PSIKOTIK
Pembimbing :
dr. Sutantri,Sp.KJ
Disusun oleh :
Hikmah Soraya
030.09.112
030.10.157
030.10.
Hafizah Wijaya
030.10.
030.10.163
Soraya Verina
030.10.
030.10.
030.10.
Yosephine Wiranata
030.10.282
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Y
Usia
: 49 tahun
Alamat
: Kayupuring RT/RW 01/15 Banyusari,Grabag, Magelang
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : Tidak tamat SMA (kelas 2 SMA)
Status Pernikahan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Tanggal masuk
: 12 Juni 2015
RIWAYAT PSIKIATRI
Anamnesis diperoleh dari :
1. Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 14 Juni 2014 di bangsal perawatan UPI W
RSJ Prof. Soerojo Magelang
2. Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 12 Juni 2015
Diperoleh dari
Nama
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Tn. JY
Magelang
Tukang bengkel
Tidak tamat SD
Ny. E
Magelang
Ibu Rumah Tangga
Tamat SMA
Sdr. A
Magelang
Belum bekerja
Tamat SMA
Umur
Agama
Hubungan
(kelas 4 SD)
56 tahun
Islam
Suami pasien
45 tahun
Islam
Adik kandung
21 tahun
Islam
Anak kandung
pasien
Baik
pasien
Baik
dengan pasien
Sifat perkenalan
Baik
a. Keluhan utama
Marah-marah, mengamuk, dan bicara sendiri sejak 1 bulan SMRS
b. Riwayat gangguan sekarang
Pasien datang diantar oleh suami dan adik kandung pasien pada tanggal 12
Oktober pukul 16.30 WIB ke IGD RSJS Magelang dengan keluhan marah-marah,
mengamuk, dan bicara sendiri sejak 1 bulan SMRS sejak 1 bulan SMRS. Pasien sering
berbicara, dan tertawa sendiri, selain itu pasien juga sering marah-marah tanpa sebab,
mudah tersinggung dan bila diajak ngobrol sering tidak nyambung.
Pasien juga mengalami kesulitan tidur (sering terbangun dini hari lalu tidak bisa
kembali tidur) selama 4 hari SMRS. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan,
hanya makan 1 kali sehari dengan porsi sedikit dan sulit untuk di suruh makan, selain
itu pasien sulit untuk diminta mandi, bahkan sering tidak mandi. Pasien sudah jarang
melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pasien sudah tidak lagi memasak,
membersihkan rumah dan mencuci pakaian.
Suami pasien mengatakan pasien mulai menunjukkan gejala pertama kali pada
tahun 2005 dikarenakan adanya persoalan ekonomi yang memburuk. Pasien menjadi
sering bengong, berbicara sendiri dan bila diajak ngobrol tidak nyambung, sering
tertawa-tawa sendiri. Pada tahun 2006, pasien dibawa berobat rawat jalan oleh suami
pasien ke poliklinik jiwa, namun pasien hanya minum obat bila disuruh, bila tidak
disuruh pasien membuang obat tersebut karena merasa dirinya tidak sakit. Pada tahun
2007-2008, gejala berkurang namun pasien sering mengatakan dirinya dibicarakan
orang lain dan meminta suami pasien untuk tidak tidur bersama lagi. Pada tahun 2010,
pasien semakin sering merasa dibicarakan orang lain, bicara sendiri, tertawa sendiri,
dan mudah tersinggung. Pada tahun 2012, suami pasien mengatakan pasien sering
membeli pakaian dan sepatu bila diberi uang yang menurut suami tidak diperlukan.
Selama 1 tahun terakhir, pasien lebih sering bicara sendiri, tertawa sendiri, dan
mengatakan dirinya melihat ratu pantai selatan dan diminta untuk menggunakan baju
berwarna hijau karena akan menemui ratu pantai selatan. Perawatan diri menjadi
sangat berkurang, pasien jadi jarang mandi dan apabila disuruh mandi, pasien marah.
Pasien juga sudah tidak menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pasien juga
jadi sering berperilaku aneh seperti berbicara seperti menelpon padahal tidak
memegang telepon, mondar-mandir seperti orang bingung di pasar dan di rumah.
Grafik Perjalanan Penyakit
Gejala
3
2005
2014
Fungsi Peran
mengenai riwayat
pertumbuhan dan
perkembangan pasien.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien masuk SD pada usia 7 tahun. Pasien dapat beradaptasi dengan
lingkungan, pergaulan pasien baik, memiliki banyak teman dan berprestasi di
bidang akademik. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan anak lainnya yang
seusianya.
Psikomotor
Psikososial
Komunikasi
Emosi
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (11-18 tahun)
Pasien masuk SMP dan memperoleh peringkat 1 saat UN. Pasien juga dengan
mudah bergaul dengan teman seusianya. Setelah masuk SMA, pasien mulai
Taraf Kepercayaan
5
I.
Alloanamnesis:
dapat dipercaya
Autoanamnesis:
dapat dipercaya
STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan di UGD RSJS Magelang pada tanggal 12 Juni 2015.
A. Deskripsi Umum
Penampilan
Tampak seorang perempuan,wajah sesuai usia,rawat diri buruk,cara berpakaian
tidak rapi, dan kebersihan buruk.
Kesadaran
a. Neurologik
: Compos Mentis
b. Psikologik
: Jernih
c. Sosial
: Mampu Berkomunikasi
Pembicaraan
Kualitas
:
Kuantitas
:
Tingkah laku
: Normoaktif
Sikap
: kooperatif
Kontak psikis
: mudah ditarik, mudah dicantum
B. Alam Perasaan
1. Mood
:
2. Afek
: appropriate
C. Gangguan Persepsi
Ilusi
:
tidak ada
a. Halusinasi
:
Halusinasi auditorik (pasien mendengar
suara yang menyuruh untuk berdiam). Halusinasi
visual (pasien melihat rubah berekor 9 berwarna
warni)
Depersonalisasi
:
tidak ada
Derealisasi
:
tidak ada
D. Proses Pikir
1. Isi Pikir
:
waham curiga,waham kebesaran, siar pikir, sedot pikir
2. Arus Pikir
a. Kuantitas :
talk active
b. Kualitas :
irrelevant, flight of ideas
3. Bentuk pikir
:
non-realistik
E. Sensorium dan kognitif
1. Tingkat kesadaran
:
berkabut
2. Orientasi waktu/tempat/personal/situasional
:
baik/baik/buruk/baik
3. Daya ingat jangka panjang
:
baik
4. Daya ingat jangka pendek
:
baik
5. Daya ingat segera
:
baik
6. Konsentrasi
:
buruk
7. Perhatian
:
buruk
8. Kemampuan baca tulis
:
baik
6
9. Pikiran abstrak
F. Pengendalian Impuls
Pengendalian diri selama pemeriksaan
Respon penderita terhadap pemeriksa
G. Tilikan
II.
a.
b.
c.
d.
e.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
`Kepala
Mata
Leher
membesar.
f. Thorax
Jantung
Paru-Paru
g. Abdomen
h. Ekstremitas
baik
:
:
:
baik
baik
Impaired insight
: Compos Mentis
:
: 120/80 mmHg
: 84 x/menit
: 20 x/menit
: afebris
: Normocephali, jejas (-)
: Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
: Kelenjar Getah Bening dan Tiroid tidak teraba
:
: Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
: Suara Nafas Vesikuler, Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
: Datar, Supel, Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-)
: Akral Hangat (+), Oedem (-),Sianosis(-),CRT < 2 detik.
i. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
o Pemeriksaan Nervus Cranialis I-XII
o Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
o Pemeriksaan Reflek Fisiologis
o Pemeriksaan Reflek Patologis
III.
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
RESUME
Dari pemeriksaan status mental didapatkan
1. Penampilan
Tampak seorang perempuan,wajah sesuai usia,rawat diri buruk,cara berpakaian
tidak rapi, dan kebersihan buruk.
2. Kesadaran psikiatri : berkabut
3. Pembicaraan
Kuantitas
Talkactive
Kualitas
Irrelevant, flight of ideas
4.
Tingkah laku : hiperaktif
5.
Kontak psikis : mudah ditarik, mudah dicantum
6.
Mood
: elasi
7.
Afek
: inappropriate,labil
8.
Halusinasi
:Halusinasi auditorik
Halusinasi visual
9.
Isi pikir
: waham curiga, waham kebesaran, siar pikir, sedot pikir
10.
Bentuk pikir : non-realistik
11.
Insight
: impaired insight
7
12.
IV.
V.
VI.
DIAGNOSIS BANDING
F 20.0 Skizofrenia Paranoid
F 20.3 Skizofrenia Tak Terinci
F 25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III
PADA PASIEN
PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 20.0
8
TERPENUHI
Sebagai tambahan :
a) Halusinasi dan/atau waham harus
TERPENUHI
menonjol:
1. Suara-suara halusinasi yang mengancam
pasien atau memberi perintah,atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal
berupa bunyi peluit
(whistling),mendengung
(humming),atau bunyi tawa (laughing);
2. Halusinasi pembauan atau pengecapan
rasa,atau bersifat seksual,atau lain-lain
perasaan tubuh;halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
3. Waham dapat berupa hampir setiap
jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control),dipengaruhi
(delusion of influence), atau
passivity,dan keyakinan dikejar-kejar
yang beraneka ragam,adalah yang paling
khas
b) Gangguan afektif,dorongan kehendak dan
TERPENUHI
PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III
PADA PASIEN
PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 25.0
Kategori ini digunakan baik untuk episode
TERPENUHI
TERPENUHI
TERPENUHI
VII.
DIAGNOSIS MULTIAKXIAL
AXIS I
:
F 25.0Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
AXIS II :
Ciri kepribadian Ekstrovert
AXIS III :
Tidak ada diagnosis
AXIS IV :
Masalah dengan primary support group (keluarga)
Diperlakukan berbeda dengan saudara kandungnya oleh ibunya
yaitu dimarahi oleh ibu kandungnya serta dipukuli dan ketidak
AXIS V
VIII.
PENATALAKSANAAN
A. Non Farmakoterapi
Pasien dirawat inap
Indikasi : terdapat hendaya yang berat,keluarga pasien tidak mampu merawat
pasien,memastikan pasien minum obat dengan teratur,nafsu makan pasien
menurun.
Psikoterapi
Membantu membuka pola pikir pasien untuk dapat mencari dan mengatasi
gejala kejiwaan,serta mengidentifikasi penyebab masalah pasien. Memotivasi
dan memberi dukungan sehingga pasien dapat berfungsi fisik dan sosial secara
individu
keputusan,memberikan
(mengikutsertakan
reward,dan
pasien
mengabulkan
dalam
mengambil
permintaan-permintaan
11
Di UGD :
-
PROGNOSIS
Faktor Resiko
(-)
Dukungan keluarga dan lingkungan (-)
Status sosial ekonomi : kurang
Onset usia : 19 tahun
Perjalanan penyakit : Sub kronis
Jenis penyakit : Gangguan
Baik
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Kesimpulan Prognosis
Ad Vitam
: Ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh psikopatologi
yang disruptif dan melibatkan aspek kognisi, persepsi dan aspek lain perilaku.1
Ekspresi dari manifestasi penyakit ini bervariasi diantara pasien tetapi efeknya selalu
berat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Skizofrenia mengenai segala
lapisan kelas dan umumnya muncul pada usia kurang dari 25 tahun, lalu selanjutnya
menetap sepanjang hidup. Meskipun didiagnosis sebagai penyakit tunggal, skizofrenia
mungkin terdiri atas suatu kumpulan gangguan dengan etiologi beragam, dan
bervariasi dalam manifestasi klinis, respons pengobatan dan perjalanan penyakitnya.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa di Amerika Serikat prevalensi
skizofrenia adalah 1%, pada studi lain didapatkan rentang yang tidak jauh berbeda
yaitu 0,6-1,9 %. Skizofrenia ditemukan pada semua lapisan masyarakat dan area
geografis, prevalensi maupun insidensinya secara kasar sama di seluruh dunia. Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa jumlah
penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat
penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi, stress,
penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi
gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan
kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas
juga terkena gangguan jiwa. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007
disebutkan, rata-rata nasional gangguan mental emosional ringan, seperti cemas dan
depresi pada penduduk berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%, dengan angka
tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%. Sedangkan yang mengalami gangguan
mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan depresi berat, sebesar 0,46%.
Berdasarkan manifestasi klinisnya skizofrenia dibagi menjadi beberapa subtipe
bergantung pada acuan, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, Text Revision (DSM-IV-TR) skizofrenia dibagi menjadi skizofrenia
paranoid, disorganized, katatonik, undifferentiated dan residual,sementara berdasarkan
International Statistical Classification of Disease and Related Helath Problem ke-10
(ICD-10), membagi skizofrenia menjadi sembilan subtipe yaitu skizofrenia paranoid,
hebefrenik, katatonik, undiiferentiated, depresi postskizofrenik, residual, simpleks,
skizofrenia lainnya, dan unspecified.2 Di Indonesia sendiri pembagian subtipe
skizofrenia berdasarkan pada PPDGJ III juga dibagi menjadi sembilan subtipe yaitu
skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, tak terinci (undifferentiated), residual,
simpleks, lainnya, depresi pasca-skizofrenia dan skizofrenia YTT.
Pembahasan mengenai subtipe skizofrenia sangatlah diperlukan karena beberapa
subtipe erat kaitannya dengan perjalanan penyakit serta prognosis pasien. Pembagian
subtipe ini memungkinkan pendekatan psikiatrik yang berbeda pada masing-masing
jenisnya, sehingga memberikan terapi yang lebih efektif dan efisien bagi pasien itu
sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi, terpecah
dan phrenia artinya pikiran.Jadi pikirannya terbagi atau terpecah.
Skizofrenia berasal dari kata mula-mula digunakan oleh Eugene Bleuler, seorang
psikiater berkebangsaaan Swiss.Bleuler mengemukakan manifestasi primer skizofrenia
ialah gangguan pikiran, emosi menumpul dan terganggu.Ia menganggap bahwa
gangguan pikiran dan menumpulnya emosi sebagai gejala utama daripada skizofrenia
dan adanya halusinasi atau delusi (waham) merupakan gejala sekunder atau tambahan
terhadap ini.3
Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.4
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan
frenia yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian.
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
area
fungsi
individu,
termasuk
berfikir
dan
berkomunikasi,
menerima
dan
lebih lambat, yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan dan lebih besar di daerah urbanisasi dibandingkan daerah rural.5
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama
ketergantungan nikotin.Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin.Pasien
skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang.Bunuh diri
merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari
pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.
Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993, di seluruh dunia prevalensi
seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan, diperkirakan
sekitar 0,2%-1,5%.6 Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi
skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin
dalam hal umur dan onsetnya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan
laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi
terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang
lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki.2
2.3 Etiologi Skizofrenia
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia, antara lain :
1. Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah
satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita
skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu
telur (monozigot) 61 86%.7
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh
beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini
juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang
mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota
keluarga yang memiliki penyakit ini.2
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmitter,
yaitu
kimiawi
otak
yang
memungkinkan
neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari
memindahkan atensi.
Gangguan perilaku : menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak
bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak
disiplin.
Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya campuran dari dua
karakteristik (baik gejala positif maupun gejala negative). 8 Secara umum, karakteristik gejala
skizofrenia (kriteria A), dapat digolongkan dalam tiga kelompok :
1 Gejala Negatif
Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu, seperti perasaan
yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira, menarik diri, ketiadaan
pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan social, serta kurangnya motivasi untuk
beraktivitas.5
a Gangguan Afek dan Emosi
Gangguan dan emosi pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek dan
emosi (emotional blunting), misalnya : pasien menjadi acuh tak acuh terhadap halhal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masa
depannya serta perasaan halus sudah hilang, hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport), terpecah belahnya
kepribadian maka hal-hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama,
umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis, dan
tertawa tentang suatu hal yang sama (ambivalensi).8
b Alogia
Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan
pembicaraan.Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula pasien yang
mulai berbicara yang bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti bicara, dan baru bicara
lagi setelah tertunda beberapa waku.9
c Avolisi
Ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak, gerakannya
miskin. Kalau dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara, tidak ikut
beraktivitas jasmani.8
d Anhedonia
Tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari pertemanan dengan
orang lain (Asociality) pasien tidak mempunyai perhatian, minat pada rekreasi.
Pasien yang sosial tidak mempunyai teman sama sekali, namun ia tidak
memperdulikannya.
e Gejala Psikomotor
Adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan sering mencerminkan
gangguan kemauan. Bila gangguan hanya kemauan saja maka dapat dilihat adanya
gerakan yang kurang luwes atau agak kaku, stupor dimana pasien tidak
menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat berlangsung berhari-hari, berbulanbulan dan kadang bertahun-tahun lamanya pada pasien yang sudah menahun;
hiperkinese dimana pasien terus bergerak saja dan sangat gelisah.6
2
Gejala Positif
Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun
pada pasien skizofrenia justru muncul. Gejala positif adalah gejala yang bersifat aneh,
antara lain bersifat delusi, halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, dan perubahan
perilaku.4
a Delusi/Waham
yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu
diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan
bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan
agama yang berlebihan.
b Halusinasi
yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak
ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan.Sedangkan yang lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut
bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
c Pikiran Paranoid
yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang
berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk
asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
3
Gejala lainnya
Kategori gejala ini adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh (misalnya
katatonia, dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampikan
pose tubuh yang aneh; atau wxy flexibility, yaitu orang lain dapat memutar atau
membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan dipertahankan dalam
waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun disorganisasi pembicaraan
adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan pembicaraan, sehngga orang lain
mengerti (dikenal dengan gangguan berpikir normal). Misalnya asosiasi longgar,
inkoherensi, dan sebagainya.9
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku.Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada.Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia.Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara
klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh.
e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
dan stupor;
Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
pekerjaan,
hubungan
skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III
skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masingmasing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya
penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan
gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik
bercampuran. Skizofrenia paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan.
Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara lebih teliti juga didapatkan gangguan
proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin
subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat
digolongkan skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada
orang lain.Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis
apabila terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling
berkomentar tentang diri pasien, yang mengancam pasien
atau memberi perintah, atau tanpa bentuk verbal berupa
paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau
lebih delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia
lebih tua daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada
pasien skizofrenia paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
dengan
impulsivitas
yang
ekstrim.
Pasien
berteriak,
meraung,
membantingkan badannya ke dinding, dan akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam
kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang
lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex
adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Permulaan gejala mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut :
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai
dengan
perubahan-perubahan
perilaku
pribadi
yang
bermakna,
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :
Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
Skizofrenia lainnya
Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)
Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan, kriteria
diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang didiagnosa dengan
bouffe delirante akan progresif dan akhirnya diklasifikasikan sebagai pasien
skizofrenia
Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami
disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada pasien yang
terperangkap dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan
dunia nyata.
Early onset schizophrenia
Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan
untuk
mengobati
Skizofrenia
disebut
Haldol (haloperidol)
Mellaril (thioridazine)
Navane (thiothixene)
Stelazine ( trifluoperazine)
Thorazine ( chlorpromazine)
Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.Ada
pengecualian
(harus
dengan
antipsikotok
Sediaan Tablet
Sediaan Injeksi
Dosis
Klorpromazin
25 mg, 100 mg
25 mg/ml
150-600 mg/hari
Haloperidol
5 mg/ml
5 - 15 mg/hari
12 - 24 mg/hari
5 mg
Perfenazin
2 mg, 4 mg,
8 mg
Flufenazin
2,5 mg, 5 mg
10 - 15 mg/hari
Flufenazin
25 mg/ml
25 mg/2-4 minggu
Levomeprazin
25 mg
25 mg/ml
25 - 50 mg/hari
Trifluperazin
1 mg, 5 mg
10 - 15 mg/hari
Tioridazin
50 mg, 100 mg
Sulpirid
50 mg/ml
600 mg/hari
Pimozid
1 mg, 4 mg
1 - 4 mg/hari
Risperidon
1 mg, 2 mg,
2 - 6 mg/hari
dekanoat
3 mg
Cara Penggunaan :
a. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping
sekunder.
b. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
c. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),
dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
d. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik
efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
e. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 mingg
Onset efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak
yang
prematur
dan
penggunaan
nama
pertama
yang
dan
dari
ketiga
pilar
tersebut
dapat
diketahui
kepribadian
Organobiologis
Bila ada riwayat keluarga penderita skizofrenia, sebaiknya menikah dengan
Psikoedukatif
Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental
Psiko Religius
Menurut Larson, penelitian yang termuat dalam Religious commitment and
Health, menyatakan bahwa agama sangat penting dalam pencegahanagar
seorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuanmengatasi
penderitaan dan mempercepat penyembuhan.
BAB. III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan
berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.Gangguan psikotik adalah
gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang
terjadi. Faktor faktor penyebab skozofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan
dan organis. Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh faktor organo biologik,
psikologik, sosio agama. Secara umum ciri ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi,
halusinasi, disorganisai, pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Ciri ciri gangguan
psikotik diantaranya memiliki labilitas emosional, menarik diri dari interaksi sosial,
mengabaikan penampilan dan kebersihan diri, mengalami penurunan daya ingat dan kognitif
parah, mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang, tempat, memiliki keengganan
melakukan segala hal serta memiliki perilaku yang aneh.Tipe skizofrenia dikelompokkan
menjai tipe paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak terbedakan, residual.Untuk gangguan
psikotik sendiri dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut dan kronik. Cara Mengatasi
skizofrenia antara lain menciptakan kontak sosial yang baik, terapi ECT (electrocompulsive
therapy) dan (insulin comma therapy), menghindarkan dari frustrasi dan kesulitan psikis
lainnya, membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan dengan
rasa berani, memberi obat neuroleptik. Baik gangguan psikotik akut maupun kronik diatasi
dengan memberikan asuhan keperawatan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Predicts
AmericanIndividuals
with
Psychiatric
Medication
Schizophrenia.
Social
Usage
Among
Psyciatry
and
Mexican
Psychiatric
Epidemology,41. 624-631.
4. Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa Aksara,
Jakarta, 2003 : 777-83
5. Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya Medika,
Jakarta, 1998 : 227-229
6. Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William & Walkins. 5th
Edition, USA, 1998 : 128
7. Maramis, W. F. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat penerbitan dan
percetakan.
8. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPGDJ-III,
Jakarta, 2001 : 65
9. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi
Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga
10. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), Direktorat
Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993.