TETANUS
Disusun Oleh :
dr. Sri Pitri Astutiningsih
1
Pada hari ini tanggal Maret 2017 telah dipresentasikan laporan kasus oleh :
1 dr. Rindy
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
LAPORAN KASUS
2
IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Pacitan
Tanggal MRS : 22 Januari 2017
No. RM : 25.00.xx
ANAMNESIS
Anamnesis didapatkan pada tanggal 22 Januari 2017
- Keluhan utama : Kram perut
- Keluhan tambahan : nyeri pada tenggorokan, mulut kaku dan sulit
untuk dibuka, luka pada kaki kanan, kejang.
3
Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat Penyakit asma : disangkal
Riwatat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat epilepsy : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
VITAL SIGN
Nadi : 88 x/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Suhu : 37,8oc
RR : 20 x/menit
4
Kepala-Leher
Kepala : Normocepali, bentuk simetris
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Wajah : Trismus (+) Rhisus Sardonicus (+)
Leher : kaku, kaku kuduk (+), tidak ada pembesaran KGB.
Thorax-Cardiovascular
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri warna kulit
normal, penggunaan otot bantu nafas (-).
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri.
Perkusi : sonor pada kedua dinding thorak, batas jantung dalam
batas normal.
Auskultasi :
Pul : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : distensi (+), peradangan pada kulit (-), warna kulit dalam
batas normal
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh dinding abdomen.
Palpasi : nyeri tekan (-), perut tegang dan keras, massa (-),
opistotonus (+)
Pemeriksaan ekstremitas
Superior
Inspeksi :atrofi (-), hipertrofi (-),deformitas (-)
Palpasi :nyeri tekan (-),konsistensi kenyal
Inferior :
Inspeksi : Luka pada pedis dextra (+), pus (+), atrofi (-),
hipertrofi (-), deformitas (-)
Palpasi : konsistensi kenyal,nyeri tekan (+) pada pedis dekstra
Status Neurologis
KEADAAN UMUM
› Kesadaran
Kwalitatif : compos mentis
Kwantitatif : GCS 456
5
› Pembicaraan
Disartria : (-)
Monoton : (-)
Scanning : (-)
Afasia : Motorik (-)
Sensorik (-)
Amnestik/anomik (-)
Pemeriksaan Khusus
1. A. RANGSANGAN SELAPUT OTAK
Kaku Kuduk :+
Kernig :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II :-
B. LASEQUE TEST: -
2. Saraf Otak
› N. I Kanan Kiri
Hypo/Anosmia : tdl tdl
Parosmia : tdl tdl
Halusinasi : tdl tdl
› N. II Kanan Kiri
Visus : sde sde
Yojana Penglihatan : dbn dbn
Melihat warna : dbn dbn
Funduskopi : tdl tdl
N. III, N. IV, N. VI Kanan Kiri
› Kedudukan bola mata : sentral sentral
› Pergerakan bola mata
Ke nasal : + +
Ke temporal atas : + +
Ke bawah : + +
Ke atas : + +
Ke temporal bawah : + +
› N. V Kanan Kiri
6
Cabang Motorik
Otot masseter : meningkat meningkat
Otot temporal : meningkat meningkat
Otot Pterygoideus : meningkat meningkat
Cabang Sensorik:
I : dbn dbn
II : dbn dbn
III : dbn dbn
Refleks kornea langsung :+ +
Refleks kornea konsensual :+ +
› N. VII
Waktu diam
Kerutan dahi : simetris
Tinggi alis : simetris
Sudut mata : simetris
Lipatan nasolabial : simetris
Waktu gerak
Mengerutkan dahi : kerutan pada dahi sebelah
kanan dan kiri sama
Menutup mata : kedua mata kanan dan kiri
dapat menutup
Mencucu / bersiul : sde
Memperlihatkan gigi : sudut mulut sebelah kanan
dan kiri simetris
Pengecapan 2/3 depan lidah: tdl
Hyperakusis : -/-
Sekresi air mata : tidak dilakukan
› N. VIII
Vestibular Kanan Kiri
Vertigo: (-) (-)
Nystagmus ke : (-) (-)
Tinitus aureum: (-) (-)
Tes kalori : tidak dilakukan
7
Tuli perseptif : (-) (-)
› N. IX, N. X
Bagian motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara : suara biasa
Kedudukan arcus pharynx : sde
Kedudukan uvula : sde
Pergerakan arcus pharynx/uvula : sde
Detak jantung : 88 x/menit
Menelan :-
Bising usus : + normal
Bagian sensorik
pengecapan 1/3 belakang lidah : tdl
Refleks-refleks
Refleks muntah : tdl
Refleks palatum-molle : tdl
› N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : sde sde
Memalingkan kepala : sde sde
› N. XII
Atrofi : Kanan : (-) Kiri : (-)
Fasikulasi/tremor : Kanan : (-) Kiri : (-)
Kekuatan lidah pada bagian dalam pipi: :
normal normal
› Ekstremitas
Superior
Sensorik : Dalam batas normal
Motorik
1. Kekuatan otot
Lengan Kanan Kiri
M. Deltoid (Abduksi lengan atas) : 5 5
M. Biceps (Fleksi lengan bawah) : 5 5
M. Triceps (Ekstensi lengan bawah) : 5 5
Fleksi sendi pergelangan tangan : 5 5
Ekstensi sendi pergelangan tangan : 5 5
Membuka jari-jari tangan : 5 5
Menutup jari-jari tangan : 5 5
2. Tonus otot : meningkat
8
3. Refleks fisiologis : BPR : (+) Normal (+) Normal
TPR : (+) Normal (+) Normal
4.Refleks patologis : Hofman (-)
Trommer (-)
Inferior
› Sensorik : dalam batas normal
› Motorik
1. Kekuatan otot
Tungkai Kanan Kiri
Fleksi artic. coxae (tungkai atas) 5 5
Extensi artic. coxae (tungkai atas) 5 5
Fleksi sendi lutut (tungkai bawah) 5 5
Fleksi plantar kaki 5 5
Ekstensi dorsal kaki 5 5
Gerakan jari-jari 5 5
Kanan Kiri
Tonus otot Meningkat Meningkat
Refleks fisiologis: KPR : +N +N
APR : +N +N
Refleks patologis:
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Gonda (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
9
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Pr : 12,0 – 14,0
Hematokrit 40,9 % Lk : 40 – 48
Pr : 37 – 43
MCV 89,4 Pf 82 – 92
CT 14 <15 Menit
BT 2 <5 Menit
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Meningoensefalitis
RENCANA TERAPI
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Infus Metronidazole 500 mg/8 jam
Injeksi Tetagam 1500 iu Single dose
Injeksi Citicolin 500 mg/12jam
Injeksi Ethigobal 500 mg/12 jam
Infus Paracetamol 1000 mg/8jam
Injeksi Ampicilin 1gr/8jam
Injeksi Diazepam 10 mg (kp kejang)
Injeksi Pantoprazole 40 mg/24 jam
Nonmedikamentosa:
Isolasi pada ruangan yang tenang dan bebas dari rangsangan luar
Pasang NGT
Head up 30 derajat
11
ANALISIS KASUS
Penatalaksanaan
Pada kasus ini pasien telah diberikan Tetagam 1500 IU per hari yang bertujuan
untuk mencegah penyebaran toksin dan manifestasi klinis yang lebih lanjut.
12
TETANUS
a. Definisi
b. Etiologi
13
ditemukan pada feses kuda, anjing dan kucing. Toksin diproduksi oleh bentuk
vegetatifnya.
c. Pathogenesis
14
Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)
Eksotoksin
Ganglion Sumsum
Otak Saraf Otonom
Tulang Belakang
15
Kesadaran
d. Gejala Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari
atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan
jarak dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf
Pusat (SSP); secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan
SSP, masa inkubasi akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan
semakin tinggi kemungkinan terjadinya kematian.
Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:
16
beberapa menit. Spasme dapat berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan
sempurna memerlukan waktu hingga beberapa bulan.
2. Localized tetanus (Tetanus lokal)
Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi
serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak
umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa
minggu sebelum akhirnya menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat
mendahului tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar
1% kasus yang menyebabkan kematian.
3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)
Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah
infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik
(seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus
umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya
buruk.
4. Tetanus neonatorum
Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada
negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian
neonatus. Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi
untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi. Masa inkubasi
sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut
mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%. Selain
berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit, tetanus dapat
dibagi menjadi empat (4) tingkatan.
e. Diagnosis
17
menyeluruh dan spasme tetapi tetap sadar, maka dapat diperkirakan suatu
diagnosis tetanus.
Langkah Diagnosis
Anamnesis
· Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan
tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik
(OMSK), atau gangren gigi.
· Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/
WUS.
Pemeriksaan fisik
· Adanya kekakuan lokal atau trismus.
· Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.
· Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya
penyulit
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus.
Namun demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak
mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.
Biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain
mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.
Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada luka dan dapat
diisolasi dari pasien yang tidak mengalami tetanus.
Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai
imunisasi dan bukan tetanus.
Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.
18
Setelah diagnosis tetanus dibuat harus ditentukan derajat keparahan penyakit.
Beberapa system scoring tetanus dapat digunakan, diantaranya adalah skor
Philips, Dakar, Ablett, dan Udwada. System scoring tetanus juga sekaligus
bertindak sebagai penentu prognosis.
Parameter Nilai
< 48 jam 5
2-5 hari 4
Masa inkubasi 6-10 hari 3
11-14 hari 2
>14 hari 1
Internal dan umbilical 5
Leher, kepala dan dinding tubuh 4
Lokasi infeksi Ekstremitas atas 3
Ekstremitas bawah 2
Tidak diketahui 1
Tidak ada 10
Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada neonates) 8
Status imunisasi > 10 tahun yang lalu 4
< 10 tahun yang lalu 2
Imunisasi lengkap 0
Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa 10
Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa 8
Factor Pemberat Keadaan yang tidak mengancam nyawa 4
Trauma atau penyakit ringan 2
ASA derajat I 1
Sumber : Farrar, el al, 2000
19
1. Skor < 9 : tetanus ringan
2. Skor 9-16 : tetanus sedang
3. Skor > 16 : tetanus berat
Sistem skoring menurut Ablett juga dikembangkan pada tahun 1967 dan menurut
beberapa literatur merupakan sistem skoring yang paling sering digunakan
Udwadia (1992) kemudian sedikit memodifikasi sistem skoring Ablett dan dikenal
sebagai skor Udwadia.
20
40 kali/menit, apneic spell, disfagia berat, takikardia ≥
120 kali/menit, keringat berlebih, dan peningkatan
salivasi.
Grade III B (sangat Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi
berat) otonom berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler:
hipertensi menetap (> 160/100 mmHg), hipotensi
menetap (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), atau
hipertensi episodik yang sering diikuti hipotensi.
Sumber: Udwadia 1992
21
f. Diagnosis Banding
Diagnosis banding tergantung dari manifestasi klinis utama dari penyakit.
Diagnosis bandingnya adalah sebagai berikut :
1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Pada ketiga diagnosis tersebut
tidak dijumpai trismus, risus sardonikus. Namun dijumpai gangguan
kesadaran dan terdapat kelainan likuor serebrospinal.
2. Tetani disebabkan oleh hipokalsemia. Secara klinis dijumpai adanya
spasme karpopedal.
3. Keracunan striknin : minum tonikum terlalu banyak (pada anak).
4. Rabies :dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan, sedangkan
pada anamnesis terdapat riwayat digigit binatang pada waktu epidemi.
5. Trismus akibat proses lokal yang disebabkan oleh mastoiditis, otitis media
supuratif kronis (OMSK) dan abses peritonsilar. Biasanya asimetris.
g. Komplikasi
a. Saluran pernapasan
Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis akibat obstruksi oleh
sekret, pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat
dilakukannya trakeostomi.
b. Kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa
takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
c. Tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan
dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura kolumna vertebralis akibat
kejang yang terus-menerus terutama pada anak dan orang dewasa.
Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans
sirkumskripta.
d. Komplikasi yang lain
Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena penderita berbaring dalam
satu posisi saja, panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin
yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
22
h. Tatalaksana
a. Secara Umum
1. Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.
a. Manajemen luka
Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry masuknya kuman C.
tetani harus mendapatkan perawatan luka. Luka dapat menjadi luka
yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus
dengan kriteria sebagai berikut:
Ciri klinis luka Luka cenderung tidak Luka cenderung
mengalami tetanus mengalami tetanus
Umur luka < 6 jam ≥ 6 jam
Konfigurasi Luka linier, abrasi Luka stelata, avulsi
Kedalaman ≤ 1 cm > 1 cm
Mekanisme cedera Permukaan tajam Peluru, remuk, luka
(pisau, kaca) bakar, radang dingin
Tanda infeksi Tidak ada Ada
Jaringan mati Tidak ada Ada
Kontaminan (kotoran, Tidak ada Ada
feses, tanah, saliva,
karat)
Jaringan denervasi Tidak ada Ada
dan atau iskhemik
b. Obat – obatan
1. Antitoksin
Antitoksin 20.000 IU/I.M/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah
dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
23
Riwayat Luka cenderung tudak Luka cenderung mengalami
vaksinasi mengalami tetanus tetanus
Tidak Ya Tidak Ya Ya
diketahui
/<3tahun
2. Anti kejang/Antikonvulsan
- Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/I.M. untuk anak diberikan mula-
mula 60-100 mg/I.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200
mg/hari).
- Klorpromasin 3 x 25 mg/I.M/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6
mg/kg BB.
- Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam.
3. Antibiotik
Penizilin prokain 1, juta IU/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/I.V Dapat
memusnakan oleh tetani tetapi tidak mempengaruhi proses
neurologiknya.
Penisilin G 100.000 – 200.000 IU/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis.
Metronidazole 500 mg/6 jam/I.V
i. Prognosis
- Dipengaruhi beberapa factor :
1. Masa inkubasi.
Masa inkubasi panjang maka penyakit semakin ringan. Jika <7 hari
maka cenderung berat.
2. Period of onset.
Adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus
sempai kejang terjadi kurang dari 48 jam berarti prognosa jelek
3. Panas
24
Adanya hiperpireksia menunjukkan prognosa jelek.
4. Pengobatan
Pengobatan yang terlambat umumnya prognosa jelek.
5. Frekuensi kejang
Semakin sering kejang prognosa semakin jelek
Daftar Pustaka
Sjamsuhidajat R, Jong Wd. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005.
Edlich RF, Hill LG, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Jed H. Horowitz M, et al.
Management and Prevention of Tetanus. Journal of Long-Term Effects of
Medical Implants. 2003
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysaraf-kiking2.pdf
25