Anda di halaman 1dari 31

BAB Il

LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat Datang di RS Tanggal periksa No.CM II. ANAMNESA Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Februari 2013 A. Keluhan Utama : Nyeri di pinggang kanan B. Keluhan Tambahan : Mual C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RS Prof. dr. Margono Soekarjo pada tanggal 14 Januari 2013 pukul 22.30 WIB dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati. Nyeri pinggang dirasakan semakin memberat pada posisi berbaring dan terasa membaik bila pasien membungkuk. Selain nyeri pada pinggang kanan, pasien juga mengeluh mual mual. Pasien tidak kembung, muntah, diare, atau sulit BAB. Keluhan BAK (nyeri saat berkemih, kencing menetes, anyang-anyangan) disangkal, air kencing berwarna kuning jernih dan tidak pernah terdapat pasir atau batu. : Ny. S : 71 tahun : Perempuan : Islam : Ibu RT : Kembaran Wetan : Tanggal 14 Februari 2013 : Tanggal 16 Februari 2013 : 544489

Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien hanya mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit. Namun, karena rasa sakitnya tidak kunjung membaik, pasien memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. D. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya pada tahun 2008. Saat itu pasien memeriksakan dirinya ke RSU Purbalingga dan didiagnosis batu ginjal. Pasien hanya diberikan obat dan belum ada indikasi operasi. Riwayat minum obat-obatan tertentu sebelumnya disangkal, riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi, jantung, asam urat disangkal. Riwayat operasi sebelumnya juga disangkal E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung pada keluarga disangkal. Riwayat batu ginjal (+) diderita oleh kakak pasien. F. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan pasien Jamkesmas di ruang Kenanga. G. Personal Habit Pasien menyangkal suka minum jamu-jamuan, mengkonsumsi obat warung minuman berenergi dan vitamin C dosis tinggi. Pasien tidak memiliki kebiasaan minum teh dan kopi atau makan makanan yang asam dan pedas. Pasien mengaku bahwa dirinya jarang minum air putih. III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Seruni RSMS pada tanggal 16 Februari 2013. 1. 2. 3. b. d. 4. Keadaan umum Kesadaran Vital sign a.Tekanan darah Nadi Suhu Tinggi badan c.Pernapasan : 110/70 mmHg : 84 /menit reguler, isi cukup : 16 /menit; IGD: 24x/menit. : 36,5 C : 148 cm : Sedang : Compos mentis

5. 6. 7.

Berat badan Status gizi (IMT) Status generalis a.Pemeriksaan kepala 1)

: 47 kg : 21,5 (normoweight)

Bentuk dan kulit kepala

Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-), hematom (-), laserasi (-) 2) Rambut Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata. 3) Mata Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata kering (+), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3 mm. 4) 5) 6) 7) b. Telinga Hidung Mulut Kulit Wajah Pemeriksaan leher Discharge (-), ukk (-/-). Discharge (-), napas cuping hidung (-) Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-). Dalam batas normal Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (+), JVP R+2 cm. c.Pemeriksaan thorax Paru Inspeksi :Dinding dada simetris dan tidak tampak ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan kiri, retraksi intercostalis (-). Palpasi Perkusi : Vokal fremitus apeks dextra = sinistra Vokal fremitus basal dextra = sinistra : Sonor di seluruh lapang paru.

Batas paru-hepar SIC V LMCD. Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus Cordis tampak di SIV V 2 jari medial LMCS, pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-) : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, kuat angkat (-). : Batas atas kanan Batas atas kiri Batas bawah kanan Batas bawah kiri Auskultasi d. Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Hepar Lien e. Ekstremitas Superior Inferior Turgor kulit Akral Vertebrae f. Status vegetative BAK BAB Flatus : warna kuning,darah (-), keruh (-), kristal / pasir (-) : BAB (+) : (+) 4 : Edema (-/-) : Edema (-/-) : cukup : hangat : Tidak ada kelainan : SIC II LPSD : SIC II LPSS : SIC IV LPSD : SIC V 2 jari medial LMCS : Suara dasar vesikuler, RBH -/-, RBK -/-

: S1>S2, reguler, Gallop (-); Murmur (-).

Pemeriksaan abdomen : Datar : bising usus (+) normal : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok costo vertebrae (+) dextra. : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-) : tidak teraba : tidak teraba

8. Status Urologi Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi 9. : datar, venektasi (-) , sikatrik (-) : bising usus (+) normal : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok costo vertebrae (+) dextra. : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-) Status genitalia externa

Tidak diperiksa karena pasien menolak diperiksa IV. RESUME A. Anamnesis Pasien, wanita, usia 71 tahun, datang ke IGD RS Prof. dr. Margono Soekarjo dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati. Nyeri pinggang dirasakan semakin memberat pada posisi berbaring dan terasa membaik bila pasien membungkuk. Selain nyeri pinggang, pasien mengeluh mual. Kembung, muntah, gangguan BAB dan BAK disangkal. Pasien didiagnosis batu ginjal pada tahun 2008 namun tidak dioperasi. Riwayat penyakit diabetes, hipertensi, jantung, asam urat disangkal. Riwayat kebiasaan minum minuman berenergi dan vitamin C dosis tinggi disangkal, namun pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi air putih. B. Pemeriksaan Fisik

Status generalis Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : Tekanan darah = 110/70 mmHg Respirasi Nadi Suhu = 16 kali/menit = 84 kali/menit, isi dan tekanan penuh = 36,5 oC

Status lokalis: Regio abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Hepar Lien Status vegetative BAK BAB Flatus : warna kuning, darah (-), keruh (-), kristal / pasir (-) : BAB (+) : (+) : datar : bising usus (+) normal : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok costo vertebrae (+) dextra. : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-) : tidak teraba : tidak teraba

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium tgl 15/12/2013: Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV Hitung jenis leukosit Basofil Eosinofil Batang Segmen : 0,0 : 1,1 (L) : 0,00 (L) : 60,1 (H) : 14,8 g/dl : 7040 /uL : 43 % : 5,2 x 106/uL : 214.000/ uL : 83,1 % : 28,7 pg : 34,5 % : 13,6 % : 9,8 fL Kimia Klinik SGOT SGPT Ureum Darah Kreatinin Darah Glukosa sewaktu 6 : 39 (H) : 39 : 33,5 : 0,89 : 85 Pemeriksaan Darah Lengkap:

Limfosit Kimia PT pHAPTT Leukosit Eritrosit : 6,8

: 26,4 (L) Sedimen Eritrosit Leukosit Epitel Bakteri : 2 5 (H) : 1 5 (H) : 1 3 (H) : +2 (H)

Pemeriksaan urinalisis: (H) Monosit : 12,1 : 12,3 : 28,3 : 75 (H) : 50 (H)

b.

Foto BNO AP

Kesan: Tampak opasitas batas tegas ukuran sekitar 1,5 x 2 cm pada paravertebra kanan setinggi L II Kesimpulan: Nefrolithiasis ginjal kanan c. Pemeriksaan USG Pada ginjal kanan tampak lesi hiperekoik disertai accoustic shadow dengan ukuran sekitar 1,09 cm. Kesan: nefrolithiasis ginjal kanan.

VI. DIAGNOSIS KERJA Nefrolithiasis dextra VII. PENATALAKSANAAN a. Medika mentosa IVFD D5% 20 TPM Omeprazole 2 x 1 tab Kaltrofen supp (ekstra) b. Operatif : pyelolitectomy dextra VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam : dubia Ad bonam : dubia Ad bonam

Ad fungsionam : dubia Ad bonam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).

B.

Etiologi Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya. 1. Faktor Intrinsik a. Heriditer/ Keturunan Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan misalnya Asidosis tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal atau kehilangan HCO3 dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik. Riwayat BSK bersifat keturunan, menyerang beberapa orang dalam satu keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan BSK antara lain: i. Dents disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi vitamin D sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat hiperkalsiuria, proteinuria, glikosuria, aminoasiduria

dan fosfaturia yang akhirnya mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal. ii. Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air kemih rendah, hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis. b. Umur BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh oleh RS. Kariadi Semarang, frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan enam. c. Jenis kelamin Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada lakilaki lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1. Serum testosteron menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati. Rendahnya serum testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan rendahnya kejadan batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak. 2. Faktor Ekstrinsik a. Geografi Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. b. Iklim dan temperatur Orang yang tinggal di daerah dengan iklim hangat dan

banyak mengeluarkan keringat diduga lebih memiliki risiko untuk menderita BSK karena perbandingan antara substansi dalam urin dibandingkan berat jenis air lebih dominan sehingga dapat mempermudah pembentukan batu. c. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

10

d.

Diet Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah

terjadinya penyakit batu saluran kemih. e. Pekerjaan Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktifitas atau sedentary life style. C. Patogenesis Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah: 1. Teori Nukleasi Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih. Sebagai contoh, saat terjadi suatu keadaan hiperurikosuria (kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24jam), maka kadar asam urat yang berlebih dalam urin ini dapat bertindak sebagai inti untuk terbentuknya batu kalsium oksalat 2. Teori Matriks Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai kerangka yang terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu. Matriks organik terdiri atas serum/protein urine sebagai kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu. 3. Penghambatan kristalisasi Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan 11

beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain: 1. Glikosaminoglikan (GAG) 2. Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid 3. Nefrokalsin 4. Osteopostin. D. Klasifikasi Batu I. Berdasarkan Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amoniumfosfat (MAP) (15%), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%). a. Batu Kalsium Banyak dijumpai pada laki-laki. Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang berikatan dengan oksalat maupun fosfat.

Gambar 1. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat.

12

Etiologi : 1. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain : a. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi kalsium melalui usus. b. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal. c. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid. 2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus pasca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam. 3. 4. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam. Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi kalsium berikatan dengan oksalat atau fosfat. Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazid dalam waktu lama. 5. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga mencegah ikatan kalsium oksalat.

13

2. Batu Struvit Dijumpai sekitar 10-15%. Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Sering pada wanita akibat ISK oleh bakteri yang menghasilkan urease. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH urin menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada reaksi : CO(NH2)2 + H2O 2NH3 + CO2 Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP).

Gambar 2. Gambaran bentuk batu struvit. Bersifat radioopak. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas , Yersinea, Haemophilus dan Stafilokokus. E.coli bukan termasuk pemecah urea.

3. Batu asam urat

14

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.

Gambar 3. Gambaran bentuk batu asam urat. Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mendapatkan penyakit ini. Asam urat relatif tidak larut dalam urin, sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah : 1. urin yang terlalu asam (pH urin < 6), 2. volume urin yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi, 3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi (biasanya 25% pada penderita gout). Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali keluar spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga harus dibedakan dengan bekuan darah.

4. Batu jenis lain

15

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase.

Gambar 4. Gambaran bentuk bati sistin.

II.

Berdasarkan Lokasi a. Batu Ginjal (Nefrolithiasis) Batu terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, sehingga disebut batu staghorn. Kelainan dan obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.

Gambar 5. Batu ginjal Gejala klinis: 16

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada : posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Batu di dalam ginjal atau saluran kemih yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan dapat keluar sendiri bersama air seni. Tetapi batu yang lebih besar dapat menimbulkan hambatan atau bahkan sumbatan aliran air seni. Jika hal ini terjadi maka akan timbul berbagai macam gejala, yang antara lain : o Rasa nyeri yang berat dan tiba-tiba di daerah pinggang yang menjalar sampai pangkal paha. Rasa nyeri tidak berkurang walaupun penderita mencoba posisi posisi tertentu, misalnya berbaring, membungkuk, dll. Penderita biasanya harus menggeliat menahan sakit. Bahkan karena rasa sakit yang amat sangat, seringkali penderita basah kuyup oleh keringat. o o Biasanya ada keluhan mual dan muntah. Walaupun tidak selalu, kadang kala dijumpai darah pada air seni. Hal ini terjadi karena batu mengiritasi saluran kemih sehingga menimbulkan luka. o o o Perasaan terbakar di saluran kemih saat kencing. Rasa sangat ingin kecing. Demam. Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli. Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam urat, batu struvit dan batu sistin.

b. Batu Ureter (Ureterolithiasis)

17

Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal) dan komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang diputuskan. Misalnya cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau melakukan intervensi aktif. Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah. Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan melakukan tindakan aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan dilakukan. Gejala: o Nyeri mendadak di perut kanan dan kiri tergantung letak batu. Nyeri dapat bersifat kolik hebat sehingga penderita berteriak atau berguling. Kadang-kadang nyeri perut terusmenerus karena peregangan kapsul ginjal. Biasanya nyeri dimulai di daerah pinggang kemudian menjalar ke arah testis, disertai mual dan muntah, berkeringat dingin, pucat dan dapat terjdai renjatan. o o Hematuria Nyeri ketok costovertebral

18

c. Batu Kandung Kemih (Vesikolithiasis) Batu vesika urinaria adalah suatu keadaan ditemukannya batu di dalam vesika urinaria. Pada anak 75% ditemukan di bawah usia 12 tahun dan 57% pada usia 1-6 tahun.

Gambar 6. Gambaran bentuk batu vesika urinaria Etiologi Berasal dari batu ginjal atau ureter yang turun, akibat statis pada striktur uretra, kontraksi leher buli-buli, sistokel, bulineurogenik dan divertikel, infeksi traktus urinarius, hiperparatiroid atau adenoma paratiroid, diet yang banyak mengandung kalsium dan oksalat. Gejala o Rasa nyeri waktu miksi (disuria, stranguria), dirasakan refered pain pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. o o o o Hematuria diserta urine yang keruh Pancaran urine tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada perubahan posisi Polakisuria (sering miksi) Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis, menarik-narik penis, miksi mengedan sering diikuti defekasi atau prolapsus ani. d. Batu Uretra Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada 19

keadaan stasis urin yang kronis dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra. Insidensi terjadinya batu uretra hanya 1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih. Komposisi batu uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga batu uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior. Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran mengecil atau retensi urin. Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Nyeri dirasakan pada glands penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau rectum. E. Komplikasi Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent. Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi. Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada

20

beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini. Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL. Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%. Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak. Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman

21

penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka. F. Prognosis Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator. G. Penatalaksanaan Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain : 1. Terapi Konservatif Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi

22

bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa : Minum banyak 2.5 - 3.5 liter Hiperkalsuria : pemberian diuretikatiazid seperti hidrokortiazid perhari 25-50mg, dan diit rendah kalsium. Batu infeksi: antibiotika Hiperurisemia : pemberian allopurinol 100 sampai dengan 300 mg/hariAllopurinol merupakan obat yang menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang mengubah hipoxantin menjadi asam urat. Analgesik berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas COX yang bertanggung jawab dalam sintesis prostaglandin (PGD) sebagai mediator nyeri. Bermanfaat dalam mengatasi kolik ginjal, contoh obat yang diberikan Ketorolac dan Ibuprofen. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat menekan peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif. Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi. 2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi

23

baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.

Gambar 7. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang. ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara invitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan

24

dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh. ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

25

3.

Endourologi Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.10 Beberapa tindakan endourologi antara lain: a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.

26

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli), dan pecahan batu dikeluarkan mengunakan evaltor. c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Pada prosuder ini suatu endoskopi semirigid atau fleksibel dimasukkan kedalam ureter lewat buli-buli dibawah anastesi umum atau regional. Dilakukan bila>4mm sampai 15 mm - Ukuran batu 4mm dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif, intractable pain dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi kolik. Dan seringkali diperlukan pemasangan stent ureter setelah prosedur ini, untuk mencegah spasme dan udem pada ureter. d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia). 4. Bedah Terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun. Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,

27

ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderitapenderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar. 5. Pemasangan Stent Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted). Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih ratarata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. H. Pencegahan Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa : 1. 2. 3. 4. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter per hari. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu. Aktivitas harian yang cukup. Pemberian medikamentosa. Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah: 1. 2. 3. 4. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam. Rendah oksalat. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri. Rendah purin. KESIMPULAN

28

1. Kasus berupa wanita 71 tahun, keluhan nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati, melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja nefrolithiasis dextra. 2. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu medikamentosa IVFD D5% 20 tpm, Omeprazole 2 x 1 tab , Kaltrofen supp pyelolitectomy dextra 3. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi, disebabkan oleh faktor intrinsik dan ektrinsik, dapat berbahan dasar oksalat, fosfat, sistin, xantin serta urat. 4. Pembentukan batu didasarkan pada teori nukleasi, teori matrix, penghambatan kristalisasi, teori supersaturasi, Teori Presipitasi-kristalisasi, teori epitaksi. 5. Batu staghorn merupakan batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, terjadi pada keadaan infeksi saluran kemih berdasarkan teori matriks calculi dan teori nano bakteri. 6. Komplikasi urolitiasis dibagi dua, komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut misalnya avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, urinoma, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent. Komplikasi jangka panjang misalnya striktur ureter. Serta obstruksi yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis. (ekstra), serta terapi Operatif

29

DAFTAR PUSTAKA Alon, U.S. 2008. Medical treatment of pediatric urolithiasis. Pediatr Nephrol 2009 November; 24 (11): 2129-2135 Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition. Anonim. Batu Saluran Kemih. Universitas Sumatera Utara USU digital library . Fakultas Kedokteran

Bahdarsyam . 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran Kemih Bagian Atas. USU digital library . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Benninghoff, A. 1993. Makroskopische anatomie, embryologie und histology des Menschen (Translated by dr. med. Dirk Manski) . Munchen; Wien; Baltimore : Urban und Schwarzenberg. Emedicine. 2011. Staghorn and Struvit stone. Retrieved at www.emedicine.com. Diakses tanggal 8 Desember 2012. Kim,S.C, Coe, F.L, Tinmouth W et al. 2005. Stone Formation Proportion To Papier Surface Coverage By Randalls Plaque. J. Urol 2005, 173(1). Lina,N. 2008. Faktor Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki Laki (Studi Kasus di RS Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang). Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang 2008. Maragela, M., Vitale,C., Petrulo,M. et al. 2008. Renal Stone from Metavolic to Phsycochemical Abnormalisies, How Useful are Inhibitor. J. Nephrol. 2009; 13: S51-S60 Menon,M., Resnick, Martin,I. 2002. Urinary lithiasis : etiology and endourology, in Chambells urology, 8th ed, Vol 14. W.B. Saunder Company, Philadelphia, 2002 : 3230-3292. Pahira,J.J., Razack,A.A. 2001. Nephrolithiasis ; Clinical Manual of Urology. Mc Graw Hill Purnomo, B.B. 2003. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dalam Dasar Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto Purnomo, B.B. 2003. Batu Saluran Kemih. Dalam Dasar Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto

30

Silbernagl, S. and Lang,F. 2007. Ginjal, Keseimbangan Garam dan Air. Dalam Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Sjamsuhidajat,R., de Jong,W. 2008. Bab 32 : Saluran Kemih Dan Alat Kelamin Laki. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Stoler,M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, J.P. 2004. The Primary Stone Event : A New Hypothesis Involving A Vascular Ethiology. J. Urol 2004. 171 (5) William,D.M. 1990. Clinical and Laboratory Evaluation of Renal Stone Patients. Dalam Endocrinology and Metabolism Clinic of North America. W.B. Saunders : Philadelphian.

31

Anda mungkin juga menyukai