Pembimbing:
dr. Mamun, Sp. PD
Disusun oleh:
Novia Mantari
G1A212102
Dera Fakhrunnisa
G1A212103
Zuldi Erdiansyah
G1A212109
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Disusun Oleh :
Novia Mantari
G1A212102
Dera Fakhrunnisa
G1A212103
Zuldi Erdiansyah
G1A212109
Pada tanggal,
Mei 2013
Mengetahui
Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS
:
:
:
:
:
:
:
Tn.D
45 tahun
Laki-laki
Papringan RT.02/01
Tidak bekerja
Islam
13 Mei 2013
Tgl Periksa
15 Mei 2013
: perut membesar
b. Onset
c. Kuantitas
d. Kualitas
b. Riwayat hipertensi
: disangkal
c. Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
f. Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
b. Riwayat hipertensi
: disangkal
c. Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
f. Riwayat alergi
: disangkal
Pasien makan 3 kali sehari dengan jumlah yang sedikit dan komposisi
sayur lauk cukup. Pasien rutin mengkonsumsi putih telur sejak 1 tahun
yang lalu atas anjuran dokter, namun 1 bulan terakhir pasien tidak rutin
makan putih telur.
c. Drug
Pasien rutin mengkonsumsi obat dari dokter, tidak ada kebiasaan
minum obat dari warung ataupun jamu-jamuan.
d. Habit
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
:
:
:
Tinggi Badan
Berat Badan
:
:
Status Generalis
1
Pemeriksaan Kepala
.
-
Bentuk Kepala
Rambut
:
:
Pemeriksaan Mata
- Palpebra
- Konjunctiva
- Sklera
- Pupil
Pemeriksaan Telinga
:
:
:
:
:
.
4
Pemeriksaan Hidung
.
5
Pemeriksaan Mulut
rinore (-/-)
Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir
Pemeriksaan Leher
.
-
Trakea
Kelenjar Tiroid
Kelenjar
:
:
:
lymphonodi
JVP
7. Pemeriksaan Dada
Paru-paru
Kanan
Kiri
Depan
Belakang
Depan
Belakang
Inspeksi :
Inspeksi :
Inspeksi :
Inspeksi :
- Simetris
- Simetris
- Simetris
- Simetris
- Ketinggalan
gerak (-)
- Ketinggalan
gerak (-)
- Retraksi
interkostal (-)
- Retraksi
interkostal (-)
Palpasi
Palpasi
Palpasi
Palpasi
VF ka = ki
VF ka = ki
VF ki = ka
VF ki = ka
Perkusi
Perkusi
Perkusi
Perkusi
- Apeks
- Media
l
- Basal
: Sono
r
: Sono
r
: Sono
r
Auskultasi
- Apeks
- Media
l
- Basal
: Sono
r
: Sono
r
: Sono
r
Auskultasi
- Apeks
- Media
l
- Basal
: sono
r
: sono
r
: sono
r
Auskultasi
- Apeks
: sonor
- Media
l
- Basal
: sonor
: sonor
Auskultasi
- SD Vesikuler
- SD vesikuler
- SD vesikuler
- SD vesikuler
- Rbh-/-, Rbk-/-, Jantung
Rbh-/-, Rbk -/-,
Rbh-/-, Rbk -/-,
Rbh-/-, Rbk -/-,
Wh -/Wh
Wh -/- di SIC V 2 jari medial
Wh -/- Inspeksi
: -/Ictus cordis tidak tampak
LMCS, P.Parasternal(-), P.Epigastrium(-)
-
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Batas jantung
Kanan atas
SIC II LPSD
Kanan bawah
SIC IV LPSD
Kiri atas
SIC II LPSS
Kiri bawah
A1>A2
P1<P2
T1>T2
M1>M2
8. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi
: Cembung, caput medusa (+)
- Auskultasi
: Bising usus (+) normal
- Perkusi
: Pekak sisi (+), pekak alih (+)
- Palpasi
: Undulasi (+), nyeri tekan epigastrik (+), hepar tidak
9
Inferior
IV.
: < 1 detik
: Hangat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin
Lekosit
- Hematokrit
- Eritrosit
- Trombosit
- MCV
- MCH
- MCHC
Hitung Jenis
- Eosinofil
:
:
:
:
:
:
:
:
10,7
3740
32
4
256.000
80
22,1
33,9
L
L
L
L
N
N
N
N
3,5
Batang
0.00
Segmen
54,8
Limfosit
25,9
Kimia Klinik
- Globulin
-
: 9,92
Albumin
: 2,02
Globulin
:7,90
SGOT
: 35
SGPT
: 18
Ureum darah
: 23,5
Kreatinin darah
: 0,82
Glukosa sewaktu
: 87
V. DIAGNOSIS KERJA
Sirosis Hepatis (Child Pugh C)
VI.
PEMERIKSAAN USULAN
a.
b.
c.
d.
VII.
TERAPI
a. Non farmakologi
-
b. Farmakologi
-
VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam
: dubia ad malam
b. Ad functionam
: ad malam
c. Ad sanationam
: ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Istilah Sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal
dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena
perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hepatis
dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse
dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah suatu penumpukan
berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) di
dalam hepar. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel.
Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya ireversibel
(Sutadi, 2003).
Secara lengkap sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi
mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati
mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan
ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi (Sutadi,
2003).
B. Epidemiologi
Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan
infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada,
hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang
dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun
2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam
(Chung et al., 2005)
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun
(Sutadi, 2003).
C. Etiologi
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari
sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%),
dan penyebab yang tidak diketahui(10-20%). Adapun beberapa etiologi dari
sirosis hepatis antara lain (Nurdjanah, 2009; Chung et al., 2005):
1. Alcoholic liver disease
Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol berat.
Alkohol tampaknya melukai hati dengan menghalangi metabolisme normal
protein, lemak,dan karbohidrat.
2. Hepatitis C Kronis
Infeksi virus hepatitis C menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang
selama beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis. Dapat didiagnosis
dengan tesserologi yang mendeteksi antibodi hepatitis C atau RNA virus.
3. Hepatitis B Kronis
Virus hepatitis B menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang selama
beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis. Hepatitis D tergantung
pada kehadiran hepatitis B, tetapi mempercepat sirosis melalui ko-infeksi.
Hepatitis Bkronis dapat didiagnosis dengan deteksi HBsAg> 6 bulan
setelah infeksi awal. HBeAg dan HBV DNA bermanfaat untuk menilai
apakah pasien perlu terapi antiviral.
4. Non alcoholic steatohepatitis (NASH)
obesitas,
penyakit
arteri
koroner,
dan
progresif
dengan
gejala
pruritus,
bervariasi,
E. Patofisiologi
Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang
menggantikan parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui
organ
dan
menunjukkan
mengganggu
peran
fungsi
penting
sel
normal.
stellata,
Penelitian
tipe
sel
terbaru
yang
biasanyam e n y i m p a n v i t a m i n A, d a l a m p e n g e m b a n g a n s i r o s i s .
Post
akut virus Hep. B, C, intoksikasi kimia, Primer
infeksi
1. Peny. Atrioventrikular
Sekunder
> Nutrisi
ke hypersplenism dan peningkatan sekuesterasi platelet.
Hipertensi portal
2. Pericarditis
1. Statis sirosis biliaris
kronik biliaris extrahepatic
Obs. Duktus
Cor pulmonal
bertanggung jawab atas
komplikasi parah 3.
sirosis
2. Tdksebagian
diketahui besar
penyebabnya
oxic langsung pada sel hati
3. Autoimun
Akumulasi lemak pada hati(Nurdjanah, 2009; Chung et al., 2005).
Hati mengecil, timbul nodul
Hati warna gelap krn pendarahan, e
Alkohol
Disfungsi hepar
Perubahan Met.
Lemak
Karbohidrat
Nekrosis
Keletihan
Intoleran akt.
Komplikasi hematologi
Protein
Ekskresi
bilirubin
Met. bilirubin
Cairan empedu
Vit K, Fe
edema
Intoleran akt.
Gang. Met. steroid
Feses berwarna peka
Hiper bilirubin Dark urin
Estrogen
Eritema
palmaris, spider angioma
Testosteron
Gang. mens
Atrofi testis
Androgen
Estrogen
Jaundice
]
(Bullock et al., 2000)
F. Penegakan diagnosis
1. Gambaran Klinik
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau
karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi
(Nurdjanah, 2009):
a. perasaan mudah lelah dan lemah
b. selera makan berkurang
c. perasaaan perut kembung
d. Mual
e. berat badan menurun
f. pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium
lanjut
(sirosis
dekompensata),
gejala-gejala
lebih
a. Hepar: Biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya
prognosis kurang baik. Konsistensi hati biasanya kenyal, tepi tumpul
dan nyeri tekan
b. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.
c. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan
ascites.
d. Manifestasi klinis diluar abdomen: spider navy pada tubuh bagian atas,
bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, eritema palmaris,
ginekomastia, dan atrofi testis pada pria2,5
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis
hepatis antara lain (Nurdjanah, 2009):
a. SGOT
(serum
glutamil
oksalo
asetat)
atau
AST
(aspartat
I. Komplikasi
1. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal
untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air
pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelanganpergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau
duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting
edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat
pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah
pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari
pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting).
Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau
duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari
kehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk
dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin
berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan
perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna
untuk
bakteri-bakteri
berkembang.
Secara
normal,
rongga
perut
mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan
infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari
usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke
hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam
perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai
tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus
kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk
sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi.
SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasienpasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya
mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare,
dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena
portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup
tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang
paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena
yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas
dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan
peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan
yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka
dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal,
lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau
lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan
varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah
merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam
penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada
darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena),
dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan
(disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika
berdiri dari suatu posisi berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk
dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang
diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices
kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari
pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara
normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan
mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan
hepatic
yang
tertekan.
Akhirnya,
hepatic
encephalopathy
yang
dari
tubuh
oleh
hati,
contohnya,
obat-obat
yang
pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa
bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan
dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah
dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa
membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai
splenomegaly. Adakalanya,
limpa
begitu
bengkaknya
sehingga
ia
dan/atau
suatu
jumlah
platelet
yang
rendah
menjurus
pada
infeksi-infeksi,
dan
thrombocytopenia
dapat
BAB IV
KESIMPULAN
1. Sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar
parenkim hati yang mengalami regenerasi.
2. Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
3. Etiologi dari sirosis hepatisdi negara barat tersering akibat alkoholik sedangkan
di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C.
4. Berdasarkan morfologi Sherlock sirosis hepatis dibagi menjadi mikronodular,
makronodular dan campuran, secara fungsional sirosis hepatis terbagi menjadi
sirosis hepatis kompensata dan dekompensata.
5. Penegakkan diagnosis sirosis hepatis dilakukan
melalui
anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti liver function test, pt dan
aptt, usg abdomen, dan sebagainya.
6. Terapi sirosis hepatis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan,
dan penanganan komplikasi.
7. Klasifikasi Child-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang
akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin,
ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi.
8. Komplikasi dari sirosis hepatis dapat berupa hipertensi porta, asites, peritonitis
bakterial spontan, varises esophagus dan hemoroid, ensefalopati hepatik,
sindrom hepatorenal, sindrom hepatopulmonar, karsinoma hepatoselular.
DAFTAR PUSTAKA
at:
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/978141603258
8/9781416032588.pdf .
Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. 2009. Does weight history affect fibrosis in
the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 18(3):299302.
Sabatine, Marc C. 2004. Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts
Sutadi,
Available
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf
at: