Anda di halaman 1dari 10

didapatkan membran timpani kembali intak dalam 14 hari setelah terjadinya

perforasi. Penyembuhan membran timpani ini akibat migrasi dari sel-sel epitel membran
timpani pada tepi perforasi. Namun penyembuhan ini tidak disertai pemulihan pada pars
tensa lapisan fibrosa dan kolagen yang berada ditengahnya. Sehingga lapisan
neomembran tersebut cenderung lebih tipis dan lebih rentan terjadi perforasi. (Howard,
2009)

Terapi pada OMA menurut Djafar (2007) Tergantung pada stadium penyakitnya:
Stadium o Tujuan: membuka tuba tekanan negatif telinga tengah
oklusi hilang
o Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik (<12 tahun), atau HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik (>12 tahun, dan dewasa)
o Obati sumber infeksi

Stadium o Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini


presupuras pertama) (awalnya diberikan secara IM sehingga didapat
i konsentrasi yang adekuat dalam darah tidak terjadi
mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai
gejala sisa, maupun kekambuhan).
Jika alergi pensilin, beri eritromisin.
Dosis ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis
Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari daibagi dalam 3
dosis
Atau eritromisin (anak) 40 mg/kgBB/hari
o Analgetika

Stadium o Antibiotika
supurasi o Miringotomi (bila membran timpani masih utuh): dapat
menghindari ruptur, gejala klinis lebih cepat hilang
o Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars tensa membran
timpani agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke
telinga luar
o Miringotomi memiliki banyak komplikasi (ex. Perdarahan,
trauma pada n. Facialis) tidak perlu dilakukan bila terapi
antibiotik yang adekuat dapat diberikan

Stadium o Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik
perforasi yang adekuat.
o Biasanya Dalam 7-10 hari perforasi dapat menutup kembali.

Jika tidak o Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu jika sekret masih


terjadi tetap banyak mungkin terjadi mastoiditis
resolusi
Jika sekret terus keluar >3 minggu otitis media supuratif
subakut
Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan
otitis media supuratif kronik (OMSK)
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Tn. FA
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gontoran
Tanggal Pemeriksaan : 02 Januari 2011
Berat badan : 14 Kg

ANAMNESIS
Keluhan utama:
Keluar cairan seperti nanah kental dari telinga kanan.

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan keluar cairan
seperti nanah dari telinga kanan sejak 3 hari lalu. Sakit jika telinga kanan di sentuh,
dan 2 hari sebelum memeriksakan diri keluar cairan seperti nanah dari liang telinga
kanan. Riwayat batuk pilek (+) sejak 1 minggu yang lalu. Sekret hidung awalnya
cair dan bening, namun 4 hari kemudian berubah warna menjadi kuning keruh, tidak
di dapatkanbatuk. Saat pemeriksaan sudah tidak terdapat keluhan pilek lagi.
Terdapat riwayat demam pada pasien, namun pada saat pemeriksaan sudah tidak
dirasakan lagi.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Tidak
ada riwayat keluar cairan dari dalam telinga kiri maupun kanan.

Riwayat penyakit keluarga/sosial:


Pasien mengaku tertular batuk dan pilek dari kakaknya, namun kakaknya tidak
memiliki keluhan telinga.
Riwayat pengobatan: -

Riwayat alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah meler dan
bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,3C

Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
. Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (+) Serumen (-), hiperemis (-),
di sekitar membran timpani, furunkel (-), edema (-),
furunkel (-), edema (-), otorhea (-)
otorhea (+, aktif
mukopurulen)
Hiperemis

sekret
4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (+), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (+), edema (+), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (+), sentral perforasi (-), cone of light (+)
postero-superior), cone of
light (-), gambaran pulsasi
(+)

Perforasi dgn sekret


aktif

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi Bentuk (normal), hiperemi
(-), nyeri tekan (-), (-), nyeri tekan (-),
deformitas (-) deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa Bentuk (normal), mukosa
pucat (-), hiperemia (-) pucat (-), hiperemia (-)
Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-), Mukosa normal, sekret (-),
massa berwara putih massa berwara putih
mengkilat (-). mengkilat (-).
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa
(-) hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-) ulkus (-)
Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)


Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
T1 T1
Fossa Tonsillaris hiperemi (-) hiperemi (-)
dan Arkus Faringeus

DIAGNOSIS
Otitis Media Akut Stadium Perforasi Dextra

DIAGNOSIS BANDING
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Kultur sekret telinga kanan
RENCANA TERAPI
Medikamentosa
Antibiotik sistemik :
Amoxicillin (12 x 90mg/kgBB)= 1080mg/hari = 3x 360 mg (7 hari).
Analgetik :
Paracetamol 3 x (12 x 12mg/kgBB/pemberian) =3x 144mg/pemberian
Dekongestan
Tablet pseudoefedrine HCL oral 3 x 15 mg selama 3-4 hari
KIE pasien
Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-
ngorek liang telinga.
Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar
penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.
Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi telinga
kanan ditutup dengan kapas.
Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat perkembangan
peyembuhan pada perforasi membran timpani.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis Otitis Media Akut Stasium Perforasi didapatkan melalui hasil


anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar
jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat
batuk-pilek dengan sekret kuning keruh sebelum keluhan telinga muncul menunjukkan
penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah. Infeksi pada hidung dan tenggorokan
dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan
negatif pada telinga tengah, bermanifestasi sebagai rasa penuh pada telinga yang
dirasakan pasien. Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel
goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang
baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada
telinga akibat proses inflamasi. Hasil anamnesis menunjukkan proses perjalanan
penyakit yang sesuai dengan perjalanan penyakit pada OMA mulai dari stadium oklusi
tuba, stadium hiperemis, stadium supurasi dan stadium perforasi saat pasien datang
berobat ke Poliklinik.
Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat infeksi
pada telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kanan, dengan
daerah hiperemis pada MAE dekat membran timpani. Membran timpani tampak
hiperemis, edema, bulging, dengan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani.
Pada membran timpani juga erlihat perforasi pada postero-superior pars tensa dengan
sekret yang aktif keluar melalui lubang perforasi. Walaupun telah terjadi perforasi pada
membran timpani pasien, membran timpani yang bulging masih tampak. Hal ini
disebabkan karena masih banyak terdapat sekret di dalam telinga tengah dan perforasi
sangat kecil sehingga sekret hanya dapat keluar sedikit demi sedikit, pada titik perforasi
juga tampak mukosa yang edema menonjol keluar dan menutupi perforasi. Dengan
keadaan ini, penekanan membran timpani oleh sekret yang menyebabkan tampakan
bulging masih terjadi.
Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang baru
terjadi selama 10 hari dengan sekret keluar mulai 4 hari lalu, menunjukkan adanya
proses akut pada telinga. Pasien juga mengaku sebelumnya tidak pernah keluar cairan
dari telinga kanan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lubang perforasi sentral kecil
tunggal, tidak terdapat penipisan pada bagian lain membran timpani.
Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk mengurangi
gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat sehingga
infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada
pasien ini berupa antibiotik selama 7 hari. Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol
setelah 7 hari untuk melihat perkembangan terutama penutupan pada perforasi membran
timpani. Dekongestan nasal topikal digunakan untuk mengurangi sumbatan pada tuba
Eustachius, sehingga drainase sekret lebih lancar dan fungsi fisiologis proteksi tuba
kembali normal. Pseudoefedrin HCl dipilih dalam bentuk tablet oral untuk meringankan
sumbatan pada rongga hidung bagian posterior atar tuba Eustachius agar fungsi normal
tuba kembali normal. Sediaan murni pseudoefedrine HCl tidak ada, karena itu
digunakan sediaan tablet yang ada di pasaran, yang dicampur dengan antihistamin H1,
digunakan selama 3 hari untuk menghindari efek samping berupa penurunan produksi
sekret.
Kontrol diperlukan untuk menilai terapi telah adekuat atau belum, agar dapat
mencegah perkembangan penyakit menjadi OMSK. Antibiotik oral diberikan pada
pasien ini untuk menjamin adekuasi terapi. Antibiotic topikal dapat diberikan pada
pasien setelah dilakukan cuci telinga menggunakan H202 3% agar hasil dari penggunaan
antibiotika topical dapat maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Ballenger. 1997. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.

Boeis.et al. 1997. BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC.

Graaff, v D. 2001. Van De Graaff Human Anatomy 6th Ed. The McGrawHill
Companies, New York.

Hellstorm, 2003. Tympanic membrane vessel revisited: a study in an animal model.


Department of Clinical Science, Otorhinolaryngology, University Hospital of
Ume, Sweden. Published by: pubmed.gov accessed from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12806306 january 10th 2012.

Howard, et. Al. 2009. Middle Ear, Tympanic Membrane, Perforations. Medscape.
Accesed from http://emedicine.medscape.com/article/858684-
overview#a0104
at january 10th 2012.

Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 6th
Ed. The McGrawHill Companies, New York

Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119
No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412. Accessed: december 29 2011.

Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI

Subcommittee on Management of Acute Otitis Media, Diagnosis and Management


of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May 2004, pp.1451-1456.
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics; 113/5/1451

Anda mungkin juga menyukai