofagus dan vena rektum yang telah
terjadi varises sebelumnya dimana pembuluh darah ini umumnya berdinding tipis.
Keadaan ini didukung dengan adanya hasil laboratorium darah yang menunjukkan
trombositopenia dan defisiensi faktor pembekuan (akibat penurunan sintesis pada hati
yang rusak) dapat menyebabkan perdarahan yang masif yang mengancam jiwa.
Dintinjau dari epidemiologi, jenis kelamin laki-laki dan usia pasien 56 tahun
sesuai dengan data bahwa sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki
jika dibandingkan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 59 tahun.
Etiologi yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis pada pasien ini adalah
infeksi virus hepatitis kronik. Hal ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa
pasien pernah mengidap penyakit kuning pada Februari 2014. Hal ini didukung pula
dengan hasil pemeriksaan sero imunologi anti HCV (+) pada pasien ini yang berarti
pasien adalah penderita hepatitis C kronik (prevalensi di Indonesia 30-40%).
21
22
dengan persentasi betahan hidup dalam 1 tahun 45% dan persentase bertahan hidup
dalam 2 tahun 35%.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Sirosis secara histologis didefinisikan
sebagai
proses
hepatik
yang
difus
yang
ditandai
dengan
fibrosis
dan
23
24
25
Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma,
dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya
1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi
secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di
daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan
mengadakan kontak langsung dengan diafragma.3
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa
dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempenganlempengan/plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang
26
bercabang-cabang
menjadi
jaringan
kapiler
(sinusoid
hati)
yang
27
28
usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu
ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi
glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenolisis.
3. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak. Hati merupakan pembentukan utama,
sintesis, esterifikasi dan ekskresi dimana serum kolesterol menjadi standar
pemeriksaan metabolisme lipid.
4. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan
proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan -globulin dan
organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme
protein. -globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan
sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.
5. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V,
VII, IX, X. Untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi
dibutuhkan vitamin K.
6. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Vitamin larut lemak A,D,E,K disimpan di dalam hati; juga vitamin B12
tembaga dan besi.
7. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting
dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi
zat-zat yang dapat berbahaya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
8. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
29
30
31
32
berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput medusa) dan merupakan tanda klinis
utama hipertensi porta.6
3. Splenomegali
Kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali kongestif. Derajat
pembesaran sangat bervariasi (sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan dengan
gambaran lain hipertensi porta.8
4.8 Diagnosis & Manifestasi Klinis
Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada
penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada ikterus,
perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada tes faal hati. Juga ditemukan
tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites, splenomegali, venektasi di perut.1
Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada
laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas.
Sedangkan sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah, atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.8
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan
terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak
teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign,
shifting dullness, atau fluid wave. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan
pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-
33
vena kecil) tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosterone bebas. Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil, malnutrisi
berat, bahkan ditemukan pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesinya kecil.1
Eritema Palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini
juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindrom nefrotik.8
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur
fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan
dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex
simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.8
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki
mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi
cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.8
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
34
2.
3.
halnya
alkali
fosfatase
pada
penyakit
hati.
Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT
4.
dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
5.
35
6.
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi
sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis
lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali,
thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada
pasien sirosis.
4.9 Komplikasi
Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain Peritonitis Bakterial
Spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal.8
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, 2/3 akan meninggal dalam waktu 1 tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (Insomnia dan Hipersomnia), selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal.
4.10 Penatalaksanaan
36
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
dapat dibendung. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obatobat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada
koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.8
Pengobatan sirosis kompensata
Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alcohol
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit
hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pengobatan sirosis dekompensata
Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.
Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 2040 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon,
maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
37
Klasisfikasi Child-Pugh7
Derajat Kerusakan
Bilirubin Total
Serum Albumin
Nutrisi
Ascites
Minimal
2
>3,5
Sempurna
Nihil
Hepatic Encephalopaty
Interpretasi
Nihil
Sedang
2-3
2,8-3,5
Mudah Dikontrol
Dapat terkendali
dengan pengobatan
Minimal
Berat
>3
<2,8
Sulit Dikontrol
Tidak dapat
terkendali
Berat/Koma
Satuan
Mg/dl
Gr/dl
-
Points
Grade
5-6
100%
85%
7-9
81%
57%
10-15
45%
35%
38
Penilaian prognosis terbaru dengan model for end stage liver disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. Berguna untuk
memprediksi angka bertahan hidup dalam 3 bulan pada pasien yang telah menjalani
prosedur operasi Transjugular intrahepatic portosystemic shunt(TIPS) dan berguna
untuk menentukan prognosis dan prioritas untuk mendapatkan transplantasi hati.
Rumus yang digunakan adalah :
MELD = 3.78[Ln serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2[Ln INR] + 9.57[Ln serum
creatinine (mg/dL)] + 6.43
Interpretasi skor MELD pada pasien yang dirawat, maka angka kematian (mortality)
selama 3 bulan adalah:
40 atau lebih 100% mortality
3039 83% mortality
2029 76% mortality
1019 27% mortality
<10 4% mortality
39
BAB IV
KESIMPULAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Di Indonesia, infeksi virus
hepatitis B dan Hepatitis C merupakan penyebab tersering dari sirosis hati.
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
mikronodular (besar nodul kurang dari 3mm), makronodular (besar nodul lebih dari
3mm), campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular). Secara
Fungsional Sirosis terbagi atas : sirosis hati Kompensata, sering disebut dengan laten
sirosis hati, sirosis hati Dekompensata, dikenal dengan Active Sirosis hati.
Sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelinan penyakit lain. Selama bertahuntahun, sirosis hati bersifat laten, dimana perubahan-perubahan patologis berkembang
lambat sehingga akhirnya gejala-gejala yang timbul membangkitkan kesadaran akan
kondisi ini. Selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran
secara bertahap. Pada stadium kompensasi sempurna, kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnose sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna
mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,
laboratorium kimiawi/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson.
Cirrhosis
Hepatitis in
41