Anda di halaman 1dari 36

CASE BASED DISCUSSION

PSIKOTIK

Pembimbing :
dr. Sutantri,Sp.KJ

Disusun oleh :
Hikmah Soraya

030.09.112

Laras Asia Cheria

030.10.157

Tri Ariyani Astuti

030.10.

Hafizah Wijaya

030.10.

Luzelia M.S. Saldanha

030.10.163

Soraya Verina

030.10.

Rizqa Azka Hafizha

030.10.

Etika Tunjung Kencana

030.10.

Yosephine Wiranata

030.10.282

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROF.DR. SOEROJO MAGELANG
PERIODE 01 JUNI 2015-27 JUNI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

STATUS PASIEN PSIKIATRI


I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Y
Usia
: 49 tahun
Alamat
: Kayupuring RT/RW 01/15 Banyusari,Grabag, Magelang
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : Tidak tamat SMA (kelas 2 SMA)
Status Pernikahan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Tanggal masuk
: 12 Juni 2015
RIWAYAT PSIKIATRI
Anamnesis diperoleh dari :
1. Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 14 Juni 2014 di bangsal perawatan UPI W
RSJ Prof. Soerojo Magelang
2. Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 12 Juni 2015
Diperoleh dari
Nama
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan

Tn. JY
Magelang
Tukang bengkel
Tidak tamat SD

Ny. E
Magelang
Ibu Rumah Tangga
Tamat SMA

Sdr. A
Magelang
Belum bekerja
Tamat SMA

Umur
Agama
Hubungan

(kelas 4 SD)
56 tahun
Islam
Suami pasien

45 tahun
Islam
Adik kandung

21 tahun
Islam
Anak kandung

pasien
Baik

pasien
Baik

dengan pasien
Sifat perkenalan

Baik

a. Keluhan utama
Marah-marah, mengamuk, dan bicara sendiri sejak 1 bulan SMRS
b. Riwayat gangguan sekarang
Pasien datang diantar oleh suami dan adik kandung pasien pada tanggal 12
Oktober pukul 16.30 WIB ke IGD RSJS Magelang dengan keluhan marah-marah,
mengamuk, dan bicara sendiri sejak 1 bulan SMRS sejak 1 bulan SMRS. Pasien sering
berbicara, dan tertawa sendiri, selain itu pasien juga sering marah-marah tanpa sebab,
mudah tersinggung dan bila diajak ngobrol sering tidak nyambung.
Pasien juga mengalami kesulitan tidur (sering terbangun dini hari lalu tidak bisa
kembali tidur) selama 4 hari SMRS. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan,
hanya makan 1 kali sehari dengan porsi sedikit dan sulit untuk di suruh makan, selain
itu pasien sulit untuk diminta mandi, bahkan sering tidak mandi. Pasien sudah jarang
melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pasien sudah tidak lagi memasak,
membersihkan rumah dan mencuci pakaian.
Suami pasien mengatakan pasien mulai menunjukkan gejala pertama kali pada
tahun 2005 dikarenakan adanya persoalan ekonomi yang memburuk. Pasien menjadi
sering bengong, berbicara sendiri dan bila diajak ngobrol tidak nyambung, sering
tertawa-tawa sendiri. Pada tahun 2006, pasien dibawa berobat rawat jalan oleh suami
pasien ke poliklinik jiwa, namun pasien hanya minum obat bila disuruh, bila tidak
disuruh pasien membuang obat tersebut karena merasa dirinya tidak sakit. Pada tahun
2007-2008, gejala berkurang namun pasien sering mengatakan dirinya dibicarakan
orang lain dan meminta suami pasien untuk tidak tidur bersama lagi. Pada tahun 2010,
pasien semakin sering merasa dibicarakan orang lain, bicara sendiri, tertawa sendiri,
dan mudah tersinggung. Pada tahun 2012, suami pasien mengatakan pasien sering
membeli pakaian dan sepatu bila diberi uang yang menurut suami tidak diperlukan.
Selama 1 tahun terakhir, pasien lebih sering bicara sendiri, tertawa sendiri, dan
mengatakan dirinya melihat ratu pantai selatan dan diminta untuk menggunakan baju
berwarna hijau karena akan menemui ratu pantai selatan. Perawatan diri menjadi
sangat berkurang, pasien jadi jarang mandi dan apabila disuruh mandi, pasien marah.
Pasien juga sudah tidak menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pasien juga
jadi sering berperilaku aneh seperti berbicara seperti menelpon padahal tidak
memegang telepon, mondar-mandir seperti orang bingung di pasar dan di rumah.
Grafik Perjalanan Penyakit
Gejala
3

2005

2014

Fungsi Peran

A. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Psikiatrik
Pada tahun 2005, pasien pertama kali menunjukan gejala dan dibawa suami ke
pengobatan alternatif. Pada tahun 2006, pasien dibawa berobat rawat jalan di RSJ
Lampung dan mendapat obat tetapi tidak pernah minum obat karena pasien
merasa dirinya tidak sakit sehingga membuang obat tersebut.
2. Riwayat Medis Umum
Riwayat kejang dan trauma kepala disangkal.
3. Riwayat Obat-obatan dan alkohol
Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang,konsumsi alkohol dan
merokok, pasien mengkonsumsi kopi.
B. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara. Riwayat keadaan ibu pada
saat hamil, riwayat kelahiran tidak didapatkan data yang valid karena kedua orang
tua pasien sudah meninggal.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Tidak didapatkan data valid

mengenai riwayat

pertumbuhan dan

perkembangan pasien.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien masuk SD pada usia 7 tahun. Pasien dapat beradaptasi dengan
lingkungan, pergaulan pasien baik, memiliki banyak teman dan berprestasi di
bidang akademik. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan anak lainnya yang
seusianya.
Psikomotor
Psikososial
Komunikasi
Emosi
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (11-18 tahun)
Pasien masuk SMP dan memperoleh peringkat 1 saat UN. Pasien juga dengan
mudah bergaul dengan teman seusianya. Setelah masuk SMA, pasien mulai

menunjukan gejala-gejala dan mengambil cuti sekolah selama 1 tahun. Pasien


mengalami menstruasi pertama saat pertama kali masuk SMA, tahun 2013.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien tamat SD, SMP, dan melanjutkan sekolah sampai SMA. Namun setelah
kelas 2 SMA, pasien tidak lagi berminat untuk melanjutkan sekolahnya.
b. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan penegak hukum karena melakukan
pelanggaran hukum.
c. Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien merupakan orang yang mudah bergaul, humoris, namun kurang sering
terlibat dengan aktivitas sosial.
d. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama islam namun tidak menjalankan kewajibannya untuk
menunaikan ibadah sholat. Pasien merupakan orang yang tidak taat beribadah
dan lebih percaya pada hal-hal mistik.
e. Riwayat Psikoseksual
Pasien menyadari dirinya seorang perempuan dan selama ini berpenampilan
dan berperilaku sebagaimana seorang perempuan.
f. Riwayat Situasi Hidup Sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama suami dan anak laki-lakinya. Keadaan ekonomi
keluarga pasien menengah ke bawah.
C. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara. Pasien dibesarkan oleh ibu
dan ayah pasien. Suami pasien berkerja sebagai tukang cat di bengkel. Tidak terdapat
anggota keluarga yang memiliki riwayat keluhan yang sama dengan pasien.
Genogram

Taraf Kepercayaan
5

I.

Alloanamnesis:

dapat dipercaya

Autoanamnesis:

dapat dipercaya

STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan di UGD RSJS Magelang pada tanggal 12 Juni 2015.
A. Deskripsi Umum
Penampilan
Tampak seorang perempuan,wajah sesuai usia,rawat diri buruk,cara berpakaian
tidak rapi, dan kebersihan buruk.
Kesadaran
a. Neurologik
: Compos Mentis
b. Psikologik
: Jernih
c. Sosial
: Mampu Berkomunikasi
Pembicaraan
Kualitas
:
Kuantitas
:
Tingkah laku
: Normoaktif
Sikap
: kooperatif
Kontak psikis
: mudah ditarik, mudah dicantum
B. Alam Perasaan
1. Mood
:
2. Afek
: appropriate
C. Gangguan Persepsi
Ilusi
:
tidak ada
a. Halusinasi
:
Halusinasi auditorik (pasien mendengar
suara yang menyuruh untuk berdiam). Halusinasi
visual (pasien melihat rubah berekor 9 berwarna
warni)
Depersonalisasi
:
tidak ada
Derealisasi
:
tidak ada
D. Proses Pikir
1. Isi Pikir
:
waham curiga,waham kebesaran, siar pikir, sedot pikir
2. Arus Pikir
a. Kuantitas :
talk active
b. Kualitas :
irrelevant, flight of ideas
3. Bentuk pikir
:
non-realistik
E. Sensorium dan kognitif
1. Tingkat kesadaran
:
berkabut
2. Orientasi waktu/tempat/personal/situasional
:
baik/baik/buruk/baik
3. Daya ingat jangka panjang
:
baik
4. Daya ingat jangka pendek
:
baik
5. Daya ingat segera
:
baik
6. Konsentrasi
:
buruk
7. Perhatian
:
buruk
8. Kemampuan baca tulis
:
baik
6

9. Pikiran abstrak
F. Pengendalian Impuls
Pengendalian diri selama pemeriksaan
Respon penderita terhadap pemeriksa
G. Tilikan
II.
a.
b.

c.
d.
e.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
`Kepala
Mata
Leher

membesar.
f. Thorax
Jantung
Paru-Paru
g. Abdomen
h. Ekstremitas

baik

:
:
:

baik
baik
Impaired insight

: Compos Mentis
:
: 120/80 mmHg
: 84 x/menit
: 20 x/menit
: afebris
: Normocephali, jejas (-)
: Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
: Kelenjar Getah Bening dan Tiroid tidak teraba
:
: Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
: Suara Nafas Vesikuler, Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
: Datar, Supel, Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-)
: Akral Hangat (+), Oedem (-),Sianosis(-),CRT < 2 detik.

i. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
o Pemeriksaan Nervus Cranialis I-XII
o Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
o Pemeriksaan Reflek Fisiologis
o Pemeriksaan Reflek Patologis
III.

: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan

RESUME
Dari pemeriksaan status mental didapatkan
1. Penampilan
Tampak seorang perempuan,wajah sesuai usia,rawat diri buruk,cara berpakaian
tidak rapi, dan kebersihan buruk.
2. Kesadaran psikiatri : berkabut
3. Pembicaraan
Kuantitas
Talkactive
Kualitas
Irrelevant, flight of ideas
4.
Tingkah laku : hiperaktif
5.
Kontak psikis : mudah ditarik, mudah dicantum
6.
Mood
: elasi
7.
Afek
: inappropriate,labil
8.
Halusinasi
:Halusinasi auditorik
Halusinasi visual
9.
Isi pikir
: waham curiga, waham kebesaran, siar pikir, sedot pikir
10.
Bentuk pikir : non-realistik
11.
Insight
: impaired insight
7

12.

Reliabilitas alloanamnesis : bisa dipercaya

IV.

Simptom pada pasien


Rawat diri buruk
Cara berpakaian tidak rapih
Kesadaran berkabut
Pembicaraan
Kuantitas : talkaktive
Kualitas : Irrelevant, flight of idea
Tingkah laku
: hiperaktif
Kontak psikis
: mudah ditarik, mudah dicantum
Mood
: elasi
Afek
: inappropriate,labil
Halusinasi
Halusinasi auditorik
Halusinasi visual
Isi pikir
: waham curiga,waham kebesaran, siar pikir, sedot pikir
Bentuk pikir
: non-realistik
Insight
: impaired insight
Reliabilitas alloanamnesis : bisa dipercaya

V.

Sindrome pada pasien


Sindrom Skizofrenia
Gangguan persepsi : halusinasi auditorik
Irrelevant
innappropiate
Sindrom Paranoid
Waham curiga
Sindrom Manik
Elasi
Flight of idea
Hiperaktif
Waham kebesaran ( waham grandiose )

VI.

DIAGNOSIS BANDING
F 20.0 Skizofrenia Paranoid
F 20.3 Skizofrenia Tak Terinci
F 25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III

PADA PASIEN

PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 20.0
8

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

TERPENUHI

Sebagai tambahan :
a) Halusinasi dan/atau waham harus

TERPENUHI

menonjol:
1. Suara-suara halusinasi yang mengancam
pasien atau memberi perintah,atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal
berupa bunyi peluit
(whistling),mendengung
(humming),atau bunyi tawa (laughing);
2. Halusinasi pembauan atau pengecapan
rasa,atau bersifat seksual,atau lain-lain
perasaan tubuh;halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
3. Waham dapat berupa hampir setiap
jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control),dipengaruhi
(delusion of influence), atau
passivity,dan keyakinan dikejar-kejar
yang beraneka ragam,adalah yang paling
khas
b) Gangguan afektif,dorongan kehendak dan

TERPENUHI

pembicaraan,serta gejala katatonik secara


relative tidak nyata/tidak menonjol.

PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III

PADA PASIEN

PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 25.0
Kategori ini digunakan baik untuk episode

TERPENUHI

skizoefektif tipe manik yang tunggal maupun


untuk gangguan berulang dengan sebagian besar
episode skizoafektif tipe manik
9

Afek harus meningkat secara menonjol atau ada

TERPENUHI

peningkatan afek yang tak begitu menonjol


dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada

TERPENUHI

sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejala


skizofrenia, yang khas (sebagaimana ditetapkan
untuk skizofrenia, F20.- pedoman diagnostik (a)
sampai dengan (d)).

VII.

DIAGNOSIS MULTIAKXIAL
AXIS I
:
F 25.0Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
AXIS II :
Ciri kepribadian Ekstrovert
AXIS III :
Tidak ada diagnosis
AXIS IV :
Masalah dengan primary support group (keluarga)
Diperlakukan berbeda dengan saudara kandungnya oleh ibunya
yaitu dimarahi oleh ibu kandungnya serta dipukuli dan ketidak
AXIS V

VIII.

teraturan pasien dalam meminum obat


GAF admission : 50-41
GAF mutakhir : 70-61

PENATALAKSANAAN
A. Non Farmakoterapi
Pasien dirawat inap
Indikasi : terdapat hendaya yang berat,keluarga pasien tidak mampu merawat
pasien,memastikan pasien minum obat dengan teratur,nafsu makan pasien
menurun.

Psikoterapi
Membantu membuka pola pikir pasien untuk dapat mencari dan mengatasi
gejala kejiwaan,serta mengidentifikasi penyebab masalah pasien. Memotivasi
dan memberi dukungan sehingga pasien dapat berfungsi fisik dan sosial secara

optimal dan memotivasi pasien untuk mengkonsumsi obat secara teratur.


Terapi keluarga
Memberikan bimbingan kepada keluarga agar selalu berperan aktif dalam
setiap proses penatalaksanaan pasien. Memberi penjelasan kepada keluarga
tentang pentingnya peranan obat untuk kesembuhan pasien sehingga keluarga
perlu mengingatkan dan mengawasi pasien untuk minum obat secara teratur.
Efek samping obat juga diberitahu kepada keluarga. Memberi edukasi kepada
keluarga agar dapat mengontrol sikap dan ucapan yang dapat menimbulkan
10

stress pada pasien,karena meningkatkan potensi untuk kambuh. Memberikan


motivasi kepada keluarga untuk bersama-sama membantu pasien sebagai
seorang

individu

keputusan,memberikan

(mengikutsertakan
reward,dan

pasien

mengabulkan

dalam

mengambil

permintaan-permintaan

pasien dengan pertimbangan yang matang). Menjelaskan keluarga untuk

memahami pasien bukan pasien yang sakit memahami orang sehat.


Sosioterapi
Melibatkan pasien dalam kegiatan di luar rumah,misalnya: ikut membantu

belanja keperluan rumah di pasar,berolah raga bersama,dll.


B. Farmakoterapi

11

Di UGD :
-

Inj Haloperidol 1 amp IM


Inj Diazepam 1 amp IV

Di Ruang rawat inap :


- Risperidon 2 x 2 mg ( Dosis Optimum )
- Lithium carbonat 2 x 400 mg ( menstabilizer gejala manik )
- THP 2 x 2 mg ( Diberikan jika terjadi efek samping EPS )
- Clozapin 2 x 25 mg ( diberikan jika pasien hiperaktif )
- Vit .B12 2 x1 ( untuk gizi pasien )
IX.

PROGNOSIS
Faktor Resiko

Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga

(-)
Dukungan keluarga dan lingkungan (-)
Status sosial ekonomi : kurang
Onset usia : 19 tahun
Perjalanan penyakit : Sub kronis
Jenis penyakit : Gangguan

aktifitas,penurunan fungsi peran


Penyakit organik (-)
Regresi (+)

Baik
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk

Kesimpulan Prognosis
Ad Vitam
: Ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia

BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh psikopatologi
yang disruptif dan melibatkan aspek kognisi, persepsi dan aspek lain perilaku.1
Ekspresi dari manifestasi penyakit ini bervariasi diantara pasien tetapi efeknya selalu
berat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Skizofrenia mengenai segala
lapisan kelas dan umumnya muncul pada usia kurang dari 25 tahun, lalu selanjutnya
menetap sepanjang hidup. Meskipun didiagnosis sebagai penyakit tunggal, skizofrenia

mungkin terdiri atas suatu kumpulan gangguan dengan etiologi beragam, dan
bervariasi dalam manifestasi klinis, respons pengobatan dan perjalanan penyakitnya.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa di Amerika Serikat prevalensi
skizofrenia adalah 1%, pada studi lain didapatkan rentang yang tidak jauh berbeda
yaitu 0,6-1,9 %. Skizofrenia ditemukan pada semua lapisan masyarakat dan area
geografis, prevalensi maupun insidensinya secara kasar sama di seluruh dunia. Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa jumlah
penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat
penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi, stress,
penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi
gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan
kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas
juga terkena gangguan jiwa. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007
disebutkan, rata-rata nasional gangguan mental emosional ringan, seperti cemas dan
depresi pada penduduk berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%, dengan angka
tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%. Sedangkan yang mengalami gangguan
mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan depresi berat, sebesar 0,46%.
Berdasarkan manifestasi klinisnya skizofrenia dibagi menjadi beberapa subtipe
bergantung pada acuan, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, Text Revision (DSM-IV-TR) skizofrenia dibagi menjadi skizofrenia
paranoid, disorganized, katatonik, undifferentiated dan residual,sementara berdasarkan
International Statistical Classification of Disease and Related Helath Problem ke-10
(ICD-10), membagi skizofrenia menjadi sembilan subtipe yaitu skizofrenia paranoid,
hebefrenik, katatonik, undiiferentiated, depresi postskizofrenik, residual, simpleks,
skizofrenia lainnya, dan unspecified.2 Di Indonesia sendiri pembagian subtipe
skizofrenia berdasarkan pada PPDGJ III juga dibagi menjadi sembilan subtipe yaitu
skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, tak terinci (undifferentiated), residual,
simpleks, lainnya, depresi pasca-skizofrenia dan skizofrenia YTT.
Pembahasan mengenai subtipe skizofrenia sangatlah diperlukan karena beberapa
subtipe erat kaitannya dengan perjalanan penyakit serta prognosis pasien. Pembagian
subtipe ini memungkinkan pendekatan psikiatrik yang berbeda pada masing-masing
jenisnya, sehingga memberikan terapi yang lebih efektif dan efisien bagi pasien itu
sendiri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi, terpecah
dan phrenia artinya pikiran.Jadi pikirannya terbagi atau terpecah.
Skizofrenia berasal dari kata mula-mula digunakan oleh Eugene Bleuler, seorang
psikiater berkebangsaaan Swiss.Bleuler mengemukakan manifestasi primer skizofrenia
ialah gangguan pikiran, emosi menumpul dan terganggu.Ia menganggap bahwa
gangguan pikiran dan menumpulnya emosi sebagai gejala utama daripada skizofrenia
dan adanya halusinasi atau delusi (waham) merupakan gejala sekunder atau tambahan
terhadap ini.3
Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.4
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan
frenia yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian.
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
area

fungsi

individu,

termasuk

berfikir

dan

berkomunikasi,

menerima

dan

menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku


dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial.
2.2 Epidemiologi
Epidemiologi Skizofrenia
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai
daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di
seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya
onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya
gangguan ini mulai pada usia lebih muda, yaitu 15-25 tahun, sedangkan pada perempuan

lebih lambat, yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan dan lebih besar di daerah urbanisasi dibandingkan daerah rural.5
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama
ketergantungan nikotin.Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin.Pasien
skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang.Bunuh diri
merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari
pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.
Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993, di seluruh dunia prevalensi
seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan, diperkirakan
sekitar 0,2%-1,5%.6 Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi
skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin
dalam hal umur dan onsetnya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan
laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi
terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang
lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki.2
2.3 Etiologi Skizofrenia
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia, antara lain :
1. Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah
satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita
skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu
telur (monozigot) 61 86%.7
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh
beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini
juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang
mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota
keluarga yang memiliki penyakit ini.2
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmitter,

yaitu

kimiawi

otak

yang

memungkinkan

neuron-neuron

berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari

aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau


dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine.Banyak ahli yang
berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk
skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan.2
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak
yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga.7
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga
mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother
kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat
dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada
anak-anaknya.2
Menurut Coleman dan Maramis, keluarga pada masa kanak-kanak memegang
peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu
banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya
orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi
bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.7
2.4 Manifestasi Klinis Skizofrenia
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain :
Ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi : wajah dingin, jarang

tersenyum, acuh tak acuh.


Penyimpangan komunikasi : pasien sulit melakukan pembicaraan terarah,

kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).


Gangguan atensi : penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau

memindahkan atensi.
Gangguan perilaku : menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak
bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak
disiplin.

Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya campuran dari dua
karakteristik (baik gejala positif maupun gejala negative). 8 Secara umum, karakteristik gejala
skizofrenia (kriteria A), dapat digolongkan dalam tiga kelompok :
1 Gejala Negatif
Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu, seperti perasaan
yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira, menarik diri, ketiadaan

pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan social, serta kurangnya motivasi untuk
beraktivitas.5
a Gangguan Afek dan Emosi
Gangguan dan emosi pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek dan
emosi (emotional blunting), misalnya : pasien menjadi acuh tak acuh terhadap halhal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masa
depannya serta perasaan halus sudah hilang, hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport), terpecah belahnya
kepribadian maka hal-hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama,
umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis, dan
tertawa tentang suatu hal yang sama (ambivalensi).8
b Alogia
Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan
pembicaraan.Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula pasien yang
mulai berbicara yang bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti bicara, dan baru bicara
lagi setelah tertunda beberapa waku.9
c Avolisi
Ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak, gerakannya
miskin. Kalau dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara, tidak ikut
beraktivitas jasmani.8
d Anhedonia
Tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari pertemanan dengan
orang lain (Asociality) pasien tidak mempunyai perhatian, minat pada rekreasi.
Pasien yang sosial tidak mempunyai teman sama sekali, namun ia tidak
memperdulikannya.
e Gejala Psikomotor
Adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan sering mencerminkan
gangguan kemauan. Bila gangguan hanya kemauan saja maka dapat dilihat adanya
gerakan yang kurang luwes atau agak kaku, stupor dimana pasien tidak
menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat berlangsung berhari-hari, berbulanbulan dan kadang bertahun-tahun lamanya pada pasien yang sudah menahun;
hiperkinese dimana pasien terus bergerak saja dan sangat gelisah.6
2

Gejala Positif
Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun
pada pasien skizofrenia justru muncul. Gejala positif adalah gejala yang bersifat aneh,
antara lain bersifat delusi, halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, dan perubahan
perilaku.4
a Delusi/Waham

yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu
diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan
bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan
agama yang berlebihan.
b Halusinasi
yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak
ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan.Sedangkan yang lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut
bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
c Pikiran Paranoid
yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang
berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk
asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
3

Gejala lainnya
Kategori gejala ini adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh (misalnya
katatonia, dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampikan
pose tubuh yang aneh; atau wxy flexibility, yaitu orang lain dapat memutar atau
membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan dipertahankan dalam
waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun disorganisasi pembicaraan
adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan pembicaraan, sehngga orang lain
mengerti (dikenal dengan gangguan berpikir normal). Misalnya asosiasi longgar,
inkoherensi, dan sebagainya.9

2.5 Patofisiologi Skizofrenia


Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa
fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan
residual.5
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia,
walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala
skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan
diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat
berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif
terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita
mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,
kelemahan dan masalah pencernaan.6

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku.Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada.Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia.Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara
klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh.

2.6 Penegakkan Diagnosis


Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. Thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda atau thought insertion or withdrawal
yang merupakan isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan thought broadcasting, yaitu isi pikiranya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. Delusion of control, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau delusion of passivitiy merupaka
waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
dari luar; (tentang dirinya diartikan secara jelas merujuk kepergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus),
atau delusional perceptionyang merupakan pengalaman indrawi yang
tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau


Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau


Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).

e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;


Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;


Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor;
Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;


f. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
g. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.8
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah :
Berlangsung minimal dalam enam bulan
Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang

pekerjaan,

hubungan

interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri


Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya

sebagian dari periode tersebut


Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood
mayor, autisme, atau gangguan organik.10

2.7 Jenis-jenis Skizofrenia


Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke
dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batasbatas golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin
seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Gejala klinis

skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III
skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masingmasing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya
penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan
gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik
bercampuran. Skizofrenia paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan.
Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara lebih teliti juga didapatkan gangguan
proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin
subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat
digolongkan skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada
orang lain.Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis
apabila terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling
berkomentar tentang diri pasien, yang mengancam pasien
atau memberi perintah, atau tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.


Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual

mungkin ada tetapi jarang menonjol.


Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang

paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau
lebih delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia
lebih tua daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada
pasien skizofrenia paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari

kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe


skizofrenik lain.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-hati,
dan tak ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi sosial.Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka
dan cenderung tetap intak.
Skizofrenia Hebefrenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja
atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir,
gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan
psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham dan halusinasi banyak sekali.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila

terdapat butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


Diagnosis hebefrenikbiasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset

biasanya mulai 15-25 tahun)..


Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum
sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau
(pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya

suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,


filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor
katatonik. Stupor katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali
terhadap lingkungannya. Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti :
a. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
b. Muka tanpa mimik, seperti topeng
c. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa
hari, bahkan kadang sampai beberapa bulan.
d. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme
e. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut dan
meleleh keluar, air seni dan feses ditahan
f. Terdapat grimas dan katalepsi
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan
mulai berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat hiperaktivitas
motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi
rangsangan dari luar.
Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi, manerisme,
grimas dan neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin
terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga
dan terlebih bila terdapat juga penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya)
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila

terdapat butir-butir berikut :


Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);

o Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan


tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga
terjadi pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari
dua bentuk skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada
katatonik stupor, pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur berdoa,
membentuk bola), tidak melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama
sekali dengan lingkungan sekitar bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil,
air liur biasanya mengalir dari ujung mulut pasien karena tidak ada gerakan mulut, bila
diberi makan melalui mulut akan tetap berada di rongga mulut karena tidak adanya
gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila anggota badan pasien
dicoba digerakkan pasien seperti lilin mengikuti posisi yang dibentuk, kemudian
secara perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di
sudut ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.
Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan,
stereotipik

dengan

impulsivitas

yang

ekstrim.

Pasien

berteriak,

meraung,

membenturkan sisi badannya berulang ulang, melompat, mondar mandir maju


mundur.Pasien dapat menyerang orang disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu
kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya meneriakka kata atau frase yang aneh
berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau berceramah seperti pemuka
agama atau pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan lingkungan
sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong
tempat tidurnya.
Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari
kedua diatas, pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang
dalam waktu dan frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien dengan stupor
katatonik dapat secara tiba-tiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu

membantingkan badannya ke dinding, dan akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam
kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang
lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex
adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Permulaan gejala mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut :
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai
dengan

perubahan-perubahan

perilaku

pribadi

yang

bermakna,

bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat


sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala
utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat.Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya
menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
Skizofrenia Residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu
episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang
lebuh menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan
aktivitas, penumpula afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan,
ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :
Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi

tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;


Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;


Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi

kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.


Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala
yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).
Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau

katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.

Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum

skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;


Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran

klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

Skizofrenia lainnya
Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)
Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan, kriteria
diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang didiagnosa dengan
bouffe delirante akan progresif dan akhirnya diklasifikasikan sebagai pasien

skizofrenia
Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami
disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada pasien yang
terperangkap dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan

dunia nyata.
Early onset schizophrenia
Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan

retardasi mental dan autisme


Late onset schizophrenia
Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi pada wanita
dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.

2.8 Pengobatan dan Pencegahan Skizofrenia


Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi
psikososial.
Medik
1 Terapi Smatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan

untuk

mengobati

Skizofrenia

disebut

antipsikotik.Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan


pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien.Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mngobati Skizofrenia.Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini,
yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).
a Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik
konvensional antara lain :

Haldol (haloperidol)
Mellaril (thioridazine)
Navane (thiothixene)
Stelazine ( trifluoperazine)
Thorazine ( chlorpromazine)
Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.Ada

pengecualian

(harus

dengan

antipsikotok

konvensional).Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan)


yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang
berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional.Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara
reguler.Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations).Dengan
depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan.Sistem depot formulation ini tidak dapat
digunakan pada newer atypic antipsychotic.
b

Newer Atypcal Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical
antipsycotic yang tersedia, antara lain :
1. Risperdal (risperidone)
2. Seroquel (quetiapine)
3. Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasienpasien dengan skizofrenia.

Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal


yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak
merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan,
Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada
kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Para ahli merekomendaskan
penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih
aman tidak berhasil. Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran :
Nama Obat

Sediaan Tablet

Sediaan Injeksi

Dosis

Klorpromazin

25 mg, 100 mg

25 mg/ml

150-600 mg/hari

Haloperidol

0,5 mg, 1,5 mg,

5 mg/ml

5 - 15 mg/hari

12 - 24 mg/hari

5 mg
Perfenazin

2 mg, 4 mg,
8 mg

Flufenazin

2,5 mg, 5 mg

10 - 15 mg/hari

Flufenazin

25 mg/ml

25 mg/2-4 minggu

Levomeprazin

25 mg

25 mg/ml

25 - 50 mg/hari

Trifluperazin

1 mg, 5 mg

10 - 15 mg/hari

Tioridazin

50 mg, 100 mg

150 - 600 mg/hari

Sulpirid

200 mg, 300 mg

50 mg/ml

600 mg/hari

Pimozid

1 mg, 4 mg

1 - 4 mg/hari

Risperidon

1 mg, 2 mg,

2 - 6 mg/hari

dekanoat

3 mg

Cara Penggunaan :
a. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping
sekunder.
b. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
c. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),
dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
d. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik
efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
e. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 mingg
Onset efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak

begitu mengganggu kualitas hidup pasien


f. Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap
2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis dipertahankan 6 bulan
sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) tapering off (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu).
g. Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
h. Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
i. Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam waktu 2 minggu - 2bulan.
j. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan
obat kecil sekali.
k. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound
yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lainlain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent
(injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
l. Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang
tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap
medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan
pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pemberian anti psikosis
long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus
skizofrenia.
m. Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan
mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
n. Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan
tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari (Kaplan and
Sadock, 2010).
3

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia


episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk
terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain,
para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama
pada Clozaril).
4

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.Terkadang penderita
berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut.
Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek
sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti
obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu.
Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.Terkadang pasien
dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan
alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya :
a. antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal
b. antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine
dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obatobatan diatas gagal.6

Pengobatan Selama Fase Penyembuhan


Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh.Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat
setelah episode petama skizofrenia dapat kambuh.Para ahli merekomendasikan pasienpasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24
bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia
lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan
pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan
penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.4
Keperawatan
A. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu
mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi

keluarga dan masyarakat. Penderita selama ini menjalani terapi psikososial


ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana
juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan
untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan,
banyak bergaul.6
a) Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, latihan praktis dan
komunikasi interpersonal. Jenis-jenis psikoterapi perilaku adalah latihan
ketrampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan
pasien, permainan simulasi (role playing) dalam terapi dan pekerjaan rumah
tentang ketrampilan yang dilakukan.6
b) Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun
intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang
dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama
dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan
tentang keparahan penyakitnya.6
c) Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif.Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya
dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.5
d) Psikoterapi Individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobpasien non-psikotik.Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap

keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,


bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang
cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada
informalitas

yang

prematur

dan

penggunaan

nama

pertama

yang

merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan


adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.4
Pencegahan Skizofrenia
Pendekatan yang dilakukan dalam pencegahan skizofrenia dapat bersifat
eklektik holistik yang mencakup tiga pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, dan
psikoreligius,

dan

dari

ketiga

pilar

tersebut

dapat

diketahui

kepribadian

seseorang.Upaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar dimaksudkan


untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofrenia dan kekambuhanya.
1

Organobiologis
Bila ada riwayat keluarga penderita skizofrenia, sebaiknya menikah dengan

keluarga yang tidak memiliki riwayat skizofrenia.


Walaupun dalam keluarga tidak ada riwayat penderita skizofrenia,

sebaiknya tidak menikah dengan yang memiliki riwayat skizofrenia.


Sebaiknya penderita atau pernah menderita skizofrenia tidak saling
menikah.

Psikoedukatif
Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental

emosional dan mental intelektual anak, yaitu :


Kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain.
Sikap terbuka.
Anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri
terhadap hal-hal yang mengecewakan, kalau tidak anak akan sulit bergaul
dan belajar di sekolah.
3

Psiko Religius
Menurut Larson, penelitian yang termuat dalam Religious commitment and
Health, menyatakan bahwa agama sangat penting dalam pencegahanagar
seorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuanmengatasi
penderitaan dan mempercepat penyembuhan.

BAB. III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan
berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.Gangguan psikotik adalah
gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang
terjadi. Faktor faktor penyebab skozofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan
dan organis. Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh faktor organo biologik,
psikologik, sosio agama. Secara umum ciri ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi,
halusinasi, disorganisai, pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Ciri ciri gangguan
psikotik diantaranya memiliki labilitas emosional, menarik diri dari interaksi sosial,
mengabaikan penampilan dan kebersihan diri, mengalami penurunan daya ingat dan kognitif
parah, mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang, tempat, memiliki keengganan
melakukan segala hal serta memiliki perilaku yang aneh.Tipe skizofrenia dikelompokkan
menjai tipe paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak terbedakan, residual.Untuk gangguan
psikotik sendiri dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut dan kronik. Cara Mengatasi
skizofrenia antara lain menciptakan kontak sosial yang baik, terapi ECT (electrocompulsive
therapy) dan (insulin comma therapy), menghindarkan dari frustrasi dan kesulitan psikis
lainnya, membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan dengan
rasa berani, memberi obat neuroleptik. Baik gangguan psikotik akut maupun kronik diatasi
dengan memberikan asuhan keperawatan pada klien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R., Weinberger,


D.R. 2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and Rationale for
Consensus. Am J Psychiatry. 162:441449.
2. Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi Keempat.
Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar
3. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006.
FamilySupport

Predicts

AmericanIndividuals

with

Psychiatric

Medication

Schizophrenia.

Social

Usage

Among

Psyciatry

and

Mexican
Psychiatric

Epidemology,41. 624-631.
4. Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa Aksara,
Jakarta, 2003 : 777-83
5. Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya Medika,
Jakarta, 1998 : 227-229
6. Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William & Walkins. 5th
Edition, USA, 1998 : 128
7. Maramis, W. F. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat penerbitan dan
percetakan.
8. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPGDJ-III,
Jakarta, 2001 : 65
9. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi
Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga
10. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), Direktorat
Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993.

Anda mungkin juga menyukai