Anda di halaman 1dari 54

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan presentasi kasus dengan
judul anak dengan Demam Dengue dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka
memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu
kesehatan anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Koesma Tuban.
Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Noverita Rochsitasari, Sp.A, Msi.Med selaku pembimbing dalam penyusunan presentasi kasus
dan sebagai salah satu pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan menerima kririk
dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Tuban, Desember 2017

Penyusun

Erwan Hendratna
A.Fachmi Muchtarom
Tommy S. Manurung

1
KASUS DEMAM DENGUE
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD DR. R.KOESMA TUBAN

Nama Mahasiswa : Erwan Hendratna


NIM : 16710338
Nama Mahasiswa : A.Fachmi Muchtarom
NIM : 16710348
Nama Mahasiswa : Tommy S. Manurung
NIM : 16710351
Dokter Pembimbing : Dr. Noverita Rochsitasari, Sp.A, Msi.Med

IDENTITAS PASIEN

• Nama : An. N

• Umur : 7 th

• Jenis Kelamin : Perempuan

• TTL : Tuban 25 November 2010

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Alamat : Brondong, Paciran. Lamongan

• Tanggal masuk RS : 14 Desember 2017 (15.30)

2
Orang tua/wali

Ayah

• Nama : Tn K

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Pekerjaan : Wiraswasta

• Alamat Pekerjaan :-

Ibu

• Nama : Ny. S

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

• Alamat Pekerjaan :-

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien dan pasien, pada tanggal
15 Desember 2017, pkl 14.00 WIB

KELUHAN UTAMA :

Demam sejak 5 hari dan lemas.

KELUHAN TAMBAHAN :

3
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT :

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit umum tuban,
demam turun saat dikasih obat penurun panas. Pasien masuk puskesmas karena demam hari rabu
13 desember 2017 dan hari kamis 14 desember 2017 cek darah di puskesmas, kamis malam
dirujuk ke RSUD karena trombosit turun. Tidak mengeluh mual, muntah dan tidak ada nyeri
perut. Nafsu makan pasien biasa sebelum masuk rumah sakit, badan pasien terasa lemas dan
badannya terasa sakit. Bab normal seperti biasanya, Bak normal seperti biasanya. Pasien tidak
mengeluh gusi berdarah, tidak pernah mimisan, tidak ada bercak bercak merah pada kulit dan
tidak ada tanda-tanda perdarahan. Pasien tidak memiliki riwayat kejang, hanya batuk pilek
kadang kadang.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Dalam keluarga tidak adda yang mengalami sakit seperti ini.

RIWAYAT PENYAKIT SOSIAL DAN KEBIASAAN :

Di lingkungan sekitar keluarga tidak tahu ada yang sakit demam atau tidak

Pasien suka jajan di sekolah

RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :

KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada


Perawatan Antenatal Kontrol kebidan setempat 1bulan sekali
KELAHIRAN Tempat Kelahiran RS Swasta di tuban
Penolong Persalinan Dokter spesialis
Cara Persalinan Spontan
Masa Gestasi Premature 28-29 minggu
Keadaan Bayi - Berat lahir: 2200 gr
- Panjang: -

4
- Ling.kepala: -
- Langsung Menangis
- Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesan riwayat kehamilan/kelahiran: tidak ada kelainan bermakna

RIWAYAT PERKEMBANGAN

● Pertumbuhan gigi I : 8 bulan

● Psikomotor

- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 18 bulan

- Duduk : 7 bulan - Mengoceh : 11 bulan

- Berdiri : 11 bulan - Membaca/Menulis : 5.5 tahun

Kesimpulan : perkembangan psikomotor baik

● Perkembangan Pubertas

- Rambut Pubis : belum berkembang

- Payudara : belum berkembang

- Menarche : belum berkembang

●Gangguan Perkembangan Mental/Emosi

Bila ada, jelaskan: -

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik

5
RIWAYAT MAKANAN

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim


0-2 ASI
2-4 ASI
4-6 ASI
6-8 ASI + PASI + +
8-10 ASI + PASI + + +
10-12 ASI + PASI + + +
2 tahun ASI + PASI + + +

Umur diatas 1 tahun

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah


Nasi/Pengganti 3x/hari, sedang
Sayur 3x/hari, sedang
Daging 2-3x/hari, sepotong
Telur 3x/minggu, sebutir
Ayam Sering hampir setiap hari
Tahu 5x/minggu
Tempe Jarang (<1x/minggu)
Susu (merk/takaran) Jarang (<1x/minggu)
Lain-lain
Kesulitan makan :-

Nafsu makan : nafsu makan pasien baik


Kesan : pola makan baik.

6
RIWAYAT IMUNISASI

Waktu Pemberian

Imunisasi Bulan Tahun

0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 6 12

Hepatitis B I II III

Polia 0 I II III

BCG I

DTP I II III

Hib I II III

PCV I II III

Rotavirus I II III

Influenza

Campak

MMR

Tifoid

Hepatitis A

varisela

HPV

Kesan: Riwayat imunisasi tidak lengkap.

RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)

No Tgl Lahir Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan


(umur) Kelamin Mati (sebab) Kesehatan
1 7 tahun Perempuan √ Sehat

7
Anggota Keluarga lain yang Serumah: ayah dari ibu pasien

Perumahan

- Milik sendiri

- Keadaan rumah : tinggal berempat ayah, ibu dan kakek.

- Daerah/lingkungan : padat penduduk, sekitar rumah tidak ada yang menderita


penyakit yang serupa. Pasien memakai sumber air dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Kesan : Perumahan dan lingkungan baik, namun cukup padat.

Ayah/Wali Ibu/Wali
Nama Tn.K Ny.S
Perkawinan ke- I I
Umur saat menikah 25 15
Pendidikan terakhir (tamat – kelas/tingkat) SMP SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Baik Baik
Penyakit, bila ada - -

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -

8
Demam - Kejang - Darah -
Berdarah
Demam - Kecelakaan - Radang Paru -
Thypoid
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 14.00 WIB )

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 16 kg

Tinggi Badan : 115 cm

Status Gizi (CDC) : BB/BB ideal CDC = 16 kg

16/20 x 100%

80 %

Kesan: Gizi kurang

Tanda Vital

Frekuensi Nadi : 98x/menit, reguler,kuat.

Suhu Tubuh : 36,4oC

Frekuensi Napas : 26x/menit, reguler

Tekanan Darah : 90/60mmHg

Kepala :

9
 Bentuk dan ukuran : Normocephali.
 Rambut dan kulit kepala : Hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
 Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat,
sclera tidak ikterik, reflek cahaya +/+.
 Telinga : Normal, tidak tampak serumen
 Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
 Bibir : Tidak kering, tidak sianosis
 Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering, gigi
geligi lengkap tapi karies
 Lidah : Tidak kotor
 Faring : Tidak hiperemis

Leher : KGB tidak teraba, Trakea lurus di tengah


Toraks:
 Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), iga vertikal,
simetris dalam keadaan statis dan dinamis
 Paru
 Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
 Palpasi : Vocal fremitus simetris, dan teraba sama keras di kedua lapang
paru
 Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-,
wheezing -/-
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis
midclavicularis sinistra, tidak teraba thrill
 Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada splitting, tidak
ada murmur, tidak ada gallop

10
Abdomen:
 Inspeksi : Datar, tidak tampak distensi, tidak tampak vena collateral
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada regio abdomen, hepar dan lien tidak
teraba, turgor kulit baik.
 Perkusi : Timpani, shifting dullnes (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Anus dan rectum : Tidak ada kelainan


Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Genitalia : Perempuan
Anggota gerak : Atas : Akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
CRT : kurang lebih 2 detik
Bawah : Akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
Tulang belakang : Tidak ada kelainan
Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, tidak
ada hematoma, dan petekie
Pemeriksaan Laboratorium

Tangggal 14 desember 2017 jam 15.09 WIB

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,3 13,4-15,5 g/dl
Lekosit 2500 4000-11.000 /uL
PCV 32.7 37-47 Sel/ul
Trombosit 70000 140.000-350.000 /uL
DIABETES
Glukosa sewaktu 91 60-100 mg/dl
ELEKTROLIT
Na - 134-146 mmol/L
K - 3,4-4,5 mmol/L

11
Cl - 96-108 mmol/L
IgG dengue - Negative
IgM dengue - Negative

Pemeriksaan laboratorium tanggal 15 desember 2017 jam 08.38 WIB

URINALISA Hasil Nilai normal Satuan


pH 7.0 4.5-8.0
Berat Jenis 1.010 1.003-1.030
Leukosit 3-4 Negatif /lpb
Eritrosit 2-3 Negatif /lpb
Sel epitel 0-1 Negatif //lpb

Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Desember 2017 jam 06.47 WIB

HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan


Hemoglobin 11,4 13,4-15,5 g/dl
Lekosit 2.500 4.000-11.000 /uL
PCV 35.9 35-47 Sel/ul
Trombosit 105.000 140.000-350.000 /uL

12
Resume

Anak perempuan 7 tahun, Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit umum tuban, demam turun saat dikasih obat penurun panas. Pasien masuk
puskesmas karena demam hari rabu 13 desember 2017 dan hari kamis 14 desember 2017 cek
darah di puskesmas, kamis malam dirujuk ke RSUD karena trombosit turun. Tidak mengeluh
mual, muntah dan tidak ada nyeri perut. Nafsu makan pasien biasa sebelum masuk rumah sakit,
badan pasien terasa lemas dan badannya terasa sakit. Bab normal seperti biasanya, Bak normal
seperti biasanya. Pasien tidak mengeluh gusi berdarah, tidak pernah mimisan, tidak ada bercak
bercak merah pada kulit dan tidak ada tanda-tanda perdarahan. Pasien tidak memiliki riwayat
kejang, hanya batuk pilek kadang kadang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 110
x/menit, suhu 36.8 C, frekuensi nafas 28x/menit, BB/BB ideal CDC 80% (gizi kurang), tidak
ada nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting dullness negatif. CTR ± 2 detik, Tanpa
manifestasi perdarahan atau dehidrasi.

Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan :


14 Desember 2017 15 Desember 2017 16 Desember 2017
Hemoglobin 10,3 - 11,4
Lekosit 2500 - 2500
Hematokrit - - -
Trombosit 70000 - 105.000
IgG -
IgM -

Diagnosis

Diagnosis Kerja: Demam dengue

Diagnosis Banding

Demam berdarah dengue

Demam Tifoid

13
Influenza

ITP

Rencana Pemeriksaan Lanjutan

Tes salmonella IgM dan IgG


Tes Urinalisis
Tes Elektrolit darah

PENATALAKSANAAN

- Inf. D5 1/2NS 1500 cc/ 24jam


- Inj Ranitidin 2x 20 mg
- Inj Santagsik K/P
- P.O
- Paracetamol) syr 3 x1 1/ 2 cth
- Psidii 3x1 cth

PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Follow up tanggal 14 Desember 2017

S:- demam tinggi (f5)

- Demam sejak sabtu sore naik turun


- Batuk (-)

14
- Seluruh tubuh terasa sakit
- Nafsu makan tetap
- Menggigil (-)
- Mual, muntah (-)
- BAB (+) BAK (+)

O: BB : 16 kg

- Tekanan Darah : 100/60mmHg


- Suhu : 36,2 0 C
- Nadi : 100 x/menit (kuat)
- RR : 20 x /menit
- Kepala : normocepali
- Mata : sclera ikterik -/- , konjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : soefel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah (-), shifting dullness (-)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Demam dengue hari ke 5

P:- Inf D5 1/2NS 1500 cc / 24jam

- Inj Ranitidin 2x 20 mg
- Inj. Santagesik 3x 160mg K/P
PO
- Paracetamol syr 3 x1 1/ 2 cth
- Psidii 3x1 cth
- Cek DL,UL pagi jam 6
- Observasi KU,TTV dan tanda syok.

15
Hasil laboratorium 14 desember 2017 jam 15.09 WIB

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,3 13,4-15,5 g/dl
Lekosit 2500 4000-11.000 /uL
PCV 32.7 37-47 Sel/ul
Trombosit 70000 140.000-350.000 /uL
DIABETES
Glukosa sewaktu 91 60-100 mg/dl
ELEKTROLIT
Na - 134-146 mmol/L
K - 3,4-4,5 mmol/L
Cl - 96-108 mmol/L
IgG dengue - Negative
IgM dengue - Negative

Follow up harian tanggal 15 Desember 2017

S: - Demam sudah turun

- Bak & Bab +


- Bising usus normal
- Seluruh tubuh bertambah sakit
- Nafsu makan normal
- Bibir pecah-pecah

O: BB : 16 kg

Tekanan Darah : 100/60mmHg

Suhu : 36,6 0 C

16
Nadi : 96 x/menit kuat

RR : 20 x /menit

Kepala : normocepali

Mata : sklera ikterik -/- , konjunctiva anemi -/-

Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)

Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)

Abdomen : supel, BU (+), tidak ada nyeri tekan regio abdomen , shifting dullness (-)

Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Demam dengue

P:- Inf D5 1/2NS 1500 cc / 24jam

- Inj Ranitidin 2x 20 mg
- Inj. Santagesik 3x 160mg K/P
PO
- Paracetamol syr 3 x1 1/ 2 cth
- Psidii 3x1 cth

Hasil laboratorium tanggal 15 desember 2017 jam 08.38 WIB

URINALISA Hasil Nilai normal Satuan


pH 7.0 4.5-8.0
Berat Jenis 1.010 1.003-1.030
Leukosit 3-4 Negatif /lpb
Eritrosit 2-3 Negatif /lpb
Sel epitel 0-1 Negatif //lpb

17
Follow up harian tanggal 16 Desember 2017

S:- Sudah tidak lagi demam(f7)

- BAB BAK normal


- Sakit seluruh tubuh (-)
- Nafsu makan baik

O: BB : 16 kg

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Suhu : 36,4 0 C

Nadi : 90 x/menit

RR : 26 x /menit

Kepala : normocepali

Mata : sklera ikterik -/- , konjunctiva anemi -/-

Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)

Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)

Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah, shifting dullness(-)

Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : demam dengue

P : - ACC KRS

- Psidii 3x1cth
- Kontrol ulang dr anak rsud tuban tgl 20-12-2017
- Bila ada keluhan bawa kerumah sakit

18
Hasil laboratorium tanggal 16 Desember 2017 jam 06.47 WIB

HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan


Hemoglobin 11,4 13,4-15,5 g/dl
Lekosit 2.500 4.000-11.000 /uL
PCV 35.9 35-47 Sel/ul
Trombosit 105.000 140.000-350.000 /uL

ANALISA KASUS

Anak perempuan 7 tahun, Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit umum tuban, demam turun saat dikasih obat penurun panas. Pasien masuk
puskesmas karena demam hari rabu 13 desember 2017 dan hari kamis 14 desember 2017 cek
darah di puskesmas, kamis malam dirujuk ke RSUD karena trombosit turun. Tidak mengeluh
mual, muntah dan tidak ada nyeri perut. Nafsu makan pasien biasa sebelum masuk rumah sakit,
badan pasien terasa lemas dan badannya terasa sakit. Bab normal seperti biasanya, Bak normal
seperti biasanya. Pasien tidak mengeluh gusi berdarah, tidak pernah mimisan, tidak ada bercak
bercak merah pada kulit dan tidak ada tanda-tanda perdarahan. Pasien tidak memiliki riwayat
kejang, hanya batuk pilek kadang kadang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 110
x/menit, suhu 36.8 C, frekuensi nafas 28x/menit, BB/BB ideal CDC 80% (gizi kurang), tidak
ada nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting dullness negatif. CTR ± 2 detik, Tanpa
manifestasi perdarahan atau dehidrasi.

MASALAH Dasar Penetapan Masalah Hipotesa


-Demam 2 - 7 naik turun tanpa
manifestasi perdarahan
Infeksi virus -Trombositopeni tanpa tanda - Demam dengue
plasma leakage
-PCV rendah
Gizi kurang -BB CDC= 80 % (Gizi Kurang) - Intake cukup

19
Terapi

Planning: Non
MASALAH Medikamentosa
Medikamentosa
Tirah baring
Inf. D5 ½ NS 1500cc/24jam
Minum 1-1,5 liter per hari Ranitidin 2x20mg
Santagesik 3x160 K/P
Demam dengue
Pctm syr 3x1 1/2cth
Psidii 3x1

Terapi dan Dasar Pemilihan Obat

Terapi cairan

1. Pemberian cairan dipilih sesuai kondisi pasien yang tanpa tanda-tanda dehidrasi dan berat
badan 16kg.

Pada kasus ini dipilih cairan kristaloid D5 1/2NS

Inf D5 1/2NS = (1000) + (16x50) kemudian dibagi 24jam

= 1800cc/24jam

2. Santagesik : Golongan analgesik untuk anti nyeri


- Dosis : 10mg/kgbb
- (10x16) = 3 x 160 mg
3. Ranitidine: Golongan AH2. Melindungi mukosa lambung dengan menghambat
perangsangan sekresi asam lambung.
- Dosis: 2 x 20mg.
- Efek samping:sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.
4. Paracetamol syr : Bekerja sebagai antipiretik, yang berarti dapat memengaruhi bagian
otak (hipotalamus) yang mengatur suhu tubuh. Parasetamol juga berefek menghambat
prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat
postaglandin perifer.
- Dosis : 10- 15 mg /kg bb diberikan 3x1 1/2 cth perhari
- Efek samping: mual, muntah, lemas, dan memicu kerusakan hati

20
5. Psidii : Membantu meningkatkan jumlah trombosit.
- Sediaan : 250mg/5ml 60ml
- Dosis : 3x1 cth
- Efek samping:

Diagnosis Banding :

1. Demam berdarah dengue


Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan gejala umum yang khas,
hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari adanya manifestasi perdarahan. Pada uji
tourniquet didapatkan hasil yang positif. Peningkatan hematokrit > 20 %
Pada pasien tidak ada manifestasi perdarahan dan peningkatan hematokrit < 20 %
2. Demam Tifoid
Penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri salmonella thyfoid dan salmonella
paratyhfoid.
3. Influeza : infeksi virus yang menyerang saluran pernafasan termasuk
hidung,tenggorokan,cabang tenggorokan dan paru.
4. ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura : Penyakit kelainan autoimun yang berdampak
pada trombosit atau platelet. Kondisi ini dapat menyebabkan seorang mudah mengalami
memar atau berdarah. Perdarahan terjadi akibat tingkat trombosit yang rendah

21
BAB II

Pendahuluan

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1

Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi infeksi
dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita infeksi
dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah
dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1 Walaupun demikian tidaklah benar jika
dikatakan DD/DBD adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004
2
di enam rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus DD/DBD adalah dewasa.
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami penurunan dan saat ini
berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih diatas 4% akibat penanganan yang
terlambat.1

22
Gambar 1. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004

Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal
(DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif
terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan
memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi
serotipe kedua. 1

Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di
Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan.
Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun
pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh
sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris. 2

Definisi

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue
yang berat dan sering kali fatal. 3

23
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan
bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan
berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 1

Sejarah infeksi dengue dan virus dengue

DD klinis dilaporkan pertama kali oleh Banyamin Reesh pada bulan Agustus -Oktober
1780 (break bone fever) di Philadelphia.4,6 Pada tahun 1954, DBD pertama kali dilaporkan di
Filipina yang kemudian menyebar ke negara-negara kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1980 an
penyakit ini merambah negara-negara di Benua Amerika yang beriklim tropis dan subtropis.6

Di Indonesia, pertama kali dilaporkan kasus DD oleh Bylon di Batavia tahun1779.4


Kasus DBD pertama kali terdiagnosis di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit ini terutama
menyerang anak usia dibawah 15 tahun. Dalam kurun waktu 40 tahun, penyakit ini telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.6 Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara
pertama kali digunakan di Filipina tahun 1953 , kasusnya dilaporkan oleh Quintos dkk pada
tahun 1954.4,7

Hingga tahun 1956 baru dikenal virus dengue tipe 1 dan 2.4 Virus DEN-1 pertama kali
diisolasi Sabin dan Schlesinger di Honolulu tahun 1943. Pada tahun yang sama, Kimura dan
Hotta berhasil mengisolasi dan mempublikasikan virus DEN-1 selama terjadi epidemi di
Nagasaki.5 Virus DEN-2 berhasil diisolasi oleh sejumlah ahli di New Guinea pada tahun 1944.
4
Virus DEN-3 dan 4 diidentifikasi oleh Hammon dkk tahun 1960 dan dua tahun kemudian
berhasil mengidentifikasi virus DEN- 5 dan 6.5

Etiologi

Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
8
dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-
1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9

24
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8

Gambar 2. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex

Patofisiologi

Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan
plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan
trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam
berdarah dengue. 9,10

Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas.3 Beberapa teori dan hipotesis
yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :

25
1. Teori virulensi virus 6. Teori endotoksin
2. Teori imunopatologi 7. Teori limfosit
3. Teori antigen antibodi 8. Teori trombosit endotel
4. Teori infection enchancing antibody 9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi
sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini
berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia
dan limfosit T. 9

Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD

Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody
dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 10

26
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat
memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada
anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun
ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu.
Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting
dalam patofisiologi DBD. 10

Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory

Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar


imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan
infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus
dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teorui ini saat ini dikenal sebagai
”antibody dependent enhancement” (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis
DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder
dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS.
1

Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :

- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 10

Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:

27
- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody). 10

Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks
imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa
infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro
menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit
akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan
berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga
penyakit cenderung lebih berat.10

Gambar 3. Teori secondary heterologous infection

28
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik
dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1

Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk
kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag).
Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T
(CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk
makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi
ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet,
produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.

Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an patogenesis
DBD/DSS

(dikutip dari kepustakaan no. 10 )

29
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD

(dikutip dari kepustakaan no. 10 )

30
Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :

1. Silent dengue atau Undifferentiated fever


2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11

Gambar 5. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue

Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
11
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia.
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam. 4,12

-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik
yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau
ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari. 12

31
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus
atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain
dapat menyertai.4,12

Gambar 6. Spektrum Klinis DD dan DBD

Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut

- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan
darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat. 8

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.11 Kasus DBD ditandai 4 manifestasi
klinis yaitu :

- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali

32
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.12

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah
tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi
hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya
tidak ikterik.8

33
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue

Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah


Dengue
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri Otot +
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tornikuet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga


berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan
DBD dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.

34
Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,

saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok)

35
Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak
gelisah. 11

Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD

Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue
yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan
masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang
dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat

36
membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga
catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2

Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu
trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :

Kriteria klinis :

- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :

- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)


- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 8

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :

- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan


adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan
penderita gelisah.
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa.

37
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada


DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8
sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau
sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,
dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4

2. Pencitraan pencitraan

2.1 Pemeriksaan rontgen dada

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13

Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue

38
2.2. Pencitraan Ultrasonografis

Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak
menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam
perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam
penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk
meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda
bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13

3. Pemeriksaan Serologi.

Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :

- Uji hambatan hemaglitinasi


- Uji Netralisasi
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot.

Pemeriksaan rapid sero diagnostic test

Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian Uji
serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3.
Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4
akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali
dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah seumur
hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik

39
dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke
2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.

Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue

Respon imun terhadap infeksi dengue :

Antibodi Ig M :

- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi


- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer
singkat
Antibodi Ig G :

- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala


- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G anti
dengue. 14

40
Gambar 11. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue

Komplikasi

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11

Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).13

Gambar 12. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit

41
Penatalaksanaan Demam Dengue

Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :

- Tirah baring selama fase demam akut


- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami nyeri
yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah. 8

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga
prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan
fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit
yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. 8 Kunci keberhasilan pengobatan DBD
ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2

Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga
ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga
48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam
sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.

Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya
dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.
Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan
sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada
DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan
Ringer akibat adanya asidosis berat. 2

42
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan
cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus
disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma.2

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid
maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan
dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2

Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2

43
Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi
perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya
juga tidak banyak.2

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi


perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih menandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).2

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya
oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar
hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan
tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2

44
Gambar 13. Keseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada kapiler yang harus dipertahankan untuk
mencegah terjadinya syok pada DBD (dikutip dari kepustakaan no. 13)

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

45
Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

46
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.

47
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%

48
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue

49
Kriteria memulangkan pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).7

Pencegahan

- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog

50
Gambar 14. Kegiatan foging

- Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15

51
Kesimpulan

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).

Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman


mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis
dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

52
Daftar Pustaka

1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic


Fever. Dalam: Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13th
National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam: Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2006.h. 63
3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia
: WB Saunders.2009.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 2008
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir. Rev Cubana Med Trop 2010;
54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita
Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 2008.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2006.
Surabaya : Airlangga University Press 2009.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.2009
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2008. h. 41-55

53
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro
SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi
pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Suzanne. Dengue. Didapatkan dari : URL:
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview. Diakses pada tanggal 01
Desember 2013.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2010.

54

Anda mungkin juga menyukai