Anda di halaman 1dari 13

KOMANDO DAERAH MILITER XIII/MDK

KESEHATAN

Gastroesophageal Reflux Disease


Oleh :

dr. Hanry Junianto

Pembimbing :

dr. Adolf Antonius Rumambi, DK, M.Kes

dr. Giselle Wilhelmina Raphaela Tambajong

Manado, 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD/Penyakit Refluks Gastroesofageal) adalah


suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk
melindungi mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal
dan paparan yang berulang.

Refluks asam sendiri merupakan suatu pergerakan dari isi lambung dari lambung ke
esophagus. Refluks ini sendiri bukan merupakan suatu penyakit, bahkan keadaan ini
merupakan keadaan fisiologis, refluks ini terjadi pada semua orang, khususnya pada saat
makan banyak, tanpa menghasilkan gejala atau tanda rusaknya mukosa esophagus.

Pada GERD sendiri merupakan suatu spectrum dari penyakit yang menghasilkan
gejala heartburn dan regurgitasi asam, telah diketahui bahwa refluks kandungan asam
lambung ke esophagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esophagus, seperti esofagitis,
striktur peptik, dan Barret’s esophagus dan gejala ekstraesophagus, seperti nyeri dada, gejala
pulmoner, dan batuk.

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat ditemukan pada semua umur, umum
ditemukan pada populasi di negara – negara barat, namun dilaporkan relatif rendah
insidennya di negara – negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima
orang dewasa mengalami refluks (heartburn dan/atau regurgitasi) sekali dalam seminggu
serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di
Amerika Serikat mendekati 7% sementara di negara – negara non-western prevalensinya
lebih rendah (1.5% di China dan 2.7% di Korea). Gastroesophageal Reflux Disease terjadi
pada semua kelompok umur. Prevalensi GERD meningkat pada orang tua > 40 tahun terjadi
pada sebagian umum laki-laki daripada wanita.

Di Indonesia sendiri belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di
Divisi Gastroenterohepatologi Departemen IPD FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta, didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani
pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.HK
Umur : 43 tahun
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Teling
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku : Minahasa
Tanggal masuk : 8 Januari 2020

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : Nyeri perut disertai rasa pedis yang menjalar ke dada
b. Keluhan tambahan : Pusing berputar
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk ke Rumah Sakit Wolter Monginsidi Teling dengan keluhan
utama nyeri perut yang disertai dengan rasa pedis yang menjalar ke daerah
dada sejak 2 hari yang lalu, pasien juga mengeluhkan merasakan mual tetapi
tidak muntah, pada saat nyeri berlangsung pasien juga mengeluhkan kepala
terasa pusing berputar, napsu makan terasa berkurang karna pasien merasakan
rasa asam pada saat menelan, demam tidak dikeluhkan oleh pasien, BAB/BAK
tidak ada keluhan.
Menurut keterangan pasien, pasien adalah orang yang penggemar kopi, sehari
bisa mengkonsumsi 2 – 3 gelas cangkir kopi.
d. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah sakit seperti ini, tetapi baru sekarang merasakan gejala yang
lebih berat.
e. Riwayat pengobatan :
Pasien mengkonsumsi antasida sirup tetapi keluhan tidak membaik.
f. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit seperti yang pasien alami.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalisata
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 130/90 mmHg
 Nadi : 88 x/menit, kuat angkat
 Respirasi : 19 x/menit
 Suhu : 36.6ºC
 Berat badan : 71 kg

Kepala : Normocephal

Mata : Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, conjungtiva anemis (-) sklera


ikterik (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks :

 Inspeksi : Pengembangan dada kiri = kanan


 Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
 Perkusi : Sonor kiri = kanan
 Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki (-) Wheezing (-)

Abdomen :

 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada, CRT < 2 detik


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Leu : 8.300
Eri : 5.50
Hb : 15.5
HCT : 47.5
Trombosit : 173.000
MCV : 85.1
MCH : 22.7
MCHC : 32.6

V. DIAGNOSIS KERJA
Gastroesophageal Reflux Disease

VI. RESUME
Seorang pasien laki-laki usia 43 tahun masuk ke Rumah Sakit Wolter Monginsidi
Teling dengan keluhan utama nyeri perut disertai dengan rasa pedis yang menjalar
ke daerah dada sejak 2 hari yang lalu, pasien juga mengeluhkan mual, napsu
makan menurun, kepala terasa pusing dan merasa asam pada saat menelan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 88 x/menit,
respirasi 19 x/menit, suhu badan 36.6ºC, pada mata conjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pada thoraks suara pernapasan vesikuler, tidak ada rhonki dan
wheezing, pada abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium, bising usus normal,
pada ekstremitas akral hangat, tidak ada edema, CRT < 2 detik. Pada pemeriksaan
penunjang di temukan leukosit 8.300, hemoglobin 15.5, eritrosit 5.50, trombosit
173.000, hematokrit 47.5.

VII. TATALAKSANA
a. Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Inj Pantoprazole 1 x 1 amp
Inj Ondancentron 4 mg 1 x 1 amp
Betahistin mesilat 2 x 6 mg tab
Sucralfat syr 3 x 2 c
b. Non – medikamentosa
Menurunkan berat badan
Mengurangi makanan yang merangsang lambung
Jangan makan terlalu kenyang
Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur

VIII. FOLLOW UP
9 – 1 – 2020
S : Nyeri perut (+) Pusing berputar (+) Mual (-)
O : KU : Sakit sedang Kes : CM
T : 130/80 N : 85 R : 21 S : 36.8
Kep : Conjuntiva anemis (-) Sklera ikterik (-)
Tho : Sp.vesikuler, Rh (-) Wh (-)
Abd : NTE (+), bising usus (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
A : GERD
P : IVFD RL 20 tpm
Inj Pantoprazole 1 x 1 amp
Betahistin mesilat 2 x 6 mg tab
Sucralfat syr 3 x 2 C

10 – 1 – 2020
S : Nyeri perut (+)
O : KU : Sakit sedang Kes : CM
T : 130/80 N : 85 R : 21 S : 36.8
Kep : Conjuntiva anemis (-) Sklera ikterik (-)
Tho : Sp.vesikuler, Rh (-) Wh (-)
Abd : NTE (+), bising usus (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
A : GERD
P : IVFD RL 20 tpm
Omeprazole 2 x 20 mg caps
Betahistin mesilat 2 x 6 mg tab
Sucralfat syr 3 x 2 C
11 – 1 – 2020
S : Nyeri perut (+)↓
O : KU : Sakit sedang Kes : CM
T : 130/80 N : 85 R : 21 S : 36.8
Kep : Conjuntiva anemis (-) Sklera ikterik (-)
Tho : Sp.vesikuler, Rh (-) Wh (-)
Abd : NTE (+)↓, bising usus (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
A : GERD
P : IVFD RL 20 tpm
Omeprazole 2 x 20 mg caps
Sucralfat syr 3 x 2 C
R/ Rawat jalan
BAB III

PEMBAHASAN

Definisi

GERD merupakan gangguan di mana isi lambung mengalami refluks secara berulang
ke dalam esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang
mengganggu.

Epidemiologi

Prevalensi GERD di Asia, secara umum lebih rendah dibandingkan negara barat. Di
Amerika Serikat, GERD merupakan diagnosis terbanyak pada penderita dengan keluhan
gastrointestinal, dan merupakan 4% dari kunjungan di praktek klinik sehari-hari.
Diperkirakan 14-20% penduduk dewasa di Amerika Serikat menderita GERD dengan
berbagai derajat penyakit. Prevalensi GERD di Asia berkisar 3 – 5%, dengan pengecualian di
Jepang dan Taiwan yang berkisar 13-15%. Prevalensi Esofagitis di negara-negara barat
menunjukan rarata 10-20%. Indonesia sampai saat ini belum mempunyai data yang ada
tendens makin meningkat. Data tahun 2002 menunjukan ada peningkatan dari 5.7% menjadi
25.18% pada tahun 2002.

Manifestasi Klinis

Gejala utama GERD adalah heart burn, yaitu rasa panas seperti terbakar di daerah
substernal, regurgitasi atau keduanya serta dapat disertai disfagia. Keluhan ini biasanya
dirasakan setelah makan, terutama makan dengan volume banyak dan berlemak. Penderita
GERD kadang-kadang juga memberikan keluhan rasa tidak nyaman di dada seperti angina
pektoralis. Keluhan lain yang lebih jarang rasa cairan asam di mulut (water brash),
cegukan/singultus, mual dan muntah.

Gejala GERD yang non-spesifik adalah gejala ekstraesofageal, seperti nyeri dada
nonokardiak, batuk kronis, asma, penomintis berulang, erosi gigi, laringitis/suara serak, dan
yang terakhir dilaporkan adanya otitis media.
Patogenesis

GERD merupakan penyakit multifaktorial, dimana esofagitis terjadi akibat refluks


dari lambung ke esofagus, jika;

1. Terjadi kontak dalam waktu yang lama antara bahan refluksat dengan mukosa
esofagus.
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun kontak antara
bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.
3. Terjadi gangguan sensitivitas terhadap rangsangan isi lambung yang disebabkan
adanya modulasi persepsi neural esofageal baik sentral maupun perifer.

Beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap patogenesis GERD adalah adanya infeksi
H.pylori, peranan kebiasaan/gaya hidup, peranan motilitas, dan hipersensitivitas viseral.

Diagnosis

Menegakkan diagnosis GERD berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis gejala GERD yang utama adalah heart burn
dan/atau regurgitasi yang timbul setelah makan. Gejala lain yang menyertai disfagia,
odinofagia, rasa asam di mulut, atau gejala ekstra esofageal seperti nyeri dada non kardiak,
batuk kronis, asma, penomitis berulang, erosi gigi, laringitis/suara serak, dan otitis media.

Untuk membantu menegakkan diagnosis terdapat suatu alat bantu yaitu kuisoner
GERD, merupakan suatu kuesioner untuk membantu menegakkan diagnosis GERD dan
mengukur respons terapi.

Pemeriksaan standar baku untuk menegakkan GERD adalah endoskopi saluran cerna
bagian atas. Endoskopi terutama dilakukan pada penderita GERD dengan gejala alarm
(disfagia progresif, odinofagia, penurunan berat badan, anemia, hematemesis melena, riwayat
keluarga dengan keganasan, penggunaan OAINS kronik, usia > 40 tahun di daerah prevalensi
kanker lambung tinggi dan yang tidak respon terhadap terapi empirik dengan PPI 2 kali
sehari. Pemeriksaan endoskopi dapat menilai berat ringannya mucosal break dengan
menggunakan klasifikasi Los Angeles modifikasi atau Savary-Miller. Jika pada endoskopi
tidak ditemukan mucosal break, maka termasuk NERD (non-erosive reflux disease).
Pemeriksaan histopatologi diperlukan untuk menentukan adanya metaplasia,
displasia, atau keganasan. Jika tersedia dapat dilakukan pemeriksaan pH metri 24 jam, untuk
menilai paparan asam dalam esofagus dan mengkorelasikan dengan gejala yang ada.

PPI test dapat membantu diagnosis pada penderita dengan gejala spesifik dan tanpa
adanya tanda bahaya atau resiko esofagus baret. Tes ini dilakukan dengan memberikan PPI
dosis ganda selama 1-2 minggu tanpa didahului endoskopi. Jika gejala menghilang dengan
pemberian PPI dan muncul kembali jika terapi dihentikan, maka diagnosis GERD dapat
ditegakkan, tes dikatakan positif jika terjadi perbaikan dalam 1 minggu sebanyak lebih dari
50%.

Pemeriksaan penunjang lain esofagografi barium, manomteri esofagus, tes impedans,


tes bilitec, tes bernstein.

Tatalaksana

Non-Farmakologi

Modifikasi gaya hidup

1. Meninggikan posisi kepala 6 inchi (15-20 cm)


2. Modifikasi berat badan
3. Stop merokok
4. Stop alkohol
5. Mengurangi makanan dan obat-obatan yang merangsang lambung
6. Jangan makan terlalu kenyang
7. Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur

Farmakologi

Obat golongan proton-pump inhibitor (PPI) merupakan obat pilihan mencegah erosi
esofagus dan simtomatis GERD. Terdapat 5 jenis PPI yang beredar di pasaran yaitu
omeprazole, rebaprazole, lanzoprazole, esomeprazole, dan pantoprazole. Obat-obatan lain
yang dapat mengatasi GERD; antasida, prokinetik, H2 antagonis reseptor, dan baclofen.
Endoskopik

Penatalaksanaan endoskopik untuk mengatasi komplikasi GERD seperti Barret’s


esofagus, stenosis, atau perdarahan, dapat dilakukan argon plasma coagulation, ligasi,
endoscopic mucosal resection, bouginasi, hemostasis, atau dilatasi.

Bedah

Tindakan bedah untuk anti refluks dan mengatasi komplikasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. American Gastroenterological Association (2008). American Gastroenterological


Association Institute Technical Review on the Management of Gastroesophageal
Reflux Disease. Gastroenterol, 135, 1392-1413.
2. Avunduk (2008). Gastroesophageal reflux disease. In; Manual of Gastroenterology
4th edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins, pp. 124-137.
3. Djojoningrat Dharmadika (2011). Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Buku Ajar
Gastroenterologi. Editor: Rani A, Simadibrata M, Syam AF. Jakarta: Interna
Publishing, Hal. 245-255.
4. Patrick L (2011). Gastroesophageal reflux disease: A review conventional and
alternative treatments. Alternative med, 16, 116-132.
5. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) (2013). Revisi Konsensus nasional
penatalaksanaan penyakit reflux gastroesofageal (Gastroesophageal reflux
disease/GERD) di Indonesia. Editor: Syam AF, Aulia C, Renaldi K, Simadibrata M,
Abdullah M, Tedjasaputra TR. Jakarta: PGI.
6. Yamada T (2013). Gastroesophageal reflux disease. In: Hand Book og
Gastroenterology 3th ed. New York: Wiley-Blackwell, pp. 204-211.
7. Fock KM, Talley NJ, Fass R, et al.Asia-Pacific consensus on the management og
gastroesophageal reflux disease: update. J Gastroenterol Hepatol 2008;23:8-22
8. Fujiwara Y, Arakawa T. Epidemiology and clinical characteristics of GERD in the
japanese population. J Gastroenterol 2009;44:518-34
9. Jones R, Junghard O, Dent J, et al. Development of the GerdQ, a tool for the
diagnosis and management of gastro-oesophageal reflux disease in primary care.
Aliment Pharmacol Ther 2009;30:1030-8.
10. DeVault KR, Castell DO. Updated guidelines for the diagnosis and treatment of
gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol 2005;100;190-200

Anda mungkin juga menyukai