KASUS EMERGENCY
Kesan: Keadaan umum pasien cukup, kesadaran baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal, status gizi baik, tidak terdapat kelainan kulit, kelenjar limfe, otot, tulang, maupun
sendi.
Pemeriksaan Khusus
a) Kepala
- Bentuk : normocephal, ubun – ubun besar menonjol (-)
- Rambut : lurus warna hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema
palpebra -/-, pupil isokor 3mm/3mm, refleks
cahaya +/+, fotofobia (-), mata cowong (-)
- Telinga : sekret -/-, darah -/-
- Hidung : sekret -/-, darah -/-, PCH (-)
- Mulut
Bibir : sianosis (-), oedema (-), perdarahan (-)
Mukosa :pucat (-), hiperemia (-), perdarahan (-), pembesaran tonsil (-) faring
hiperemi (+), uvula hiperemi (+)
b) Leher
• Bentuk : simetris
• Pembesaran KGB : tidak ada
• Kaku kuduk : tidak ada
• Tiroid : tidak membesar
• Deviasi Trakea : tidak ada
c) Dada
Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
• Perkusi : Redup
Batas kanan atas : ICS II garis parasternal kanan.
Batas kanan bawah : ICS IV garis parasternal kanan
Batas kiri atas : ICS II garis parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS IV garis midklavikula kiri.
• Auskultasi : S1S2 tunggal, tidak ada suara tambahan.
Paru-Paru
Kanan Kiri
Depan Perk : Fremitus raba (+), dBN Perk : Fremitus raba (+), dBN
Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)
Perk : Fremitus raba (+), dBN Perk : Fremitus raba (+), dBN
Belakang
Palp : Sonor Palp : Sonor
Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)
d) Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus meningkat (10 x/menit)
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lientidak teraba, turgor
kulit kembali cepat
e) Anggota gerak
Atas: akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat atrofi otot
Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat atrofi otot
f) Anus dan Kelamin
Anus : + DBN
Kelamin : jenis kelamin laki-laki, dalam batas normal
g) Pemeriksaan Neurologis
- Kesadaran :
Kualitatif : Komposmentis
Kuantitatif : PCS 4-5-6
- Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski I (-),
Brudzinski II (-), Lasegue (-)
- Nervus Kranialis :
N. III : Isokor, Φ 3/3 mm, Refleks cahaya +/+
N. VII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra et sinistra
N. XII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra et sinistra
- Motorik :
55 55 + +
55 55 +N +N
5 5
Kekuatan Otot :
5 5 Tonus Otot :
N N
Ref. Fisiologis : Bisep +/+ N, Trisep +/+ N, Knee +/+ N, Achilles +/+ N
Ref. Patologis : Hoffman -/-, Tromner -/-, Babinski -/-, Chaddock -/-, Openheim -/-,
Schaeffer -/-, Gonda -/-, Gordon -/-
- Sensorik : DBN
- Otonom : BAK (+) N, BAB (+) N
- Kolumna Vertebra : DBN
PEMERIKSAAN PENUNJANG (11 November 2021)
Foto thoraks :
Cor : Ukuran normal
Pulmo : Tak tampak infiltrate, trachea di tengah, sinus phrenicocostalis kaanan kiri tajam, tulang dan
soft tissue tampak baik
Kesimpulan : Pulmo dan cor kesan normal
I. RESUME
Anamnesis
RPS :
Kejang (+) 1x, Kejang + 5 menit
Sebelum kejang pasien demam tinggi, saat kejang tidak sadar dan setelah kejang sadar kembali
namun lemas.
Demam (+), Batuk berdahak (+), Pilek (-), Sesak (-), nafas cepat (-), mengi (-).
Muntah (-), Penurunan nafsu makan (+), nyeri telan (+)
BAB (+) normal, diare (-), BAK (+) normal.
Kelemahan tangan dan kaki (-)
RPD : Kejang demam (+), epilepsi (-), riwayat trauma (-).
RPO : Sanmol sirup
RPK :Ibu dan kakak kedua pasien memiliki riwayat kejang demam
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital : Febris (Tax 38,10 C)
Kepala/leher : UUB menonjol (-), sekret telinga (-), darah telinga (-), pernapasan
cuping hidung (-), reflek cahaya (-), bibir sianosis (-), Faring dan uvula hiperemi, KGB
membesar (-).
Pemeriksaan Lab
Darah Lengkap : Leukositosis
UL : dalam batas normal
III. TATALAKSANA
Planning diagnostic: serum elektrolit, gula darah sewaktu, pemeriksaan telinga dengan
otoskopi
Planning monitoring:
- keadaan umum
- tanda-tanda vital
- kejang berulang
- respon terapi, efek samping, dan komplikasi
Planning terapi:
- Diazepam iv 4,5 mg dalam waktu 3-5 menit (bila kejang)
- P/o Amoxicilin 3 x 250 mg
- P/o Paracetamol 3-4 x 150 mg (bila panas)
Cairan dan nutrisi
- Kebutuhan cairan : 90 ml x 15 kg = 1350 ml/hari
- Kebutuhan protein : 90 kkal x 15 kg = 1350 kkal/hari
- Kebutuhan protein : 1,2 g x 15 kg = 18 g/hari
IV. EDUKASI
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita : penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, dan
prognosis.
- Meyakinkan kepada orang tua pasien bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
- Memberitahu beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
- Memberitahu informasi mengenai kemungkinan kejang berulang
- Memberitahu indikasi pengobatan jangka panjang kejang demam dan efek sampingnya
- Memberitahu informasi mengenai faktor resiko terjadinya epilepsi
V. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 11 November 2021
Subjective: pasien merasa masih lemas. Kejang sudah tidak ada
Objective:
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: kompos mentis
TTV: TD: 137/89 mmHg, HR=70x/mnt, RR=24x/mnt, Tax=36,70C , SpO2: 98% (O2 nasal 4 lpm)
K/L= a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax:
Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Redup, batas jantung normal
Auskultasi: S1S2 tunggal reguler, ekstrasistol (-), gallop (-), murmur (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdominal
Inspeksi : flat, darm contour (-) darmsteifung (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, pembesaran organ (-), massa (-), nyeri perut (-)
Extremitas
Atas: akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2 detik
Bawah: akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2 detik
Asessment:
Planning:
Hasil Pembelajaran :
1. Kejang Demam
2. Diagnosis Kejang demam sederhana dan komplek
3. Pemeriksaan dan diagnosis kejang demam sederhana
4. Penanganan kasus kejang demam sederhana
Daftar Pustaka:
1. Cannon, P. Christopher & Eugene Braundwald. 2014. Angina Tak Stabil dan Infark Miokard
Non Elevasi Segmen ST dalam Harrison Kardiologi dan Pembuluh Darah Edisi 2. EGC :
Jakarta [376-382]
2. Antman, M Elliot, Andrew P. Selwyn, Joseph Loscalzo. 2014. Penyakit Jantung Iskemik
dalam Harrison Kardiologi dan Pembuluh Darah Edisi 2. EGC : Jakarta [356-375]
Subjektif:
Pada kasus ini, pasien dibawa keluarga ke IGD RS DKT dengan keluhan nyeri dada sejak
3 hari yang lalu, nyeri dada dirasakan pasien hilang timbul, awalnya nyeri membaik dengan
istirahat namun semakin lama nyeri tidak membaik dengan istirahat. Nyeri dada menurut pasien
seperti tertindih benda berat dengan disertai adanya penjalaran ke bahu kiri selama kurang lebih
1 jam. Keluhan seperti berdebar-debar disangkal, keluhan sesak nafas disangkal, keluhan mual
muntah disangkal, makan minum baik, BAB BAK normal. Pasien memiliki riwayat jantung
koroner sebelumnya dan mengatakan belum sempat dilakukan pemasangan ring pada pembuluh
darah jantung.
Pada follow up di ruangan, nyeri dada yang dialami pasien mulai membaik dan tidak
didapatkan adanya nyeri dada yang berulang.
Objektif:
Pada pemeriksan fisik awal, didapatkan pasien compos mentis. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan TD 190/100 HR 102x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,5°C, saturasi oksigen
99%. Pemeriksaan fisik thoraks vesikuler seluruh lapang thoraks, tidak didapatkan adanya sura
rhonki maupun wheezing. Suara jantung S1 S2 tunggal, tidak didapatkan adanya sura jantung
tambahan seperti gallop ataupun murmur. Batas jantung normal.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan ekg didapatkan hasil irama sinus 89
bpm dengan gambaran Q patologis sehingga disimpulkan menjadi omi inferior. Kemudian
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kadar troponin dengan hasil negatif.
Assessment:
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari0 hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus# Suhu tubuh
normal berkisar antara 8=$)08>$&?@# Derajat suhu yang dapat dikatakan demam
adalah suhu rektal 8:$'?@ atau suhu oral 8>$)?@ atau suhu aksila 8>$&?
@#(
Demam dapat disebabkan oleh +aktor in+eksi ataupun +aktor non in+eksi#
Demam akibat in+eksi bisa disebabkan oleh in+eksi bakteri$ virus$ jamur$
ataupun parasit# In+eksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada
anak0anak antara lain pneumonia$ bronkitis$ osteomielitis$ apendisitis$
tuberkulosis$ bakteremia$ sepsis$ gastroenteritis$ meningitis$ ense+alitis$
selulitis$ otitis media$ in+eksi saluran kemih$ dan lain0lain# &
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada ke- naikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium# Kejang demam terjadi pada &0;B anak
berumur = bulan C ) tahun#8 Kejang demam merupakan penyebab kejang paling
umum pada anak dan sering pula menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran pada
orangtua# Diagnosis kejang demam pada umumnya dibuat berdasarkan temuan
klinis dan deskripsi orang tua# !eskipun sebagian besar kejang demam adalah
ringan$ sangat penting agar anak segera dievaluasi untuk mengurangi ke-emasan
orangtua dan mengidenti+ikasi penyebab demam#;
Patofisiologi:
Analisis Kasus: Assessment awal pasien saat di IGD adalah observasi chest pasin susp NSTEMI
+ Hipertensi urgensi karena nyeri dada yang dialami pasien khas yakni nyeri dada terasa seperti
tertindih benda berat, dengan adanya penjalaran ke bahu kiri selama kurang lebih 1 jam yang
terjadi secara berulang sebelumnya, dan pada pemeriksaan ekg didapatkan gelombang q
patologis di lead I, AVF, dengan adanya riwayat jantung koroner yang dikatakan oleh pasien
juga mendukung ditegakkannya diagnosis. Setelah dilakukan follow up diruangan, ketika
dilakukan pemeriksaan troponin sebagai marker untuk menegakkan diagnosis didapatkan hasil
negatif, sehingga diagnosis akhir pasien menjadi angina stabil CCS class 3 + Hipertensi urgensi.
Diagnosis:
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik sama pada pasien dengan angina stabil dan mungkin tidak jelas. Bila
area iskemi jantung luas atau NSTEMI luas, temuan fisik dapat berupa diaforesis : kulit
pucat, dingin, sinus takikardia, suara jantung tiga dan atau empat, ronki di basal paru dan
kadang hipotensi yang mirip STEMI luas
- Pemeriksaan fisik pasien dengan angina stabil biasanya normal bila dalam keadaan
asimptomatis, namun karena pada pasien dengan diabetes dan atau penyakit arteri perifer
kemungkinan besar dapat terjadi penyakit jantung iskemik, harus didapatkan adanya
bukti aterosklerosis di tempat lain misalnya aneurisma aorta abdominalis, bruit arteri
karotis, dan hilangnya denyut arteri ekstremitas bawah.
- Pemeriksaan fisik juga harus mencakup adanya faktor risiko aterosklerosis seperti
xanthelasma dan xantoma.
- Bukti adanya penyakit arteri perifer dicari dengan mengevaluasi kontur denyut di
beberapa lokasi dan membandingkan tekanan darah atara lengan dan kaki (ankle brachial
index).
- Pada palpasi dada mungkin didapatkan adanya pembesaran jantung dan kontraksi
abnormal dari impuls jantung (diskinesia ventrikel kiri).
- Pada auskultasi mungkin terdengar bruit arteri, bunyi jantung tiga dan atau empat. Dan
bila iskemia akut atau terdahulu telah merusak fungsi otot papilaris dapat terdengar
murmur sistolik di apeks akibat regurgitasi mitral.
Pemeriksaan Penunjang
Jalur diagnostik : empat metode diagnostik utama yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis unstable angina/NSTEMI di IGD : anamnesis, EKG, biomarker jantung dan stress
testing (pencitraan koroner merupakan opsi baru), tujuannya adalah untuk
Analisis kasus : pada kasus ini, saat pertama kali dilakukan pemeriksaan di UGD, kasus
lebih mengarah pada diagnosis unstable angina pektoris dikarenakan karakteristik nyeri dada
yang dialami pasien nyeri dada seperti tertindih benda berat dan semakin lama semakin
memberat dan tidak membaik dengan istirahat, namun pada saat dilakukan pemeriksaan
EKG, hasil EKG menunjukkan adanya gelombang Q patologis, dan pada saat pasien di
ruangan dilakukan pemeriksaan troponin dengan hasil negatif sehingga diagnosis berubah
menjadi angina pektoris stabil, hal ini sudah sesuai dengan teori mengenai angina pektoris
stabil. Pada teori apabila nyeri dada menyebabkan keterbatasan pada aktifitas berat seperti
berjalan jauh maupun menaiki tangga maka nyeri dada tersebut diklasifikasikan menjadi
kelas 3, sehingga diagnosis akhir menjadi angina pektoris stabil dengan CCS kelas 3.
Tatalaksana :
Setelah penyakit jantung iskemik dibuat, setiap pasien harus diberikan penjelasan secara
individual sesuai dengan tingkat pemahamannya, harapan dan tujuan, kontrol gejala,
pencegahan outcome klinis buruk seperti infark miokard dan kematian dini. Rencana
penatalaksanaan sebaiknya mencakup komponen berikut :
1. Menjelasakan masalah dan meyakinkan pasien dan keluarga bahwa masih ada
jalan untuk membuat rencana terapi
Pasien dengan penyakit jantung iskemik perlu memahami kondisi mereka
dan menyadari bahwa hidup umur panjang dan produktif masih bisa dicapai.
Program rehabilitasi terencana dapat mendukung pasien menurunkan berat badan,
meningkatkan toleransi latihan dan mengontrol faktor-faktor risiko dengan lebih
percaya diri.
2. Mengidentifikasi dan menerapi kondisi yang memperberat
Hipertrofi ventrikel kiri, penyakit katup aorta dan kardiomiopati
hipertrofik dapat menyebabkan atau berkontribusi pada terjadinya angina dan
harus disingkirkan atau diterapi. Obesitas, hipertensi dan hipertiroidisme harus
diterapi dengan agresif untuk menurunkan frekuensi dan keparahan serangan
angina. Penurunan pasokan oksigen ke miokardium mungkin disebabkan oleh
penurunan oksigenasi darah arteri misalnya kondisi pada penyakit paru, merokok
dan anemia. Koreksi kelainan tersebut bila ada untuk menurunkan bahkan
mengeliminasi angina pektoris.
3. Menganjurkan pasien beradaptasi dengan aktivitas yang dibutuhkan
Iskemia miokardium disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan
otot jantung akan oksigen dan kemampuan sirkulasi koroner memenuhi
kebutuhan tersebut. Kebanyakan pasien dapat terbantu memahami konsep ini dan
menggunakannya dalam pemograman aktivitas yang rasional. Pasien harus
memahami variasi diurnal dalam toleransinya terhadap aktivitas-aktivitas tertentu
dan harus mengurangi kebutuhan aktifitas di pagi hari, segera setalah makan dan
pada cuaca dingin atau buruk. Kadang pasien perlu dianjurkan berganti pekerjaan
atau pindah tempat tinggal untuk menghindari stress fisik.
4. Menangani faktor risiko yang akan menurunkan kemungkinan outcome buruk
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung iskemik premature merupakan
indikator penting peningkatan risiko dan harus memicu pencarian faktor-faktor
risko yang bisa diterapi, seperti hiperlipidemia, hipertensi dan diabetes mellitus.
Obesitas dapat mengganggu terapi faktor risiko lain dan meningkatkan risiko
serangan koroner. Obesitas juga seringkali disertai dengan tiga faktor risiko lain :
diabetes mellitus, hipertensi dan hiperlipidemia. Diet rendah lemak jenuh dan tak
jenuh serta mengurangi asupan kalori untuk mencapai berat badan optimal
merupakan hal dasar dalam penatalaksanaan penyakit jantung iskemik kronis.
Secara khusus, penting untuk menekankan penurunan berat badan dan olahraga
teratur pada pasien dengan sindrom metabolic atau diabetes mellitus.
Merokok dapat mempercepat atersklerosis koroner, baik pada pria maupun
wanita pada semua usia serta meningkatkan risiko thrombosis, instabilitas plak,
infark miokard dan kematian. Merokok juga akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardium dan mengurangi pasokan oksigen sehingga dapat
mencetuskan angina.
Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian klinis buruk
akibat aterosklerosis koroner dan stroke. Selain itu hipertrofi ventrikel kiri akibat
hipertensi lama dapat memperburuk iskemia. Terdapat bukti ilmiah bahwa terapi
hipertensi yang efektif dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kejadian
serangan koroner.
Diabetes mellitus mempercepat aterosklerosis koroner dan perifek serta
sering berhubungan dengan dislipidemia dan peningkatan risiko angina, infark
miokard dan kematian koroner mendadak. Kontrol dislipidemia (target kolesterol
LDL <70mg/dL) dan hipertensi (target TD 120/80) secara agresif pada pasien
diabetes sangat efektif.
Terapi dislipidemia merupakan inti dari upaya untuk terbebas dari angina
dalam jangka panjang, mengurangi kebutuhan revaskularisasi dan mengurangi
kejadian infark miokard serta kematian. Kontrol lemak dapat dicapai melalui
kombinasi diet rendah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh, olahraga dan
penurunan berat badan. Penghambat HMG-CoA reduktase (statin) hamper selalu
dibutuhkan dan obat ini dapat menurunkan kolesterol LDL (25-50%),
meningkatkan kolesterol HDL (5-9%), serta menurunkan trigliserida (5-30%).
Efek terapi yang kuat dari statin pada aterosklerosis, penyakit jantung iskemik dan
outcomenya dapat terlihat tanpa dipengaruhi oleh beberapa kadar LDL kolesterol
sebelum terapi. Fibrat atau niasin dapat digunakan untuk meningkatkan kolesterol
HDL dan dapat menurunkan trigliserida.
5. Memberikan terapi obat untuk angina
Obat-obatan yang sering digunakan untuk terapi angina pektoris
dirangkum dalam Gambar 2-4
Gambar 2. Nitrogliserin dan nitrat untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik
a. Nitrat kerja panjang : tidak ada nitrat kerja panjang yang sama efektifnya dengan
nitrogliserin sublingual dalam meredakan angina. Preparat nitrat organik ini dapat
ditelan, dikunyah atau diberikan sebagai patch atau pasta melalui transdermal.
Obat ini dapat memberikan kadar plasma yang efektif selama 24 jam, tetapi
respon terapinya sangat bervariasi.
b. Penyekat beta adrenergic (beta bloker) : obat ini merupakan komponen penting
dalam terapi farmakologis untuk angina pektoris. Obat ini menurunkan kebutuhan
oksigen miokardium dengan menghambat peningkatan denyut jantung, tekanan
arteri dan kotraktilitas miokard yang disebabkan oleh aktivasi adrenergik. Tujuan
terapeutik meliputi peredaan angina dan iskemia. Obat ini juga dapat menurunkan
mortalitas dan angina infark ulang pada pasien setelah infark miokard dan
merupakan obat antihipertensi yang cukup efektif.
c. Penyekat kanal kalsium : merupakan vasodilator koroner yang menghasilkan
penurunan kebutuhan oksigen miokardium, kontraktilitas, dan tekanan arteri yang
bervariasi dan bergantung dosis. Obat-obatan ini di indikasikan jika beta bloker
merupakan kontraindikasi, tidak toleransi dengan baik dan tidak efektif.
d. Obat-obatan anti trombosit : aspirin adalah penghambat siklooksigenase trombosit
yang tidak reversible dan oleh sebab itu, mengganggu aktivasi trombosit.
Pemberian obat ini dengan dosis 75-325mg per oral per hari, sediaan salut enteric
dalam dosis 81-162 mg / hari lebih sering digunakan. Pemberian obat ini perlu
diertimbangkan pada semua pasien dengan penyakit jantung iskemik tanpa
perdarahan saluran cerna, alergi atau dyspepsia. Klopidogrel (300-600mg dosis
awal dan 75mg/hari) adalah obat oral yang memblokir agregasi trombosit yang
diperantarai oleh reseptor P2Y 12 ADP, obat ini menghasilkan efek yang mirip
dengan aspirin pada pasien penyakit jantung iskemik kronis stabil dan
menggantikan aspirin bila aspirin menyebabkan efek samping. Klopidogrel
dikombinasikan dengan aspirin dapat menurunkan kematian dan serangan iskemia
koroner pada pasien dengan sindrom koroner akut, juga menurunkan risiko
pembentukan trombus pada pasien yang menjalani implantasi stent di arteri
koroner.
e. Terapi lain-lain : ACE inhibitor banyak digunakan dalam penatalaksanaan pasien
yang pernah mengalami infark miokard, pasien dengan hipertensi atau penyakit
jantung iskemik kronis termasuk angina pektoris, dan pasien dengan risiko tinggi
penyakit vascular seperti diabetes. Pemberian ACE inhibitor tidak efisien pada
pasien penyakit jantung iskemik yang meiliki fungsi ventrikel kiri normal dan
telah mencapai target tekanan darah dan LDL.
6. Mempertimbangkan revaskularisasi
Revaskularisasi koroner :
Analisis kasus : Pada kasus, terapi awal untuk angina stabil yang diberikan sudah sesuai
dengan teori yakni telah diberikan O2 nasal 4 lpm, loading clopidogrel 300mg, loading
aspilet 240mg, dan NTG 20mcg/menit dilanjutkan dengan pemberian aspilet 1x80mg,
clopidogrel 1x75mg, ISDN 3x1 tab, bisoprolol 1x1,25mg, hal ini sudah sesuai dengan teori
mengenai terapi lanjutan untuk pasien dengan angina pektoris stabil yakni dengan diberikan
nitrat, beta-blocker, obat-obatan anti trombosit dan obat untuk mengontrol faktor risiko.
Faktor risiko yang didapatkan pada kasus ini adalah hipertensi dan dislipidemia, sehingga
pada kasus diberikan terapi atorvastatin 1x20mg, hal ini telah sesuai dengan teori.
Pemberian inj Furosemid 1 ampl ditujukan untuk hipertensi emergensi pada kasus dengan
tujuan agar mean arterial pressure (MAP) pada kasus turun 25%, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian amlodipin 1x10mg, dan valsartan 1x80mg. Hal ini telah sesuai dengan
teori, dimana pada pasien juga harus dilakukan kontrol terhadap faktor risiko. Pemberian inf
NaCl 500cc/24 jam bukanlah terapi utama, melainkan sebagai terapi tambahan untuk
mempercepat perbaikan kondisi pasien.
Prognosis : indikator prognostik utama pada pasien yang diketahui menderita penyakit
jantung iskemia adalah usia, status fungsional ventrikel kiri, lokasi dan beratnya
penyempitan arteri koroner serta beratnya atau aktivitas iskemia miokardium. Angina
pektoris onset baru, angina tidak stabil, angina dini pasca infark miokard, angina yang tidak
responsive atau merespon buruk terapi medis dan angina yang disertai dengan gejala gagal
jantung kongestif mengindikasikan peningkatan risiko serangan koroner.
Analisis kasus : pada kasus ini, dengan usia pasien 60 tahun dengan faktor risiko
dislipidemia dan hipertensi, angina yang responsif dengan pengobatan, sehingga pada kasus
ini prognosis harus dinilai kembali dengan melihat status fungsional dari ventrikel kiri, dan
beratnya penyempitan arteri koroner, dimana untuk menilai hal tersebut pasien perlu untuk
dilakukan pemeriksaan ecocardiography, namun pada kasus tidak lakukan pemeriksaan
echocardiography. Pasien pada kasus ini perlu dilakukan edukasi kembali mengenai teratur
dalam pengobatan dan kontrol, sehingga menurunkan risiko terjadinya serangan kembali.