Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS SEORANG PEREMPUAN 61 TAHUN DENGAN KELUHAN LUKA DI KAKI KANAN

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh : Idha Kurniasih H2A008025 Pembimbing : dr. Zulfahmi Wahab, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TUGUREJO SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013

II. DAFTAR MASALAH Tanggal AKTIF Tanggal 14/05/2013 INAKTIF 1. Pola makan

14/05/2013 1. Ulkus diabetikum grade II 2. Dispepsia 3. Diabetes Mellitus tipe 2 4. Hipertensi grade I 5. Anemia normositik normokromik 6. Trombositosis 545 7. Hipoalbumin 2,4 8. Hipocloremi 9. Hiponatremi 10. Leukositosis

kurang terjaga
2. Kurang

menjaga

kebersihan kaki

III. STATUS PENDERITA

I.

IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Agama Bangsal No RM Tanggal Masuk : Ny. Ngatemi : 61 tahun : Perempuan : Mijen RT 1 RW 2 Mijen Semarang : tidak bekerja : Islam : Mawar : 191756 : 5 Mei 2013

II.

ANAMNESA Anamnesis dilakukan di bangsal mawar tanggal 14 Mei 2013 pukul 14.00 secara autoanamnesis dan alloanamnesis a. Keluhan Utama : Luka di telapak kaki kanan

b. Riwayat Penyakit Sekarang 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh timbul luka di kaki kanannya. Awalnya luka hanya berupa lubang kecil di selasela jari kelingking, lama- lama luka menjadi lebih besar, lebih dalam, membengkak dan bernanah. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada luka. Pasien mengaku kaki tidak terkena barang tumpul maupun tajam sebelumnya, sehari- hari pasien menggunakan kaos kaki. Pasien mencoba mengobati lukanya dengan betadine tapi luka tidak kunjung sembuh. Sebelumya pasien sering merasakan kesemutan pada kedua kakinya. 10 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh perut terasa mual, lemas, perut terasa perih dan terbakar terutama pada ulu hati yang dirasakan sedikit membaik setelah makan. Pasien juga merasakan badan terasa menggigil. Kurang lebih 10 tahun yang lalu pasien mengeluh sering haus, sering merasa lapar dan sering kencing, kemudian pasien juga mengeluh berat badannya terus

menurun, lalu pasien memeriksakan diri ke RSUD Tugurejo, dan dikatakan bahwa pasien memiliki penyakit gula dan dianjurkan untuk rutin meminum obat. Saat masuk rumah sakit pasien memeriksakan diri di poli RSUD Tugurejo, pasien mengeluh luka pada kaki tidak kunjung sembuh sejak 1,5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual dan badan semakin lemas. Pasien hanya makan sedikit, tidak muntah, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien mengaku badan masih sering menggigil. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap. c. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : disangkal - Riwayat Hipertensi : (+) sejak tahun 2008, berobat

rutin setiap bulan di RSUD Tugurejo - Riwayat Diabetes Mellitus : (+) sejak tahun 2003, berobat

rutin setiap bulan di RSUD Tugurejo - Riwayat Penyakit jantung - Riwayat asma - Riwayat Penyakit maag - Riwayat luka sukar sembuh - Riwayat Alergi obat - Riwayat operasi d. Riwayat Penyakit Keluarga - Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini - Riwayat Hipertensi - Riwayat Diabetes Mellitus - Riwayat Asma - Riwayat Penyakit jantung e. Riwayat kebiasaan : Riwayat merokok Riwayat minum alkohol Riwayat olahraga : disangkal : disangkal : disangkal :disangkal. :diakui, ibu pasien : disangkal :disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

f.

Riwayat makan : sehari 3 (tiga) kali, konsumsi makanan manis dan asin (+) Riwayat memakai sandal : diakui Riwayat menggunting kuku : 2 minggu sekali

Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah seorang Ibu rumah tangga dengan 2 orang anak. Pasien tidak bekerja. Biaya kesehatan ditanggung oleh jamkesmasnas.

g.

Riwayat Gizi Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur tiga hingga empat kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe, terkadang daging, telur dan ikan. Jarang mengkonsumsi buah-buahan. Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun,makan dalam jumlah sedikit. Pasien sering mengkonsumsi makanan asin dan manis, pasien belum menjaga pola makannya.

III. ANAMNESIS SISTEM Keluhan utama Kepala : : luka di telapak kaki kanan Sakit kepala (-), pusing (-), nggliyer (-), jejas (-), leher kaku (-) Mata : Penglihatan kabur (+), pandangan ganda (-), pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-). Hidung Telinga : : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-) Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-). Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-). Tenggorokan Sistem respirasi : : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-). Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-) Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (+) 4

Sistem gastrointestinal :

Mual (+), muntah (-), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun (+), BB turun (+).

Sistem muskuloskeletal : Sistem genitourinaria :

Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-) Sering kencing (+), nyeri saat kencing (-), keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih, anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-).

Ekstremitas: Atas

Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar eritema ()

Bawah jari

Luka (+) di pedis dextra, gemetar (-), ujung kaki (-), sakit sendi (-),

dingin (-), kesemutan di

bengkak (-) kedua kaki Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (+), mengigau (-), emosi tidak stabil (-) Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (+), gatal (-), bercak merah kehitaman di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-) IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 : A. Keadaan Umum : tampak lemas B. Kesadaran C. Vital sign : Compos mentis :T N R S Tinggi badan Berat badan Status Gizi : 140/80 mmHg : 88 x/menit isi dan tegangan cukup : 20 x/menit : 37,1 C

: 150 cm : 54 kg : normoweight

D. Kepala mudah rontok E. Mata

: Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak

: Conjunctiva Palpebra Anemis (+/+), Sclera

Ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+) F. Telinga G. Hidung H. Mulut I. Kulit J. Leher : discharge (-), napas cuping hidung (-) : secret (-) : lidah kotor (-), pernapasan mulut (-) : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-) : JVP tidak meningkat, pembesaran kelanjar

getah bening (-), deviasi trakea (-) K. Thorak i. Jantung Inspeksi : ictus codis tampak Palpasi : kuat angkat, teraba 2 jari, ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavikul, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-) Perkusi Kanan jantung Atas jantung : ICS 4 linea parasternalis dextra : ICS 2 linea parasternal sinistra

Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra Kiri jantung : ICS 5, 2 cm medial linea

midclavicula sinistra Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-) Kesan : normal Paru-paru Depan Dextra Sinistra

I: Simetris, retraksi dinding dada I: Simetris, retraksi dinding (-) Pal :Stem fremitus kanan = kiri dada (-) Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan Aus: suara dasar vesikuler, suara paru tambahan : wheezing (-), ronchi(-) Aus: suara dasar : Suaravesikuler, dasar : Vesikuler

suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-) Belakang I: Simetris, retraksi dinding dada I: Simetris, retraksi dinding (-) Pal :Stem fremitus kanan = kiri dada (-) Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan Aus: suara dasar vesikuler, suara paru tambahan : wheezing (-), ronchi(-) dasar tambahan ronchi(-) Depan SDV Belakang Aus: suara vesikuler, : wheezing suara (-),

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : datar

RBH, (-), SDV melemah

: BU (+) N : Supel, NT (+) epigastrium, Hepar : tidak teraba, Lien : tidak teraba, Tes undulasi (-)

Perkusi 1. Ekstremitas

: Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)

Superior Akral dingin Edema Sianosis Ulkus Pulsasi (-/-) (-/-) (-/-) (-/-) arteri -

Inferior (-/-) (-/-) (-/-) (-/+) (+N /)

dorsalis pedis Pucat (-/-) (-/-)

Status Lokalis : Inspeksi : terdapat dua buah luka terbuka di kaki kanan, luka pertama pada telapak kaki dengan panjang 8 (delapan) sentimeter lebar 4 (empat) sentimeter. Terdapat jari nekrose berwarna hitam pada jari kelingking pasien, mengenai lapisan dermis, epidermis, tidak mencapai tendo kaki dan tulang. Luka bernanah. Luka kedua pada punggung kaki kanan dengan panjang 7 (tujuh) sentimeter lebar 4 (empat) sentimeter, luka mengenai epidermis, dermis dan tendo. Luka bernanah Palpasi : perabaan hangat pada kulit (+), krepitasi (-), pulsasi arteri dorsalis pedis melemah pada kaki kanan.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin 5 Mei 2013 Pemeriksaan Lekosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Hasil H 30,25 L 3,52 L 9,60 L 28,90 82,18 27,38 33,20 Nilai Normal 3,8 10,6 4,4 5,9 13,2 17,3 40 52 80 100 26 34 32 36

Trombosit RDW Eosinofil absolute Basofil absolute Neutrofil absolute Limfosit absolute Monosit absolute Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit b. Kimia Klinik (Serum) Pemeriksaan GDS SGOT SGPT Kalium Natrium Albumin c. Sero-imun (Serum) HbsAg non-reaktif d. EKG

H 577 12,20 L 0,04 0,01 H 26,50 1,48 H 1,72 L 0,10 0,00 H 87,70 L 6,50 3,30

150 440 11,5 14,5 0,045 0,44 0 0,02 1,8 8 0,9 5,2 0,16 1 24 01 50 70 25 40 28

Hasil 285 11 11 L 3,7 L 129 L 2,4

i. ii. iii. iv. v.

Ritme Frekuensi Regularitas Axis Gel P kecil normal

: Normo sinus : 1500/16 = 94 x/menit : Reguler : Lead I (+), AVF (+) : lebar = 2 kotak kecil, tinggi = 1 kotak : 4 kotak kecil normal RSR di V1 dan V2

vi. vii.

Interval PR

Kompleks QRS: 1 kotak kecil normal

viii. Kesan

Segmen ST : normo-sinus

: di garis isoelektris

VI. DAFTAR ABNORMALITAS Anamnesis 1. luka di kaki kanannya. 2. perut terasa mual, 3. nyeri ulu hati 4. badan lemas 5. badan terasa menggigil 6. sering haus, sering merasa lapar dan sering kencing, 7. berat badannya terus menurun pemeriksaan fisik 8. Tekanan darah 140/80 mmHg 9. Conjungtiva palpebra anemis 10. Nyeri tekan epigastrium 11. Ulkus pedis dextra 12. Pulsasi dorsalis pedis menurun 10

Pemeriksaan penunjang 13. Leukosit H 30,25 14. Hb L 9,60 15. Ht L 28,90 16. eritrosit L 3,52 17. trombosit H 577 18. eosinofil L 0,10 19. neutrofil H 87,70 20. limfosit L 6,50 21. Natrium L 129 22. chlorida L 94 23. Albumin 2,4 24. GDS H285

VII. RESUME Seorang perempuan berusia 61 tahun, datang poli RSUD Tugurejo dengan keluhan Luka di telapak kaki kanan. pasien mengeluh luka pada kaki tidak kunjung sembuh sejak 1,5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual dan badan semakin lemas. Pasien hanya makan sedikit, tidak muntah, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien mengaku badan masih sering menggigil. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap. Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas, terdapat ulkus pada kaki kanan, pulsasi arteri dorsalis pedis melemah. Pada darah rutin didapatkan: Leukosit H 30,25, Hb L 9,60, Ht L 28,90, eritrosit L 3,52, trombosit H 577, eosinofil absolut L0,04, netrofil absolut H26,50, monosit absolut 1,72 H, eosinofil L 0,10, neutrofil H 87,70, limfosit L 6,50, Natrium L 129, chlorida L 94, GDS 285. Pada hasil EKG didapatkan: normo-sinus

11

ANALISIS DAN SINTESIS 1. Abnormalitas 1,11, 12, 13, 18,19,20ulkus diabetikum grade II 2. Abnormalitas 2,3,4,5 ,7,10,13,21,22 dispepsi 3. Abnormalitas 6,7,23,24 diabetes mellitus type II 4. Abnormalitas 8hipertensi grade I 5. Abnormalitas 4,9,14,16anemia ringan normokromik normositik DAFTAR PROBLEM 1. Ulkus diabetikum grade II 2. Dispepsi 3. Diabetes mellitus type II 4. Hipertensi grade I 5. Anemia ringan normokromik normositik

VIII. Rencana Pemecahan masalah Problem : ulkus diabetikum grade II Ass. Komplikasi :Infeksi Ass. Etiologi Terdapat tiga factor sebagai latar belakang /yang berperan untuk terjadinya ulkus diabetikum yaitu : angiopati, neuropati, dan infeksi

Grade 0 1 2 3 4

ipDx: menentukan derajat ulkus dengan menggunakan tabel klasifikasi wagner Tabel Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi Wagner Lesi Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin terdapat deformitas kaki seperti : claw, kalus, hallux, valgus, dll Ulkus superficial dan terbatas di kulit Ulkus dalam, tembus kulit sampai ke tendon, ligament, kapsul sendi, atau fasia bagian dalam tanpa abses atau osteomyelitis Ulkus dalam dengan atau abses, osteomielitis, sepsis sendi Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian distal dengan atau tanpa

12

5 -

selulitis Gangrene luas seluruh kaki Ulkus grade II Terdapat beberapa jenis pemeriksaan diantaranya, Angiografi, Doppler Ultrasonik, Platismografi (pulse volume recording), Oksimetri ranskutan, Doppler Laser, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Angiografi Merupakan pemeriksaan standar baku emas yang bersifat invasive untuk mengetahui adanya oklusi, posisi dan luasnya oklusi serta mempermudah tindakan bedah vaskuler yang dilakukan. Tindakan invasive ini mudah terjadi thrombus sehingga tidak dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik rutin. Doppler Ultrasonik Pemeriksaan dengan mengirimkan gelombang ultrasonic ke pembuluh darah yang diperiksa. Apabila gelombang melanggar objek yang bergerak seperti eritrosit, gelombang akan dipantulkan kembali ke Doppler dengan frekwensi yang berbeda sesuai dengan efek Doppler. Alat Doppler dipakai juga untuk pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan darah sistolik di pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di pergelangan tangan. Nilai ABPI normal 0,9-1,1. Diagnosa PVP tegak bila nilainya 0,50,9, dikatakan berat jika nilainya < 0,5. Bila tekanan pergelangan kaki < 50 mmHg, ABPI < 0,26 merupakan resiko besar untuk kehilangan kaki.

Pletismografi / Pulse volume recording Dilakukan bila tekanan ABPI tingi diatas nilai normal atau terdapat kesulitan mendapatkan pulsasi arteri di dorsalis pedis dengan Doppler. Dengan alat ini akan direkam perubahan-perubahan volume darah yang diukur segmen persegmen. Oklusi dalam pembuluh darah akan memberikan gambaran gelombang yang khas pada segmen yang diukur.

13

Oksimetri Transkutan Dasar pemeriksaannya adalah dengan dijumpainya perbedaan pada tekanan partial oksigen transkutan di daerah tungkai dan di daerah badan, alat ini dapat mengetahui perfusi ke tungkai secara kuantitatif.

Doppler Laser Mengukur secara kuantitatif kecepatan aliran di pembuluhpembuluh darah kulit pada tungkai.

Magnetic Resonance Imaging Digunakan untuk menilai pembuluh darah, mengevaluasi

pembedahan arteri dan morfologi dinding pembuluh darah. Pemeriksaan darah rutin dan albumin ipTx: Macam pengobatan pada umumnya tergantung pada stadiumnya, namun yang utama adalah pengendalian kadar gula darah, hipertensi dan dislipidemi. Infus NaCl 0,9% 20 tpm Inj. Cefotaxime 2x1 gr (IV) Metronidazole 3x500 mg (IV) Ganti balut perhari

Pengambilan sample kultur Konsul bedah untuk program debridemen ipMx: Vital sign, Kondisi umum, kondisi luka ipEX: Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan air hangat. Perawatan kuku Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki

14

Kaki dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan mempergunakan krem atau losion.

PROBLEM : Dispepsi Ass. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit Dispepsia yaitu:

perdarahan dan ulkus peptikum Ass. Etiologi : 1. Penyakit asam lambung 2. Kelainan motilitas : kelainan motilitas pada gastroduodenal dapat berujung pada gangguan distribusi awal makanan, disritmia lambung, hipomotilitas antral dan keterlambatan dalam

pengosongan lambung. 3. Hiperalgesia viseral 4. Infeksi helicobacter pylory 5. intoleransi makanan 6. aerofagi ipDx : Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala: a. Nyeri epigastrium terlokalisas b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodik 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala: a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah

15

e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3. Dispepsia nonspesifik. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik ipTx : sucralfat 3 x 1 cth antecoenam Inj. Ranitidine 2x1 Ampul (IV) ipMx : KU, vital sign ipEx : - Hindari makanan pencetus serangan - Menghindari stress 16

- Stop merokok & alkohol - Stop kafein (stimulan asam lambung) - Menghindari makanan dan minuman soda

Problem 3 : diabetes mellitus tipe 2 Ass. Komplikasi : hiperkoagulasi, hipertensi, penyakit jantung koroner,neuropati perifer, kelainan pembuluh darah ass. Etiologi : predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin ipDx o gula darah puasa dan 2 jam post prandial o A1c o Profil lipid pada keadaan puasa o Albuminuria o Keton, sedimen dan protein dalam urin o Elektrokardiogram o Foto sinar x data ipTx : pilar penatalaksananan : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, intervensi farmakologis Insulin Short Acting 3x 6 IU (SC) ipMx : KU, vital sign, GDS per hari ipEx : menjaga pola makan

problem : hipertensi grade I ass komplikasi : kerusakan organ target - pada jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokardium, gagal jantung - otak : stroke atau transient ischemic attack - penyakit ginjal kronis - penyakit arteri perifer

17

- retinopati ass. Etiologi : hipertensi essensial : tidak diketahui penyebabnya hipertensi sekunder : karena adanya penyakit ginjal dsb faktor yang mempengaruhi hipertensi : faktor yang tidak dapat dimodifikasi : umur, jenis kelamin, ras, genetik faktor yang dapat dimodifikasi : obesitas, asupan garam, stress, aktivitas fisik ipDx : pemeriksaan tekanan darah rutin pemeriksaan kimia darah : kolesterol, TG, LDL, HDL, ureum, kreatinin pemeriksaan rutin mata ipTx : - furosemid 1-0-0 - captopril 3 x 25 mg ipMx : KU, vital sign ipEx : - menurunkan asupan garam - meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak - latihan fisik problem : anemia ringan normositik normokromik ass komplikasi : dapat menjadi anemia berat yang akan memperberat kerja jantung dan mengancam jiwa ass. Etiologi : Anemia akibat gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang i. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit 1. Anemia defisiensi besi 2. Anemia defisiensi asam folat 18

3. Anemia defisiensi vitamin B12 ii. Gangguan utilisasi besi 1. Anemia aibat penyakit kronik 2. Anemia sideroblastik iii. Kerusakan sumsum tulang 1. Anemia aplastik 2. Anemia mieloplastik 3. Anemia pada keganasan hematologi 4. Anemia diseritropoietik iv. Anemia akibat kekurangan eritropoeitin 1. Anemia pada GGK Anemia akibat hemoragi i. Anemia pasca perdarahan akut ii. Anemia akibat perdarahan kronik Anemia hemolitik i. Anemia hemolitik intrakorpuskular 1. Ggg membran eritrosit 2. Ggg enzim eritrosit 3. Ggg hemoglobin c/ thalassemia ii. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular 1. Anemia hemolitik autoimun 2. Anemia hemolitik mikroangiopati 3. Lain - lain Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui

ipDx : - Darah rutin dan hapusan darah tepi serta indeks eritrosit (morfologi) - Cek TIBC,ferritin serum, besi serum

ipTx :

19

- Sulfas ferosus 2 x 200 mg (66mg besi elemental meningkatkan eritropoesis 2 3 x) selama 3 hari - Diet makanan bergizi tinggi protein ipMx : KU, vital sign, Hb ipEx : - Istirahat dan diet tinggi protein Ip Px : ad vitam ad sanam ad fungsionam : dubia ad bonam : dubia : dubia

IX. PROGRESS NOTE Tanggal S O Keadaan umum Kesadaran TD N RR T Kepala Mata Leher Thorax Cor Tampak sakit sedang Compos mentis 130/70 mmHg 83 x/m 20 x/m 36,0C mesochepal Konjungtivsa pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-) KGB membesar (-/-) sela iga tak melebar Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal, BJ I-II regula, bising jantung -/Pulmo Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SDV(+)N, wheezing(-/,-), ronki (-) Abdomen Datar, BU(+)normal, tympani, nyeri tekan (+), hepar/lien tidak teraba Ekstremitas Dalam batas normal 15 Mei 2013 Perut terasa perih

20

Pemerksaan Penunjang

Pemeriksaan Lekosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit RDW Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit

Hasil 16,07 3,40 9,30 28,0 83,90 28,50 33,90 583 14,90 0,00 0,20 59,70 5,70 15,0

Nilai Normal 3,8 11 3,8 - 5,2 11,7 15,5 35 47 80 100 26 34 32 36 150 440 11,5 14,5 24 02 50 70 25 40 28

Pemeriksaan kimia klinik Natrium Chlorida Albumin 128 3,5 2,4 135-145 3,5-5,0 3,2 -5,2

A P

Ulkus diabetikum, ht grade I, dm type II, hipoalbumin, anemia normositik normokromik, dispepsi Istirahat Infus Nacl 0,9% 20 tpm Inj. Cefotaxime 2x1 gr (IV) Metronidazole 3x500 mg (IV) sucralfat 3 x 1 cth antecoenam Inj. Ranitidine 2x1 Ampul (IV) Insulin Short Acting 3x 6 IU (SC)

21

Tanggal S O Keadaan umum Kesadaran TD N RR T Kepala Mata Leher Thorax Cor

furosemid 1-0-0 captopril 3 x 25 mg diit garam program : pemberian infus albumin

16 Mei 2013 Perut terasa perih

Tampak baik Compos mentis 140/80 mmHg 82 x/m 19 x/m 36,8C mesochepal Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-) KGB membesar -/sela iga tak melebar Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal, BJ I-II regula, bising jantung -/-

Pulmo

Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SDV(+)N, wheezing(-/-), ronki (-)

Abdomen

Datar, BU (+) normal, tympani, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas A

Dalam batas normal Ulkus diabetikum, ht grade I, dm type II, hipoalbumin, anemia normositik normokromik, dispepsi

Terapi lanjut

22

VI. PEMBAHASAN

Pada laporan kasus berikut diajukan kasus seorang perempuan 61 tahun datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kanan. pasien mengeluh luka pada kaki tidak kunjung sembuh sejak 1,5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual dan badan semakin lemas. Pasien hanya makan sedikit, tidak muntah, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien mengaku badan masih sering menggigil. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap. Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas, terdapat ulkus pada kaki kanan, pulsasi arteri dorsalis pedis melemah. Pada darah rutin didapatkan: Leukosit H 30,25, Hb L 9,60, Ht L 28,90, eritrosit L 3,52, trombosit H 577, eosinofil absolut L0,04, netrofil absolut H26,50, monosit absolut 1,72 H, eosinofil L 0,10, neutrofil H 87,70, limfosit L 6,50, Natrium L 129, chlorida L 94, GDS 285. Pada hasil EKG didapatkan: normo-sinus. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan pasien menderita sakit diabetes mellitus dan hipertensi yang disertai dengan komplikasi yaitu ulkus pedis diabetikum. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk

23

rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 2 Faktor predisposisi Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur). Faktor presipitasi Perlukaan di kulit (jamur). Trauma. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka Derajat luka. Perawatan luka. Pengendalian kadar gula darah. KLASIFIKASI A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005) 1 Stage 1: Normal Foot Stage 2: High Risk Foot Stage 3: Ulcerated Foot Stage 4: Infected Foot Stage 5: Necrotic Foot Stage 6: Unsalvable Foot. B. Klasifikasi Liverpool 1 Klasifikasi primer: Vaskular Neuropati Neuroiskemik Klasifikasi sekunder: Tukak sederhana, tanpa komplikasi

24

Tukak dengan komplikasi. C. Klasifikasi Wagner 1 Wagner 0: Kulit intak/utuh Wagner 1: Tukak superfisial Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang) Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki. D. Klasifikasi Texas 1 Tingkat Stadium 0 Tanpa tukak atau pasca tukak, kulit intak/utuh 1 Luka superfisial, tidak sampai tendon atau kapsul sendi 2 Luka sampai tendon atau kapsul sendi 3

Luka sampai tulang/sendi

----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

--------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

E. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1 Impaired Perfusion 1 2 3 None PAD + but not critical Critical limb ischemia

Size/Extent in mm2 Tissue Loss/Depth 1 2 3 Superficial full thickness, not deeper than dermis Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle, or tendon All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint Infection 1 2 3 No symptoms or signs of infection Infection of skin and subcutaneous tissue only Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure(s). 25

No systemic sign(s) of inflammatory response Infection with systemic manifestation: Fever, leucocytosis, shift to the left Metabolic instability Hypotension, azotemia Absent Present

Impaired Sensation

1 2

PENATALAKSANAAN A. Pencegahan Primer Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit. Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1 1) Sensasi normal tanpa deformitas 2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi 3) Insensitivitas tanpa deformitas 4) Iskemia tanpa deformitas 5) Kombinasi/complicated a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot. Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. 1 Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk

26

memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1 B. Pencegahan Sekunder Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama. 1. Mechanical control (pressure control) Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles. 1 Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1 2. Wound control Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1 Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1 Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk

27

menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik. 1 3. Microbiological control (infection control) Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1 4. Vascular control Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1 Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa: Modifikasi Faktor Risiko 1 Stop merokok Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia) Terapi Farmakologis

28

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1 Revaskularisasi Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1 Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1 Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan. 1 Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk

memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 1 5. Metabolic control Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1 6. Educational control

29

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.

30

ALUR KETERKAITAN MASALAH

Trauma : mekanik, termis, kemis

Hilang rasa

Atropi interoseus

Deformitas, jari kaki, jar. Lemak, metatarsal menipis

31

DAFTAR PUSTAKA
1. IPD FK UI 2. KONSENSUS DM 2011 3. GUIDELINE DIABETIC ULCER 2011

32

Anda mungkin juga menyukai