Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

Sirosis Hepatis Dekompensata

Pembimbing:
dr. Anggun Sangguna, Sp.PD

Disusun oleh :
Laras Asia Cheria
030.10.157

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSAL MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
5 Januari 2015 14 Maret 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:


Sirosis Hepatis Dekompensata

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo periode 5 Januari 2015 14 Maret 2015

Disusun oleh:
Laras Asia Cheria
030.10.157

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Anggun Sangguna, Sp.PD selaku dokter
pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo

Jakarta, Febuari 2015


Mengetahui

dr. Anggun Sangguna,Sp.PD


KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat

waktu. Laporan kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSAL
Mintohardjo dengan judul Sirosis Hepatis Dekompensata.
Besar harapan penyusun bahwa laporan kasus ini dapat berguna bagi semua
kalangan pada umumnya dan praktisi medis khususnya. Dalam kesempatan ini
penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. Anggun Sangguna Sp.PD
selaku pembimbing Penyakit Dalam di RSAL Mintohardjo dan Semua pihak yang
telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan.
Penyusun menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna karena
kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta, oleh karena itu penyusun mengharapkan
banyak kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga akan menjadi bahan
kajian selanjutnya demi pembelajaran untuk mencapai laporan kasus yang baik di
kemudian hari. Apabila dalam referat ini terdapat kesalahan dan hal yang kurang
berkenan, tanpa bermaksud menyinggung, penyusun mengucapkan maaf dengan
segenap kerendahan hati. Akhir kata selamat membaca dan semoga memberi manfaat.
Jakarta, Febuari 2015

Laras Asia Cheria

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
BAB II Laporan Kasus
BAB III Analisa Kasus
BAB IV Tinjauan Pustaka
BAB V Kesimpulan
Daftar Pustaka

3
4
5
6
20
23
39
40

BAB I
PENDAHULUAN
Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. 1 Sirosis
merupakan akhir dari perubahan patologis dari berbagai macam penyakit hati. Istilah

sirosis pertama kali dikemukakan oleh Laennec pada tahun 1826. Berasal dari istilah
yunani scirrhus dan digunakan untuk menjelaskan tekstur hati yang seperti jeruk
yang terlihat pada saat autopsy.
Banyak bentuk cedera hati yang ditandai dengan fibrosis. Fibrosis
didefinisikan sebagai penumpukan komponen matriks ekstraselular (ex, kolagen,
glikoprotein, proteoglikan) berlebihan pada hati. Respons terhadap cedera hati yang
seperti ini berpotensi untuk reversibel. Namun, pada kebanyakan pasien, sirosis
merupakan proses yang bersifat irreversibel. Progresi cedera hati menjadi sirosis
dapat berlangsung dalam minggu sampai tahun. Seringkali terjadi, antara temuan
histologis dan gambaran klinis tidak sesuai. Beberapa pasien sirosis asimtomatis
dengan tingkat harapan hidup yang tinggi, sementara pasien lain mengalami berbagai
macam gejala berat dari penyakit hati tahap akhir dengan tingkat survival terbatas.2
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Di Negara maju, hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit yang datang ke dokter, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan
secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat autopsi.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian
Penyakit Dalam.1
BAB II
LAPORAN KASUS

Nama Ko-Asisten : Laras Asia Cheria

Tanda tangan:

Tanggal Pasien Masuk Rumah Sakit : 15-01-2015

No. Rekam medik

: 12-47-11

2.1 Identitas
Nama

: Tn. TW

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

: Jati Jajar 1 RT 06/01 no. 6, Tapos, Depok, Jawa Barat

Usia

: 56 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: Sarjana

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 17 Januari 2015 pukul 12.00 WIB
di bangsal P. Sangeang, RSAL Dr. Mintohardjo.
Keluhan Utama

: Perut dan kedua kaki membesar sejak 1 minggu sebelum


masuk Rumah Sakit

Keluhan tambahan

: Perut terasa begah, batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu,


BAK kuning pekat sejak 1 minggu yang lalu, demam naik
turun sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada hari Sabtu, 15 Januari
2015 pukul 19.00 WIB. Pasien mengeluhkan perut dan kedua kaki membesar sejak 1
minggu yang lalu. Perut dan kedua kaki yang membesar bersifat progresif dari hari ke
hari dan timbul bersamaan. Perut yang membesar ini merata dan tidak dirasakan

adanya benjolan. Perut dan kedua kaki membesar tidak disertai adanya nyeri dada,
jantung berdebar, mudah berkeringat, tangan gemetar.
Selain itu, pasien merasa perut begah setiap setelah makan, cepat kenyang dan
hanya dapat menghabiskan setengah porsi makanan dari biasanya. Pasien juga merasa
lemas pada seluruh tubuhnya. Mual dan muntah serta penurunan berat badan
disangkal.
Pasien juga batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dahak mudah
dikeluarkan berwarna putih bening dan tidak berbau. Pasien belum mengkonsumsi
obat batuk, hanya berusaha mengurangi batuk dengan banyak minum air putih. Batuk
darah dan keringat malam disangkal.
Pasien mengeluh adanya demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu, demam
kadang dirasakan lebih meningkat saat malam hari. Demam tidak diukur
menggunakan termometer, hanya dirabarasakan saja. Bercak-bercak merah pada
badan, mimisan, dan perdarahan gusi disangkal. Pasien mengeluh BAK kuning pekat
seperti teh sejak 1 minggu terakhir dan tidak nyeri saat BAK.
Pasien pernah dirawat inap pada Februari tahun lalu karena adanya keluhan
muntah darah segar dan BAB darah serta kulit yang berwarna kekuningan. Kemudian
telah dilakukan Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM dan didapatkan varises
esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat. Sejak saat itu baru
diketahui bahwa pasien memiliki hepatitis C.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hepatitis C sejak 1 tahun lalu

Riwayat melena dan hematochezia 1 tahun lalu

Riwayat sakit asma, hipertensi, DM, Penyakit jantung, alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal

Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal


Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal. Pasien jarang berolahraga.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara. Sudah menikah dan memiliki 2 orang
anak. Pasien masih aktif bekerja sebagai karyawan swasta. Kesan kondisi ekonomi
keluarga pasien baik.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 110/90 mmHg

Nadi

: 84 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu badan

: 36,7 C

Tinggi badan

: 170 cm

Berat badan

: 75 kg

Status gizi

: Overweight (BMI = 25.95)

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (+), sianosis
(-), spider naevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan rambut normal.

Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi biasa, warna rambut putih, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-/-), endophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), konjunctiva palpebra
pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor, reflek cahaya langsung/tidak langsung
(+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan
processus mastoideus (-)
Mulut
Sariawan (-), tonsil T2/T2, gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi
papil (-), stomatitis (-), bau pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5+2)
cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)
Thorax
Bentuk normal, retraksi (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-)
Paru:
Inspeksi

: statis: dinamis; simetris kanan = kiri

Palpasi

: focal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru-hati ICS V peranjakan 1


sela iga.

Auskultasi

: suara napas vesikuler normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung:
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi

: batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri: linea
midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi

: murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: cembung, venektasi (-), caput medusae (-)

Palpasi

: tegang, nyeri tekan regio hipokondriak kanan (+), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.

Perkusi

: timpani, shifting dulness(+)

Auskultasi

: bising usus (+) 4x/menit

Kesan

: Ascites

Genital

: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas atas :

nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (+),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), eritema palmaris (-), akrosianosis(-)

Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (+) pada kedua tungkai,
jaringan parut (-), pigmentasi normal, jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), akrosianosis (-)
2.4 Pemeriksaan Penunjang

10

Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Darah Rutin
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Protein Total
Total Protein
Albumin
Globulin
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

9500
2,79
9,9
28
36000

/L
juta/L
g/dL
%
ribu/L

5000 10000
4,6 6,2
14 16
42 48
150000 450000

25
12

U/l
U/l

<35
<55

4,5
1,6
2,9

g/dL
g/dL
g/dL

6,4 8,3
3,5 5,2
2,6 3,4

24
1,1

mg/dL
mg/dL

17 43
0,7 1,3

Foto Thorax
Kesan : Jantung LVH, paru-paru normal.
USG
Tampak udara usus meningkat, organ abdomen tidak tervisualisasi dengan baik.
Hati

: Bentuk ireguler, struktur parenkim padat kasar. Tak jelas adanya lesi fokal.
Tampak dikelilingi oleh anekhoik yang cukup luas.

KE

: Besar dan bentuk baik, dinding sebagian menebal (1,13 cm). tak tampak
batu/sludge.

Pancreas: Besar normal. Echoparenchym homogen. Tak tampak nodul.


Limpa : Besar normal. Echoparenchym homogen. Tak tampak nodul.
Ginjal

: Besar kedua ginjal normal. Cortex dan medulla baik. Tak tampak batu /
penebalan kedua kalises.

Tampak gambaran anekhoik yang mengelilingi organ abdomen intraperitoneal.


Kesan : SIROSIS HEPATIS, KOLESISTITIS, ASCITES, METEORISMUS.

11

2.5 Diagnosis
Sirosis hepatis dekompensata
2.6 Tatalaksana
IVFD RL 14 tpm
Inj. Lasix 2x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1

2.7 Prognosis
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad malam
: ad malam
: dubia ad malam

2.8 Resume
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada hari Sabtu, 15 Januari
2015 pukul 19.00 WIB. Pasien mengeluhkan perut dan kedua kaki membesar sejak 1
minggu yang lalu. Pasien merasa perut begah setiap setelah makan, cepat kenyang
dan hanya dapat menghabiskan setengah porsi makanan dari biasanya. Lemas pada

12

seluruh tubuh, batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dahak mudah dikeluarkan
berwarna putih bening dan tidak berbau. Demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu,
demam kadang dirasakan lebih meningkat saat malam hari. BAK kuning pekat seperti
teh sejak 1 minggu terakhir. Pasien pernah dirawat inap pada Februari tahun lalu
karena adanya keluhan muntah darah segar dan BAB darah serta kulit yang berwarna
kekuningan. Hasil Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM dan didapatkan varises
esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran CM, TD 110/90 mmHg, N
84x/menit, RR 20x/menit, S 36,7 C, BMI 25,95 (overweight). Kulit ikterik, mata
skera ikterik +/+, batas kiri jantung dan paru bergeser ke linea midclavicula sinistra
ICS V, abdomen cembung, nyeri tekan hipokondriak kanan, shifting dullness (+),
edema tungkai +/+. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan eritrosit,
Hb, Ht, pansitopenia, penurunan total protein dan albumin. Foto thorax kesan jantung
LVH. USG didapatkan sirosis hepatis, kolesistitis, ascites, meteorismus.

2.9 Perkembangan Selama Perawatan


Follow Up 16/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 100/80 mmHg, 36.60C,
76x/m, 20x/m.

Follow Up 17/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 100/0 mmHg, 37.20C,
72x/m, 20x/m.

13

Mata : SI +/+
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Ext : edema tungkai +/+
Lab:
A : Sirosis hepatis dekompensata
GDS : 78 (n=<200)
P : IVFD D5% 8 tpm
Bil. total : 7,52 mg/dL (n= 0,1-1,2)
Inj. Lasix 1x1 ampul
Bil. direk : 4,56 (n= <0,5)
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Bil. indirek : 2,96 (n= <0,7)
Ambroxol 3x1
Alkali Phospat : 159 (n= <258)
KSR 2x1
Total protein : 7,4 (n= 6,4-8,3)
Curcuma 3x1
Albumin : 1,7 (n= 3,5-5,2)
Urdafalk 3x1
Globulin : 5,7 (n= 2,6-3,4)
Spinorolaktone 1x25mg
A : Sirosis hepatis dekompensata
Vip albumin 3x2
P : IVFD RL 8 tpm
Levofloxacine 1x500mg
Inj. Lasix 1x1 ampul
Lactulac syr 3xC1
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Follow Up 18/1/2015
Follow Up 19/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK the, malam kurang tidur.
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 110/70 mmHg, 360C,
O : CM, TSS, 110/80 mmHg, 37.20C,
76x/m, 20x/m.
72x/m, 20x/m.
Mata : SI +/+
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
Abd : cembung, tegang, NTE (-),

14

timpani, shifting dulness (+)


Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD D5% 8 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1

timpani, shifting dulness (+)


Ext : edema tungkai +/+
Lab:
Leukosit : 23300
Eritrosit : 3,04 jt
Hb : 10,7
Ht : 31
Trombosit : 37000
Bilirubin total : 7,58
Bilirubin direk : 3,99
Bilirubin indirek : 3,59
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD D5% 8 tpm
Inj. Lasix 2x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1

Follow Up 20/1/2015
Follow Up 21/1/2015
S : Demam, nafsu makan menurun,
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 140/80 mmHg, 37.20C,
O : CM, TSS, 110/70 mmHg, 37,9 0C,
88x/m, 20x/m.
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 102 cm
BB : 75 kg, LP : 102 cm
Mata : SI +/+
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+

15

Ext : edema tungkai +/+


A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD D5% 8 tpm
Inj. Lasix 2x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1

BC = 1900 2346 = -446


A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1

Follow Up 22/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK the.
O : CM, TSS, 100/70 mmHg, 37,9 0C,
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 101 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Lab:
Total protein : 6,6 g/dl (n=6,4-8,3)
Albumin : 1,6 (n=3,5-5,2)
Globulin : 5 (n=2,6-3,4)
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr

Follow Up 23/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 140/80 mmHg, 37.20C,
84x/m, 20x/m.
BB : 75 kg, LP : 100 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1

16

Inj. Albumin 1x20% (100 cc)


Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1

Follow Up 24/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 130/90 mmHg, 37,9 0C,
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 101 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Lab:
Eritrosit : 3,07 jt
Hb : 10,4
Ht : 30
Trombosit : 31000
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1

Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1

Follow Up 25/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C,
84x/m, 20x/m.
BB : 75 kg, LP : 99 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : IVFD NaCl : D5% 12 tpm
Inj. Lasix 1x1 ampul
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg

17

Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg

Follow Up 26/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 130/90 mmHg, 37,9 0C,
76x/m, 20x/m
BB : 75 kg, LP : 98 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Venflon
Lasix 1x1 tab
Inj. Cefotaxim 2x1gr
Ranitidine 2x1 tab
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg
Furosemid 2x1 tab

Follow Up 27/1/2015
S : Begah setelah makan, batuk berdahak
putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C,
84x/m, 20x/m.
BB : 75 kg, LP : 99 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Venflon
Lasix 1x1 tab
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 3x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x2
Levofloxacine 1x500mg
Propanolol 2x10mg
Furosemid 2x1 tab
Metil prednisolon 3x4mg

Follow Up 28/1/2015

Follow Up 29/1/2015

18

S : Begah setelah makan, batuk berdahak


putih, BAK teh.
O : CM, TSS, 120/70 mmHg, 37,9 0C,
76x/m, 20x/m
BB : 73 kg, LP : 95 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Lab
PT : 26,9 detik (n=9,7 13,1)
INR : 2,32 (n=0,8-1,2)
aPTT : 57,9 detik (n=23,2-34,7)
Cholinesterase : 1088 (n=5300-12900)
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Venflon
Lasix 1x1 tab
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 2x1
Spinorolaktone 1x25mg
Vip albumin 3x4
Levofloxacine 1x500mg
Propanolol 2x10mg
Furosemid 2x1 tab
Fujimin 3x1
Metyl prednisolon 3x4mg

S : nafsu makan membaik, batuk


berdahak putih, BAK teh, bengkak
berkurang.
O : CM, TSS, 120/80 mmHg, 37.20C,
84x/m, 20x/m.
BB : 73 kg, LP : 93 cm
Mata : SI +/+
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, tegang, NTE (-),
timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+
Lab :
Eritrosit : 3.25jt
Hb : 11,1
Ht : 33
Trombosit : 69000
Bilirubin total : 8,84
Bilirubin Direk : 5,15
Bilirubin Indirek : 3,69
SGOT : 60
SGPT : 29
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Venflon
Fujimin 3x1
Ambroxol 3x1
KSR 2x1
Curcuma 3x1
Urdafalk 2x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x4
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg
Furosemid 2x1 tab
Ranitidin 2x1 tab
Metyl Prednisolon 3x4mg

19

Follow Up 29/1/2015
S : BAK teh, bengkak berkurang.
O : CM, TSS, 120/70 mmHg, 37,9 0C, 76x/m, 20x/m
BB : 70 kg, LP : 93 cm
Mata : SI +/+ minimal
Cor : S1S2 reg., murmur(-), gallop(-)
Pul: snv +/+, rh -/-, wh -/Abd : cembung, NTE (-), timpani, shifting dulness (+)
Ext : edema tungkai +/+ minimal
A : Sirosis hepatis dekompensata
P : Curcuma 3x1
Urdafalk 2x1
Spinorolaktone 2x25mg
Vip albumin 3x4
Lactulac syr 3xC1
Propanolol 2x10mg
OMZ 2x1 tab
Vit. K 3x1 tab
Rawat jalan

BAB III
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa diagnosis pada pasien ini yaitu sirosis hepatis. Pada pasien ini
termasuk dalam sirosis hepatis dekompensata, yaitu sirosis hati aktif karena telah
terdafat menifestasi klinis yang jelas seperti ascites, edema tungkai, ikterus, badan
lemas, nafsu makan berkurang, perut kembung, BAK warna kuning pekat, riwayat
hematemesis dan melena 1 tahun yang lalu.
Ascites terjadi karena adanya hipertensi porta yang mengakibatkan adanya
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotik

20

koloid akibat hipoalbumin (1,6 g/dL). Selain itu juga dikarenakan adanya retensi
natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Hal ini juga berakibat
terhadap adanya bengkak pada kedua tungkai. Kelebihan cairan dalam rongga
peritoenum ini membuat pasien kurang nafsu makan, mudah kenyang dan perut terasa
kembung sehingga pasien merasa lemas.
Ikterus terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin plasma yang
lebih dari 30 mol/L dimana kadar bilirubin plasma yang normal maksimal 17
mol/L (1ml/dL). Awalnya sklera menguning dan jika konsentrasinya semakin
meningkat kulit juga akan berubah menjadi kuning, dan warna urin menjadi pekat.
Pada pasien didapatkan konsentrasi bilirubin total 7,52 mg/dL.
Hematemesis dan melena yang pernah ada dalam riwayat penyakit dahulu
pasien terjadi karena adanya ruptur pada vena esofagus dan vena rektum yang telah
terjadi varises sebelumnya dimana pembuluh darah ini umumnya berdinding tipis.
Keadaan ini didukung dengan adanya hasil laboratorium darah yang menunjukkan
trombositopenia dan defisiensi faktor pembekuan (akibat penurunan sintesis pada hati
yang rusak) dapat menyebabkan perdarahan yang masif yang mengancam jiwa.
Dintinjau dari epidemiologi, jenis kelamin laki-laki dan usia pasien 56 tahun
sesuai dengan data bahwa sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki
jika dibandingkan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 59 tahun.
Etiologi yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis pada pasien ini adalah
infeksi virus hepatitis kronik. Hal ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa
pasien pernah mengidap penyakit kuning pada Februari 2014. Hal ini didukung pula
dengan hasil pemeriksaan sero imunologi anti HCV (+) pada pasien ini yang berarti
pasien adalah penderita hepatitis C kronik (prevalensi di Indonesia 30-40%).

21

Dari pemeriksaan laboratorium yang mendukung terhadap sirosis hepatis


yaitu didapatkan peningkatan nilai SGOT pada pemeriksaan kedua selama perawatan
di bangsal sebesar 60 U/l (tidak spesifik), bilirubin total 7,52 mg/dL, bilirubin direk
4,56 mg/dL, bilirubin indirek 2,96 mg/dL, trombositopenia (36000/mm3) serta rasio
terbalik albumin : globulin (1,7:5,7). Dari pemeriksaan USG didapatkan hepar bentuk
ireguler, struktur parenkim padat kasar, terdapat ascites dan meteorismus. Sedangkan
dari pemeriksaan Esofago Gastro Duodenoskopi di RSCM pada Februari 2014 dan
didapatkan varises esophagus gr III dan gastroduodenopati hipertensi porta berat.
Tatalaksana yang diberikan dapat berupa pembatadan kerja fisik, tidak
meminum alkohol, dan menghindari konsumsi obat-obat yang bersifat hepatotoksik
karena sekali didiagnosa sebagai sirosis hepatis maka prosesnya akan berjalan terus
tanpa dapat dibendung. Pemberian Lasix dan Spironolakton sebagai diuretic
ditujukan untuk mengurangi ascites dan edema tungkai. Spironolakton diberikan
sebagai penghambat aldosterone yang menstimulasi penyerapan kembali Natrium dan
menghambat ekskresi Kalium. Respon diuretik ini harus dimonitor dengan penurunan
BB 1 kg/hari. Untuk mencegah terjadinya hipokalemia, maka diberikan KSR. Vip
Albumin diberikan karena pasien dalam kondisi hipoalbumin. Ranitidine diberikan
untuk melindungi inflamasi lambung dari interaksi berbagai obat. Propanolol
diberikan untuk menurunkan tekanan hipertensi porta dan mencegah terjadinya
rupture berulang. Lactulac sirup digunakan untuk mengeluarkan ammonia yang
dihasilkan oleh bakteri usus. Urdafalk untuk mengurangi produksi dan sekresi
kolesterol oleh hepar serta mengurangi penyerapan kolesterol di usus.
Berkaitan dengan angka harapan hidup, didapatkan bahwa pasien termasuk
klasifikasi Child-Pugh kategori C. Hal ini didasari adanya jumlah bilirubin total >3
mg/dL, albumin serum <2,8 g/dL, ascites yang dapat dikendalikan dengan
pengobatan, nutrisi yang sempurna, dan ensefalopati hepatikum nihil. Jika
dijumlahkan makan didaptkan skor 10, dimana skor 10-15 termasuk kedalam grade C

22

dengan persentasi betahan hidup dalam 1 tahun 45% dan persentase bertahan hidup
dalam 2 tahun 35%.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Sirosis secara histologis didefinisikan
sebagai

proses

hepatik

yang

difus

yang

ditandai

dengan

fibrosis

dan

konversi/perubahan arsitektur hati yang normal menjadi struktur nodul-nodul


regeneratif yang abnormal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil

23

(mikronoduler) atau besar (makronodular). Gambaran ini terjadi akibat nekrosis


hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1,2
Secara lengkap, sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,
anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)
disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.1
4.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, penyakit hati kronis dan sirosis menyebabkan 35.000
kematian tiap tahunnya. Sirosis menempati urutan kesembilan sebagai penyebab
kematian di AS, sekitar 1,2% dari kematian.2 Lebih dari 40% pasien sirosis
asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan
atau pada waktu otopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360
per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik
maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir
dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.1
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati hanya laporan dari beberapa pusat
pendidikan saja. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis berkisar 4,1%
dari pasien yang dirawat di Bagian penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun
(2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak
819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.1
4.3 Etiologi
Alkohol merupakan penyebab sirosis hati yang paling sering dijumpai di
Negara barat. Hal ini berhubungan erat dengan kebiasaan hidup masyarakat barat
yang sering mengkonsumsi alkohol. Namun, infeksi virus kronis adalah penyebab

24

tersering di seluruh dunia. Di Indonesia, infeksi virus hepatitis B dan Hepatitis C


merupakan penyebab tersering dari sirosis hati. Hasil penelitian di Indonesia
menyebutkan bahwa sirosis hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B sebesar 4050%, virus hepatitis C setinggi 30-40%, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui
penyebabnya dan termasuk dalam kelompok virus bukan B dan C (non B-non C).8
Beberapa penyebab tidak langsung cedera hati adalah sirosis bilier primer,
kolangitis sklerosis primer, atresia biliaris. Penyebab lain dari sirosis yaitu penyakit
keturunan seperti fibrosis kistik, defisiensi alpha-1 antitrypsin, galaktosemia, penyakit
Wilson (terjadi penumpukan tembaga yang berlebihan pada hati, otak ginjal dan
kornea mata), serta hemokromatosis (penyerapan serta penyimpanan zat besi yang
berlebihan pada hati dan organ lain).6
4.4 Klasifikasi
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu:8
1. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3mm)
Ditandai dengan terbentuknya septal tebal teratur, di dalam parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul.
2. Makronodular (besar nodul lebih dari 3mm)
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
3. Campuran (memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara fungsional sirosis terbagi menjadi:1
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan laten sirosis. Pada stadium kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening.
2. Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan nama sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
4.5 Anatomi dan Fisiologi Hepar

25

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai berat


sekitar 1.5 kg . Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh , namun hati terlibat
dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit
yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme
intermedier.3

Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma,
dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya
1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi
secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di
daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan
mengadakan kontak langsung dengan diafragma.3
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa
dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempenganlempengan/plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang

26

disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian


tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel
fagosit yg disebut sel kupffer. Sel kupffer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui
oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.3

Setiap hepatosit dapat berkontak


langsung dengan darah dari dua sumber : darah vena yang langsung datang dari
saluran pencernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah vena memasuki
hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai system
porta hati. Vena yang mengalir dari saluran pencernaan tidak secara langsung
menyatu dengan vena kava inferior. Jadi, vena-vena dari lambung dan usus memasuki
vena porta hepatica, yang mengangkut produk-produk yang diserap dari saluran
pencernaan langsung ke hati untuk diolah, disimpan, atau didetoksifikasi sebelum
produk-produk tersebut mendapat akses ke sirkulasi umum. Di dalam hati, vena porta
kembali

bercabang-cabang

menjadi

jaringan

kapiler

(sinusoid

hati)

yang

memungkinkan pertukaran antara darah dan hepatosit sebelum mengalirkan darah ke


vena hepatica, yang kemudian menyatu dengan vena kava inferior. Hepatosit juga
mendapat darah arteri segar, yang menyalurkan oksigen mereka dan menyalurkan
metabolit-metabolit untuk diolah di hati.4

27

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber


energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada
beberapa fungsi hati yaitu:3
1. Membentuk dan mengekskresi empedu.
Hati menyekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu kuning setiap hari. Unsur
utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama
lesitin), kolesterol, garam anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin
terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam
usus halus, sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami
resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen
empedu) adalah hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua;
proses konjugasi berlangsung di dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu.
2. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari

28

usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu
ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi
glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenolisis.
3. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak. Hati merupakan pembentukan utama,
sintesis, esterifikasi dan ekskresi dimana serum kolesterol menjadi standar
pemeriksaan metabolisme lipid.
4. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan
proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan -globulin dan
organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme
protein. -globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan
sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.
5. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V,
VII, IX, X. Untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi
dibutuhkan vitamin K.
6. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Vitamin larut lemak A,D,E,K disimpan di dalam hati; juga vitamin B12
tembaga dan besi.
7. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting
dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi
zat-zat yang dapat berbahaya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
8. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

29

Sel kupffer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai


bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupffer juga ikut memproduksi
globulin sebagai mekanisme imun hati.
9. Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal
1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri
hepatica 25% dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
4.6 Histologi
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,
sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem empedu dalam jumlah yang
bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk didalamnya endotelium, sel
kuppfer, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang.5
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen
vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica
dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan
oksigen secara bertahap. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid
yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang
membatasi saluran empedu dan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu.5
Sinusoid hati memiliki lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam
dinding sinusoid adalah sel fagositik kupffer yang merupakan bagian penting sistem
retikuloendotelial dan sel stellata yang memiliki aktivitas miofibroblastik yang dapat
membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam
perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktivitas sel-sel stellata tampaknya menjadi
faktor kunci dalam pembentukan fibrosis di hati.1
4.7 Patofisiologi

30

Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis


adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan
fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstitium (tipe I, III, dan IV) di saluran
porta dan sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel
endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen
tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel
mengendap di semua bagian lobus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan
penetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri hepatica ke
vena porta.
Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa yang
mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan vena
porta ke venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu, berkontribusi
dalam hipertensi porta, yang meningkat akibat nodul regenerasi menekan venula
hepatica. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang
berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi
saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara
khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan, lipoprotein) antara
hepatosit dan plasma sangat terganggu.5,6
Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stellata
perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal
berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktifan
selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel
mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat
berasal dari beberapa sumber : peradangan kronis, disertai produksi sitokin
peradangan seperti factor nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin 1;
pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel,
hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi
langsung sel stelata oleh toksin.5

31

Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap


aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula
dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara system arteri dan porta pada pita
fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan system vena porta
yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah
(1) asites (2) pembentukan pirau vena portosistemik, (3) splenomegali kongestif, dan
(4) ensefalopati hepatika.8
1. Asites
Kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor utama patogenesis
asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta)
dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang
berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe
hati. Kelainan ini biasanya mulai tampak secara klinis bila telah terjadi
penimbunan paling sedikit 500 mL, tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai
berliter-liter dan menyebabkan distensi massif abdomen. Cairan biasanya berupa
cairan serosa dengan protein 3g/dL (terutama albumin) serta zat terlarut dengan
konsentrasi serupa, misalnya glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah.4,6
2. Pirau portosistemik
Dengan meningkatnya tekanan sistem porta, terbentuk pembuluh pintas di
tempat yang sirkulasi sistemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler yang
sama. Tempat utama adalah vena disekitar dan di dalam rektum (bermanifestasi
sebagai hemoroid), taut kardioesofagus (menimbulkan varises esophagogastrik),
retroperitoneum, dan ligamentum falsiparum hati (mengenai kolateral dinding
abdomen dan periumbilikus). Walaupun dapat terjadi, perdarahan hemoroid jarang
massif atau mengancam nyawa. Yang lebih penting adalah varises esofagogastrik
yang terjadi pada sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan
menyebabkan hematemesis massif dan kematian pada sekitar separuh dari mereka.
Kolateral dinding abdomen tampak sebagai vena subkutis yang melebar dan

32

berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput medusa) dan merupakan tanda klinis
utama hipertensi porta.6
3. Splenomegali
Kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali kongestif. Derajat
pembesaran sangat bervariasi (sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan dengan
gambaran lain hipertensi porta.8
4.8 Diagnosis & Manifestasi Klinis
Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada
penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada ikterus,
perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada tes faal hati. Juga ditemukan
tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites, splenomegali, venektasi di perut.1
Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada
laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas.
Sedangkan sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah, atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.8
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan
terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak
teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign,
shifting dullness, atau fluid wave. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan
pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-

33

vena kecil) tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosterone bebas. Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil, malnutrisi
berat, bahkan ditemukan pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesinya kecil.1
Eritema Palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini
juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindrom nefrotik.8
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur
fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan
dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex
simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.8
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki
mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi
cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.8
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

34

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta


dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
Fetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh.
Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari
tangan, dorsofleksi tangan.
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi
hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin.8
1.

2.

Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase


(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer

3.

dan sirosis billier primer.


GGT, konsentrasinya seperti

halnya

alkali

fosfatase

pada

penyakit

hati.

Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT
4.

dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,

5.

konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.


Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi
produksi immunoglobulin. Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan
disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang.

35

6.

Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi
sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis
lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali,
thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada
pasien sirosis.
4.9 Komplikasi
Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain Peritonitis Bakterial
Spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal.8
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, 2/3 akan meninggal dalam waktu 1 tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (Insomnia dan Hipersomnia), selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal.
4.10 Penatalaksanaan

36

Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
dapat dibendung. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obatobat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada
koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.8
Pengobatan sirosis kompensata
Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alcohol
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit
hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pengobatan sirosis dekompensata
Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.
Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 2040 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon,
maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

37

Varises esophagus. Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan


obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat
somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida.Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan
sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
4.11 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.8

Klasisfikasi Child-Pugh7
Derajat Kerusakan
Bilirubin Total
Serum Albumin
Nutrisi
Ascites

Minimal
2
>3,5
Sempurna
Nihil

Hepatic Encephalopaty
Interpretasi

Nihil

Sedang
2-3
2,8-3,5
Mudah Dikontrol
Dapat terkendali
dengan pengobatan
Minimal

Berat
>3
<2,8
Sulit Dikontrol
Tidak dapat
terkendali
Berat/Koma

Satuan
Mg/dl
Gr/dl
-

Points

Grade

% bertahan hidup dalam 1


tahun

% bertahan hidup dalam 2 tahun

5-6

100%

85%

7-9

81%

57%

10-15

45%

35%

38

Penilaian prognosis terbaru dengan model for end stage liver disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. Berguna untuk
memprediksi angka bertahan hidup dalam 3 bulan pada pasien yang telah menjalani
prosedur operasi Transjugular intrahepatic portosystemic shunt(TIPS) dan berguna
untuk menentukan prognosis dan prioritas untuk mendapatkan transplantasi hati.
Rumus yang digunakan adalah :
MELD = 3.78[Ln serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2[Ln INR] + 9.57[Ln serum
creatinine (mg/dL)] + 6.43
Interpretasi skor MELD pada pasien yang dirawat, maka angka kematian (mortality)
selama 3 bulan adalah:
40 atau lebih 100% mortality
3039 83% mortality
2029 76% mortality
1019 27% mortality
<10 4% mortality

39

BAB IV
KESIMPULAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Di Indonesia, infeksi virus
hepatitis B dan Hepatitis C merupakan penyebab tersering dari sirosis hati.
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
mikronodular (besar nodul kurang dari 3mm), makronodular (besar nodul lebih dari
3mm), campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular). Secara
Fungsional Sirosis terbagi atas : sirosis hati Kompensata, sering disebut dengan laten
sirosis hati, sirosis hati Dekompensata, dikenal dengan Active Sirosis hati.
Sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelinan penyakit lain. Selama bertahuntahun, sirosis hati bersifat laten, dimana perubahan-perubahan patologis berkembang
lambat sehingga akhirnya gejala-gejala yang timbul membangkitkan kesadaran akan
kondisi ini. Selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran
secara bertahap. Pada stadium kompensasi sempurna, kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnose sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna
mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,
laboratorium kimiawi/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson.

Cirrhosis

Hepatitis in

Harrisons Manual Of Medicine 16th Ed. 2005.


2. Finlayson, Sanders. Primary Biliary Chirosis. Crash course Internal Medicine 3 rd
Ed, 2007.
3. Elaine N. Marieb, Katja H. Human Anatomy and Physiology, 7th Ed; 2007.p.914.
4. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael. Ascites in The Merck Manual, 18 th Ed,
Vol. 1;2006.p.188.
5. Stephen J. Mcphee, Maxine A. Papadakis. Hepatology in Current Medical
Diagnosis and Treatment;2008.
6. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael. Fibrosis and Cirrhosis in The Merck
Manual, 18th Ed, Vol. 1;2006.p.214.
7. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael. Portal systemic Encephalopathy in The
Merck Manual, 18th Ed, Vol. 1;2006.p.197.
8. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati. SIrosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta:
FKUI/RSUPN-CM; 2009; p.668-73.

41

Anda mungkin juga menyukai