BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma
muka, namun fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat
cedera.Pada kasus trauma wajah sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi
hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior wajah merupakan salah
satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika terdapat
trauma pada wajah.1
Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma
yang ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun
kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus
berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan
pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.2
Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang
wajah yang lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan
tidak mendapat penanganan karena pada beberapa pasien sering tidak
menunjukan gejala klinis.Jenis fraktur nasal tergantung pada arah pukulan
yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan fraktur nasal
tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris.1
Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena
adanya pergeseran septum dan fraktur septum.Pada jenis fraktur nasal
kominunitiva, processus frontalis os maksila dan lamina prependikularis os
ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur. Fraktur os nasal biasanya
disebabkan
dapatkan
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
-
Nama Pasien
: Tn.S
Umur
: 41tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
No. RM
: 355xxxx
Pekerjaan
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal masuk RS
: 15 Desember 2015
Tanggal pemeriksaan
: 16 Desember 2015
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Hidung kanan dan kiri mengeluarkan darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD
RSUD
4. Riwayat Pribadi
5. Riwayat Keluarga
C. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal
Sistem Kardiovaskular
(+)
Akral dingin (-), sianosis (-), anemis (-),
Sistem Respiratorius
Sistem Genitourinarius
Sistem Gastrointestinal
Sistem Muskuloskeletal
Sistem Integumentum
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
: cukup
Kesadaran
Status Gizi
: cukup
BB
: 62
TB
: 167
Vital Sign
2. Telinga
Bagian
Auricula
Preauricula
Retroauricula
dextra
sinistra
Bentuk normal, benjolan
Bentuk
normal,
(-),nyeri
benjolan
tekan (-)
Tragus pain (-), fistula Tragus
pain
(-),
(-),abses (-)
fistula (-),abses (-)
Nyeri tekan (-), edema Nyeri
tekan
(-),
(-),hiperemis (-)
edema (-),hiperemis
(-)
Mastoid
CAE
tekan
(-),
edema (-),hiperemis
(-)
Discharge (-), serumen Discharge
(-),
(-),hiperemis
edema
Membrantimpan
(-),
(-),corpus
(-)
alienum (-)
(-)
abu-abu
abu-abu
Normal
Normal
i
Perforasi
Cone of light
Warna
Bentuk
3. Hidung
Bagian
Bentuk
Sekret
Mukosa cavum
nasi
Konka media
Konka inferior
Meatus media
Meatus inferior
Septum
Massa
Krepitasi
4. Tenggorok
1. Orofaring
Oral
Mukosa bukal
dextra
Mencong ke arah kanan
Mukoserous
Hiperemis (+)
sinistra
Mencong ke arah kanan
Mukoserous
Hiperemis (+)
Ginggiva
Gigi geligi
Lidah 2/3 anterior
Arkus faring
Palatum durum
Palatum mole
: merah muda
: tidak ada karies di gigi
: merah muda
: simetris, merah muda
: merah muda
: merah muda
2. Tonsil
Bagian
Bentuk
Ukuran
Kripta
Permukaan
Warna
Detritus
Fixative
Peritonsil
Pilar anterior
a)
dextra
Normal
T1
Tidak melebar
Rata
Merah muda
(-)
(-)
Abses (-)
Merah muda
sinistra
Normal
T1
Tidak melebar
Rata
Merah muda
(-)
(-)
Abses (-)
Merah muda
Kiri
Dbn
Dbn
Nervus V, VII
Dbn
Dbn
Nervus IX
Dbn
Regio XII
Dbn
6. Pemeriksaan Audiologi
Tes Pendengaran
Kanan
Kiri
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
Sama dg pemeriksa/N
Sama dg pemeriksa/N
Nilai
15,2
Hematokrit
43,2
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
11,24
495
4,66
103 ul
103 ul
106 ul
MCV
MCH
MCHC
Gran%
Limf%
Monosit%
Eosinofil
GDS
92,8
32,6
35,1
80,4
14,9
2,6
1,7
94
Pf
Pg
%
%
%
%
%
Mg/dl
2. Foto rontgen
Ket
Satuan
gr/dl
%
Nilai Normal
Lk : 13,0 16,0
Pr : 12,0 14,0
Lk : 40 48
Pr : 37 43
5,0 10,0
150 300
Lk : 4,5 5,5
Pr : 4,0 5,0
82 92
27 31
32 36
50-70
25-40
3-9
0,5-5.0
70-150
10
G. DIAGNOSIS KERJA
Epistaksis anterior dekstra/sinistra et causa fraktur os nasal
H. Tatalaksana
1. Tindakan operatif
Repossi Os Nasal
2. Medikamentosa
RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxon 1amp/12 Jam
Injeksi Asam Traneksamat 500mg/12jam
Injeksi Metyl Prednisolon 62,5mg/12 Jam
Injeksi Santagesik 1amp/8jam
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam
I. Prognosis
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
11
Lembar Follow Up
Tanggal
16-12-2015
S/
P/
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD IVFD RL 20tts/menit
karanganyar dengan hidung kanan dan kiri mengeluarkan Inj Ceftriaxon 1amp/12 Jam
Inj Asam Traneksamat
darah. Keluhan dirasakan sudah semenjak kemarin sore,
500mg/12jam
pasien dipukul pada daerah wajah sebelah kanan. Darah terus
Inj
Metyl
Prednisolon
mengalir keluar dan sebagian sedikit mengalir ke arah dalam
tenggorokan.
62,5mg/12 Jam
Pipi kanannya terasa kemeng dan memar sampai sekitar Inj Santagesik 1amp/8jam
pangkal hidung. Rasa kemeng ini akan berkurang jika dalam Inj Ranitidine 50mg/12jam
posisi tiduran. Pasien awalnya sempat mengeluhkan
hidungnya tersumbat, tetapi tidak ada gangguan pada
penciumannya. Tidak ada riwayat kemasukan benda asing,
tidak ada telinga gemerebeg, tidak ada penglihatan double.
Mual (-), muntah (-)
O/
Ku : sakit sedang
Ks : CM
Status Generalis
K/L : Ca(-/-), Si(-/-), memar pda wajah kanan dan daerah
hidung
Thorax : P : SDV (+/+), Rho (-/-), Whz (-/-)
C : Bj I/II murni regular
Abdomen : supel, peristaltic (+)
Eks : akral hangat (+)
Status THT-KL
Telinga : DBN
Hidung : Dorsum hidung laserasi (+)
Tenggorokan : PNB : (-)
Leher : PKGB (-)
Tanggal
17-12-2015
P/
IVFD RL 20tts/menit
Inj Ceftriaxon 1amp/12 Jam
Inj Asam Traneksamat
500mg/12jam
Inj Metyl Prednisolon
12
Ku : sakit sedang
Ks : CM
Status Generalis
K/L : Ca(-/-), Si(-/-), memar pda wajah kanan dan daerah
hidung
Thorax : P : SDV (+/+), Rho (-/-), Whz (-/-)
C : Bj I/II murni regular
Abdomen : supel, peristaltic (+)
Eks : akral hangat (+)
Status THT-KL
Telinga : DBN
Hidung : Dorsum hidung laserasi (+)
Tenggorokan : PNB : (-)
Leher : PKGB (-)
A/ Epistaksis anterior dekstra/sinistra et causa fraktur os nasal
Tanggal
S/
18-12-2015
Pasien sudah merasa nyeri sedikit berkurang, wajah
masih terasa kemeng dan memar, pasien tidak mengeluhkan
pusing, mual (-), pasien bias beristirahat, makan/minum (+/+)
O/
Ku : sakit sedang
Ks : CM
Status Generalis
K/L : Ca(-/-), Si(-/-), memar pda wajah kanan dan daerah
hidung
Thorax : P : SDV (+/+), Rho (-/-), Whz (-/-)
C : Bj I/II murni regular
Abdomen : supel, peristaltic (+)
Eks : akral hangat (+)
Status THT-KL
Telinga : DBN
Hidung : Dorsum hidung laserasi (+)
Tenggorokan : PNB : (-)
Leher : PKGB (-)
62,5mg/12 Jam
Inj Santagesik 1amp/8jam
Inj Ranitidine 50mg/12jam
P/
IVFD RL 20tts/menit
Inj Ceftriaxon 1amp/12 Jam
Inj Asam Traneksamat
500mg/12jam
Inj Metyl Prednisolon
62,5mg/12 Jam
Inj Santagesik 1amp/8jam
Inj Ranitidine 50mg/12jam
13
500mg/12jam
Inj Metyl Prednisolon
62,5mg/12 Jam
Inj Santagesik 1amp/8jam
Inj Ranitidine 50mg/12jam
P/
IVFD RL 20tts/menit
Inj Ceftriaxon 1amp/12 Jam
Inj Metyl Prednisolon
62,5mg/12 Jam
Inj Santagesik 1amp/8jam
Inj Ranitidine 50mg/12jam
14
Tanggal
21-122015
S/
Pasien mengeluhkan sering bersin-bersin, tadi malam
bias istirahat, pusing (-) mual (-),makan/minum (+/+)
O/
Ku : sakit sedang
Ks : CM
Status Generalis
K/L : Ca(-/-), Si(-/-), memar pda wajah kanan dan daerah
hidung
Thorax : P : SDV (+/+), Rho (-/-), Whz (-/-)
C : Bj I/II murni regular
Abdomen : supel, peristaltic (+)
Eks : akral hangat (+)
Status THT-KL
Telinga : DBN
Hidung : terpasang tampon dan kasa
Tenggorokan : PNB : (-)
Leher : PKGB (-)
A/ Epistaksis anterior dekstra/sinistra et causa fraktur os nasal
P/
IVFD RL 20tts/menit
Inj Ceftriaxon 1amp/12 Jam
Inj Asam Traneksamat
500mg/12jam
Inj Metyl Prednisolon
62,5mg/12 Jam
Inj Santagesik 1amp/8jam
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
daripada yang diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau
patah yang terjadi pada bagian tulang di organ hidung.5
B. Insiden
Di Amerika Serikat fraktur hidung merupakan fraktur ketiga paling
sering sering ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan
tangan.2Sekitar 39-45% dari seluruh fraktur wajah.Pria dua kali lebih banyak
disbanding wanita. Insiden meningkat pada umur 15-30 tahun dan
dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga. Selain itu juga,
paling sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan kecelakaan lalu lintas.3,5
C. Etiologi
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung
pada hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur
hidung.3
Penyebab utama dari trauma dapat berupa :
1. Cedera saat olahraga
2. Akibat perkelahian
3. Kecelaaan lalu lintas
4. Terjatuh
5. Masalah kelahiran
6. Kadang dapat iatrogenik 5,6
16
D. Anatomi Hidung
Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital
dalam kehidupan kita.Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata
berguna sebagai saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara
yang kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning sistem dengan cara
menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.1
Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami
trauma karena merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan
paling menonjol. Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna)
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah :8
a. Pangkal hidung (bridge),
b. batang hidung (dorsum nasi),
c. puncak hidung (tip),
d. ala nasi,
e. kolumela
b. lubang hidung (nares anterior)
Gambar 1 :
Anatomi hidung bagian luar 9
Gambar 2 :
Anatomi hidung10
Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung.7
Kerangka tulang terdiri dari :
17
18
19
F. Patofisiologi
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena
hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga
kurang kuat menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui
beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya
tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung
mengalami fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien
dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih kompleks.3
Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan
antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada
krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering
mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.3
Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang
hidung remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal.
Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan
meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan
berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas
krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga
fraktur pada kartilago septum nasal.3,7,12
20
21
22
23
24
gawat darurat :
1. Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
I. Diagnosis
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi,
palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi
anterior, biasanya ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya
bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum, hematoma
septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal
posisi Water dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT
scan berguna untuk melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya
fraktur penyerta lainnya.1
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat
fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi
abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana (
saddle nose ) yang berat.3
25
1.
Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter
sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien.Sangatlah penting untuk
menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan
dari benturan.Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan
dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien
yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi
berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan
sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga akan
mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung
sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan
utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung,
obstruksi hidung dan anosmia.3,12,13
2.
Pemeriksaan fisik
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma
akibat dihantam atau terdorong.Sepanjang penilaian awal dokter harus
menjamin bahwa jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan
sewajarnya.Fraktur nasal sering dihubungkan dengan trauma pada kepala
dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea.Fraktur nasal ditandai
dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa.
Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi
dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak
di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan
bawah.3,7,13
Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum
nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering
menyebabkan kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada
septum nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum
dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut untuk drainase bedah
segera.Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien dengan
fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid
26
biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan
tulang piramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam labirin
ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus, sering
dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus lakrimalis dan lamina
kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 3,7,13
Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat
emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi
irregular.Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih
mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi
septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan penanganan
akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan
penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan
pencahayaan, anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum
hidung dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada
pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas
septum nasal.3,7,12,13
Pemeriksaan radiologis
Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi
jarang diindikasikan.Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan
spesifik, sehingga hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam
mendiagnosa.Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan
pada kartilago dan ahli klinis sering salah dalam menginterpretasikan
sutura normal sebagi fraktur yang disertai dengan pemindahan
posisi.Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea
27
28
29
30
dan
menggunakan
tenaga
yang
terkontrol
untuk
31
32
20
33
Gambar 12:
Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture11
34
terapi
antibiotik
untuk
mengurangi
kemungkinan
35
BAB IV
Analisa Kasus
Pada kasus di atas, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
datang dengan keluhan pasien mengeluhkan nyeri didaerah sekitar hidung, dan
bawah hidung, perdarahan dirasakan keluar dari kedua lubang hidung, darah
berwarna merah segar. pasien juga mengeluhkan seperti ada cairan yang mengalir
ketenggorokannya. Keluar darah dari telinga disangkal pasien. Muntah tidak ada,
mual tidak ada. Dari pemeriksaan fisik hidung didapatkan bleding (+) di hidung
kanan dan kiri, nyeri tekan (+), krepitasi (+). Dari pemeriksaan foto rontgen
kepala didaptkan fraktur os nasal . Berdasarkan pemeriksaan diatas ditegakkan
diagnosis kerja epistaksis anterior d/s et causa fraktur os nasal.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri. Untuk mencegah terjadinya infeksi diberikan
antibiotik.
Menghentikan
perdarahan
dengan
tampon
anterior.
Untuk
36
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling sering terjadi pada
trauma yang mengakibatkan fraktur pada tulang wajah.Angka kejadiannya
mencapai 40% dari seluruh kejadian. Penyebab dari fraktur tulang hidung
meliputi cedera saat olahraga, akibat perkelahian, kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
mabuk, masalah kelahiran dan kadang iatrogenik. Tulang hidung dan kartilago
rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan
bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar.
Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat
berperan dalam mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang
baik.Maka pengenalan atas gejala klinis harus dimiliki oleh dokter untuk
melakukan penatalaksanaan selanjutnya. Gejala klinis dari fraktur hidung yang
sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan
anosmia. Adapun pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat berupa deviasi septum,
depresi septum nasi, dan epistakis. Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang
dengan pencitraan seperti foto X-ray hidung dan CT scan hidung.
Penanganan dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan
pendarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal.
Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi dan komplikasi yang dapat
menimbulkan kematian. Analgetik untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan
rasa nyaman pada pasien. Adapun pada fraktur hidung sederhana maupun
kominutiva yang disertai dengan deviasi septum dan deformitas harus dilakukan
tindakan operatif yang terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi terbuka.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma septum,
fraktur dinding orbita, fraktur septum nasal dan fraktur lamina kribiformis.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta:
FKUI;2007.h.118-122,199-202.
2. 2.
Clinic
Staff.
Broken
Nose.
Diunduh
dari:
dan
Fisiologi
hidung.
Diunduh
dari:
Hidung.
Di
unduh
dari:
Diunduh
dari:
J.H.
Nasal
Fracture.
Hidung
Sederhana.
Di
unduh
38
16. Elizabeth
B.
Broken
Nose.
Diunduh
dari