Anda di halaman 1dari 38

Presentasi Kasus

INFEKSI SALURAN KEMIH ec ENTEROBACTER CLOACAE


PADA ANAK PEREMPUAN USIA 10 TAHUN

Oleh:
Biltinova Arum Miranti

G99141059/ F-8-2015

Gresmita Rindi Winarti

G99141060 / F-9-2015

Pembimbing:
dr. Annang Giri Moelyo, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Presentasi kasus dengan judul :
INFEKSI SALURAN KEMIH ec ENTEROBACTER CLOACAE
PADA ANAK PEREMPUAN USIA 10 TAHUN

Hari/tanggal :

Juni 2015

Oleh:
Biltinova Arum Miranti

G99141059/ F-8-2015

Gresmita Rindi Winarti

G99141060 / F-9-2015

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Annang Giri Moelyo, Sp.A, M.Kes

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Berat Badan
Tinggi Badan
Agama
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
No. RM

: An. NC
: 10 tahun
: Perempuan
: 19 kg
: 135 cm
: Islam
: Tegal
: 30 April 2015
: 13 Juni 2015
: 01286298

II. Anamnesis
Anamnesis diperoleh dengan cara autoanmnesis dan alloanamnesis dengan
ibu penderita
A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan konsulan dari bagian onkologi anak dengan
osteosarkoma dalam perawatan hari ke-13 dengan kelainan hasil
laboratorium yang mengarah ke infeksi saluran kemih. Ibu pasien
mengeluhkan anaknya demam (+) selama 5 hari, demam dirasakan naik
turun, demam dirasakan berkurang setelah diberi obat tapi kemudian naik
kembali. Selain demam, Ibu pasien juga mengeluhkan mual dan muntah
(+), mual dan muntah dirasakan terutama setiap kali pasien
mengkonsumsi makanan. Pada saat diperiksa pasien tampak rewel.
Keluhan nyeri saat BAK (-), BAK terasa panas (-), anyang anyangan
(-), sering BAK (-), tidak bisa menahan BAK (-), sehari ganti pampers 3
4x, warna kuning jernih. Keluhan BAB disangkal, BAB warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak, diare (-), lendir (-), darah (-). Keluhan
batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), nyeri telan (-), nyeri telinga (-), cairan
keluar dari telinga (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat makan sembarangan

: disangkal

Riwayat ganti susu

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan


Riwayat osteosarkoma

: disangkal
: (+) sejak September 2014

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan


Riwayat sakit serupa di keluarga
: disangkal
Riwayat sakit serupa di lingkungan sekitar : disangkal
Sumber air minum
: PDAM
E. Riwayat Kehamilan
Riwayat pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan di fasilitas
kesehatan. Tidak didapatkan adanya keluhan selama kehamilan. Selama
hamil ibu tidak mengkonsumsi vitamin dan tablet besi.
F. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di dukun bersalin lahir spontan, langsung menangis
kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 9 bulan. Berat badan dan
panjang badan lahir tidak diukur.
G. Riwayat Post Natal
Tidak rutin ke posyandu tiap bulan untuk menimbang badan dan tidak
mendapat imunisasi.
H. Riwayat Imunisasi
Pasien tidak mendapat imunisasi.
I. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
BB dan PB lahir tidak diketahui. Umur sekarang 10 tahun, BB 19 kg, PB
135 cm.
Kesan : pertumbuhan tidak sesuai usia.
Perkembangan

Motorik kasar
Duduk tanpa pegangan
4

Berdiri dengan pegangan

Motorik halus
Memindahkan kubus
Mengambil 7 kubus

Bahasa
Papa/mama/tidak spesifik
Kombinasi silabel, Mengoceh

Personal sosial
Tepuk tangan, Menyatakan keinginan
Daag daag dengan tangan

Kesan : perkembangan sesuai usia.


J. Riwayat Nutrisi
Usia 0 6 bulan
Minum ASI eksklusif
Usia 6 bulan sekarang
Minum ASI sampai dengan usia 3 tahun kemudian dilanjutkan
dengan susu formula 2x sehari @ 1 gelas belimbing. Sebelum sakit
osteosarkoma, pasien mengonsumsi nasi dan lauk pauk seperti
telur, ayam, ikan, daging 2-3x sehari. Setelah sakit osteosarkomam
pasien makan bubur, nasi tim, telur, ayam, ikan, daging. Makan 3
kali sehari, diselingi biskuit, atau kue kira-kira 2 kali sehari.
Sampai sekarang tidak suka makan sayur-sayuran, tahu, dan tempe.
Kesan : kualitas dan kuantitas nutrisi kurang.
K. Pohon Keluarga

An.NC 10 tahun
III. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum

: Tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan

kurang.
B. Tanda vital
- Nadi
- Laju nafas
- Suhu
- TD
C. Kepala

: 116x/ menit, reguler, isi,dan tegangan cukup


: 36x/ menit, kedalaman cukup, reguler
: 37,6C (aksila)
: 110/70 mmHg
: Mesochepal, UUB cekung (-), rambut hitam,

D. Mata

rontok
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+), konjungtiva
anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

E.
F.
G.
H.

Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorok

(2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)


: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
: sekret (-/-)
: mukosa basah (+), sianosis (-)
: uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),

I.

Leher

tonsil T1-T1
: Kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak
meningkat

J.

Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Pulmo :
Inspeksi
: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar
: SIC V kanan
Batas paru-lambung
: SIC VI kiri
Redup relatif
: SIC V kanan
Redup absolut
: SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
(-/-)
Cor :
Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas
: SIC II LPSS
Kiri bawah
: SIC IV LMCS
Kanan atas
: SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (-)

K.

Abdomen
Inspeksi

:
: dinding perut sejajar dengan dinding dada
6

Auskultasi : bising usus (+) normal


Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan suprapubis (-), hepar dan lien tidak
teraba, turgor kulit kembali cepat, NKCV (+/-)
L. Anorektal
: hiperemis (-)
M. Ekstremitas :
Oedem
Akral Dingin
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
IV. Perhitungan Status Gizi
a) Secara Klinis
Gizi kesan buruk
b) Secara Antropometri
BB: 19 kg, TB: 135 cm, Usia: 10 tahun
BB/U = 19/33 x 100 % = 57,57% < p3 (severe underweight)
TB/U = 135/138 x 100 % = 97,83% p25 < TB/U < p50
(normoheight)
BB/TB = 19/31 x 100 % = 61,29 % <p3 (gizi buruk)
Kesimpulan: Gizi kesan buruk dengan severe under weight dan
normoheight menurut Antropometri CDC.
V. Resume
Pasien merupakan konsulan dari bagian onkologi anak dengan
osteosarkoma dengan kelaianan hasil laboratorium yang mengarah ke
infeksi saluran kemih. Pada saat diperiksa pasien tampak rewel. Ibu pasien
mengeluhkan anaknya demam (+) selama 5 hari, Demam dirasakan naik
turun, demam turun setelah diberi obat tapi kemudian naik kembali. Ibu
pasien juga mengeluhkan mual dan muntah (+), mual dan muntah
dirasakan terutama saat setelah pasien mengkonsumsi makanan. Keluhan
nyeri saat BAK (-), BAK terasa panas (-), anyang anyangan (-), sehari
ganti pampers 3 4x, warna kuning jernih. Keluhan BAB disangkal.

Saat dilakukan pemeriksaan pasien tampak sakit berat dan rewel.


Gizi pasien kesan kurang, HR: 116x/ menit. RR: 36x/ menit, t: 37.6C,
TD: 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan didapatkan NKCV (+/-), turgor
kulit kembali cepat, capillary refill time < 2 detik, arteri dorsalis pedis
teraba kuat.
VI.

Daftar Masalah
a. Demam 5 hari (t: 37.6oC per aksila)
b. Ibu pasien juga mengeluhkan mual dan muntah (+), mual dan muntah
dirasakan terutama saat setelah pasien mengkonsumsi makanan.
c. Anak rewel
d. Gizi kesan buruk dengan severe under weight dan normoheight menurut
Antropometri CDC
e. Riwayat osteosarkoma
f. Pemeriksaan fisik abdomen NKCV (+/-)

VII. Diagnosis Banding


Observasi febris ec dd ISK, DF, Typhoid
VIII. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium darah (12 Juni 2015)

Pemeriksaan

12/6/2015

Satuan

Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin

4.5

g/dl

10,5-12,9

Hematokrit

12

33-41

Leukosit

2.7

ribu/ul

5,5-17,0

Eritrosit

1.55

juta/ul

4,1-5,3

Trombosit

ribu/ul

150 450

INDEX ERITROSIT
MCV

78.5

/um

80,0- 96,0

MCH

29.1

Pg

28,0 33,0

MCHC

37.1

g/dl

33,0 36,0

RDW

18.9

11,6 14,6

HDW

3.0

g/dl

2.2 3.2

MPV

6.8

Fl

7,2 11,1

PDW

57

25 65

Eosinofil

0.20

0,00 4,00

Basofil

0.00

0,00 1,00

Neutrofil

57.60

29,00 72,00

Limfosit

29.70

60,00 66,00

Monosit

7.60

0,00 6,00

LUC/AMC

4.80

Billirubin total

2.80

mg/dl

0.00 1.00

Billirubin direk

1.00

mg/dl

0.00 0.30

Billirubin indirek

1.80

mg/dl

0.00 0.70

Creatinine

0.2

mg/dl

0.3 0.7

Ureum

30

mg/dl

<48

HITUNG JENIS

KIMIA KLINIK

Pemeriksaan Kultur Urine 9 Juni 2015


Selected Organism
Organism Quantity

Enterobacter cloacae ssp cloacae


>105 CFU/ml urine

Pemeriksaan urin rutin 11 Juni 2015


Pemeriksaan
Makroskopis
Warna
Kejernihan
Kimia Urin
Berat jenih
Ph
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Mikroskopis
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Epitel squamos
Epitel transisional
Epitel bulat
Silinder
Hyline
Granulated
Leukosit

IX.

Hasil

Satuan

Rujukan

Yellow
Cloudy
1.015
8.5
Negative
Negative
25
Normal
Negative
Normal
Negative
50

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
/ul

1.015-1.025
4.5-8.0
Negative
Negative
Negative
Normal
Negative
Normal
Negative
Negative

26,9
2.9

/ul
/LPB

0-8.7
0-12

0-1
-

/LPB
/LPB
/LPB

Negative
Negative
Negative

0
-

/LPK
/LPK
/LPK

0-3
Negative
Negative

/ul

Diagnosis Kerja
1. ISK ec Enterobacter cloacae
2. Gizi buruk tipe marasmik
3. Osteosarkoma
4. Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

X. Penatalaksanaan
1. Rawat inap bangsal onkologi anak
2. Diet bubur + susu 3x200 cc
3. IVFD D1/4 15 tpm

10

4.
5.
6.
7.

Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB = 500mg/8jam


Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
Injeksi ondansetron 4mg/8jam
Injeksi leucogen 100mg/24 jam

XI. Monitoring
1. KUVS per 8 jam
2. BCD per 8 jam
XII. Edukasi
Edukasi yang diberikan terhadap keluarga pasien adalah
1. Edukasi dan motivasi keluarga tentang penyakitnya
2. Jaga kebersihan (cuci tangan sebelum dan sesudah makan, sebelum dan
sesudah BAB dan BAK)
3. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering, makanan harus bersih dan dimasak.
4. Istirahat cukup
XIII. Prognosis
Ad vitam

: dubia ad malam

Ad sanam

: dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

11

FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 13 Juni 2015
S

: (-)

: keadaan umum tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan


kurang

Tanda vital : TD : 110/70 HR: 116 x/menit, RR: 37.6 x/menit, T: 37.6o C
Kepala
Mata

: mesocephal, UUB cekung (-)


: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik(-/-), reflek cahaya (+/+),

pupil isokor, mata cekung (-/-), air mata berkurang (-/-)


: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
: sekret (-/-)
: mukosa basah (+), sianosis (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak membesar
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi
: iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: sulit dievaluasi
Auskultasi
: bunyi jantung I-II interval normal, reguler, bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi
: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi
: dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-/-), hepar tidak teraba, lien tidak
Hidung
Telinga
Mulut

teraba, turgor kulit kembali dengan cepat, NKCV (+/-)


Ekstremitas :
Akral Dingin
Capillary refill time < 2 detik

Oedem
- - -

Arteri dorsalis pedis teraba kuat

12

Assesment:
1.
2.
3.
4.

ISK ec Enterobacter cloacae


Gizi buruk tipe marasmik
Osteosarkoma
Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

Terapi:
1. Rawat inap bangsal onkologi anak
2. Diet bubur + susu 3x200 cc
3. IVFD D1/4 15 tpm
4. Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB = 500mg/8jam
5. Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
6. Injeksi ondansetron 4mg/8jam
7. Injeksi leucogen 100mg/24 jam
8. Monitoring KUVS / 8 jam

13

Tanggal
14 Juni 2014
Subyektif Demam naik turun

15 Juni 2014
-

16 Juni 2014
-

16

Obyektif KU: tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan


kurang
Tensi
: 100/70mmHg
Respirasi : 28 x / menit
Nadi
: 90 x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36.4 C
Kepala : Mesochepal, UUB cekung (-), rambut
hitam, rontok
Mata
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek
cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok: uvula di tengah, mukosa faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar,
JVP tidak meningkat
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan
simetris kanan kiri
Pulmo:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+),
Auskultasi
suara
tambahan (-/-)
Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

KU: tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan


kurang
Tensi
: 110/70mmHg
Respirasi : 26x / menit
Nadi
: 12 x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36.5 C
Kepala : Mesochepal, UUB cekung (-), rambut
hitam, rontok
Mata
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek
cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok: uvula di tengah, mukosa faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar,
JVP tidak meningkat
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan
simetris kanan kiri
Pulmo:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+),
Auskultasi
suara
tambahan (-/-)
Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

17

KU: tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan


kurang
Tensi
: 100/ 60mmHg
Respirasi : 30 x / menit
Nadi
: 110x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36,8 C
Kepala : Mesochepal, UUB cekung (-), rambut
hitam, rontok
Mata
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek
cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok: uvula di tengah, mukosa faring hiperemis
(-), tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar,
JVP tidak meningkat
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris
kanan kiri
Pulmo:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat


Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal,
regular, bising (-).

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat


Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal,
regular, bising (-).

Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding
dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit kembali
cepat, NKCV (+/-)
Anorektal : hiperemis (-)
Ekstremitas :

Abdomen :
Inspeksi

Akral dingin:

Akral dingin:

Oedem:

: dinding perut sejajar dengan dinding


dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit kembali cepat,
NKCV (+/-)
Anorektal : hiperemis (-)
Ekstremitas :
Oedem:

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat


Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal,
regular, bising (-).
Abdomen :
Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan dinding


dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit kembali cepat,
NKCV (+/-)
Anorektal : hiperemis (-)
Ekstremitas :
Akral dingin:

-`

-`

-`

Oedem:

Pmx
Penunjan
g

18

Assesme
nt

ISK ec Enterobacter cloacae


Gizi buruk tipe marasmik
Osteosarkoma
Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

- ISK ec Enterobacter cloacae


- Gizi buruk tipe marasmik
- Osteosarkoma
- Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

Planning Terapi

Diet bubur + susu 3x200 cc


IVFD D1/4 15 tpm
Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB
500mg/8jam
Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
Injeksi ondansetron 4mg/8jam
Injeksi leucogen 100mg/24 jam
Monitoring KUVS / 8 jam

Diet bubur + susu 3x200 cc


IVFD D1/4 15 tpm
Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB
500mg/8jam
Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
Injeksi ondansetron 4mg/8jam
Injeksi leucogen 100mg/24 jam
Monitoring KUVS / 8 jam

19

ISK ec Enterobacter cloacae


Gizi buruk tipe marasmik
Osteosarkoma
Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

DL2 per 3 hari, ambil hasil USG, tunggu hasil kultur


darah (11/6/2015)
- Diet bubur + susu 3x200 cc
- IVFD D1/4 15 tpm
- Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB =
500mg/8jam
- Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
- Injeksi ondansetron 4mg/8jam
- Injeksi leucogen 100mg/24 jam
- Vit A 1x500 IU PO
- Vit D 1x0,25 mcg
- Vita E 1x100IU
- Vit K 1x2,5 mg
- Monitoring KUVS / 8 jam

Tanggal
17 Juni 2015
Subyektif Obyektif KU: tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan
kurang
Tensi
: 110/70mmHg
Respirasi : 26 x / menit
Nadi
: 115x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36.5 C
Kepala : Mesochepal, UUB cekung (-), rambut
hitam, rontok
Mata
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek
cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok: uvula di tengah, mukosa faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar,
JVP tidak meningkat
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan
simetris kanan kiri
Pulmo:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+),
Auskultasi
suara
tambahan (-/-)

18 Juni 2015
KU: tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan
kurang
Tensi
: 100/70mmHg
Respirasi : 24x / menit
Nadi
: 120 x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36.3 C
Kepala : Mesochepal, UUB cekung (-), rambut
hitam, rontok
Mata
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek
cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok: uvula di tengah, mukosa faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar,
JVP tidak meningkat
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan
simetris kanan kiri
Pulmo:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+),
Auskultasi
suara
tambahan (-/-)

20

19 Juni 2015
KU: tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan
kurang
Tensi
: 100/ 70mmHg
Respirasi : 28 x / menit
Nadi
: 110x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36,5 C
Kepala : Mesochepal, UUB cekung (-), rambut
hitam, rontok
Mata
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek
cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok: uvula di tengah, mukosa faring hiperemis
(-), tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar,
JVP tidak meningkat
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris
kanan kiri
Pulmo:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)

Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal,
regular, bising (-).

Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal,
regular, bising (-).

Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal,
regular, bising (-).

Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding
dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit kembali
cepat, NKCV (+/-)
Anorektal : hiperemis (-)
Ekstremitas :

Abdomen :
Inspeksi

Abdomen :
Inspeksi

Akral dingin:

Akral dingin:

Oedem:

: dinding perut sejajar dengan dinding


dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit kembali cepat,
NKCV (-/-)
Anorektal : hiperemis (-)
Ekstremitas :
Oedem:

Akral dingin:

-`

-`

Pmx
Rontgen thorak
Penunjan

: dinding perut sejajar dengan dinding


dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit kembali cepat,
NKCV (-/-)
Anorektal : hiperemis (-)
Ekstremitas :

DL2 per 3 hari (20/6/2015), tunggu hasil kultur darah (11/6/2015), ambil hasil rontgen thoraks (17/6/2015)

21

-`

Oedem:

g
Assesme
nt

ISK ec Enterobacter cloacae


Gizi buruk tipe marasmik
Osteosarkoma
Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

- ISK ec Enterobacter cloacae


- Gizi buruk tipe marasmik
- Osteosarkoma
- Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

Planning Terapi

Diet bubur + susu 3x200 cc


IVFD D1/4 15 tpm
Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB
500mg/8jam
Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
Injeksi ondansetron 4mg/8jam
Injeksi leucogen 100mg/24 jam
Vit A 1x500 IU PO
Vit D 1x0,25 mcg
Vita E 1x100IU
Vit K 1x2,5 mg
Monitoring KUVS / 8 jam

Diet bubur + susu 3x200 cc


IVFD D1/4 15 tpm
Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB
500mg/8jam
Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
Injeksi ondansetron 4mg/8jam
Injeksi leucogen 100mg/24 jam
Vit A 1x500 IU PO
Vit D 1x0,25 mcg
Vita E 1x100IU
Vit K 1x2,5 mg
Monitoring KUVS / 8 jam

22

ISK ec Enterobacter cloacae


Gizi buruk tipe marasmik
Osteosarkoma
Riwayat vomitus tanpa dehidrasi

DL2 per 3 hari, ambil hasil USG, tunggu hasil kultur


darah (11/6/2015)
- Diet bubur + susu 3x200 cc
- IVFD D1/4 15 tpm
- Injeksi Cefepime 25 mg/kgBB =
500mg/8jam
- Injeksi paracetamol 200mg/8jam IV
- Injeksi ondansetron 4mg/8jam
- Injeksi leucogen 100mg/24 jam
- Vit A 1x500 IU PO
- Vit D 1x0,25 mcg
- Vita E 1x100IU
- Vit K 1x2,5 mg
- Monitoring KUVS / 8 jam

Tanggal

20 Juni 2015

Subjektif

Obyektif

KU: tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan kurang


Tensi
: 100/60mmHg
Respirasi : 24 x / menit
Nadi
: 88x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36.0 C
Kepala : Mesochepal, UUB cekung (-), rambut hitam,
rontok
Mata
: Mata cekung (-/-), air mata (+/+), konjungtiva
anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok: uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar, JVP
tidak meningkat
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan
kiri
Pulmo:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
(-/-)
Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (-).
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, turgor kulit kembali cepat, NKCV (+/-)
Anorektal : hiperemis (-)
Ekstremitas :
Akral dingin:

Pmx Penunjang

-`
-

Rontgen thorak

Assesment

Planning

Oedem:

ISK ec Enterobacter cloacae


Gizi buruk tipe marasmik
Osteosarkoma
Riwayat 22
vomitus tanpa dehidrasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Konsensus Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada anak mengungkapkan
bahwa

ISK adalah ber umbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba

dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Bakteriuria ialah terdapatnya


bakteri dalam urin. Disebut bakteriuria bermakna bila ditemukannya kuman dalam
jumlah bermakna. Pengertian jumlah bermakna tergantung pada cara penganbilan
sample urin. Bila urin diambil dari cara mid stream, kateter tisasi urin, dan urine
collector, maka disebut bermakna bila ditemukan kumanm 10 5 CFU atau lebih
dalam setiap ml urin segar, sedangkan bila diambil dengan cara aspirasi
suprapubik, disebutkan bermakna jika ditemukan kuman dalam jumlah berapa
pun.10
Berdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi ISK simpleks dan
kompleks. ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI adalah terdapat infeksi pada
saluran kemih tetapi tanpa penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih.
ISK kompleks/ dengan komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada
saluran kemih disertai penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih
misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal, bulibuli neurogenik, dan sebagainya.5
Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah. ISK atas
adalah infeksi pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut sebagai
pielonefritis. ISK bawah adalah infeksi pada vesika urinaria (sistitis) atau uretra.
Batas antara atas dan bawah adalah vesicoureteric junction.1

B. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi ISK pada anak bervariasi sangat luas dan dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya adalah usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode
pengumpulan urin, kriteria diagnosis dan kultur. Umur dan jenis kelamin
merupakan faktor yang paling penting. Insidens tertinggi adalah pada satu tahun

pertama kehidupan yaitu sekitar 1%, kemudian menurun terutama pada anak lakilaki. Pada masa neonatus, bakteriuri ditemukan sebanyak 1% dan lebih banyak
pada bayi laki-laki (2-4 kali). Prevalens ISK pada bayi baru lahir kurang bulan
sekitar 2,9% sedangkan pada bayi cukup bulan sekitar 0,7%. ISK lebih sering
terjadi pada anak usia prasekolah yaitu sekitar 1-3% dibandingkan dengan usia
sekolah sekitar 0,7-2,3%. Selama masa remaja, baik perempuan maupun laki-laki
sama-sama berisiko tinggi mengalami ISK.2
Dalam suatu penelitian, insidens ISK pada 6 tahun pertama kehidupan
adalah sekitar 6,6% anak perempuan dan 1,8% anak laki-laki. Sedangkan pada 3
bulan pertama postnatal, ISK paling sering terjadi pada anak laki-laki terutama
yang belum disirkumsisi. Prevalens ISK pada anak perempuan usia 1-5 tahun
adalah 3% dan usia sekolah 1%, sedangkan pada anak laki-laki usia sekolah
0,03%.2
C. ETIOLOGI
Sekitar 50% ISK disebabkan Escherichia coli, penyebab lain adalah
Klebsiella, Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci, Proteus dan
Pseudomonas sp. dan bakteri gram negatif lainnya. Escherichia coli adalah
penyebab paling umum pada anak-anak, hingga 80%. Pada bayi baru lahir (0-28
hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah. Sedangkan setelah usia itu, ISK
umumnya terjadi dengan naiknya bakteri ke saluran kemih.

Staphylococcus

saprophyticus, Proteus mirabilis, Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini


mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih.
Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah beberapa bakteri yang
umumnya menginfeksi saluran cerna dan Candida albicans, jamur yang umumnya
menginfeksi pasien dengan kateter (kateter : semacam selang) pada saluran
kemihnya, kekebalan tubuh yang rendah, diabetes mellitus, atau pasien dalam
terapi antibiotik.

25

D. PATOFISIOLOGI
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari
mikroorganisme

atau

steril.

Infeksi

saluran

kemih

terjadi

pada

saat

mikroorganisme masuk kedalam saluran kemih dab berbiak didalam media urine.
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara: (1) Ascending, (2)
Hematogen seperti pada penularan M Tuberculosis atau S aureus, (3) limfogen,
dan (4) langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi.8
Hampir seluruh ISK terjadi secara asenden. Bakteri berasal dari flora feses,
berkolonisasi didaerah perineum dan memasuki kandung kemih melalui uretra.
Pada bayi, septikemia karena bakteri gram negatif relatif lebih sering, hal ini
mungkin disebabkan imaturitas dinding saluran pencernaan pada saat kolonisasi
oleh Escherichia coli atau karena imaturitas sistem pertahanan. Penyebaran secara
hematogen lebih sering terjadi pada neonatus. Infeksi nosokomial juga dapat
terjadi, biasanya disebabkan operasi atau intrumentasi pada saluran kemih.
Bakteri penyebab ISK yang paling sering ditemukan di praktek umum adalah E.
coli (lebih dari 90%), sedangkan yang disebabkan infeksi nosokomial (hospital
acquired) sekitar 47%.4

Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending kedalam saluran kemih, (1)


Kolonisasi kuman disekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke bulibuli, (3) Penempelan kuman pada buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter
ke ginjal
26

Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada anak


perempuan atau di preputium pada anak laki-laki. Kemudian bakteri masuk
kedalam saluran kemih mulai dari uretra secara asending. Setelah sampai di
kandung kemih, bakteri bermultiplikasi dalam urin dan melewati mekanisme
pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin. Pada keadaan normal papila
ginjal memiliki sebuah mekanisme anti refluks yang dapat mencegah urin
mengalir secara retrograd menuju collecting tubulus. Akhirnya bakteri bereaksi
dengan urotelium atau ginjal sehingga menimbulkan respons inflamasi dan timbul
gejala ISK.3,4
Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan
antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel
saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena
pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent meningkat.8
Mekanisme tubuh terhadap invasi bakteri terdiri dari mekanisme
fungsional,

anatomis

dan

imunologis.

Pada

keadaan

anatomi

normal,

pengosongan kendung kemih terjadi reguler, drainase urin baik dan pada saat
setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasi secara efektif. Pada tingkat seluler,
bakteri dihancurkan oleh lekosit polimorfo nuklear dan komplemen. Maka setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan normal tersebut dapat
menyebabkan risiko terjadinya infeksi.4
Pada anak perempuan, ISK sering terjadi pada usia toilet training karena
gangguan pengosongan kandung kemih terjadi pada usia ini. Anak mencoba untuk
menahan kencing agar tidak ngompol, dimana kontraksi otot kandung kemih
ditahan sehingga urin tidak keluar. Hal ini menyebabkan tekanan tinggi, turbulensi
aliran urin dan atau pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, kemudian
semuanya akan menyebabkan bakteriuria. Gangguan pengosongan kandung
kemih dapat terjadi pula pada anak yang tidak BAK secara teratur.3

27

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Faktor Pertahanan Host
Saluran kemih yang normal umumnya resisten terhadap invasi
oleh bakteri dan efisien dengan cepat menghilangkan mikroorganisme
yang mencapai kandung kemih. Urin dalam keadaan normal mampu
menghambat dan membunuh mikroorganisme. Faktor-faktor yang
dianggap bertanggung jawab termasuk pH rendah, ekstrem di
osmolalitas, konsentrasi urea tinggi, dan tingginya konsentrasi asam
organik. Pertumbuhan bakteri pada laki-laki terhambat oleh sekresi pada
prostat. Adanya bakteri di dalam kandung kemih merangsang berkemih,
dengan diuresis meningkat dan efisien pengosongan kandung kemih.
Faktor-faktor ini sangat penting dalam mencegah inisiasi dan penjegahan
infeksi kandung kemih. Pasien yang tidak mampu untuk membuang urin
sepenuhnya berada pada risiko lebih besar untuk mengalami infeksi.
Selain itu, pasien dengan jumlah urin sisa lebih sedikit dalam kandung
kemih mereka menanggapi dengan kurang menyenangkan dibandingkan
dengan pasien yang dapat mengosongkan kandung kemih mereka
sepenuhnya .Salah satu faktor virulensi penting dari bakteri adalah
kemampuan mereka untuk masuk ke sel epitel kemih, sehingga
Kolonisasi kemih saluran, infeksi kandung kemih, dan faktor
pyelonephritis.9
2.

Faktor Virulensi Bakteri


Organisme patogen memiliki perbedaan derajat patogenisitas
(virulensi), yang berperan dalam pengembangan dan beratnya infeksi.
Bakteri yang masuk epitel saluran kemih terkait dengan kolonisasi dan
infeksi. Mekanisme adhesi bakteri gram negatif, terutama E. coli,
berkaitan dengan bakteri fimbriae ini fimbriae adalah komponen
glikolipid pada sel epitel spesifik. Jenis yang paling umum dari fimbriae
adalah tipe 1, yang mengikat residu mannose dalam glikoprotein.

28

Glikosaminoglikan dan Tamm- protein Horsfall kaya residu mannose


yang berisi tipe 1 fimbriae. Selain itu sekretori IgA antibodi,
mengandung reseptor untuk tipe 1 fimbriae, yang memudahkan
fagositosis, tetapi mereka bukan reseptor untuk fimbriae P. faktor
virulensi lainnya adalah produksi hemolisin dan aerobactin. hemolisin
adalah protein yang diproduksi oleh bakteri sitotoksik menyebabkan lisis
berbagai sel, termasuk eritrosit, dan monosit. E. coli dan bakteri gram
negatif lainnya membutuhkan besi untuk metabolisme aerobik.
Aerobactin memfasilitasi mengikat dan menyerap zat besi oleh E. coli,
namun, makna dari patogenesis UTI masih belum diketahui.9
F. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, gejala ISK kompleks hampir sama dengan gejala ISK
simpleks. Tetapi pada ISK kompleks biasanya gejala sistemik lebih menonjol
yaitu demam dan loin tenderness disertai hitung bakteri yang tinggi (>
100.000 CFU/ml) dan adanya pus dalam urin. Derajat beratnya gejala dapat
bervariasi dari ringan sedang sampai berat. Pada bayi baru lahir gejala yang
timbul biasanya berupa gejala nonspesifik yaitu penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan, gelisah, muntah dan diare. Gejala yang lebih berat
dapat berupa letargis, kejang atau tanda sepsis seperti hipo- atau hipertermi.
Pada anak yang lebih besar gejala yang timbul dapat berupa gejala yang
mengarah pada saluran kemih seperti disuri, poliuri, urgensi nyeri perut dan
flank pain. Sedangkan gejala nonspesifik atau sistemik lebih jarang dan tidak
terlalu berat. Apabila infeksi disebabkan adanya obstruksi maka gejala yang
timbul adalah hipertensi, ginjal dan kandung kemih dapat teraba dan nyeri,
tanda-tanda syok, septikemia dan distensi abdomen.4
Pada masa neonates, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, hipotermia, tidak mau
minum, oliguria, irritable, atau distensi abdomen.
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam,
penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng,

29

kolik, muntah, diare, ikterus, dan distended abdomen. Pada palpasi ginjal,
anak merasa kesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai kejang.
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang
tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria,
disuria, urgency, frekuansi, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit
pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan.10
Anak yang tidak mendapat antibiotik pada gejala akut umumnya
berkembang menjadi kronis. Pada beberapa kasus anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala tetapi beberapa yang lainnya menunjukan demam
berulang, malaise dan gejala terlokalisir yang menetap yang tidak
terdiagnosis. Anak yang mengalami infeksi dan tidak dieradikasi dengan
antibiotik dapat mengalami ISK berulang dengan proporsi yang tinggi
umumnya akan mengalami rekurensi daripada relaps.4
Pada anak laki-laki rekurensi jarang terjadi lebih dari 1 tahun setelah
infeksi pertama. Penelitian yang dilakukan Winberg dkk, 23 % anak laki-laki
yang mengalami ISK pada tahun pertama kehidupan dapat terjadi rekurensi
dalam waktu 12 bulan dan hanya 3% terjadi setelah periode tersebut. Berbeda
dengan anak perempuan, rekurensi yang terjadi sebanyak 29% dan dapat
dialami pada usia periode follow up.4
G. KOMPLIKASI
1. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi
pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang
menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian bawah yang naik
ke ginjal melalui ureter.
Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi
dengan disertai menggigil, nyeri didaerah perut dan pinggang, disertai mual
30

dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala iritasi pada buli-buli yaitu


berupa disuria, frekuensi, atau urgensi.8
2. Abses ginjal, abses perirenal, dan abses pararenal
Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses
ini dibedakan dalam 2 macam yaitu abses korteks ginjal dan abses kortikomeduler. Abses korteks ginjal atau disebut karbunkel ginjal pada umumnya
disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman Stafilokokus aureus yang
menjalar secara hematogen dari fokus infeksi diluar sistem saluran kemih.
Abses perineral adalah abses yang terdapat didalam rongga perineral
yaitu rongga yang terletak diluar ginjal tetapi masih dibatasi oleh kapsula
Gerota, sedangkan abses pareneral adalah abses yang terletak diantara
kapsula Gerota dan peritoneum posterior. Abses perineral dapat terjadi
karena pecahnya abses renal kedalam rongga perineral; sedangkan abses
pararenal dapat terjadi karena: (1) pecahnya abses perineral yang mengalir
ke rongga pararenal atau (2) karena penjalaran infeksi dari usus, pankreas,
atau dari kavum pleura ke rongga pararenal.8
3. Sistitis Akut
Sistitis Akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering
disebabkan oleh infeksi bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini
terutama adalah E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus
yang masuk ke buli-buli terutama melalui ureta.
Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis dari pada pria karena
ureta wanita lebih pendek dari pada pria. Disamping itu getah cairan prostat
pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap
infeksi saluran kemih.
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan
(eritema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine, akan
mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan
gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri
31

didaerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan


menyebabkan hematuria.8
4. Prostatitis.
Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat
disebabkan oleh bakteri maupun non bakteria. Untuk menentukan
penyebab suatu prostatitis, diambil sample (contoh) urine dan getah
kelenjar prostat melalui uji 4 tabung sesuai yang dilakukan oleh Meares.8
5. Epididimitis
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada didalam bulibuli, prostat, atau uretra yang secara ascending. Menjalar ke epididimis.
Dapat pula terjadi refluks urine melalui duktus ejakulatorius atau
penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke epididimitis seperti
pada penyebaran kuman tuberkulosis.8
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Adanya riwayat sering ngompol, muntah, diare, gagal tumbuh, demam dengan
penyebab yang tidak jelas dapat terjadi pada anak dengan ISK. Informasi
mengenai bladder control, pola BAK dan pancaran air kencing juga penting
dalam diagnosis. Gejala poliuri, polidipsi dan penurunan nafsu makan
menunjukkan kemungkinan adanya gagal ginjal kronik, begitu pula dengan
adanya gejala pancaran air kencing lemah, teraba massa/benjolan atau nyeri pada
abdomen, menunjukkan kemungkinan suatu striktur atau katup uretra. Pada anak
sekolah gejala ISK umumnya terlokalisir pada saluran kemih yaitu disuri,
polakisuri dan urgensi.10 AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK
pada anak usia 2 bulan hingga 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab yang
jelas.6

32

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk
memeriksa adanya kondisi-kondisi yang dapat menjadi predisposisi terjadinya
ISK. Meliputi pemeriksaan fisik secara umum yang berhubungan dengan gejala
ISK misalnya demam, nyeri ketok sudut kosto-vertebral atau nyeri tekan supra
simfisis, teraba massa pada abdomen atau ginjal teraba membesar. dan
pemeriksaan neurologis terutama ekstremitas bawah. Pemeriksaan genitalia
eksterna yaitu inspeksi pada orifisium uretra (fimosis, sinekia vulva, hipospsdia,
epispadia), anomali pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada
saluran kemih dan adanya testis yang tidak turun pada prune-belly syndrome harus
dilakukan. Stigmata kelainan kongenital saluran kemih lain seperti: arteri
umbilikalis tunggal, telinga letak rendah, dan supernumerary nipples harus
diperhatikan.2,3,4
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Urinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria > 5/LPB atau
dipstick positif untuk lekosit) dan biakan urin adalah pemeriksaan yang penting
dalam penegakkan diagnosis ISK. Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin
yang sampelnya diambil dengan urin porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan
bakteri >100.000 koloni/ml urin dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan >
10.000 koloni tetapi disertai gejala yang jelas dianggap ISK.4,6 Cara pengambilan
sampel lain yaitu melalui kateterisasi kandung kemih, pungsi suprapubik dan
menampung urin melalui steril collection bag yang biasa dilakukan pada bayi.
Akurasi cara pengambilan urin tersebut memberikan nilai intepretasi yang
berbeda.6
b. Pencitraan
ISK kompleks beruhubungan dengan adanya kelainan anatomi dan fungsi
saluran kemih. Pencitraan dilakukan dengan tujuan untuk:

33

-Mendeteksi adanya kelainan struktural dan fungsional seperti obstruksi, RVU


atau gangguan pengosongan kandung kemih
-Mendeteksi akibat dini dan lanjut ISK
-Mendeteksi dan memonitor anak yang mempunyai risiko ISK
Terdapat beberapa kontroversi mengenai konsensus pemeriksaan pencitraan
dalam evaluasi ISK pada anak. Teknik pencitraan yang umum digunakan adalah
sebagai berikut.3,4
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk menggantikan
urografi
intravena sebagai skrining inisial, karena lebih cepat, non-invasif, aman, tidak
mahal, sedikit menimbulkan stres pada anak, dapat diulang untuk kepentingan
monitoring dan mengurangi paparan radiasi. Dengan pemeriksaan USG dapat
terlihat formasi parut ginjal, tetapi beberapa parut juga dapat luput dari
pemeriksaan karena pemeriksaan USG sangat tergantung dengan keterampilan
orang yang melakukan USG tersebut. Dan pemeriksaan dengan USG saja tidak
cukup, kombinasi dengan pemeriksaan foto polos abdomen dapat membantu
memberikan informasi mengenai ukuran ginjal, konstipasi, spina bifida occulta,
kalsifikasi ginjal dan adanya batu radioopak. Secara teori, obstruksi dan RVU
dapat mudah dideteksi, tetapi kadang-kadang lesi yang ditemukan dikatakan
sebagai kista jinak atau penyakit polikistik apabila pemeriksaan USG tersebut
tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologi.4
Urogafi Intravena
Urografi intravena adalah pemeriksaan saluran kemih yang paling sering
dilakukan apabila dicurigai adanya refluks atau parut. Dengan urografi intravena
dapat diketahui adanya duplikasi ginjal dan ureter, dimana sangat sulit dideteksi
dengan USG. Kelainan lain yang dapat pula dideteksi dengan urografi adalah
horseshoe kidney dan ginjal/ureter ektopik. Kekurangan urografi intravena adalah

34

kurang

sensitif

dibandingkan

Renal

Scintigraphy

dalam

mendeteksi

Pyelonephritis dan parut ginjal. Tingkat radiasi yang tinggi dan risiko dari reaksi
kontras juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan.4
I. PENATALAKSANAAN
Terapi ISK pada anak harus segera diberikan untuk mencegah kemungkinan
berkembang menjadi pielonefritis. Apabila gejala yang timbul berat, maka terapi
harus segera diberikan sementara menunggu pemeriksaan hasil biakan urin.
Apabila gejala ringan dan diagnosis meragukan, maka terapi dapat ditunda sampai
hasil biakan urin diketahui, dan pemeriksaan biakan dapat diulang apabila hasil
biakan pertama meragukan. Terapi inisial dengan trimethoprim-sulfamethoxazole
selama 3-5 hari efektif terhadap strain E. coli. Nitrofurantoin 5-7 mg/kgBB/hari
dibagi 3-4 dosis efektif untuk bakteri Klebsiella-Enterobacter. Amoksisilin 50
mg/kgBB/hari juga efektif sebagai terapi inisial.3,4
Pada anak dengan infeksi akut, immunocompromised atau usia kurang 2 bulan
dianggap menderita ISK kompleks sehingga untuk tatalaksana yang baik adalah
perawatan di rumah sakit untuk pemberian antibiotik intravena. Antibiotik yang
diberikan dapat seftriakson 50-75 mg/kgBB/hari maksimal 2 gram atau ampisilin
100 mg/kgBB/hari dikombinasikan dengan gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
Pemberian antibiotik intravena diberikan sampai keadaan anak secara klinis stabil
dan afebris selam 48-72 jam, kemudian antibiotik dapat dilanjutkan dengan
antibiotik oral sesuai dengan uji sensitivitas biakan urin. Lamanya pemberian
terapi masih kontroversi, untuk ISK kompleks atau anak usia kurang dari 2 tahun
diberikan selama 7-14 hari. Antibiotik oral golongan sefalosporin generasi ke-3
seperti sefiksim sama efektifnya dengan seftriakson intravena terhadap beberapa
bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas. Pemberian fluoroquinolone oral dapat
diberikan sebagai terapi alternatif untuk bakteri yang resisten terutama
Pseudomonas pada pasien usia lebih dari 17 tahun. Keamanan dan efikasi
pemberian siprofloksasin oral pada anak masih dalam penelitian. Pada beberapa

35

anak ISK dengan demam, pemberian injeksi seftriakson intramuskular loading


dose diikuti terapi oral sefalosporin generasi ke-3 dinilai efektif.2,3,4
Setelah pemberian terapi inisial 7-14 hari, dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik profilaksis jangka panjang sampai didapatkan hasil pemeriksaan
radiologis ginjal dan saluran kemih. Apabila dari pemeriksaan radiologis
didapatkan hasil yang normal maka antibiotik profilaksis dapat diberikan selama 6
bulan, tetapi apabila didapatkan kelainan maka dapat diberikan selama 1-2 tahun
atau lebih.4 Antibiotik profilaksis yang sering digunakan antara lain adalah
trimethoprim-sulfamethoxazole, trimethoprim atau nitrofurantoin dengan dosis 1/3
dosis terapetik satu kali/hari.4
Untuk tatalaksana pada anak dengan abses renal atau perirenal atau dengan
obstruksi saluran kemih dapat dilakukan tindakan bedah (misalnya drainase
perkutaneus) disamping pemberian antibiotik.

36

BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien merupakan pasien onkologi anak dengan osteosarkoma yang
dirawat sejak tanggal 30 April 2014. Pasien dikonsulkan ke bagian sub nefrologi
anak karena adanya kelainan hasil laboratorium harian. Pada kasus ini diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Dari anamnesis ditemukan demam selama selama 5 hari, naik
turun, batuk (-), pilek (-), mual (+), muntah (+), diare (-), BAK (+) warna kuning.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik NKCV (+/-). Pada pemeriksaan laboratorium
darah di rumah sakit diperoleh hasil berupa hemoglobin 4,5 g/dl, hematokrit 12
%, leukosit 2,7 ribu/ul, eritrosit 1,55 jt/ul, trombosit 7 ribu/ul, laboratorium urin
kimia klinik pH 8,5, protein 25 /ul, eritrosit 50 /ul, mikroskopis urin eritrosit
26,9 / ul.
Pada pemeriksaan kultur urin didapatkan Enterobacter cloacae ssp cloacae
>105 CFU/ml urine. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan kultur urine dapat
disimpulkan bahwa terjadi infeksi pada saluran kemih. Oleh karena itu diagnosis
kerja dari kasus ini adalah Infeksi saluran kemih ec Enterobacter cloacae. Secara
klinis pasien kurang memenuhi kriteria infeksi saluran kemih, dari hasil
anamnesis tidak didapatkan gejala khas seperti sakit waktu miksi, frekuensi miksi
meningkat, nyeri perut atau pinggang, polakisuria, dan urin yang berbau
menyengat. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak di dapatkan nyeri tekan
suprasimfisis. Pada pemeriksaan urinalisa disebut infeksi saluran kemih apabila
ditemukan proteinuria, leukosituria (leukosit > 5/LPB), hematuria (eritrosit >
5/LPB). Diagnosis pasti infeksi saluran kemih adalah dengan ditemukannya
bakteriuria yang bermakna pada pemeriksaan kultur urin, di dapatkan
pertumbuhan bakteri yang mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar
pancar tengah (midstream urine) pagi hari.
Penatalaksanaan pasien ini adalah di rawat inap di bangsal onkologi anak
karena osteosarkoma. Pasien ini memilik berat badan 19 kg, sehingga kebutuhan
cairan pasien berdasarkan rumus Darrow adalah 1450 cc/hari~1500cc/hari
sehingga tetesan makro = 15 tpm, dipilih cairan D1/4 untuk memenuhi kebutuhan
37

glukosa. Pasien juga diberikan Cefepime yang merupakan antibiotik injeksi


golongan sefalosporin generasi ke IV. Cefepime diberikan dengan dosis 25
mg/kgBB = 500mg/8jam karena berdasarkan hasil kultur urin, antibiotik ini
sensitif terhadap bakteri aerob gram negatif seperti enterobacter cloacae.
Pada pasien ini diberikan injeksi paracetamol 200mg/8jam IV.
Parasetamol digunakan sebagai antipiretik yang bekerja pada efek sentral.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostglandin dengan cara
menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhoidonat kelenjar
prostglandin terganggu. Injeksi ondansetron 4mg/8jam diberikan untuk mencegah
mual muntah yang disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi dan
operasi, mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang disebut
serotonin, jumlah serotonin dalam tubuh akan meningkat ketika menjalani
kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Serotonin akan bereaksi dengan reseptor
5HT3 yang berada diotak. Ondansetron akan bekerja secara sentral dengan cara
menghambat ikatan seortonin dan reseptor 5HT3.
Leukogen digunakan untuk menurunkan durasi neutropenia pada pasien
dengan tumor padat atau keganasan non mieloid selama menjalani kemoterapi
yang bersifat mielosupresif sitotoksik. Pada pasien ini diberikan injeksi leucogen
100mg/24 jam karena leukosit pasien 2,7 ribu/ul, monitoring KUVS / 8 jam
dilakukan untuk memantau keadaan pasien.
Pada tanggal 20 Juni 2015, di akhir perawatan pasien di bangsal, antibiotik
cefepime diganti dengan ciprofloxacin dosis 10mg/kgBB = 2x250mg PO.
Ciprofloxacin merupakan antiobiotik sintetik golongan kuinolon yang bekerja
dengan menghambat DNA gyrase. Ciprofloxacin efektif terhadap bakteri gram
negatif dan gram positif. Pengobatan antibiotik ciprofloxacin biasanya digunakan
untuk infeksi yang disebabkan oleh patogen yang peka terhadap ciprofloxacin
seperti ISK.

38

DAFTAR PUSTAKA

1.

Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H.


Tambunan T,Trihono PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi anak.
Jakarta: IDAI, 2002; 142-163

2. Raszka WV, Khan O. Pyelonefritis. Pediatrics in Review. 2003; 26: 364-9.


3. Elder JS. Urinary Tract Infections. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM,
Jenson HB,

penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17.

Philadelphia:WB Saunders, 2004;1785-94.


4. Jones VK, Asscher. Urinary Tract Infection and Vesicoureteral reflux.
Dalam: Edelman, Jr

CM. Pediatric Kidney Disease. Edisi ke-2.

Boston: Little brown Co.1992; 1943-91.


5. Azzarone G, Liewehr S, OConnor K. Cystitis. Pediatrics in Review. 2007;
28(12): 474-76.
6. American Academy of Pediatrics. Practice parameter. The Diagnosis
Treatmentand Evaluation of the Initial Urinary Tract Infection in
febrile infants and Young Children. Pediatrics 1999; 103: 1-12
7. Candice E, Johnson. New advances in childhood urinary tract infections.
Pediatrics in Review. 1999; 20(10): 335-42.
8. Purnomo, B Basuki, 2007 Dasar dasar urologi : CV Infomedika. Jakarta.
9. Dipiro, Joseph T (editor), 2005 Pharmacotherapy: A Pathophisiology
approach, 3rd edition, McGraw Hill, New York.
10.Pardede S, Tambunan T, Alatas H, Trihono P, Hidayati E. 2011. Konsensus
Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Badan penerbit IDAI: Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai