Anda di halaman 1dari 29

PORTOFOLIO

KASUS EMERGENCY

KEJANG DEMAM SEDERHANA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT DALAM MENEMPUH


PROGRAM DOKTER INTERNSIP
Oleh:
dr. Naimatul Khoiriyah
Pembimbing:
dr. Ayu Sp.A
Pendamping:
dr. Crystalia

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
KABUPATEN JEMBER
2021
Portofolio Kasus Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah

Nama Peserta : Naimatul Khoiriyah


Nama Wahana : Rumkit Tk. III Baladhika Husada Jember
Topik : Angina Pektoris Stabil
Tanggal Kasus: Nama Presenter: Nama Pembimbing :
11 November 2021 dr. Naimatul Khoiriyah dr. Ayu Sp.A

Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :


dr. Crystalia
Tempat Presentasi :
Obyektif Presentasi :
■ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
■ Diagnostik □ Manajemen ■ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa ■ Lansia □ Bumil
Deskripsi : Pasien dikeluhkan kejang pada hari minggu (11/11/202021), pukul 12.00. Pada
saat kejang, pasien tampak diam, mata pasien mendelik ke atas, kedua lengan langsung menekuk dan
menyentak-nyentak, kedua kaki lurus juga menyentak-nyentak. Kejang ini berlangsung selama + 15
menit. Saat kejang pasien tidak sadar. Setelah kejang berakhir, pasien sadar namun lemas. Kejang
terjadi hanya 1 kali. Sebelum kejang pasien dikeluhkan demam sejak 1 hari yang lalu. Demam terjadi
secara mendadak, terjadi sepanjang hari, dan menurut ibu pasien panasnya tinggi. Demam turun jika
diberi minum sanmol sirup, namun naik lagi + 4-5 jam kemudian. Ibu pasien mengatakan sebelum
kejang timbul, pasien mengalami panas tinggi sejak pukul 07.30, namun tidak sempat mengukurnya.
Tujuan : Mempelajari cara mendiagnosis dan memberikan terapi pada kasus kejang demam
Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset ■ Kasus □ Audit
Cara Membahas : □ Diskusi ■ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien :
Nama : An. H No. Register : 113794
Nama RS : Rumkit Tk. Telp : - Terdaftar sejak :
III Baladhika Husada
Jember
Data Utama Untuk Bahan Diskusi :
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dikeluhkan kejang pada hari minggu (11/11/202021), pukul 12.00. Pada saat kejang,
pasien tampak diam, mata pasien mendelik ke atas, kedua lengan langsung menekuk dan menyentak-
nyentak, kedua kaki lurus juga menyentak-nyentak. Kejang ini berlangsung selama + 5 menit. Saat
kejang pasien tidak sadar. Setelah kejang berakhir, pasien sadar namun lemas. Kejang terjadi hanya 1
kali. Sebelum kejang pasien dikeluhkan demam sejak 1 hari yang lalu. Demam terjadi secara
mendadak, terjadi sepanjang hari, dan menurut ibu pasien panasnya tinggi. Demam turun jika diberi
minum sanmol sirup, namun naik lagi + 4-5 jam kemudian. Ibu pasien mengatakan sebelum kejang
timbul, pasien mengalami panas tinggi sejak pukul 07.30, namun tidak sempat mengukurnya. Batuk
dan tenggorokan terasa tidak nyaman sejak 1 hari yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang demam : disangkal
Riwayat epilepsi : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
5. Riwayat Pengobatan
6. Sanmol Sirup (120mg/5ml) beli di apotek, terakhir diminumkan sekitar pukul 08.00. sebanyak
1x1 sendok the. Syr. amoxicilin
7. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat.

PEMERIKSAAN FISIK (IGD)


Tanggal 11 November 2021
Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : cukup
2. Kesadaran :
Kualitatif : komposmentis
Kuantitatif : PCS 4-5-6
3. Tanda-Tanda Vital
Frekuensi jantung : 110 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Pernapasan : 24 x/menit, regular, tipe thorakal
Suhu : 38,1 0C suhu aksila
Waktu pengisian kapiler: < 2 detik
4. Status Gizi :
• Umur : 4 tahun
• BB Sekarang : 15 kg
• TB : 98 cm
• BB Ideal : 16 kg
• Status gizi : 0 < Z < 1 (Gizi Normal)

5.Kulit :Turgor kulit kembali cepat, tidak sianosis


6.Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
7.Otot :Tidak ditemukan atrofi otot dan tanda-tanda peradangan
8.Tulang : Tidak ada deformitas dan tanda-tanda peradangan
9.Sendi : Tidak ada deformitas dan tanda-tanda peradangan

Kesan: Keadaan umum pasien cukup, kesadaran baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal, status gizi baik, tidak terdapat kelainan kulit, kelenjar limfe, otot, tulang, maupun
sendi.
Pemeriksaan Khusus
a) Kepala
- Bentuk : normocephal, ubun – ubun besar menonjol (-)
- Rambut : lurus warna hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema
palpebra -/-, pupil isokor 3mm/3mm, refleks
cahaya +/+, fotofobia (-), mata cowong (-)
- Telinga : sekret -/-, darah -/-
- Hidung : sekret -/-, darah -/-, PCH (-)
- Mulut
Bibir : sianosis (-), oedema (-), perdarahan (-)
Mukosa :pucat (-), hiperemia (-), perdarahan (-), pembesaran tonsil (-) faring
hiperemi (+), uvula hiperemi (+)
b) Leher
• Bentuk : simetris
• Pembesaran KGB : tidak ada
• Kaku kuduk : tidak ada
• Tiroid : tidak membesar
• Deviasi Trakea : tidak ada
c) Dada
 Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
• Perkusi : Redup
Batas kanan atas : ICS II garis parasternal kanan.
Batas kanan bawah : ICS IV garis parasternal kanan
Batas kiri atas : ICS II garis parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS IV garis midklavikula kiri.
• Auskultasi : S1S2 tunggal, tidak ada suara tambahan.
 Paru-Paru
Kanan Kiri

Insp : Simetris, Retraksi (-) Insp : Simetris, Retraksi (-)

Depan Perk : Fremitus raba (+), dBN Perk : Fremitus raba (+), dBN

Palp : Sonor Palp : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

Insp : Simetris, Retraksi (-) Insp : Simetris, Retraksi (-)

Perk : Fremitus raba (+), dBN Perk : Fremitus raba (+), dBN
Belakang
Palp : Sonor Palp : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

d) Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus meningkat (10 x/menit)
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lientidak teraba, turgor
kulit kembali cepat
e) Anggota gerak
 Atas: akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat atrofi otot
 Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat atrofi otot
f) Anus dan Kelamin
 Anus : + DBN
 Kelamin : jenis kelamin laki-laki, dalam batas normal
g) Pemeriksaan Neurologis
- Kesadaran :
Kualitatif : Komposmentis
Kuantitatif : PCS 4-5-6
- Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski I (-),
Brudzinski II (-), Lasegue (-)
- Nervus Kranialis :
N. III : Isokor, Φ 3/3 mm, Refleks cahaya +/+
N. VII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra et sinistra
N. XII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra et sinistra
- Motorik :

55 55 + +
55 55 +N +N
5 5
Kekuatan Otot :
5 5 Tonus Otot :
N N
Ref. Fisiologis : Bisep +/+ N, Trisep +/+ N, Knee +/+ N, Achilles +/+ N
Ref. Patologis : Hoffman -/-, Tromner -/-, Babinski -/-, Chaddock -/-, Openheim -/-,
Schaeffer -/-, Gonda -/-, Gordon -/-
- Sensorik : DBN
- Otonom : BAK (+) N, BAB (+) N
- Kolumna Vertebra : DBN
PEMERIKSAAN PENUNJANG (11 November 2021)

Foto thoraks :
Cor : Ukuran normal
Pulmo : Tak tampak infiltrate, trachea di tengah, sinus phrenicocostalis kaanan kiri tajam, tulang dan
soft tissue tampak baik
Kesimpulan : Pulmo dan cor kesan normal

Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Normal


Hemoglobin 14,1 g/dL 12,4-17,7
Leukosit 5.300 /µl 4.300-10.300
Diff count 5/1/57/31/6 1-3/0-1/2-4/45-65/30-45/2-6
Hematocrit 41,8 % 38-42
Trombosit 139.000 /µl 150.000-450.000
Eritrosit 4,52 juta/µl 4,5-5,5
MCV 92,5 fL 80-100
MCH 31,2 g/dL 26-36
MCHC 33,7 g/dL 32-37
RDW 13,8 % 12-15
GDA 152 mg/dL 70-140
TROPONIN NEGATIF NEGATIF
SGOT 26,9 U/L 0-37 U/L
SGPT 23,4 U/L 0-42 U/L
Urea 28,8 mg/dL 10-50 mg/dL
Creatinin 1,50 mg/dL 0,7-1,2

I. RESUME
Anamnesis
RPS :
 Kejang (+) 1x, Kejang + 5 menit
 Sebelum kejang pasien demam tinggi, saat kejang tidak sadar dan setelah kejang sadar kembali
namun lemas.
 Demam (+), Batuk berdahak (+), Pilek (-), Sesak (-), nafas cepat (-), mengi (-).
 Muntah (-), Penurunan nafsu makan (+), nyeri telan (+)
 BAB (+) normal, diare (-), BAK (+) normal.
 Kelemahan tangan dan kaki (-)
RPD : Kejang demam (+), epilepsi (-), riwayat trauma (-).
RPO : Sanmol sirup
RPK :Ibu dan kakak kedua pasien memiliki riwayat kejang demam

Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Cukup
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda-tanda vital : Febris (Tax 38,10 C)
 Kepala/leher : UUB menonjol (-), sekret telinga (-), darah telinga (-), pernapasan
cuping hidung (-), reflek cahaya (-), bibir sianosis (-), Faring dan uvula hiperemi, KGB
membesar (-).

 Dada : Jantung dan Paru dalam batas normal


 Abdomen : bising usus normal (10 x/menit), timpani, soepel
 Anggota gerak : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, oedem (-)
 Kulit : Turgor kulit normal, Ruam Merah (-)
 Status Gizi : baik

Pemeriksaan Lab
 Darah Lengkap : Leukositosis
 UL : dalam batas normal

II. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Sederhana et causa Faringitis Akut

III. TATALAKSANA
 Planning diagnostic: serum elektrolit, gula darah sewaktu, pemeriksaan telinga dengan
otoskopi
 Planning monitoring:
- keadaan umum
- tanda-tanda vital
- kejang berulang
- respon terapi, efek samping, dan komplikasi
 Planning terapi:
- Diazepam iv 4,5 mg dalam waktu 3-5 menit (bila kejang)
- P/o Amoxicilin 3 x 250 mg
- P/o Paracetamol 3-4 x 150 mg (bila panas)
 Cairan dan nutrisi
- Kebutuhan cairan : 90 ml x 15 kg = 1350 ml/hari
- Kebutuhan protein : 90 kkal x 15 kg = 1350 kkal/hari
- Kebutuhan protein : 1,2 g x 15 kg = 18 g/hari
IV. EDUKASI
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita : penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, dan
prognosis.
- Meyakinkan kepada orang tua pasien bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
- Memberitahu beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
- Memberitahu informasi mengenai kemungkinan kejang berulang
- Memberitahu indikasi pengobatan jangka panjang kejang demam dan efek sampingnya
- Memberitahu informasi mengenai faktor resiko terjadinya epilepsi

V. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 11 November 2021
Subjective: pasien merasa masih lemas. Kejang sudah tidak ada
Objective:
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: kompos mentis
TTV: TD: 137/89 mmHg, HR=70x/mnt, RR=24x/mnt, Tax=36,70C , SpO2: 98% (O2 nasal 4 lpm)
K/L= a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax:
Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Redup, batas jantung normal
Auskultasi: S1S2 tunggal reguler, ekstrasistol (-), gallop (-), murmur (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdominal
Inspeksi : flat, darm contour (-) darmsteifung (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, pembesaran organ (-), massa (-), nyeri perut (-)
Extremitas
Atas: akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2 detik
Bawah: akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2 detik
Asessment:
Planning:

Tanggal 12 November 2021


Subjective:
Objective:
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
TTV: TD: 151/84 mmHg, HR=65x/mnt, RR=20x/mnt, Tax=36,30C , SpO2: 98%
K/L= a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax:
Jantung:
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Redup, batas jantung normal
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, ekstrasistol (-), gallop (-),murmur (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdominal
Inspeksi : flat, darm contour (-) darmsteifung (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, massa (-), pembesaran organ (-), nyeri perut (-)
Extremitas
Atas: akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2 detik
Bawah: akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2 detik
Assessment:
Planning:

Hasil Pembelajaran :
1. Kejang Demam
2. Diagnosis Kejang demam sederhana dan komplek
3. Pemeriksaan dan diagnosis kejang demam sederhana
4. Penanganan kasus kejang demam sederhana
Daftar Pustaka:

1. Cannon, P. Christopher & Eugene Braundwald. 2014. Angina Tak Stabil dan Infark Miokard
Non Elevasi Segmen ST dalam Harrison Kardiologi dan Pembuluh Darah Edisi 2. EGC :
Jakarta [376-382]
2. Antman, M Elliot, Andrew P. Selwyn, Joseph Loscalzo. 2014. Penyakit Jantung Iskemik
dalam Harrison Kardiologi dan Pembuluh Darah Edisi 2. EGC : Jakarta [356-375]

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus Emergency

Subjektif:
Pada kasus ini, pasien dibawa keluarga ke IGD RS DKT dengan keluhan nyeri dada sejak
3 hari yang lalu, nyeri dada dirasakan pasien hilang timbul, awalnya nyeri membaik dengan
istirahat namun semakin lama nyeri tidak membaik dengan istirahat. Nyeri dada menurut pasien
seperti tertindih benda berat dengan disertai adanya penjalaran ke bahu kiri selama kurang lebih
1 jam. Keluhan seperti berdebar-debar disangkal, keluhan sesak nafas disangkal, keluhan mual
muntah disangkal, makan minum baik, BAB BAK normal. Pasien memiliki riwayat jantung
koroner sebelumnya dan mengatakan belum sempat dilakukan pemasangan ring pada pembuluh
darah jantung.
Pada follow up di ruangan, nyeri dada yang dialami pasien mulai membaik dan tidak
didapatkan adanya nyeri dada yang berulang.

Objektif:
Pada pemeriksan fisik awal, didapatkan pasien compos mentis. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan TD 190/100 HR 102x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,5°C, saturasi oksigen
99%. Pemeriksaan fisik thoraks vesikuler seluruh lapang thoraks, tidak didapatkan adanya sura
rhonki maupun wheezing. Suara jantung S1 S2 tunggal, tidak didapatkan adanya sura jantung
tambahan seperti gallop ataupun murmur. Batas jantung normal.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan ekg didapatkan hasil irama sinus 89
bpm dengan gambaran Q patologis sehingga disimpulkan menjadi omi inferior. Kemudian
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kadar troponin dengan hasil negatif.

Assessment:

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari0 hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus# Suhu tubuh
normal berkisar antara 8=$)08>$&?@# Derajat suhu yang dapat dikatakan demam
adalah suhu rektal  8:$'?@ atau suhu oral  8>$)?@ atau suhu aksila  8>$&?
@#(

Demam dapat disebabkan oleh +aktor in+eksi ataupun +aktor non in+eksi#
Demam akibat in+eksi bisa disebabkan oleh in+eksi bakteri$ virus$ jamur$
ataupun parasit# In+eksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada
anak0anak antara lain pneumonia$ bronkitis$ osteomielitis$ apendisitis$
tuberkulosis$ bakteremia$ sepsis$ gastroenteritis$ meningitis$ ense+alitis$
selulitis$ otitis media$ in+eksi saluran kemih$ dan lain0lain# &
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada ke- naikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium# Kejang demam terjadi pada &0;B anak
berumur = bulan C ) tahun#8 Kejang demam merupakan penyebab kejang paling
umum pada anak dan sering pula menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran pada
orangtua# Diagnosis kejang demam pada umumnya dibuat berdasarkan temuan
klinis dan deskripsi orang tua# !eskipun sebagian besar kejang demam adalah
ringan$ sangat penting agar anak segera dievaluasi untuk mengurangi ke-emasan
orangtua dan mengidenti+ikasi penyebab demam#;

Patofisiologi:

Dasar pemahaman patofisiologi iskemia miokardium adalah konsep pasokan dan


kebutuhan (supply and demand) miokardium. Pada kondisi normal, di tingkat kebutuhan oksigen
berapa banyakpun, miokardium akan mengontrol pasokan darah kaya-oksigen untuk mencegah
hipoperfusi miosit dan yang kemudian mengalami iskemia dan infark. Faktor penentu utama
kebutuhan oksigen miokardium (MVO,) adalah kroner yang frekuensi denyut jantung,
kontraktilitas miokardium dan tegangan (stress) dinding miokardium. Agar pasokan oksigen ke
miokardium adekuat, dibutuhkan kapasitas angkut oksigen (oxygen carrying capacity) darah
yang baik (ditentukan dari kadar oksigen yang dihirup, fungsi paru, serta konsentrasi dan fungi
hemoglobin) dan aliran darah kroner yang adekuat. Melalui arteri koroner dalam satu fase,
dengan mayoritas terjadi saat diastol. Sekitar 75% resistansi kroner total terhadap aliran terjadi di
sepanjang tiga set arteri: (1) arteri-arteri besar epikardium (Resistansi 1=R1), (2) pembuluh
prearteriol (R2), dan (3) pembuluh kapiler arteriol dan intramiokardium (R3). Bila tidak ada
obstruksi aterosklerosis yang menghambat aliran secara bermakna, R1, dapat diabaikan;
determinan resistansi koroner yang utama terletak di R2, dan R3.
Sirkulasi koroner yang normal didominasi dan dikontrol oleh kebutuhan jantung akan
oksigen. Kebutuhan ini dapat terpenuhi karena dasar pembuluh koroner memiliki kemampuan
mengubah resistansinya (dan, oleh sebab itu, aliran darahnya) secara bermakna sementara
miokardium memeras oksigen dalam jumlah bear dan relatif tetap. Normalnya, pembuluh
resistansi intramiokardium memiliki kemampuan dilatasi yang sangat besar (R2, dan R3,
menurun). Pembuluh resistansi koroner juga beradaptasi terhadap perubahan fisiologis pada
tekanan darah untuk mempertahankan aliran darah kroner di tingkat yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan miokardium (autoregulasi).
Karena mempersempit lumen arteri koroner, aterosklerosis membatasi peningkatan
perfusi ketika kebutuhan aliran meningkat, seperti yang terjadi sat aktivitas berat atau sangat
gembira. Bila penyempitan lumennya berat, perfusi miokardium dalam keadaan basal juga
berkurang. Aliran darah koroner juga dapat menurun karena spasme, trombus arteri, dan,
meskipun jarang, emboli kroner serta penyempitan ostium karena aortitis. Iskemia miokardium
juga dapat terjadi bila kebutuhan oksigen miokardium sangat meningkat dan khususnya bila
aliran darah koroner terhambat, seperti yang terjadi pada hipertrofi ventrikel kiri berat karena
stenosis aorta.
Arteri koroner epikardium merupakan lokasi utama terjadinya aterosklerosis. Faktor
risiko utama aterosklerosis (kadar lipoprotein densitas rendah [LDL] tinggi, lipoprotein densitas-
tinggi [HDL] rendah, merokok, hipertensi, dan diabetes mellitus yang mengganggu fungsi
normal dari endotel pembuluh darah. Fungsi-fungsi tersebut meliputi kontrol tonus pembuluh
darah setempat, pemeliharaan permukaan antitrombotik, serta kontrol adhesi dan diapedesis sel
inflamasi. Hilangnya mekanisme pertahanan ini menyebabkan konstriksi tak wajar, pembentukan
trombus di lumen, dan interaksi abnormal antara sel-sel darah, khususnya monosit dan trombosit,
serta endotel pembuluh teraktivasi. Perubahan fungsional di lingkungan pembuluh ini pada
akhirnya menyebabkan penumpukan lemak, sel-sel otot polos, fibroblast, dan matriks interselular
di subintima yang membentuk plak aterosklerosis. Proses ini berkembang dengan kecepatan
yang tidak seragam di segmen-segmen yang berbeda di percabangan koroner di epikardium dan
pada akhirnya menyebabkan penyempitan segmental di penampang melintangnya, yaitu
pembentukan plak.
Tempat dengan turbulensi tinggi di aliran koroner, misalnya di berbagai titik percabangan
arteri-arteri di epikardium juga menjadi predileksi berkembangnya plak aterosklerosis. Bila
stenosis mempersempit diameter arteri epikardium sebesar 50%, kemampuan untuk
meningkatkan aliran darah untuk memenuhi peningkatan kebutuhan miokardium menjadi
terbatas. Bila diameter berkurang sebesar <80%, aliran darah saat istirahat mungkin berkurang
dan sedikit saja penyempitan di area oritisium yang stenosis dapat menurunkan aliran koroner
dengan dramatis sehingga menyebakan iskemia mokardium saat istirahat atau saat stres minimal.
Jika plak mengalami ruptur atau erosi fibrous cap yang memisahkan plak dari aliran darah. Bila
kandungan dalam plak terpajan dengan darah, terjadi dua proses penting dan saling berkaitan: (1)
trombosit teraktivasi dan beragregasi, serta (2) kaskade koagulasi teraktivasi, menyebakan
deposisi helaian fibrin. Suatu trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan helaian fibrin yang
memerangkap sel darah merah dan dapat mengurangi aliran darah koroner sehingga
menyebabkan manifestasi klinis iskemia miokardium.
Penyempitan kroner berat dan iskemia miokard kronis sering disertai dengan
pembentukan pembuluh kolateral, terutama bila penyempitan terjadi secara gradual. Bila
berkembang dengan baik, pembuluh kolateral dapat menjadi pemasok aliran darah yang cukup
untuk mempertahankan viabilitas miokardium saat istirahat, tetapi tidak pada kondisi dengan
peningkatan kebutuhan.
Dengan memburuknya stenosis di proksimal arteri epikardium secara progresif,
pembuluh-pembuluh resistansi di distalnya (bila berfungsi normal) berdilatasi untuk menurunkan
resistansi pembuluh dan mempertahankan aliran darah kroner. Terjadilah gradien tekanan saat
melewati stenosis di proksimal, dan tekanan pascastenosis turun. Bila pembuluh resistansi telah
berdilatasi maksimal, aliran darah miokardium menjadi bergantung pad tekanan di distal
obstruksi pada arteri koroner. Pada situasi seperti ini, iskemia, bermanifestasi klinis sebagai
angina atau pada EKG berupa deviasi segmen-ST, dapat tercetus bila kebutuhan oksigen
meningkat karena aktivitas fisik, stres emosional, dan/atau takikardia.
Selama episode perfusi yang tidak adekuat akibat aterosklerosis koroner, tekanan oksigen
di jaringan miokardium turun dan dapat menyebabkan gangguan sementara pada fungsi mekanis,
biokimia, dan elektris miokardium. Aterosklerosis koroner merupakan proses fokal yang
biasanya menyebabkan iskemia yang tidak seragam. Selama iskemia, terjadi gangguan regional
pada kontraktilitas ventrikel yang menyebabkan hipokinesia, akinesia, atau, pada kasus berat,
bulging (diskinesia) segmental, yang dapat menurunkan fungsi pompa miokardium. Keparahan
dan durasi ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen menentukan apakah
kerusakan yang terjadi dapat pulih kembali/reversible (oklusi total <20 menit tapa pembuluh
kolateral) atau permanen, dengan nekrosis miokardium (>20 menit).
Iskemia juga menyebabkan perubahan khas pada EKG seperti kelainan repolarisasi, yang
ditunjukkan oleh inversi gelombang T dan, bila lebih berat, pergeseran segmen ST. Inversi
gelombang-T sementara mungkin menunjukkan iskemia intramiokardium, nontransmural;
depresi segmen ST sementara biasanya menunjukkan iskemia subendokardium tidak sempurna
(patchy); dan elevasi segmen ST diduga disebabkan oleh iskemia transmural yang lebih berat.
Konsekuensi penting lain dari iskemia miokardium adalah ketidakstabilan elektris, yang dapat
menyebabkan denyut prematur ventrikel terisolasi atau bahkan takikardia ventrikel atau fibrilasi
ventrikel. Kebanyakan pasien yang meninggal mendadak akibat IHD meninggal karena
takiaritmia ventrikel akibat-iskemia

Analisis Kasus: Assessment awal pasien saat di IGD adalah observasi chest pasin susp NSTEMI
+ Hipertensi urgensi karena nyeri dada yang dialami pasien khas yakni nyeri dada terasa seperti
tertindih benda berat, dengan adanya penjalaran ke bahu kiri selama kurang lebih 1 jam yang
terjadi secara berulang sebelumnya, dan pada pemeriksaan ekg didapatkan gelombang q
patologis di lead I, AVF, dengan adanya riwayat jantung koroner yang dikatakan oleh pasien
juga mendukung ditegakkannya diagnosis. Setelah dilakukan follow up diruangan, ketika
dilakukan pemeriksaan troponin sebagai marker untuk menegakkan diagnosis didapatkan hasil
negatif, sehingga diagnosis akhir pasien menjadi angina stabil CCS class 3 + Hipertensi urgensi.

Diagnosis:
Anamnesis

Pada anamnesis perlu diperhatikan:


- Gambaran khas pasien dengan angina yakni keluhan rasa tidak nyaman di dada, biasanya
diganmbarkan sebagai rasa berat seperti tertekan, diremas, terbakar, tercekik atau
tersedak dan jarang yang menggambarkan nyeri nyata (frank pain). Bila pasien diminta
untuk menunjukkan tempat yang terasa tidak nyaman, biasanya pasien menempatkan
tangannya diatas sternum, kadang dengan telapak tangan yang mengepal untuk
menunjukkan rasa tidak nyaman seperti teremas, di tengah substernum (tanda Levine).
- Angina biasanya memiliki pola crescendo-decrescendo, biasanya berlangsung selama 2-5
menit
- Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke bahu dan kedua lengan terutama permukaan ulnar
lengan bawah dan tangan. Rasa tidak nyaman juga mungkin timbul di atau menjalar ke
punggung, region interskapula, pangkal leher, dagu, gigi dan epigastrium. Angina jarang
terasa dibawah umbilikus atau diatas mandibula. Temuan berguna dalam memeriksa
pasien dengan ketidaknyamanan dada adalah ketidaknyamanan akibat iskemia
miokardium tidak menjalar ke otot trapezius, pola penjalaran seperti itu lebih mengarah
ke perikarditis.
- Serangan angina biasanya disebabkan oleh aktivitas berat (misalnya olahraga, terburu-
buru atau hubugan seksual) atau emosi (seperti stress, marah, ketakutan atau putus asa)
dan mereda dengan istirahat, angina juga dapat terjadi saat istirahat (angina pektoris tak
stabil), saat pasien berbaring (angina dekubitus). Angina nocturnal mungkin disebabkan
oleh pola pernafasan berubah saat tidur atau ekspansi volume darah intratoraks yang
terjadi saat berbaring; ekspansi intratoraks menyebabkan pembesaran ukuran jantung,
peningkatan tegangan dinding dan kebutuhan oksigen miokardium yang dapat
menyebabkan iskemia dan gagal ventrikel kiri sementara. Angina juga dapat dicetuskan
oleh pekerjaan yang tidak biasa, makan berat, terpajan dingin atau kombinasi faktor-
faktor tersebut.
- Angina aktivitas (exertional angina) mereda dalam 1-5 menit dengan memperingan atau
menghentikan aktivitas dan dapat lebih cepat dengan istirahat dan nitrogliserin
sublingual. Tingkat beratnya angina dapat dirangkum berdasarkan klasifikasi dari
Canadian Cardiac Society.

Klasifikasi tingkat beratnya angina oleh Canadian Cardiovascular Society


sebagai berikut :
1. Kelas I. Aktifitas fisik wajar seperti berjalan dan naik tangga, tidak menyebabkan
angina. Angina muncul saat aktifitas yang berat, cepat atau dalam durasi yang
panjang pada saat bekerja atau rekreasi.
2. Kelas II. Sedikit keterbatasan pada aktivitas wajar, seperti saat berjalan atau naik
tangga secara cepat, berjalan mendaki, berjalan atau naik tangga setelah makan,
pada cuaca dingin atau sedang mengalami tekanan emosional atau beberapa jam
setelah bangun tidur. Berjalan lebih jauh dari dua blok di ketinggian yang sama.
Naik tangga lebih dari satu lantai dengan kecepatan dan kondisi normal.
3. Kelas III. Keterbatasan signifikan pada aktifitas wajar. Berjalan satu sampai dua
blok di ketinggian yang sama dan naik tangga lebih dari satu lantai pada kondisi
yang normal.
4. Kelas IV. Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas fisik apapun tanpa disertai
rasa tidak nyaman. Sindrom angina dapat muncul pada saat istirahat.
- Nyeri dada yang tajam, cepat berlalu atau nyeri yang memanjang, tumpul terbatas di area
submamaria kiri jarang disebabkan oleh iskemia miokardium. Namun pada wanita dan
pasien diabetes, angina pektoris mungkin tidak khas lokasinya dan tidak selalu berkaitan
dengan faktor pencetus. Selain itu gejala juga dapat memberat dan hilang dalam beberapa
hari, minggu bahkan bulan. Munculnya dapat bergantung dengan musim, lebih sering
muncul pada musim dingin.
- Angina ekuivalen adalah gejala iskemia miokardium selain angina. Gejala ini meliputi
dispnea, mual, kelelahan dan pingsan dan lebih sering pada pasien lanjut usia dan
diabetes.
- Menanyakan komorbid yakni menanyakan riwayat keluarga adanya penyakit jantung
iskemia prematur ( usia < 55 tahun pada pria dan < 65 tahun pada keluarga wanita),
adanya diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipertensi, kebiasaan merokok, serta faktor-
faktor risiko aterosklerosis lainnya.

Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik sama pada pasien dengan angina stabil dan mungkin tidak jelas. Bila
area iskemi jantung luas atau NSTEMI luas, temuan fisik dapat berupa diaforesis : kulit
pucat, dingin, sinus takikardia, suara jantung tiga dan atau empat, ronki di basal paru dan
kadang hipotensi yang mirip STEMI luas
- Pemeriksaan fisik pasien dengan angina stabil biasanya normal bila dalam keadaan
asimptomatis, namun karena pada pasien dengan diabetes dan atau penyakit arteri perifer
kemungkinan besar dapat terjadi penyakit jantung iskemik, harus didapatkan adanya
bukti aterosklerosis di tempat lain misalnya aneurisma aorta abdominalis, bruit arteri
karotis, dan hilangnya denyut arteri ekstremitas bawah.
- Pemeriksaan fisik juga harus mencakup adanya faktor risiko aterosklerosis seperti
xanthelasma dan xantoma.
- Bukti adanya penyakit arteri perifer dicari dengan mengevaluasi kontur denyut di
beberapa lokasi dan membandingkan tekanan darah atara lengan dan kaki (ankle brachial
index).
- Pada palpasi dada mungkin didapatkan adanya pembesaran jantung dan kontraksi
abnormal dari impuls jantung (diskinesia ventrikel kiri).
- Pada auskultasi mungkin terdengar bruit arteri, bunyi jantung tiga dan atau empat. Dan
bila iskemia akut atau terdahulu telah merusak fungsi otot papilaris dapat terdengar
murmur sistolik di apeks akibat regurgitasi mitral.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk menegakkan diagnosis


- Urin perlu diperiksa untuk mencari bukti diabetes mellitus dan penyakit ginjal (termasuk
mikroalbuminuria) karena kondisi ini dapat mempercepat aterosklerosis.
- Pemeriksaan darah juga perlu menyertakan pemeriksaan lemak (kolesterol total, LDL,
HDL dan trigliserida), glukosa, kreatinin.
- EKG : Pada pasien dengan angina pektoris tipikal hasil pemeriksaan rekam jantung 12
sadapan saat istirahat mungkin normal, tetapi mungkin juga ditemukan tanda infark
miokard lama. Kelainan repolarisasi yaitu perubhaan segemn ST dan gelombang T, juga
hipertrofi ventrikel dan gangguan irama jantung atau gangguan konduksi intraventrikel
memang menunjukkan penyakit jantung iskemia, tetapi tidak spesifik karena dapat
muncul juga pada penyakit pericardium, miokardium dan katup jantung atau muncul
selintas karena kecemasan, perubahan postur, obat-obatan. Adanya hipertrofi ventrikel
kiri merupakan indikasi bermakna peningkatan risiko outcome buruk akibat penyakit
jantung iskemia. Tanda yang lebih spesifik adalah perubahan segmen ST dan gelombang
T dinamik yang menyertai serangan angina pektoris dan menghilang setelahnya.
Pemeriksaan paling banyak digunakan untuk diagnosis penyakit jantung iskemia
sekaligus untuk estimasi risiko dan prognosis adalah pemeriksaan EKG sebelum, selama
dan setelah latihan (stress testing). Pemeriksaan ini terdiri atas penambahan beban latihan
bertingkat sambil memantau gejala, EKG dan tekanan darah lengan. Respon segmen ST
iskemik biasanya didefinisikan sebagai pendataran atau depresi segmen ST > 0,1 mV
dibawah garis basal (segmen PR) dan berlangsung lebih dari 0,08 detik.perubahan
segmen ST junctional atau miring ke atas bukan tanda khas iskemia dan tidak berarti tes
positif.
- Foto thoraks juga penting karena dapat melihat akibat dari penyakit jantung iskemi yaitu
pembesaran jantung.
- Pencitraan jantung : stress myocardial perfusion imaging lebih sensitif daripada stress
echocardiography dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung iskemi. Cardiac
magnetic resonance (CMR) stress test digunakan untuk menilai gerakan dinding yang
menyertai iskemia dan menilai perfusi miokardium.
- Arteriografi koroner : metode diagnostik untuk memperlihatkan lumen arteri koroner dan
dapat digunakan untuk mendeteksi atau menyingkirkan kemungkinan obstruksi koroner.
Indikasi : (1) pasien dengan agina pektoris stabil kronis yang bergejala berat meskipun
telah mendapat terapi medis dan direncanakan revaskularisasi yaitu dengan intervensi
koroner percutaneus (PCI) atau coronary bypass grafting (CABG), (2) pasien dengan
gejala mengganggu yang disertai kesulitan diagnostik dan membutuhkan konfirmasi ada
atau tidaknya penyakit jantung iskemi (3) pasien dengan angina pektoris yang telah
diketahui atau kemungkinan angina pektoris yang selamat dari henti jantung (4) pasien
dengan angina atau bukti iskemia pada pemeriksaan invasif dengan bukti klinis adanya
disfungsi ventrikel dan (5) pasien yang dinyatakan risiko tinggi mengalami serangan
koroner berdasarkan tanda iskemia berat pada pemeriksaan noninvasif

Jalur diagnostik : empat metode diagnostik utama yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis unstable angina/NSTEMI di IGD : anamnesis, EKG, biomarker jantung dan stress
testing (pencitraan koroner merupakan opsi baru), tujuannya adalah untuk

1) Mengenali atau menyingkirkan infark miokard


2) Mengevaluasi iskemia istirahat (menggunakan EKG serial atau kontinu)
3) Mengevaluasi penyakit jantung koroner bermakna (menggunakan provocative stress
test). Pasien dengan kemungkinan kecil iskemia biasnaya ditangani sesuai alur kritis
di IGD (di beberapa instansi, pasien akan dibawa ke unit nyeri dada)
Gambar 1. Algoritma jalur diagnostik untuk menegakkan diagnosis UA/NSTEMI

Analisis kasus : pada kasus ini, saat pertama kali dilakukan pemeriksaan di UGD, kasus
lebih mengarah pada diagnosis unstable angina pektoris dikarenakan karakteristik nyeri dada
yang dialami pasien nyeri dada seperti tertindih benda berat dan semakin lama semakin
memberat dan tidak membaik dengan istirahat, namun pada saat dilakukan pemeriksaan
EKG, hasil EKG menunjukkan adanya gelombang Q patologis, dan pada saat pasien di
ruangan dilakukan pemeriksaan troponin dengan hasil negatif sehingga diagnosis berubah
menjadi angina pektoris stabil, hal ini sudah sesuai dengan teori mengenai angina pektoris
stabil. Pada teori apabila nyeri dada menyebabkan keterbatasan pada aktifitas berat seperti
berjalan jauh maupun menaiki tangga maka nyeri dada tersebut diklasifikasikan menjadi
kelas 3, sehingga diagnosis akhir menjadi angina pektoris stabil dengan CCS kelas 3.

Tatalaksana :

Setelah penyakit jantung iskemik dibuat, setiap pasien harus diberikan penjelasan secara
individual sesuai dengan tingkat pemahamannya, harapan dan tujuan, kontrol gejala,
pencegahan outcome klinis buruk seperti infark miokard dan kematian dini. Rencana
penatalaksanaan sebaiknya mencakup komponen berikut :
1. Menjelasakan masalah dan meyakinkan pasien dan keluarga bahwa masih ada
jalan untuk membuat rencana terapi
Pasien dengan penyakit jantung iskemik perlu memahami kondisi mereka
dan menyadari bahwa hidup umur panjang dan produktif masih bisa dicapai.
Program rehabilitasi terencana dapat mendukung pasien menurunkan berat badan,
meningkatkan toleransi latihan dan mengontrol faktor-faktor risiko dengan lebih
percaya diri.
2. Mengidentifikasi dan menerapi kondisi yang memperberat
Hipertrofi ventrikel kiri, penyakit katup aorta dan kardiomiopati
hipertrofik dapat menyebabkan atau berkontribusi pada terjadinya angina dan
harus disingkirkan atau diterapi. Obesitas, hipertensi dan hipertiroidisme harus
diterapi dengan agresif untuk menurunkan frekuensi dan keparahan serangan
angina. Penurunan pasokan oksigen ke miokardium mungkin disebabkan oleh
penurunan oksigenasi darah arteri misalnya kondisi pada penyakit paru, merokok
dan anemia. Koreksi kelainan tersebut bila ada untuk menurunkan bahkan
mengeliminasi angina pektoris.
3. Menganjurkan pasien beradaptasi dengan aktivitas yang dibutuhkan
Iskemia miokardium disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan
otot jantung akan oksigen dan kemampuan sirkulasi koroner memenuhi
kebutuhan tersebut. Kebanyakan pasien dapat terbantu memahami konsep ini dan
menggunakannya dalam pemograman aktivitas yang rasional. Pasien harus
memahami variasi diurnal dalam toleransinya terhadap aktivitas-aktivitas tertentu
dan harus mengurangi kebutuhan aktifitas di pagi hari, segera setalah makan dan
pada cuaca dingin atau buruk. Kadang pasien perlu dianjurkan berganti pekerjaan
atau pindah tempat tinggal untuk menghindari stress fisik.
4. Menangani faktor risiko yang akan menurunkan kemungkinan outcome buruk
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung iskemik premature merupakan
indikator penting peningkatan risiko dan harus memicu pencarian faktor-faktor
risko yang bisa diterapi, seperti hiperlipidemia, hipertensi dan diabetes mellitus.
Obesitas dapat mengganggu terapi faktor risiko lain dan meningkatkan risiko
serangan koroner. Obesitas juga seringkali disertai dengan tiga faktor risiko lain :
diabetes mellitus, hipertensi dan hiperlipidemia. Diet rendah lemak jenuh dan tak
jenuh serta mengurangi asupan kalori untuk mencapai berat badan optimal
merupakan hal dasar dalam penatalaksanaan penyakit jantung iskemik kronis.
Secara khusus, penting untuk menekankan penurunan berat badan dan olahraga
teratur pada pasien dengan sindrom metabolic atau diabetes mellitus.
Merokok dapat mempercepat atersklerosis koroner, baik pada pria maupun
wanita pada semua usia serta meningkatkan risiko thrombosis, instabilitas plak,
infark miokard dan kematian. Merokok juga akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardium dan mengurangi pasokan oksigen sehingga dapat
mencetuskan angina.
Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian klinis buruk
akibat aterosklerosis koroner dan stroke. Selain itu hipertrofi ventrikel kiri akibat
hipertensi lama dapat memperburuk iskemia. Terdapat bukti ilmiah bahwa terapi
hipertensi yang efektif dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kejadian
serangan koroner.
Diabetes mellitus mempercepat aterosklerosis koroner dan perifek serta
sering berhubungan dengan dislipidemia dan peningkatan risiko angina, infark
miokard dan kematian koroner mendadak. Kontrol dislipidemia (target kolesterol
LDL <70mg/dL) dan hipertensi (target TD 120/80) secara agresif pada pasien
diabetes sangat efektif.
Terapi dislipidemia merupakan inti dari upaya untuk terbebas dari angina
dalam jangka panjang, mengurangi kebutuhan revaskularisasi dan mengurangi
kejadian infark miokard serta kematian. Kontrol lemak dapat dicapai melalui
kombinasi diet rendah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh, olahraga dan
penurunan berat badan. Penghambat HMG-CoA reduktase (statin) hamper selalu
dibutuhkan dan obat ini dapat menurunkan kolesterol LDL (25-50%),
meningkatkan kolesterol HDL (5-9%), serta menurunkan trigliserida (5-30%).
Efek terapi yang kuat dari statin pada aterosklerosis, penyakit jantung iskemik dan
outcomenya dapat terlihat tanpa dipengaruhi oleh beberapa kadar LDL kolesterol
sebelum terapi. Fibrat atau niasin dapat digunakan untuk meningkatkan kolesterol
HDL dan dapat menurunkan trigliserida.
5. Memberikan terapi obat untuk angina
Obat-obatan yang sering digunakan untuk terapi angina pektoris
dirangkum dalam Gambar 2-4

Gambar 2. Nitrogliserin dan nitrat untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik

Gambar 3. Karakteristik penyekat beta dalam penggunaan klinis untuk penyakit


jantung iskemik
Gambar 4. Penggunaan klinis penyekat kanal kalsium untuk penyakit jantung
iskemik

a. Nitrat kerja panjang : tidak ada nitrat kerja panjang yang sama efektifnya dengan
nitrogliserin sublingual dalam meredakan angina. Preparat nitrat organik ini dapat
ditelan, dikunyah atau diberikan sebagai patch atau pasta melalui transdermal.
Obat ini dapat memberikan kadar plasma yang efektif selama 24 jam, tetapi
respon terapinya sangat bervariasi.
b. Penyekat beta adrenergic (beta bloker) : obat ini merupakan komponen penting
dalam terapi farmakologis untuk angina pektoris. Obat ini menurunkan kebutuhan
oksigen miokardium dengan menghambat peningkatan denyut jantung, tekanan
arteri dan kotraktilitas miokard yang disebabkan oleh aktivasi adrenergik. Tujuan
terapeutik meliputi peredaan angina dan iskemia. Obat ini juga dapat menurunkan
mortalitas dan angina infark ulang pada pasien setelah infark miokard dan
merupakan obat antihipertensi yang cukup efektif.
c. Penyekat kanal kalsium : merupakan vasodilator koroner yang menghasilkan
penurunan kebutuhan oksigen miokardium, kontraktilitas, dan tekanan arteri yang
bervariasi dan bergantung dosis. Obat-obatan ini di indikasikan jika beta bloker
merupakan kontraindikasi, tidak toleransi dengan baik dan tidak efektif.
d. Obat-obatan anti trombosit : aspirin adalah penghambat siklooksigenase trombosit
yang tidak reversible dan oleh sebab itu, mengganggu aktivasi trombosit.
Pemberian obat ini dengan dosis 75-325mg per oral per hari, sediaan salut enteric
dalam dosis 81-162 mg / hari lebih sering digunakan. Pemberian obat ini perlu
diertimbangkan pada semua pasien dengan penyakit jantung iskemik tanpa
perdarahan saluran cerna, alergi atau dyspepsia. Klopidogrel (300-600mg dosis
awal dan 75mg/hari) adalah obat oral yang memblokir agregasi trombosit yang
diperantarai oleh reseptor P2Y 12 ADP, obat ini menghasilkan efek yang mirip
dengan aspirin pada pasien penyakit jantung iskemik kronis stabil dan
menggantikan aspirin bila aspirin menyebabkan efek samping. Klopidogrel
dikombinasikan dengan aspirin dapat menurunkan kematian dan serangan iskemia
koroner pada pasien dengan sindrom koroner akut, juga menurunkan risiko
pembentukan trombus pada pasien yang menjalani implantasi stent di arteri
koroner.
e. Terapi lain-lain : ACE inhibitor banyak digunakan dalam penatalaksanaan pasien
yang pernah mengalami infark miokard, pasien dengan hipertensi atau penyakit
jantung iskemik kronis termasuk angina pektoris, dan pasien dengan risiko tinggi
penyakit vascular seperti diabetes. Pemberian ACE inhibitor tidak efisien pada
pasien penyakit jantung iskemik yang meiliki fungsi ventrikel kiri normal dan
telah mencapai target tekanan darah dan LDL.
6. Mempertimbangkan revaskularisasi

Revaskularisasi koroner :

 Intervensi koroner perkutan : banyak digunakan untuk revaskularisasi


miokardium pada pasien penyakit jantung iskemia simptomatis dan
stenosis arteri koroner epikardium tertentu
 Coronary artery bypass grafting (CABG) : indikasi CABG biasanya
berdasarkan beratnya gejala, anatomi koroner dan fungsi ventrikel.
Gambar 5. Perbedaan pendekatan terhadap lesi dengan PCI dan CABG

Analisis kasus : Pada kasus, terapi awal untuk angina stabil yang diberikan sudah sesuai
dengan teori yakni telah diberikan O2 nasal 4 lpm, loading clopidogrel 300mg, loading
aspilet 240mg, dan NTG 20mcg/menit dilanjutkan dengan pemberian aspilet 1x80mg,
clopidogrel 1x75mg, ISDN 3x1 tab, bisoprolol 1x1,25mg, hal ini sudah sesuai dengan teori
mengenai terapi lanjutan untuk pasien dengan angina pektoris stabil yakni dengan diberikan
nitrat, beta-blocker, obat-obatan anti trombosit dan obat untuk mengontrol faktor risiko.
Faktor risiko yang didapatkan pada kasus ini adalah hipertensi dan dislipidemia, sehingga
pada kasus diberikan terapi atorvastatin 1x20mg, hal ini telah sesuai dengan teori.
Pemberian inj Furosemid 1 ampl ditujukan untuk hipertensi emergensi pada kasus dengan
tujuan agar mean arterial pressure (MAP) pada kasus turun 25%, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian amlodipin 1x10mg, dan valsartan 1x80mg. Hal ini telah sesuai dengan
teori, dimana pada pasien juga harus dilakukan kontrol terhadap faktor risiko. Pemberian inf
NaCl 500cc/24 jam bukanlah terapi utama, melainkan sebagai terapi tambahan untuk
mempercepat perbaikan kondisi pasien.

Prognosis : indikator prognostik utama pada pasien yang diketahui menderita penyakit
jantung iskemia adalah usia, status fungsional ventrikel kiri, lokasi dan beratnya
penyempitan arteri koroner serta beratnya atau aktivitas iskemia miokardium. Angina
pektoris onset baru, angina tidak stabil, angina dini pasca infark miokard, angina yang tidak
responsive atau merespon buruk terapi medis dan angina yang disertai dengan gejala gagal
jantung kongestif mengindikasikan peningkatan risiko serangan koroner.

Analisis kasus : pada kasus ini, dengan usia pasien 60 tahun dengan faktor risiko
dislipidemia dan hipertensi, angina yang responsif dengan pengobatan, sehingga pada kasus
ini prognosis harus dinilai kembali dengan melihat status fungsional dari ventrikel kiri, dan
beratnya penyempitan arteri koroner, dimana untuk menilai hal tersebut pasien perlu untuk
dilakukan pemeriksaan ecocardiography, namun pada kasus tidak lakukan pemeriksaan
echocardiography. Pasien pada kasus ini perlu dilakukan edukasi kembali mengenai teratur
dalam pengobatan dan kontrol, sehingga menurunkan risiko terjadinya serangan kembali.

Konsultasi : konsultasi kepada dokter spesialis jantung

Anda mungkin juga menyukai